Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121929 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Toding, Quinka Dwidara
"Latar Belakang: Sekitar 40% pasien kanker payudara pasca terapi mengalami rekurensi kanker payudara. Sementara itu, masih belum banyak penelitian mengenai faktor prognosis untuk memprediksi kemungkinan rekurensi pada kanker payudara.
Tujuan: Mengetahui inter-rasio rasio limfosit-monosit (LMR) dan rasio limfosit-sel darah putih (LWR) sebagai prediktor rekurensi pada kanker payudara.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara cohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien dari RSCM dan RS MRCC Siloam Jakarta. Peneliti melihat riwayat pasien sejak selesai mendapat terapi dengan rekurensi yang diikuti minimal 3 bulan dan maksimal 7 tahun. Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan uji Chi-square dengan program SPSS for Mac.
Hasil: Peneliti mengelompokkan pasien menjadi kelompok inter-rasio LMR/LWR rendah dan tinggi dengan cut-off berupa median senilai 19,67 103/L. Dari 106 sampel yang memenuhi kriteria, didapatkan 52 pasien kelompok rendah dan 54 pasien kelompok tinggi. Hasil yang didapatkan dari analisis kedua kelompok dengan status rekurensi adalah nilai p 0.001 dengan 26 pasien pada kelompok rendah dan 10 pasien pada kelompok tinggi mengalami rekurensi. RR yang didapat adalah 2,7 (95%CI: 3,45 – 5,029) pada inter-rasio LMR/LWR rendah.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara inter-rasio LMR/LWR dengan kemungkinan rekurensi pada pasien kanker payudara pasca terapi dan dapat dijadikan salah satu prediktor, dengan kelompok inter-rasio LMR/LWR dibawah cut-off penelitian memiliki resiko lebih tinggi mengalami rekurensi kanker payudara.

Background: About 40% cancer patients after they finished their first therapy having a recurrence. However, there isn’t many researches on prognostic factors to predict the possibility of recurrence in breast cancer.
Objective: This research was done to know inter-ratio of lymphocyte-monocyte ratio (LMR) and lymphocyte-white blood cells ratio (LWR) as the predictor for recurrence in breast cancer.
Methods: This study was conducted with cohort retrospective by looking at patient’s medical records at RSCM and MRCC Siloam Hospital Jakarta. Researcher followed patients record after their first therapy finished, and recurrence from 3 months until 7 years later. An analysis was conducted using the Chi-Square test with the SPSS for Mac program.
Results: The patients were grouped into patients with low and high LMR/LWR inter-ratio with median (19,67 103/L) as the cut-off. From 106 samples that met the criteria, there were 52 patients in low group and 54 patients in high group. The results obtained from the analysis between low and high LMR/LWR and patient’s recurrence status is p-value 0.001 which means significant, with 26 patients in low group and 10 patients in high group had recurrence. RR for low LMR/LWR inter-ratio is 2,7 (95% CI : 3,45-5,029) in association with breast cancer’s recurrence.
Conclusion: There is an association between LMR/LWR inter-ratio and the possibility of recurrence in post-treatment breast cancer patients and can be used as predictor. Patients with LMR/LWR inter-ratio under the study cut-off are at higher risk of getting recurrence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Ramadhanty
"Angka kejadian kanker payudara di Indonesia dan di dunia masih tinggi begitu pula dengan angka kekambuhan kanker payudara pada pasien yang telah menjalani pengobatan, saat ini diperlukan prediktor yang dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan apakah kanker payudara dapat kambuh kembali setelah ditata laksana. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan inter-rasio NLR/PWBR terhadap rekurensi kanker payudara apakah dapat dijadikan prediktor rekurensi kanker payudara. Penelitian dilakukan menggunakan metode cohort retrospektif minimal 3 bulan sampai 7 tahun dengan melihat rekam medis pasien kanker payudara yang telah mendapatkan terapi untuk mengambil data hasil pemeriksaan darah tepi. Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan program SPSS. Dari 106 sampel yang memenuhi kriteria seleksi, ditemukan 53 pasien dengan NLR/PWBR rendah dengan 23 kejadian rekurensi dan dari 53 pasien dengan NLR/PWBR tinggi dengan 13 kejadian rekurensi (RR=1,77, CI 95% 1,0070 – 3,1083, p=0,065). Dari pasien dengan hormonal positif, ditemukan 21 kejadian rekurensi pada kelompok NLR/PWBR rendah, dan 9 kejadian rekurensi pada kelompok NLR/PWBR tinggi (RR=2,05, CI 95%=1,088 – 3,857, p=0,035).

