Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128864 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Octhaviani Chohir
"Tambahan penghasilan pegawai adalah sebagai salah satu cara untuk menata ulang kebijakan pemberian tunjangan dengan menghapuskan pemberian berbagai macam honor, kemudian jumlah honor yang dihapuskan dikelola secara legal dan diberikan dalam bentuk tunjangan resmi kepada seluruh daerah. Penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan tambahan penghasilan pegawai di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Penelitian ini menggunakan teori Jones (1996), yaitu organisasi, interpretasi, dan aplikasi. Hasil penelitian mengenai implementasi kebijakan tambahan penghasilan pegawai di Kota Depok menunjukkan bahwa ada beberapa indikator dan sub-indikator yang belum terpenuhi.

Additional employee income is one of the ways to rearrange allowance policy by eliminating the provision of various honorarium, and later the amount of deleted honorarium is managed legally and given in the form of formal allowances to all regions. This research analyzes the implementation of additional policy income of employees in Depok City. This research uses a post-positivist approach with the collection through interviews and literature studies. This research uses Jones (1996) theory, namely organization, interpretation, and application. The result about implementation of additional policy income in Depok City showed that there were several indicators and sub-indicators have not been fulfilled."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhalza Septya Dewi
"Penelitian ini melengkapi literatur mengenai hubungan antara ukuran kota tempat bekerja dan pendapatan di Indonesia dengan penekanan pada perempuan. Temuan penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan pola pendapatan berdasarkan ukuran kota dan jenis kelamin, di mana pendapatan rata-rata cenderung lebih tinggi di kota-kota besar dan untuk laki-laki. Analisis multivariat juga mengungkapkan adanya fenomena urban wage premium di Indonesia, di mana terdapat hubungan signifikan antara ukuran kota dan pendapatan. Lebih menariknya lagi, ketika perempuan dan laki-laki dianalisis secara terpisah, penelitian ini menemukan bahwa urban wage premium perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini menyimpulkan bahwa infrastruktur dan pelayanan publik yang lebih baik serta fasilitas pendidikan yang lebih baik di perkotaan dapat menjadi faktor penentu dalam perbedaan urban wage premium antara perempuan dan laki-laki.

This research complements the literature on the relationship between city size of employment and income in Indonesia, with a focus on females. The findings of this study indicate differences in income patterns based on city size and gender, where average income tends to be higher in larger cities and for men. The multivariate analysis also reveals the existence of an urban wage premium phenomenon in Indonesia, with a significant relationship between city size and income. Interestingly, when female and men are analyzed separately, this research finds that the urban wage premium for female is higher compared to men. The study concludes that better infrastructure, public services, and educational facilities in urban areas can be determining factors in the difference in urban wage premium between female and men."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nur Rofiq
"Perkebunan kelapa sawit menjadi komuditas utama pertanian di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Indonesia sebagai negara yang berada di garis katulistiwa dengan 147 juta hektar area hutan mempunyai potensi besar dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai senjata dalam meningkatkan pendapatan per kapita terutama di daerah pedesaan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan kelapa sawit memberi dampak negatif, terutama terhadap isu lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati.
Studi ini dilakukan dalam rangka untuk memahami pengaruh dari perkebunan kelapa sawit dan produktivitasnya terhadap pendapatan perkapita di tingkat daerah dan tingkat nasional di Indonesia. Studi ini menggunakan data panel pada tingkat propinsi yang terdiri dari 23 propinsi di Indonesia menggunakan data tahunan dalam rentang waktu 9 tahun dari tahun 2003 sampai dengan 2011. Tingkat wilayah dibagi menjadi 5 berdasar atas kesamaan lokasi propinsi-propinsi pada pulau yang sama di Indonesia.
Hasil menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak secara nyata mempengaruhi pendapatan perkapita di Indonesia. Di tingkat wilayah, perkebunan kelapa sawit memberi pengaruh yang nyata terhadap pendapatan perkapita dengan hubungan yang bertolak belakang dan pengaruh ini terlihat di semua wilayah. Produktivitas kelapa sawit memberi pengaruh yang nyata terhadap pendapatan per kapita di tingkat nasional dengan hubungan yang positif. Namun demikian, produktivitas kelapa sawit tidak menunjukkan memberi pengaruh yang nyata di masing-masing wilayah di Indonesia. Berdasar pada hasil tersebut, studi ini menyimpulkan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan perkapita. Peningkatan produktivitas kelapa sawit menjadi cara yang lebih memungkinkan dalam meningkatkan pendapatan per kapita di Indonesia.

