Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bannan Humairah
"Partisipasi wanita dalam politik di Korea Selatan pada dasarnya mengalami kesulitan dikarenakan nilai patriarki yang mengakar dalam masyarakatnya. Hal tersebut membuat kemunculan politikus Park Geun-Hye dan Sim Sang-Jung dalam pemilihan presiden Korea Selatan ke-18 dan ke-19 pada 2012 dan 2017 menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji, khususnya terkait dengan bagaimana media surat kabar mengkonstruksi identitas kedua tokoh.
Dengan topik ini, maka tujuan penelitian adalah untuk menganalisis bagaimana media surat kabar Korea Selatan mengkonstruksi identitas tokoh politik wanita Park Geun-Hye dan Sim Sang-Jung. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif analisis dengan teori identitas. Adapun sumber data untuk analisis adalah artikel berita daring yang diterbitkan pada masa pemilihan Presiden Korea Selatan ke-18 dan ke-19 yaitu pada 2012 dan 2017.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari setiap media dalam mengkonstruksi identitas kedua tokoh. Pemberitaan terkait Park Geun-Hye menggunakan pendekatan primodialisme yang dibuktikan dengan konten pemberitaan Park Geun-Hye yang umumnya mengaitkan sosoknya dengan ayahnya, Park Chung-Hee. Sementara identitas Sim Sang-Jung banyak dikonstruksi dengan pendekatan konstruktivisme yang mengaitkan sosoknya dengan masa lalunya sebagai aktivis buruh.

The political participation of women in South Korea basically faces difficulties because of the patriarchy that is rooted in Korean society. This made the emergence of politicians Park Geun-Hye and Sim Sang-Jung in the 18th and 19th presidential elections of the 2012 and 2017 became interesting, especially in relation to how mass media constructed Identity of both figures.
This study aims to analyse how South Korean mass media constructed the identities of women`s political figures Park Geun-Hye and Sim Sang-Jung. Research is conducted using descriptive analysis method with identity theory. The data sources are online news articles published during the 18th and 19th President of the Korean presidential election, 2012 and 2017.
Results show that there is a difference between each media in constructing the identity of both figures. The news related to Park Geun-Hye used a primodialism approach evidenced by the news content of Park Geun-Hye which generally attributed her figure to her father, Park Chung-Hee. While the identity of Sim Sang-Jung is much constructed with a constructivism approach that associates her figure with her past as a Labour activist.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pance Yentine
"Skandal Choi-gate merupakan skandal politik Korea Selatan yang melibatkan Presiden Park Geun-hye pada tahun 2016-2017. Skandal ini berujung pada pemakzulan Park Geun-hye. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri faktor yang membantu mempercepat dan memperparah (katalisator) dampak skandal terhadap kekuasaan Park Geun-hye, yakni faktor framing media massa dan faktor peran oposisi menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data dari tinjauan literatur dan teks berita. Framing media dianalisis menggunakan konsep framing dalam skandal politik dari Robert Entman (2012), sedangkan oposisi dianalisis menggunakan konsep skandal sebagai senjata politik dari Jenssen & Fladmoe (2012) dan Brendan Nyhan (2017). Hasil penelitian menunjukkan media massa menggunakan framing yang mengarah pada pelanggaran konstitusi yang dilakukan Park Geun-hye dengan rekomendasi solusi berupa penurunan Park Geun-hye dari jabatan presiden. Sedangkan oposisi di dalam dan di luar parlemen aktif memanfaatkan skandal sebagai senjata untuk menuntut pengunduran diri Park Geun-hye, menekankan aspek pelanggaran moral, membangun narasi, dan menggunakan isu skandal sebagai ancaman verbal bagi lawan politik. Keseluruhan hal ini ditujukan untuk keberhasilan pengesahan mosi pemakzulan di parlemen.