Incidence rates of breast cancer are still high in Indonesia and in the World. So as the rate of recurrence breast cancer in patients who have undergone treatment. Now needed predictor that can be used as a standard for estimating whether breast cancer can recur after treatment. This research was done to investigate the association between NLR/PWBR inter-ratio to breast cancer recurrence.This research was conducted using a retrospective cohort method by looking at the peripheral blood tests in medical records with minimal 3 months until maximal 7 years observation. The data were analyzed using the Chi Square test with the SPSS software. From 106 patients there were 53 patients with lower NLR/PWBR with 23 breast cancer reccurrence, and from 53 patient with higher NLR/PWBR with 13 breast cancer recurrence (RR=1,77, CI 95%=1,0070 – 3,1083, p=0,065). From patients with hormonal potive, there were 21 breast recurrence from lower NLR/PWBR, and 9 from higher NLR/PWBR (RR=2,05, CI 95%=1,088 – 3,857, p=0,035)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bajuadji
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker payudara sampai saat ini memiliki insiden dan prevalensi yangtertinggi dalam diantara penyakit kanker pada perempuan. Lokasi tersering metastasis kanker payudara adalah tulang dimana memiliki overall survival yang baik yang berakibat padapengeluaran biaya yang tinggi dibandingkan dengan metastasis organ viseral. CXCR4 dan RANK diketahui memiliki peran dalam homing sel kanker ke tulang.Dibandingkan dengan biomarker-biomarker yang lain, CXCR4 dan RANK berada padakaskade paling awal dari proses metastasis tulang. Aksis CXCR4 dengan SDF-1 sebagailigannya merupakan pengaturan utama dalam trafficking sel pada beberapa sel punca tubuhmanusia. Aksis RANK/RANKL/OPG mengontrol proses osteoklastogenesis dan resorpsitulang. Dari berbagai studi didapatkan CXCR4 dan RANK diekspresikan tinggi pada kankerpayudara dan berkaitan dengan metastasis tulang. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan kombinasi ekspresi protein CXCR4 danRANK sebagai faktor prediktor metastasis tulang pada kanker payudara. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah case control, analitik, dengan observasional,untuk diagnostik dan prognostik. Penelitian ini dilakukan pada penderita kanker payudarastadium I-IV dengan jumlah sampel 58 pasien. Hasil Penelitian: Faktor Klinikopatologi stadium tumor, mempunyai hubungan yang signifikan terhadap ekspresi kombinasi CXCR4 dan RANK pada metastasis tulang padakasus kanker payudara. Pada penderita kanker payudara terdapat hubunngan yang signifikanantara nilai kombinasi ekspresi CXCR4 dan RANK tinggi dengan kejadian metastasis tulang. Kesimpulan: Faktor Klinikopatologi stadium tumor mempunyai hubungan yang signifikanterhadap ekspresi kombinasi CXCR4 dan RANK pada metastasis tulang pada kasus kankerpayudara. Kombinasi CXCR4 dan RANK dapat digunakan sebagai alat prediktor diagnostikuntuk mengetahui status metastasis tulang kanker payudara, sehingga dapat diberikan terapiawal yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan menekan biaya kesehatan di kemudianhari.