Oil palm plantation was becoming the mainstay of agricultural commodities in Indonesia since last three decades. Indonesia as an equatorial country with 147 million hectares of forest area has a great potential in the development of oil palm plantations as a weapon in increasing per capita income especially in rural areas. However, it cannot be denied that expansions of oil palm plantations bring negative effects, especially in relation with environmental issues and conservation of biodiversity.
This study conducted in order to understand the effects of oil palm plantation and oil palm productivity on per capita income in the region and national level in Indonesia. This study uses panel data at provincial level which consists of 23 provinces in Indonesia in the vulnerable period of 9 years from 2003 to 2011 in annually data. The region level is divided in 5 based on the similarity of provincial location in same island in Indonesia.
The results showed that oil palm plantation did not significant in effect the per capita income in Indonesia. In region level, oil palm plantations gave significant effect on per capita income in the opposite relationship and this effect was represented by all across regions. Oil palm productivity is significant in effected on per capita income at national level with positive relationship. However, oil palm productivity did not give significant effect in representation across regions in Indonesia. According to these results, this study concludes that expansion of oil palm plantations do not significant in increasing per capita income. Increasing of oil palm productivity becomes more reasonable way in increasing per capita income in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T39024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Daud
"Peranan pemerintah kota dalam menciptakan kesejahteraan dan ketertiban kehidupan kota sedang melaksanakan berbagai pembangunan sarana dan prasarana kota, termasuk mengatur ketertiban pemanfaatan ruang/lahan kota. Fungsi pelayanan dari pemerintah kota tidak lain dari fungsi alokasi sumber daya ekonomi kota. Dalam hal ini fungsi alokasi sumber daya lahan kota. Bertambahnya penduduk daerah perkotaan, pada prinsipnya bermanfaat untuk mendukung pembangunan kota. Namun, pertambahan dan perkembangan penduduk dengan berbagai kegiatannya akan memerlukan adanya perluasan ruang kota sebagai wadah perkembangan kegiatan tersebut.
Perkembangan kota Palembang yang merupakan ibu kola Propinsi Sumatera Selatan sulit untuk dapat dikendalikan tanpa adanya pengarahan untuk mengisi ruang-ruang kota yang ada. Sehingga dapat menampung sesuai arah perkembangan yang diinginkan, juga meningkatkan pemanfaatan ruang kota secara lebih fungsional dan berdaya guna. Permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan pertumbuhan penduduk cenderung menjadikan keterbatasan daya tampung kota. Ditambah lagi dengan besarnya keikutsertaan swasta yang berintervensi kedalam kebijakan pembangunan kota. Hal ini bukan tidak akan menjadi permasalahan, karena sesuai dengan pertimbangan mekanisme pasar, motivasi penempatan kegiatan usaha swasta lebih sering tidak seiring dengan kepentingan masyarakat dan keteraturan kota secara tata ruang.