Choi-gate scandal is a South Korean political scandal involving president Park Geun-hye in 2016-2017. This scandal led to Park Geun-hye’s impeachment. This research explores the factors that are involved in quickening and worsening (catalyzer) the impact of scandal to Park Geun-hye’s power, which are media framing and opposition action using qualitative approach with data collected by literature review and news text. Media framing is analyzed by the concept of framing in political scandals from Robert Entman (2012), while the opposition is analyzed by the concept of scandal as a political weapon from Jenssen & Fladmoe (2012) and Brendan Nyhan (2017). The result shows that the media use a framing that emphasizes the constitutional violation and offer the resignation as a treatment recommendation. On the other hand, the opposition both in and out of parliament actively used the scandal as a weapon to demand Park Geun-hye’s resignation, emphasizing the moral violation aspect, creating the narration, and using the scandal issue as a verbal threat to political opponents. These struggles aimed to pass the impeachment motion in parliament.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas kepentingan ekonomi dan politik dibalik pemberian bantuan pembangunan Korea Selatan ke Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Lee Myung Baek dan Park Geunn Hye. Permasalahan yang diangkat adalah perbedaan kepentingan ekonomi-politik yang terdapat dibalik penyaluran bantuan pembangunan. Dimasa pemerintahan keduanya, Korea Selatan sangat aktif dalam menyalurkan bantuan pembangunan ke Indonesia, baik dalam bentuk pinjaman bersyarat maupun hibah. Bahkan volume bantuan pembangunan ke Indonesia meningkat pesat dimasa kepemimpinan Lee Myung Baek dan Park Geun Hye. Tujuan tulisan ini yaitu untuk menganalisis dan membandingkan kepentingan ekonomi dan politik Korea Selatan dalam pendistribusian bantuan pembangunan ke Indonesia dimasa jabatan dua pemimpin negara tersebut. Melalui pendekatan geoekonomi, ditemukan bahwa kebutuhan ekonomi Korea Selatan dalam memberikan bantuan pembangunan ke Indonesia adalah akses untuk penetrasi pasar industri, SDA seperti komoditas pertanian dan energi, pengembangan MNC, dan serapan tenaga kerja. Sementara dari sudut geopolitik, Korea Selatan menunjukkan intensi untuk menjadi leader dalam penyaluran bantuan pembangunan ke Indonesia pada periode jabatan Presiden Lee Myung baek dan membangun mutual trust dengan Indonesia dimasa pemerintahan Presiden Park Geun HYe. "
Jakarta: Biro Humas Settama Lemhannas RI, 2017
321 JKLHN 30 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Amin Soetomo
"Penelitian ini menganalisis relasi kekuasaan antara media massa dengan terkonstruksinya identitas sosial melalui representasi media. Artikel jurnal mengenai media yang membentuk identitas disabilitas selama sepuluh tahun terakhir dikumpulkan dan diolah untuk menemukan kata-kata serupa yang digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana dan media apa yang membentuk identitas disabilitas. Diketahui bahwa representasi media dapat menjadi akselerator dan pencipta persepsi dan sikap publik. Dalam hal ini, representasi media tentang disabilitas bersifat negatif, mengakibatkan identitas disabilitas dikorelasikan dengan perbedaan, kecacatan, dan ketidakmampuannya. Hasil identitas ini menyebabkan individu dengan disabilitas mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-harinya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cho, Sungdai
"These textbooks are the 9th and 10th volumes in a five-level series developed by teachers and linguists of Korean. Each lesson consists of pre-reading activities, one or two main reading texts, new words, useful expressions, exercises, comprehension questions, related reading, discussion and composition and English translation of the reading texts. "
Honolulu: University of Hawaii Press, 2005
KOR 495.782 CHO i I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Inas Amalia Putri
"Korea membagi sastra modernnya menjadi lima periode, yakni: periode masa pencerahan, periode kolonialisasi Jepang, periode kemerdekaan, periode perang dan periode pasca perang. Cerpen Dua Generasi Teraniaya yang dikarang oleh Ha Geun Chan termasuk ke dalam cerpen periode perang. Tematema yang diangkat oleh penulis pada periode ini mengenai kemiskinan, rasa kehilangan, kemanusiaan, trauma perang, ideologi dan unifikasi. Penelitian dalam karya ilmiah ini bertujuan untuk melihat kondisi sosial budaya masyarakat Korea Selatan pada masa setelah Penjajahan Jepang dan Perang Korea yang ditunjukkan pengarang pada cerpen Dua Generasi Teraniaya melalui pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pengalamannya, Ha Geun Chan dapat memberikan penggambaran nyata tentang kondisi masyarakat Korea pada periode tersebut.
Korean modern literature divides into five periods, namely: the period of the Enlightenment, the period of Japanese colonization, the period of independence, the period of the war and post-war period. The Suffering of Two Generations short stories is written by Ha Keun Chan belong to the period of war stories. The themes raised by the author in this period are poverty, a sense of loss, humanity, the trauma of war, ideology and unification. The research in this paper aims to look at the social and cultural conditions of South Korea in the aftermath of the Japanese colonization and Korean War demonstrated by the author of the short story The Suffering of Two Generations through a sociological literature approach. The result showed through his experience Ha Geun Chan can provide real depiction of Korean society experienced during this period."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Ayu Daunty
"Penelitian ini membahas tentang penggambaran tokoh dan penokohan dalam suasana Perang Korea, serta bagaimana hal tersebut mendukung analisis tema yang dimasukkan oleh pengarang, Ha Geun-chan, ke dalam cerita pendeknya yang berjudul Sunan Idae. Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah analisis close reading sebagai metode penelitian. Hasil penelitian menjelaskan tentang tokoh, penokohan, dan tema yang digambarkan dalam cerita sebagai refleksi pengarang terhadap Perang Korea yang menekankan sikap optimis walaupun perang telah memberi banyak kesengsaraan.