ABSTRACT<>br>
Background Until recently, breast cancer has the highest prevalence and incidence offemale cancer. Breast cancer often metastasised to bone, which have better overall survival but consume more health cost than visceral metastasis. CXCR4 and RANK have been known for it's role in cancer cell homing to bone. Instead ofother biomarkers of bone metastasis, CXCR4 and RANK act in the early cascade of bonemetastasis process. CXCR4 SDF 1 axis plays a great role in cell trafficking of many types ofhuman stem cell. RANK RANKL OPG axis mediates osteoclastogenesis and boneresorption. In several studies, CXCR4 and RANK are highly expressed in breast cancer andcorrelate with bone metastasisAim To establish the combination, CXCR4 and RANK are highly expressed in breast cancer and correlate with bone metastasisMethods Case Control study, analytical, observational for prognostic and diagnostic byinvolving 58 patiens with stadium I,II,II,IV at breast cancer Result Clinic pathalogical factor, stadium had significant correlation with combination CXCR4 and RANK expression in breast cancer patients. The High combination CXCR4 and RANK expression in breast cancer patients had significant correlation with bone metastasis. Conclusion: Clinic pathalogical factor stadium tumor had significant correlation with combination CXCR4 and RANK expression in breast cancer patients. The high Combination of CXCR4 and RANK expression can act as a predictor for bone metastasis inbreast cancer, so the patient can start early therapy which increase the quality of life andreduce treatment cost."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T58889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Ramadhanti Nurhaliza
"Siklofosfamid (CP) merupakan salah satu obat kanker golongan agen pengalkilasi yang efektif digunakan untuk mengobati kanker payudara, limfoma non-Hodgkin, dan lain-lain. CP harus diubah menjadi metabolit aktifnya (4-hidroksisiklofosfamid/4-OHCP) untuk menghasilkan efek terapeutik. Siklofosfamid diubah menjadi 4-OHCP oleh beberapa enzim di hati, salah satunya sitokrom P450 2B6 (CYP2B6). CYP2B6 merupakan salah satu gen CYP yang paling bersifat polimorfik yang dapat memengaruhi regulasi transkripsional, ekspresi protein, dan kadar 4-OHCP dalam tubuh. Kadar 4-OHCP dapat menjadi parameter bahwa terapi yang diberikan efektif. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kecepatan hidroksilasi 4-OHCP dengan cara membandingkan konsentrasi 4-OHCP terhadap CP. Penelitian ini menggunakan 43 sampel Dried Blood Spot (DBS) pasien kanker payudara Indonesia yang terdapat CP dalam regimen terapinya. Darah pasien rata-rata diambil pada 2,23±0,38 jam (tmax CP) setelah pemberian kemoterapi. Sampel diekstraksi dengan pengendapan protein dan dianalisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Ultra Tinggi Tandem Spektrometri Massa (KCKUT-SM/SM); kolom Acquity UPLC BEH C18 (2,1 x 100 mm; 1,7μm); suhu kolom 50°C; fase gerak asam format 0,01% - metanol dengan elusi gradien; laju alir 0,15mL/menit; volume injeksi 10 μL. Deteksi massa menggunakan ESI (+) dengan nilai m/z 260,65>140,03 untuk siklofosfamid, 33,65>221,04 untuk 4-OHCP-SCZ, dan 337,71>225,05 untuk 4-OHCP-d4-SCZ. Validasi parisal yang dilakukan memenuhi persyaratan FDA 2018. Metode ini linear pada rentang 5 – 60.000 ng/mL untuk CP dan 5 – 1000 ng/mL untuk 4-OHCP. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 43 pasien didapatkan rentang CP 2106,16 – 34386,90 ng/mL. dan 4-OHCP 24,85 – 995,071 ng/mL. Berdasarkan rasio 4-OHCP/CP, terdapat 53% (23 subjek) tergolong rapid metabolizer, dan 47% (20 subjek) tergolong poor metabolizer.