Untuk itulah, sebagai upaya mengantisipasi permasalahan perkembangan kota Palembang yang semakin kompleks. Dimana adanya keterbatasan lahan kota serta perkembangan penduduk dengan berbagai kegiatannya semakin meningkat. Kebutuhan akan sarana dan prasaran kota dengan sendirinya semakin meningkat pula. Sedangkan di lain pihak untuk menyediakan berbagai kebutuhan tersebut tentu memerlukan konsekuensi dana yang cukup memadai dengan ukuran luas administrasi wilayah kota.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan mempelajari upaya peningkatan pemanfaatan ruang kota Palembang secara lebih optimal dan mengoptimalkan daya tampung fisik kota. Dengan mempelajari upaya peningkatan pemanfaatan ruang kota secara optimal, sebagai kebijakan alternatif penyelesaian masalah-masalah perkembangan dan pertumbuhan kota. Selanjutnya dapat diketahui dampaknya terhadap upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagai sumber penerimaan pemerintah daerah. Penelitian ini menggunakan alat analisa kuantitatif dengan mencoba memberikan suatu gambaran secara garis besarnya. Alat analisa regresi dalam upaya melihat pakembangan pajak dan retribusi daerah serta penduduk terhadap pendapatan asli daerah. Untuk alat analisa program linear, dengan cara konsep optimasi pemanfaatan ruang kota yang sesuai RTRWK Palembang 1999-2009 ataupun pemanfaatan ruang kota yang diduga sesuai dengan market process (mekanisme pasar) yang berlaku. Hal tersebut ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan hasil analisa dari konsep optimasi Pendapatan Asli Daerah melalui pemanfaatan lahan kota. Hasil solusi dari konsep optimasi yang terdiri dari 3 (tiga) alternatif dengan metode Program Linear maka didapatkan nilai PAD maksimum pada tahun 2009 adalah : Altematif 1 dengan nilai PAD maksimum tercapai sebesar Rp. 55.107.473.000,-. Pada Alternatif 2 dengan nilai PAD maksimum tercapai sebesar Rp. 149.911.523.000,-. Sedanglmn untuk Altematif 3 didapatkan nilai PAD maksimum tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 251.860.067.000,
Dan berbagai komposisi pentanfaatan ruang kota, dengan konsep optimasi lahan kota ternyata perkembangan penggunaan lahan kota yang bebas sesuai dengan arah perkembangan investasi, memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi kota . Bilamana pengarahan ruang kota tidak kaku serta memberikan kesempatan yang luas pada perkembangan investasi di sektor komersial, dengan daerah campuran (mix used) penggunaan ruang komersial terlihat dari hasil alternatif 3.
Sebagai pemasukan dan saran dari hasil penelitian optimasi pemanfaatan ruang kota ini, antara lain:
- Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan optimum, diperlukan adanya pengaturan serta pengisian bagi daerah yang belum terbangun dengan mempersiapkan kawasan dan lingkungan siap bangun. Dengan demikian akan membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru.
- Sebelum tercapainya keadaan optimum kota, yang akan ditandai adanya stagnasi penerimaan PAD, alternatif upaya-upaya untuk peningkatan PAD perlu tetap digali. Hal ini diperlukan dalam rangka memperluas pelaksanaan otonomi daerah melalui upaya memperluas sumber-sumber pendapatan baru."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weintraub, Sidney
Philadelphia: Chilton, 1958
339.2 WEI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"This book contains a high-level collection of papers by some of today's leading distributional analysts. The chapters are well-chosen and are written by respected authors with international profiles. The book will be highly valued as a reference work, by research economists and practitioners, as well as by postgraduate students and professors at universities where distributional measurement theory and application is dealt with at the PhD level.' - Peter Lambert, University of Oregon, "
Northampton: An Elgar research collection, 2013
339.2 ECO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Edison Hulu
"ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah menganalisis dampak kebijakan ekonomi makro terhadap inflasi dan distribusi pendapatan di Indonesia dengan menggunakan model komputasi keseimbangan umum sebagai alat analisis. Laju inflasi diukur dan perbedaan indeks harga umum dalam dua periode yang berbeda. Sedangkan distribusi pendapatan diukur dari rasio antara pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah dan pendapatan rumahtangga berpenghasilan tinggi. Dalam studi ini dilakukan analisis dampak perubahan dari tujuh buah instrumen kebijakan ekonomi makro, yaitu tarif, suku bunga deposito, rasio cadangan wajib, penawaran uang, pajak tak langsung, pajak penghasilan rumahtangga, dan upah. Model dalam studi ini memiliki beberapa ciri, antara lain: mempunyai konsistensi