This research discusses about the characterization in Sunan Idae short story related to Korean War situation and how the characterization supports the theme that author delivered through his work. The method applied is close reading method. Research result explains the description of characterization and theme that portrayed in the story as the the reflection of author towards Korean War which emphasizes optimistic character eventhough war had given so much pain and sufferings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Azura
"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana banlieue sebagai lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kontruksi identitas dan menjadi penyebab terkonstrukisnya identitas Dounia sebagai tokoh utama dalam Film Divines (2016) karya Houda Benyamina. Film ini menceritakan kehidupan remaja perempuan keturunan Afrika sebagai imigran di Prancis yang bertempat tinggal di sebuah banlieue. Dounia yang merupakan seorang remaja perempuan keturunan imgiran memiliki ambisi untuk meninggalkan banlieue dan memiliki kehidupan di luar banlieue yang ia impikan. Banlieue yang menjadi latar tempat di film Divines ini memperlihatkan penggambaran sebuah tempat tinggal yang jauh dari pusat kota dengan kondisi kehidupan yang kurang memadai. Banlieue adalah salah satu bentuk segregrasi sosial yang diciptakan oleh pemerintah Prancis yang menyimpan berbagai permasalahan sosial di dalamnya bagi masyarakat yang menetap. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film digunakan teori kajian film dari Boggs & Petrie. Kemudian, digunakan konsep tentang identitas oleh Stuart Hall dalam tulisan ini untuk mengungkap permasalahan identitas tokoh. Hasil analisis memperlihatkan terkonstruksinya identitas Dounia dengan perubahan-perubahan antara lain, tidak mengikuti sistem pendidikan, meninggalkan nilai-nilai budaya dan ketuhanan yang melekat pada dirinya, serta melakukan tindakan kriminal. Adapun penyebab dari terkonstruksinya identitas Dounia adalah disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi di banlieue. Banlieue dalam film ini hadir sebagai tempat yang sulit untuk dihuni sehingga menjadi penyebab tokoh utama berkeinginan untuk melarikan diri dan terjadinya konstruksi identitas. Dounia berfantasi akan kebebasan dan kemewahan yang dapat ia temukan di luar banlieue. Identitas Dounia terkonstruksikan dari upayanya untuk mewujudkan impian utamanya yaitu untuk memulai kehidupan baru di luar banlieue.

This article is intended to reveal how living quarters can influence identity construction and become the identity of Dounia as the main character in Film Divines (2016) by Houda Benyamina. The film tells the life of teenage girls of African descent as immigrants in France who live in banlieue. Dounia who represents teenage girls has the right to get banlieue andhave a life outside the banlieue she dreamed of. The Banlieue which is the setting for the Divines movie returns the depiction of a residence far from the city center with inadequate life situations. Banlieue is one of the forms of social segregation created by the French government that stores various kinds of social services that are available to sedentary communities. The methodology used in this research is qualitative research. To study the narrative and cinematographic aspects of the film, film scoring theory is used from Boggs & Petrie. Then, the concept of identity was used by Stuart Hall in this paper to uncover the question of character identity. The results of the analysis choose the construction of a Dounia identity with changes, among others, not following the education system, taking inherent cultural and divine values to oneself, and committing criminal acts. As a cause of the construction of world identity caused by various factors such as poverty, injustice, and many crimes that occurred in banlieue. But in this film it is present as a difficult place to inhabit so that the main character wishes to break away and change identity construction. Dounia fantasizes about freedom and luxury that can be found outside the banlieue. Dounias identity is constructed from her efforts to realize dreams that are intended to start a new life outside of the banlieue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Firdausya Sunaryo
"Komunikasi yang kini dimudahkan dengan kemunculan media sosial juga memiliki konsekuensi buruk, seperti aksi cancel culture yang berujung pada tindakan cyberbullying. Cancel culture merupakan sebuah praktik pemboikotan terhadap seseorang yang dianggap melanggar norma. Figur publik seringkali menjadi target utama cancel culture di internet dikarenakan rumor yang disebarkan di media sosial. Dengan menggunakan metode kualitatif studi kasus dan kajian literatur, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis cancel culture dan cyberbullying terhadap aktor Korea Selatan Kim Seonho dan idol Kim Garam di forum daring dan Twitter dengan konsep efek disinhibisi online, di mana batasan komunikasi hilang apabila dilakukan secara daring dibandingkan secara tatap muka. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa empat dari enam dimensi efek disinhibisi online paling tampak di kasus cancel culture dan cyberbullying kedua figur publik ini, yakni dissociative anonymity, asynchronicity, dissociative imagination, dan minimization of status and authority, dengan anonimitas sebagai faktor utamanya.