Cyclophosphamide (CP) is an alkylating agent for anticancer and effective in treating breast cancer, non-Hodgkin lymphoma, and others. CP must be converted to its active metabolite (4-hydroxycyclophosphamide/4-OHCP) to produce a therapeutic effect. CP is converted to 4-OHCP by several enzymes in the liver, cytochrome P450 2B6 (CYP2B) is one of them. CYP2B6 is one of the most polymorphic CYP genes that can affect transcriptional regulation, protein expression, and the level of 4-OHCP in the body. The level 4-OHCP can be a parameter of whether the therapy is effective. Therefore, the purpose of this study is to determine the hydroxylation rate of 4-OHCP by comparing the level of 4-OHCP to CP. This study used a sample of 43 breast cancer patients Dried Blood Spot who contained CP in their regiment therapy which was taken in average time 2.23± 0.38 hours (tmax CP) after CP’s administration. Samples were extracted by protein precipitation method and analysed using Ultra Performance Liquid Chromatography-Tandem Mass Spectrometry (UPLC-MS/MS); Acquity UPLC BEH C18 column (2,1 x 100 mm; 1,7μm); temperature was 50°C; 0,01% formic acid - methanol as mobile phase with gradient elution for 6 minutes; flow rate was 0,15mL/minute; and injected volume 10 μL. Mass detection using a triple quadrupole with ESI (+) and multiple reaction monitoring detection with m/z values 260,65>140,03 for cyclophosphamide, 33,65>221.04 for 4-OHCP-SCZ, dan 337.71>225.05 for 4-OHCP-d4-SCZ. The partial validation performed has successfully met the validation requirements that refer to FDA 2018. This method was linear in the range of 5 – 60.000 ng/mL for CP and 5 – 1000 ng/mL for 4-OHCP. The result showed that from 43 patients, the CP levels ranged from 2106,16 – 34386,90 ng/mL. and 24,85 – 995,071 ng/mL for 4-OHCP. Based on the 4-OHCP/CP ratio, 53% (23 subjects) were classified as rapid metabolizers, and 47% (20 subjects) were classified as poor metabolizers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Kanker payudara masih merupakan kanker yang paling umum
pada wanita. Identifikasi sel punca kanker payudara sangat penting dalam
memberantas penyakit ini dari akarnya. Beberapa riset telah mengisolasi sel punca
kanker payudara berdasarkan protein membran sel CD24/CD44 dan menemukan
sel punca kanker payudara pada sel CD24-/CD44+ yang menunjukkan sifat
pluripotensi. Namun, beberapa riset lainnya menemukan CD24-/CD44+ tidak
ditemukan pada seluruh tipe kanker payudara, dan tidak selalu berhubungan
dengan perkembangan tumor. Maka dari itu, tingkat pluripotensi dari sel tersebut
masih diperdebatkan. Dalam riset ini, sifat pluripotensi sel punca kanker payudara
dinilai berdasarkan ekspresi gen SOX2 yang merupakan gen untuk sifat
kepuncaan dimana gen ini dapat mendorong pembelahan sel dan invasi.
Metode: Sampel diambil dari situs primer kanker payudara dan difraksinasi
melalui pemisahan sel magnetik. RT-qPCR dan elektroforesis digunakan untuk
mempelajari tingkat ekspresi gen SOX2 antara fraksi-fraksi sel punca kanker
payudara.
Hasil: Kami berhasil memisahkan sel pluripoten dari spesimen klinis kanker
payudara. Fraksi CD24-/CD44- menunjukkan ekspresi gen SOX2 yang lebih
tinggi secara signifikan dibanding CD24-/CD44+. Setelah melewati proses ultralow
attachment, CD24-/CD44+ menunjukkan peningkatan ekspresi gen SOX2
walaupun lebih rendah dari CD24-/CD44-.
Kesimpulan: Pluripotensi yang tinggi, berdasarkan tingkat ekspresi gen SOX2,
ditemukan pada fraksi CD24-/CD44-. Tingkat pluripotensi fraksi CD24-/CD44+
lebih rendah dibandingkan fraksi CD24-/CD44-.;Background: Breast cancer remains as the most prevalent cancer in women.
Identification of breast cancer stem cell (CSC) is crucial in eradicating the disease
from its root. Multiple research has isolated breast CSC based on CD24/CD44
surface marker and discovered that CD24+/CD44- fraction indicates stemness and
pluripotent characteristics. However, it was also found that CD24+/CD44- breast
CSC is not present in all breast cancer types, and not always associated with
tumor progression. Therefore, its pluripotency level remains debatable. In this
research, pluripotency of breast CSCs was assessed. Pluripotency was determined
based on SOX2 gene expression, a gene responsible for stem-like properties,
which can drive cellular proliferation and invasion.