sektoral; mengandung persamaan tingkah laku; memberlakukan variabel harga secara endogen; mampu menjelaskan proses alokasi kegiatan ekonomi menurut institusi; mencakup beberapa keseimbangan parsial yang dikenal dalam model ekonomi makro, seperti: keseimbangan pasar barang, pasar tenagakerja, pasar uang, dan keseimbangan perdagangan luar negeri, sehingga berbagai kebijakan ekonomi makro pemerintah, seperti: kebijakan fiskal, moneter, dan upah dimungkinkan dianalisis dalam model; dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam model memungkinkan harga untuk bervariasi secara babas. Model ini adalah hasil modifikasi dari studi Feltenstein (1984), Werin (1990), dan Lewis (1994). Untuk kasus Indonesia, studi ini cukup relevan dilihat dan beberapa aspek, antara lain, untuk menganalisis kebijaksanaan: (a) yang ditujukan untuk menekan laju inflasi; dengan rendahnya laju inflasi dalam negeri maka daya saing barang ekspor nonmigas di pasar dunia cenderung semakin meningkat; (b) yang berorientasi pada peningkatan perturnbuhan ekonomi; (c) penghapusan atau pengurangan tarif terhadap komoditi impor menurut sektoral yang pada umumnya ditujukan untuk mendorong agar industri-industri dalam negeri lebih kompetitif, melalui studi ini dapat diketahui manfaatnya dilihat dari aspek lain, khususnya terhadap inflasi dan distribusi pendapatan; (d) yang relevan memperbaiki kinerja pemerataan yang sedang digalakkan pemerintah saat ini; (e) pemberdayaan fungsi pajak untuk tidak hanya sebagai sumber penerimaan pernerintah semata tetapi untuk tujuan penstabilan dan perbaikan kinerja distribusi pendapatan; (f) pemberdayaan instrumen kebijakan moneter dalam menunjang peningkatan efisiensi kegiatan sektor keuangan; dan (g) yang mendukung penentuan harga yang diarahkan semakin besar kepada mekanisme pasar. Dari hasil studi ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan:
1.Beberapa kebijakan yang dianalisis dalam studi ini selain dapat menekan laju inflasi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: penurunan tarif, pengurangan pajak tak langsung, dan progresifitas pajak penghasilan.
2.Kebijakan kedua adalah yang memberikan dampak menekan laju inflasi dan yang berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib.
3.Sedangkan kebijakan lainnya memberikan dampak bervariasi terhadap inflasi dan distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: a) peningkatan penawaran uang dapat memacu inflasi dan berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan; b) peningkatan upah secara serentak pada semua status tenaga kerja dapat meningkatkan laju inflasi tetapi tanpa perbaikan terhadap distribusi pendapatan; c) peningkatan upah yang terfokus pada tenaga kerja kasar tidak berpengaruh pada laju inflasi tetapi berdarnpak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan; dan (d) menghapus pajak penghasilan pada semua kelompok rumahtangga tidak memberi dampak pada laju inflasi dan distribusi pendapatan.
Dalam menghubungkan berbagai hasil studi di atas dengan upaya dalarn perumusan kebijaksanaan perlu diperhatikan beberapa keterbatasan studi, antara lain: (i) fenomena ekonorni saat ini (tahun 1997) sangat jauh berbeda dengan fenomena ekonomi pada tahun 1993 yang digunakan sebagai basis data dalam model, khususnya dengan adanya krisis moneter yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia; (ii) konstruksi model masih sangat sederhana dan masih belum menjangkau faktor-faktor non-ekonomi yang seyogianya dipertimbangkan dalam merumuskan kebijaksanaan ekonomi; (iii) karena data tidak tersedia, maka beberapa parameter dalam model diestimasi menggunakan metode non-survey, yang dapat mempengaruhi akurasi hasil studi; (iv) cakupan kegiatan ekonomi dalam model masih terbatas pada sektor formal, dan belum mencakup sektor informal; serta (v) hasil kalkukasi model masih mengandung bias sebesar 2% dibandingkan dengan data aktual.
Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa saran kebijakan ekononu, antara lain:
(1) Upaya untuk menurunkan tarif secara umum mungkin perlu didorong lebih cepat dari jadual yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini didulcung oleh hasil studi yang menunjukkan bahwa penurunan tarif dapat menekan laju inflasi dan pada saat bersamaan memperbaiki distribusi pendapatan;
(2) Studi ini menunjukkan bahwa ada kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang tujuannya, antara lain, untuk mengendalikan laju inflasi, tetapi ternyata berdarnpak negatif terhadap distribusi pendapatan, seperti peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang lebih hati-hati pada kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut agar tidak memberi kesan bahwa kebijakan-kebijakan ekonorni makro kita mengabaikan pemerataan.