The presence of social media in the contemporary media landscape has made communication more accessible. However, the emergence of such a platform also comes with cultural consequences, such as cancel culture–a practice of boycotting someone who is considered to have violated the norm–which often leads to cyberbullying. Public figures have become the main target of cancel culture which is amplified by the online rumors spread on social media. By using qualitative case study methods and literature review, this paper aims to analyze the cancel culture and cyberbullying against South Korean actor Kim Seonho and idol Kim Garam in online forums and Twitter, with the concept of the online disinhibition effect, where communication boundaries disappear as it takes place online. The result shows that four among six dimensions of the online disinhibition effect, namely dissociative anonymity, asynchronicity, dissociative imagination, and minimization of status and authority are present in the cancel culture and cyberbullying of these two public figures, with anonymity being the main factor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Salsa Meilivia
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konstruksi identitas individu melalui presentasi diri dalam unggahan tren self-reward menggunakan luxury fashion goods di media sosial, serta mengungkap pemaknaan dari self-reward tersebut. Studi-studi terdahulu mengenai fenomena ini terbagi menjadi dua, yaitu presentasi diri melalui praktik self-reward, dan konstruksi identitas melalui konsumsi luxury fashion goods. Namun, hingga kini belum banyak studi yang melihat perpaduan antara kedua aspek ini, yaitu pemaknaan terhadap self-reward dan kaitannya dengan konstruksi identitas melalui praktik self-reward menggunakan luxury fashion goods, khususnya dalam konteks di media sosial. Peneliti berargumen bahwa presentasi diri yang ditampilkan dalam unggahan self-reward menggunakan luxury fashion goods di media sosial merupakan perilaku konsumsi mencolok yang berpengaruh terhadap konstruksi identitas individu. Dengan menggunakan teori presentasi diri yang disampaikan oleh Erving Goffman dan konsep conspicuous consumption oleh Veblen sebagai alat analisis, hasil temuan penelitian ini menyatakan bahwa self-reward menggunakan luxury fashion goods merupakan justifikasi gaya hidup hedonic yang berkontribusi pada pembentukan identitas individu. Kegemaran mengkonsumsi produk tersier seperti luxury fashion, membuat setiap pembeliannya dimaknai sebagai wujud apresiasi dan mencintai diri sendiri. Dengan mengunggah hadiah yang memiliki keterbatasan jumlah, harga yang tinggi, dan nilai materialisme seperti luxury fashion, mampu membentuk identitas diri pada pengguna, seperti elegan, pekerja keras, mampu, independen, hingga stand-out. Namun, keterbatasan atribut komunikasi secara digital dapat pula membentuk identitas yang tidak diharapkan, seperti sombong dan pamer. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi digital pada individu yang mengunggah self-reward menggunakan luxury fashion goods di Instagram dan TikTok.

This study aims to explain the construction of individual identity through selfpresentation in uploading self-reward trends using luxury fashion goods on social media, as well as uncovering the meaning of self-reward. Previous studies on this phenomenon are divided into two, namely self-presentation through self-reward practices, and identity construction through the consumption of luxury fashion goods. However, until now not many studies have looked at the combination of these two aspects, namely the meaning of self-reward and its relation to identity construction through self-reward practices using luxury fashion goods, especially in the context of social media. Researchers argue that self-presentation shown in self-reward uploads using luxury fashion goods on social media is conspicuous consumption behavior that influences the construction of individual identities. By using the self-presentation theory presented by Erving Goffman and the concept of conspicuous consumption by Veblen as analytical tools, the findings of this study suggest that self-reward using luxury fashion goods is a justification for a hedonic lifestyle that contributes to the formation of individual identity. The penchant for consuming tertiary products, such as luxury fashion, interprets every purchase as a form of appreciation and self-love. Uploading gifts that have limited quantities, high prices, and materialistic values, such as luxury fashion, can form self-identities in users, such as elegant, hardworking, capable, and independent, to stand out. However, with limited digital communication can also form unexpected identities, such as being arrogant and showing off. This study uses a qualitative method with in-depth interview techniques and digital observation of individuals who upload self-rewards using luxury fashion goods on Instagram and TikTok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>