Method: The samples were taken from primary site of breast cancer and
fractionated through magnetic cell sorting. RT-qPCR with subsequent
electrophoresis was used to study the expression level of SOX2 gene among
breast CSC fractions.
Results: We managed to separate the pluripotent cells from the bulk clinical
specimen. CSC subset CD24-/CD44- showed a significantly higher SOX2
expression in comparison to CD24-/CD44+. Following ultra-low attachment,
CD24-/CD44+ showed an increase in SOX2 expression level although still lower
than CD24-/CD44-.
Conclusions: A high pluripotency based on SOX2 gene expression level was
found in fraction CD24-/CD44-. The pluripotency level of fraction CD24-/CD44+
was lower in comparison to fraction CD24-/CD44-., Background: Breast cancer remains as the most prevalent cancer in women.
Identification of breast cancer stem cell (CSC) is crucial in eradicating the disease
from its root. Multiple research has isolated breast CSC based on CD24/CD44
surface marker and discovered that CD24+/CD44- fraction indicates stemness and
pluripotent characteristics. However, it was also found that CD24+/CD44- breast
CSC is not present in all breast cancer types, and not always associated with
tumor progression. Therefore, its pluripotency level remains debatable. In this
research, pluripotency of breast CSCs was assessed. Pluripotency was determined
based on SOX2 gene expression, a gene responsible for stem-like properties,
which can drive cellular proliferation and invasion.
Method: The samples were taken from primary site of breast cancer and
fractionated through magnetic cell sorting. RT-qPCR with subsequent
electrophoresis was used to study the expression level of SOX2 gene among
breast CSC fractions.
Results: We managed to separate the pluripotent cells from the bulk clinical
specimen. CSC subset CD24-/CD44- showed a significantly higher SOX2
expression in comparison to CD24-/CD44+. Following ultra-low attachment,
CD24-/CD44+ showed an increase in SOX2 expression level although still lower
than CD24-/CD44-.
Conclusions: A high pluripotency based on SOX2 gene expression level was
found in fraction CD24-/CD44-. The pluripotency level of fraction CD24-/CD44+
was lower in comparison to fraction CD24-/CD44-.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Khotimah Jannah
"Operasi payudara merupakan salah satu jenis penatalaksaan yang lebih dipilih oleh pasien kanker payudara. Tak jarang operasi kanker payudara juga melibatkan kelenjar getah bening yang ada di sekitarnya. Rasa sakit yang muncul pascaoperasi merupakan hal yang lazim ditemukan, namun seringkali hal ini membuat pasien kanker payudara menjadi enggan untuk menggerakkan lengan dan bahunya karena berusaha untuk menjaga area yang terasa sakit. Kurangnya mobilisasi pada lengan dan bahu di sekitar daerah operasi dapat menimbulkan kekakuan otot dan limpodema sebagai bagian dari komplikasi pembedahan. Studi kasus ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien kanker payudara dengan intervensi berupa latihan rentang gerak sendi bahu dan lengan. Hasil yang didapatkan setelah intervensi dilakukan pada pasien yaitu kekakuan otot pada pasien berkurang dibandingkan dengan sebelum pasien menjalani latihan. Rentang gerak bahu dan lengan pasien juga mengalami peningkatan, pasien mulai bias meraih kedua tangannya di belakang tubuh. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa latihan rentang gerak sendi bahu dan lengan penting untuk dilakukan sedini mungkin pada pasien pascaoperasi payudara dengan tujuan untuk mencegah kekakuan otot dan mempercepat proses pemulihan pasien. Rekomendasi dari penulisan ini yaitu agar perawat dapat melakukan edukasi tentang latihan rentang gerak sendi bahu dan lengan pada pasien kanker payudara sebelum melakukan prosedur operasi, sehingga pada saat pascaoperasi pasien sudah siap untuk melakukan latihan sedini mungkin.