(3) Kebijakan upah menunjukkan bahwa harus ada pembedaan perlakuan terhadap berbagai status tenagakerja, dan tidak dilakukan secara umum. Hal ini dapat menjadi masukan dalam penetapan gaji buruh untuk lebih memperhatikan pada status tenagakerja. Masukan ini didukung oleh hasil studi ini yang secara khusus menunjukkan bahwa peningkatan upah yang terfokus kepada tenagakerja kasar juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan tanpa mempengaruhi inflasi.
(4) Dalam reformasi sistim perpajakan lebih lanjut mungkin perlu dipertimbangkan untuk mengurangi pajak tak langsung dan peningkatan progresifitas perpajakan. Karena studi ini menunjukkan bahwa hal-hal tersebut tidak hanya memperbaiki distribusi pendapatan tetapi dapat menekan laju inflasi.
Sekalipun model dalam studi ini teiah memenuhi syarat yang dipandang relevan untuk analisis inflasi dan distribusi pendapatan, tetapi tidak berarti bahwa tanpa kelemahan. Kelemahan-kelehaman tersebut yang dapat dijadikan bahan pernikiran mengenai studi sejenis di masa depan, antara lain, yaitu: (a) studi Mahi (1996) menunjukkan bahwa dalam model komputasi keseimbangan umum, variabel penawaran tenagakerja dapat diperlakukan sebagai variabel endogen, sehingga interaksi penawaran tenagakerja dapat tertangkap dalam model, ini tidak dilakukan dalam model ini; (b) dalam studi ini analisis portfolio harta uang rumahtangga masih terbatas pada dua bentuk, yaitu dalam tabungan deposito dan dalam uang tunai. Dalam situasi saat ini, pilihan portfolio rumahtangga cukup banyak, seperti: asuransi, saham, reksa dana, obligasi pemerintah, obligasi luar negeri, valuta asing, dan berbagai surat berharga lainnya. Jika unsur-unsur tersebut tercakup dalam model, maka dalam struktur model perlu disisipkan pasar bursa, pasar valuta asing dan pasar surat-surat berharga, baik yang diterbitkan di dalam negeri maupun di luar negeri. Integrasi pasar bursa, valas, asuransi, dan berbagai pasar surat berharga lainnya dalam model, dapat dijadikan sebagai salah satu topik studi lanjutan; Dan (c) model komputasi keseimbangan umum dalam studi ini adalah model statis. Jika struktur model disusun menjadi model dinamis dengan memperlakukan waktu sebagai salah satu variabel, maka penggunannya untuk analisis kebijakan ekonomi akan lebih baik lagi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
D94
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaludin Aji Riadi
"Pajak di Indonesia merupakan kontributor terbesar total penerimaan pemerintah, sementara pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) hanya berkontribusi sekitar 10% dari total penerimaan pajak nasional. Banyak peneliti yang telah menguji hubungan antara tarif progresif PPh OP dan ketimpangan pendapatan. Penelitian ini menginvestigasi dampak dari tarif progresif PPh OP terhadap distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data mikro Susenas 2006 dan 2011. Dengan dekomposisi data Susenas berdasarkan faktor komponen: pengeluaran konsumsi, pajak penghasilan, dan tabungan, efek dari perubahan komponen tersebut terhadap ketimpangan total pendapatan dapat diketahui.
Penelitian ini menemukan bahwa satu persen kenaikan komponen PPh OP di Indonesia cenderung untuk meningkatkan indeks Gini ketimpangan total pendapatan sebesar 1,4% di 2006 dan 1,8% di 2011. Hasil ini mengindikasikan bahwa struktur PPh OP tahun 2011 sedikit berkontribusi terhadap meningkatnya ketimpangan pendapatan. Dengan kata lain, PPh OP di Indonesia memiliki efek meningkatkan indeks Gini dari ketimpangan total pendapatan. Namun, komponen pengeluaran konsumsi memiliki efek menurunkan indeks Gini sampai dengan 6,4%.