Breast surgery is one of the treatment which preferred by breast cancer patients. Breast cancer surgery also involves lymph nodes around it. Common things that happen during breast surgery was postoperative pain, but it usually makes breast cancer patients reluctant to move their arms and shoulders because they try to keep in the pain area. The lack of mobilization of the arms and shoulders around the surgery area can lead to muscle stiffness and lymphodema as part of surgical complications. This case study was conducted with the aim of analyzing nursing care in breast cancer patients with interventions range of motion of the arms and shoulders joints. The results obtained that muscle stiffness in patients was reduced compared to before the patient did range of motion. The patients arm and shoulder range also increases, the patient begins to be able to reach both hands behind her body. The results of this research show that range of motion of the arm and shoulder joints is important to be done as soon as possible in patients after breast surgery to prevent muscle stiffness and accelerate the patient's recovery process. The recommendation of this paper is that nurses can educate about the range of motion of the arm and shoulder joints in breast cancer patients before performing the surgical procedure, so the postoperative patients are ready to do the exercise after surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faruly Wijaya S. Limba
"ABSTRAK
Latar Belakang : Tulang adalah situs metastasis utama pada pasien kanker payudara. Berbagai biomarker telah dihubungkan dengan kecenderungan metastasis sel kanker payudara ke tulang, seperti CXCR4 dan RANK. Dickkopf-1 (DKK-1), suatu protein, diketahui sebagai regulator negatif dari jalur sinyal Wnt, yang ditemukan pada osteoblas matur dan osteosit. Bila dibandingkan dengan CXCR4 dan RANK, DKK-1 berada pada hulu / lebih awal dalam kaskade proses metastasis tulang, sehingga dengan mengetahui ekspresinya, diharapkan dapat menjadi prediktor yang lebih baik.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui apakah ekspresi DKK-1 dapat digunakan sebagai prediktor metastasis tulang pada kanker payudara
Metode Penelitian : Desain studi pada penelitian ini adalah studi kohort retrospektif terhadap data rekam medis pasien Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM pada bulan Oktober 2018-Juni 2019. Analisis data dilakukan secara bivariat dan menggunakan uji Chi square atau uji Fiscer s exact. Nilai P <0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil Penelitian : Dari 76 sampel penelitian (38 sampel metastasis tulang dan 38 sampel non metastasis tulang), didapatkan nilai cut off untuk H - Score dari keseluruhan sampel yaitu 142,5. Ekspresi DKK-1 tinggi bila nilai H - Score ≥ 142,5, ekspresi DKK-1 rendah bila nilai H - Score < 142,5. Terdapat 29 sampel dengan ekspresi DKK-1 tinggi dan 9 sampel dengan ekspresi DKK-1 rendah pada kelompok metastasis tulang, 8 sampel dengan ekspresi DKK-1 tinggi dan 30 sampel dengan ekspresi DKK-1 rendah pada kelompok non metastasis tulang (OR 95% CI 12,083 (4,101-35,600), p < 0,001).
Kesimpulan : Ekspresi DKK-1 yang tinggi didapatkan pada kanker payudara dengan metastasis tulang.Terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi DKK-1 yang tinggi dengan kejadian metastasis tulang pada kanker payudara sehingga ekspresi DKK-1 dapat dijadikan sebagai faktor prediktor kejadian metastasis tulang pada kanker payudara. Tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik dari faktor klinikopatologis terhadap ekspresi DKK-1 pada kanker payudara dengan metastasis tulang pada penelitian ini.
Kata Kunci : Kanker Payudara, Metastasis Tulang, Dickkopf-1 (DKK-1)

ABSTRACT
Background : Bone is the main metastatic site in breast cancer patients. Various biomarkers have been linked to the tendency of metastatic breast cancer cells to bone, such as CXCR4 and RANK. Dickkopf-1 (DKK-1), a protein, is known as a negative regulator of the Wnt signaling pathway, which is found in mature osteoblasts and osteocytes. When compared with CXCR4 and RANK, DKK-1 is upstream / earlier in the cascade of bone metastasis, so that by knowing its expression, it is expected to be a better predictor.
Aim : This study aims to determine whether the expression of DKK-1 can be used as a predictor of bone metastasis in breast cancer.
Methods : The study design was a retrospective cohort study of patient medical record data of the Surgical Oncology Division, Department of Surgery, Cipto Mangunkusumo Hospital in October 2018 - June 2019. Data analysis was carried out bivariately using Chi square test or Fischer s exact test. P value < 0.05 was considered statistically significant.
Result : 76 samples ( 38 with bone metastatic and 38 no bone metastatic), with cut off value for H-Score was 142,5. The expression of DKK-1 is high if the value of H-Score ≥ 142,5, and low expression if the score < 142,5. There were 29 samples with high DKK-1 expression and 9 samples with low DKK-1 expression in bone metastatic group, and 8 samples with high DKK-1 expression and 30 samples with low DKK-1 expression in no bone metastatic group (OR 95% CI 12,083 (4,101-35,600), p < 0,001)
Conclusion : High DKK-1 expression is found in bone metastatic breast cancer. There is a significant relationship between high expression of DKK-1 and the incidence of bone metastatic, so that DKK-1 expression can be used as a predicting factor for bone metastatic. In this study, there is no statistically significant association between clinicopathological factors with DKK-1 expression in bone metastatic breast cancer."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Kusmalasari
"ABSTRAK
Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak di antara wanita di dunia maupun Indonesia. Di Indonesia, khususnya di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD) Jakarta angka kasus meningkat ditiap periode waktu dari angka 21,46% di tahun 1993-1997 meningkat hingga 40,58% di tahun 2003-2007. Dalam menangani penyakit ini, terdapat modalitas terapi kanker di antaranya adalah operasi, radiasi, kemoterapi ataupun kombinasi dari ketiganya. Namun, modalitas terapi tersebut menimbulkan efek samping yang tidak sedikit pada pasien, khususnya kemoterapi. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Akibat dari kondisi tersebut, banyak pasien kanker yang menggunakan terapi komplementer-alternatif (CAM) untuk mengurangi gejala efek samping yang dialaminya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat CAM terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi sebagai terapi pendukung di RSKD. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap 152 pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dan verifikasi data rekam medis. Metode penelitian menggunakan disain studi analitik potong lintang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan CAM tidak berhubungan bermakna secara statistik (p value >0,05) terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara setelah dikontrol variabel lain. Berdasarkan analisis stratifikasi didapatkan hubungan yang signifikan (p value <0,05), di mana pada kelompok responden yang menggunakan CAM non-herbal selama 1-6 bulan memiliki peluang 6,75 kali (95% CI:1,12-40,56) untuk memiliki kualitas hidup baik dibandingkan dengan responden yang menggunakan jenis CAM herbal selama 1-6 bulan. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan desain prospektif dan sampel yang lebih besar.

ABSTRACT
Breast Cancer is the most type of cancer among women in the world and in Indonesia. In Indonesia, especially in “Dharmais” Cancer Hospital (RSKD) Jakarta increased number of cases in each periode of time from 21,46% in 1993-1997 to 40,58% in 2003-2007. In dealing with this disease, there is a cancer therapeutic modalities which are surgery, radiation, chemoterapy or a combination of all three. However, the reality these therapies have side effects that are not small in patients, particularly chemoterapy. This condition can affect the patient’s quality of life. The result of these conditions, many cancer patients use Complementar-Alternative Medicine (CAM) to alleviate the symptoms of the side effects they experienced. The porpose of this study was to determine the benefits of CAM to the quality of life of breast cancer patients who are undergoing chemoterapy as supportive therapy in RSKD. This study is a cross sectional analytic that conducted through interviews of 152 breast cancer patients who are chemoterapy and then verifying medical records. The result found that CAM use was not statistically significantly related to the quality of life of breast cancer patients after controlling for other variables. Based on stratification analysis found a significant relationship in which the respondents who use non-herbal types for 1-6 months had 6,75 times (95% CI: 1,12-40-56) the chance to have a good quality of life compared with respondents who used herbal types for 1-6 months. Need to do further research with a larger sample and prospective design."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T38623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubert Andrew