Tax in Indonesia contributes as the largest share to total government revenue while personal income tax (PIT) only contributes nearly 10 percent to total national tax revenue. Many researchers have tried to examine the correlation between progressive personal income taxation and income inequality. This research investigates the impact of progressive PIT rates on income distribution in Indonesia by using micro data Susenas 2006 and 2011. By decomposing Susenas data by factor components: consumption expenditure, income tax, and savings, the effect of a marginal change on these components on total income inequality are captured.
This study finds that a one percent increase in income tax in Indonesia tends to increase the Gini index of total income inequality 1.4% in 2006 and 1.8% in 2011. This implies that the income tax structure in 2011 slightly increases its contribution to the income inequality. In other words, income tax in Indonesia has unequalizing effect to the Gini index of total income inequality. However, consumption expenditure has the equalizing effect to the Gini index up to 6.4%.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Jayusman
"Data Badan Pusat Statistik menunjukan angka rasio gini Indonesia selama periode 2011-2015 berada diangka rata-rata sebesar 0.41, walaupun masih mengindikasikan tingkat kesenjangan distribusi pendapatan dalam kategori menengah, namun rasio ini cenderung menunjukan tren peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya menurunkan angka kesenjangan pendapatan adalah dengan memberikan bantuan subsidi kepemilikan rumah kepada masyarakat berpenghasilan rendah MBR yakni melalui subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan FLPP . Saat ini FLPP adalah subsidi kepemilikan rumah terbesar yang digunakan pemerintah untuk mengurangi backlog perumahan sekaligus kesenjangan distribusi pendapatan dimasyarakat. Total penyaluran subsidi yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini, selama periode tahun 2011-2015 mencapai hingga 429.637 unit. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara subsidi FLPP dengan peningkatan rasio kepemilikan rumah dan kesenjangan distribusi pendapatan. Dengan menggunakan model data panel selama periode 2011-2015 terhadap 32 provinsi di Indonesia, ditemukan bahwa ternyata penyaluran subsidi FLPP tidak signifikan dalam meningkatkan rasio kepemilikan rumah, sehingga pada akhirnya tidak berpengaruh terhadap penurunan kesenjangan distribusi pendapatan di Indonesia. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah kelemahan dalam pemetaan alokasi distribusi dan permasalahan kelembagaan yang menyebabkan tingginya potensi kesalahan penyaluran.

Data from The Central Statistics Agency indicated that the Indonesia rsquo s gini ratio within 2011 2016 is at average 0.41, although it is still in the moderate category but this ratio shows an upward trend compared to the previous period. In the effort to reduce the income inequality in Indonesia, the government provides a policy assistance through homeownership subsidy for low income earners, which is called as The Housing Financing Liquidity Facility FLPP . FLPP is the largest homeownership subsidy system that has been used by the government in order to reduce the high number of housing backlog in Indonesia and to reduce income inequality. This low income earners facility has disbursed 429.637 house units during 2011 2015. This research aims to identify relationship between FLPP and homeownership ratio as well as income inequality in Indonesia. By using the regression panel data model of 32 provincial data in Indonesia during 2011 2015, this research shows that the distribution of FLPP subsidies did not significantly increase homeownership ratio, nor did it reduce gini ratio. Several factors resulting in this are the inaccurate distribution of allocation and institutional issues which increase the potential problems of inaccurate distribution. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aidar
"Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu daerah yang memiliki sumberdaya alam pertambangan terutama pertambangan minyak dan gas (migas). Berdasarkan alas harga konstan tahun 1993 PDRB Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1998 sebesar Rp. 10.384.957,54 untuk PDRB dengan migas dan Rp. 6.149.195 23 untuk PDRB non migas. Dapat dilihat bahwa PDRB Nanggroe Aceh Darussalam masih didominasi oleh sektor minyak dan gas (migas) sebagai penyumbang nilai terbesar.
Studi ini dilakukan untuk mengkaji peran sektor migas terhadap perekonomian dan distribusi pendapatan di NAD, dan juga menghitung pengaruh pengganda (multiplier effect), daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor migas terhadap sektor¬-sektor lain yang ada di dalam perekonomian NAD.