"Kanker payudara adalah kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Dengan prevalensi sebesar 30–50%, nyeri kanker adalah salah satu komplikasi kanker tersering yang dapat menurunkan mutu hidup penderitanya. Nyeri kanker, yang merupakan sejenis nyeri campuran, dapat diakibatkan oleh perjalanan penyakit atau terapi antikanker. Umumnya nyeri kanker ditangani dengan pemberian opioid dengan/tanpa adjuvan. Namun, opioid memiliki efek samping yang bersifat dose-dependent sehingga penggunaannya harus tepat guna agar memaksimalkan manfaatnya sekaligus meminimalisasi risikonya. Studi ini meneliti efek dari pemberian adjuvan gabapentin terhadap intensitas nyeri dan dosis opioid pasien dengan nyeri kanker payudara. Data rekam medis dari 58 pasien dengan nyeri kanker payudara dari dua rumah sakit rujukan di Jakarta diinklusi untuk studi kohort retrospektif ini. Data yang diambil meliputi profil klinis pasien, derajat nyeri, dan dosis opioid. Analisis statistik tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam median intensitas nyeri maupun median dosis opioid antara kelompok pasien dengan nyeri kanker payudara yang menerima adjuvan gabapentin dengan yang tidak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan peran gabapentin sebagai adjuvan dalam tata laksana nyeri kanker. Penelitian-penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah pasien dan mengendalikan faktor-faktor perancu seperti status opioid dan pemberian adjuvan lain.

Breast cancer is the most prevalent cancer in Indonesia. With a prevalence of 30–50%, cancer pain is a frequent complication of cancer which may lower patient quality of life. Cancer pain, a type of mixed pain, may develop from cancer progression or anticancer therapy. Opioids with/without adjuvants are usually administered to manage cancer pain. However, opioids are associated with dose-dependent side effects. Hence, the administration of opioids should be efficient to maximize benefit and minimize risks. This research studied the effect of adjuvant gabapentin administration on the severity of pain and opioid dose of patients with breast cancer pain. This retrospective cohort study included medical records from 58 patients with breast cancer pain from two tertiary hospital in Jakarta. Patients’ clinical profile, pain severity level, and opioid doses were collected. Statistical analyses did not find a significant difference in median pain severity level and median opioid dose between patients with breast cancer pain who received gabapentin and those who do not. Further research is warranted to determine the role of gabapentin as adjuvant in the management of cancer pain. Future studies should increase the sample size and control confounders such as opioid status and the administration of other adjuvants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Indah Pertiwi
"Kanker payudara banyak diderita perempuan. Penelitian ini bertujuan menggambarkan pengetahuan dan perilaku mencari pelayanan kesehatan pasien kanker payudara dengan desain penelitian deskriptif sederhana. Responden berjumlah 80 orang secara non probability convenience sampling. Mayoritas responden berpengetahuan baik tentang pengetahuan umum, faktor risiko, tanda gejala, skrining serta perawatan, sedangkan mengenai pengobatan masih kurang. Respon awal saat menyadari perubahan payudara diantaranya tidak bertindak, bercerita, mencari pelayanan kesehatan, melakukan pengobatan alternatif, dan herbal. Keterlambatan pemeriksaan dialami sebagian besar responden. Suami menjadi pilihan terbanyak saat diskusi awal. Dokter bedah dan fasilitas kesehatan pemerintah menjadi pilihan terbanyak saat pemeriksaan awal. Perawat perlu meningkatkan edukasi kanker payudara pada perempuan dan pasien kanker payudara.

Breast cancer occurs to many women. This study aimed to describe the knowledge and health care seeking behavior of breast cancer patients with simple descriptive research design. The respondents were 80 who are chosen by non probability convenience sampling. Majority of respondents have good knowledge about the general knowledge, the risk factors, the signs and symptoms, the screening and nursing care, but they lack about the treatment. The initial responses when there were changes in their breast included no action, telling somebody, seeking health care, getting alternative medicine and herbal. The delayed diagnosis experienced by most of the respondents. The husband became the largest selected person for the initial discussion. The surgeons and the government?s health facilities were chosen by most respondents at the first examination. Nurses need to improve the education provision about breast cancer to women and the breast cancer patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>