Studi ini menggunakan pendekatan model input-output untuk melihat pengaruh pengganda dan model Miyazawa untuk melihat pemeratan distribusi kelompok pendapatan yang dibangun berdasarkan input-output Aceh tahun 1998 ukuran 55x55 sektor. Dalam model Miyazawa, kolom variabel endogen konsumsi rumah tangga dianggap sebagai pelaku produksi dalam perekonomian dan dibagi menjadi tiga kelompok pengeluaran berdasarkan tingkat pendapatan yaitu: kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Sebagai penyeimbang matriks maka baris input primer yang terdiri upah dan gaji serta sebagian surplus usaha juga dibagi menjadi tiga kelompok pendapatan yaitu: kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi sehingga didapatkan tabel input-output baru dengan ukuran yang lebih besar yaitu 58x58.
Berdasarkan basil perhitungan pengaruh pengganda model input-output sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung menunjukkan sektor dengan pengganda output terbesar artinya bila pemerintah ingin meningkatkan output perekonomian investasi dan pengeluaran pemerintah lebih difokuskan pada sektor ini sedangkan sektor migas sendiri merupakan sektor yang memiliki nilai pengganda output paling kecil dalam perekonomian. Berdasarkan model Miyazawa sektor yang memiliki pengganda output terbesar yakni sektor pemerintah dan pertahanan, untuk sektor migas hanya menduduki ranking ke-44. Untuk nilai pengganda pendapatan tipe I dan tipe II model input output, sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung pada tipe I serta sektor industri makanan, minuman dan tembakau pada tipe II menunjukkan angka pengganda pendapatan terbesar. Artinya setiap penambahan satu rupiah permintaan akhir disektor tersebut akan meningkatkan pendapatan total rumah tangga sebesar angka tersebut. Pada model Miyazawa sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung merupakan pengganda pendapatan tebesar.
Perhitungan keterkaitan antar sektor input-output sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung merupakan sektor yang memiliki indeks BL terbesar dan terkecil adalah sektor migas. Sektor restoran berdasarkan model input-output memiliki nilai indeks FL terbesar. Untuk model Miyazawa sektor pemerintah dan pertahanan yang memiliki nilai indeks BL terbesar dan sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung untuk nilai indeks FL terbesar.
Simulasi dilakukan terhadap beberapa sektor yaitu: simulasi I, hanya sektor migas yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 2, sektor pendidikan yang berubah, sektor lain dianggap tetap; simulasi 3, sektor pengilangan minyak yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 4, sektor transportasi yang berubah sektor lain dianggap tetap; simulasi 5 dilakukan pada beberapa sektor sekaligus yakni sektor transportasi, sektor industri pengilingan beras, biji-bijian, dan tepung, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor industri penggergajian kayu dan sektor restoran.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk setiap investasi dan pengeluaran yang dilakukan pemerintah, kelompok pendapatan menengah selalu mendapat kenaikan perubahan yang lebih besar dari pada kedua kelompok pendapatan lainnya. Hasil simulasi untuk sektor migas menunjukkan pengeluaran dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah di sektor ini belum menyebabkan pendapatan terdistribusi lebih merata untuk ketiga kelompok pendapatan. Kelompok pendapatan rendah hanya mengalanii perubahan peningkatan pendapatan sebesar 17,53% sedangkan kelompok pendapatan sedang dan tinggi mendapatkan peningkatan yang lebih besar masing-masing sebesar 19,55%.
Simulasi untuk sektor pendidikan memberikan hasil yang lebih merata untuk setiap kelompok pendapatan bila pemerintah melakukan investasi dan pengeluaran di sektor ini. Ketiga kelompok pendapatan yang terdiri dari kelompok pendapatan rendah, sedang dan tinggi masing-masing mendapatkan perubahan peningkatan pendapatan yang sama yaitu 0,11%, sehingga sektor ini lebih dapat memberikan distribusi pendapatan yang lebih merata. Dengan kata lain bila pemerintah ingin mendistribusikan pendapatan yang lebih merata untuk ketiga kelompok pendapatan maka pemerintah harus melakukan investasi dan pengeluaran yang lebih besar di sektor pendidikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>