Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Ayu Nyoman Titin Trisnadewi
"Phase Change Material (PCM) adalah material yang dapat digunakan sebagai solusi untuk masalah krisis energi yang dihadapi dunia. Kesesuaian jenis PCM yang digunakan dan ketahanan material selama beroperasi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan stabilitas termal PCM dengan melakukan pengujian siklus termal. Karakterisasi PCM meliputi beberapa pengujian yaitu DSC, FTIR, KD2, SEM-EDS dan viscometer. Pengembangan metode alat uji siklus termal untuk menguji stabilitas termal PCM telah dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan termoelektrik sebagai media pemanas dan pendingin. Sampel PCM yang digunakan pada penelitian ini adalah palm wax, soy wax dan paraffin wax.
Hasil pengujian karakteristik material menunjukkan bahwa palm wax memiliki kandungan O2 paling tinggi yaitu 18,6%. Konduktivitas termal yang dimiliki palm wax adalah 0,162 W/m°C pada suhu 65°C. Palm wax memiliki nilai panas laten pemanasan tertinggi sebesar 149.1721 J/g. Desain baru alat uji siklus termal berbasis termoelektrik dapat mengurangi waktu pengujian dan memiliki bentuk yang sederhana sehingga mempermudah mobilitas alat uji. Hasil pengujian selama 1 jam menunjukkan bahwa palm wax, soy wax dan paraffin wax memperoleh jumlah siklus terturut-turut yaitu 20, 13, 60 siklus. Karakterisasi PCM hasil uji siklus termal menunjukkan bahwa palm wax mengalami degradasi paling sedikit dibandingkan dengan material lain setelah mengalami 1000 siklus.

Phase Change Material (PCM) is a material that can be used as a solution to the problem of the energy crisis facing the world. The suitability of the type of PCM used and material resistance during operation are important factors that must be considered. The purpose of this study was to determine the characteristics and thermal stability of PCM by conducting thermal cycle testing. PCM characterization includes several tests namely DSC, FTIR, KD2, SEM-EDS and viscometer. The development of thermal cycle test method to test the thermal stability of PCM has been carried out in this study by using thermoelectric as a heating and cooling media. The PCM samples used in this study were palm wax, soy wax and paraffin wax.
The results of the testing of material characteristics showed that palm wax had the highest O2 content of 18.6%. The thermal conductivity of palm wax is 0.162 W/m°C at 65°C. Palm wax has the highest heating latent heat value of 149.1721 J/g. The new design of thermoelectric-based thermal cycle test equipment can reduce testing time and has a simple shape so as to facilitate test mobility. Test results for 1 hour showed that palm wax, soy wax and paraffin wax obtained a number of consecutive cycles of 20, 13, 60 cycles. PCM characterization results of the thermal cycle test showed that palm wax experienced the least degradation compared to other materials after experiencing 1000 cycles.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardian Roekettino
"Thermoelectric Generator (TEG) telah lama digunakan untuk menghasilkan energi listrik dimana ketika perbedaan temperatur terjadi antara dua logam yang berbeda, elemen peltier ini akan mengalirkan arus sehingga menghasilkan perbedaan tegangan. Prinsip ini dikenal dengan efek Seebeck yang merupakan fenomena kebalikan dari efek peltier (Thermoelectric cooling/TEC). Dengan menggunakan prinsip tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi energi listrik dari dua belas modul peltier yang akan menjadi sumber energi alternatif untuk kendaraan hibrid dengan menggunakan panas buang dari mesin.
Pengujian dilakukan dengan variasi susunan peltier yaitu seri, pararel dan seripararel, variasi tegangan pemanas/heater yaitu 110V dan 220V serta variasi ada tidaknya kipas angin dimuka alat uji sebagai pendekatan dengan kondisi sebenarnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan dua belas elemen peltier yang disusun secara seri dengan tegangan pemanas 220V, dapat menghasilkan arus output maksimum 0,46 A, tegangan output maksimum 18 V dan daya ouput maksimum 8,11 Watt dengan perbedaan temperatur rata-rata 42,82 °C. Hasil ini menunjukkan bahwa TEG memiliki prospek yang cerah sebagai sumber energi listrik. Selain itu elemen peltier memiliki beberapa keunggulan diantaranya; sangat ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi dan kebisingan. Kedepan perlu adanya penemuan baru untuk elemen peltier agar meningkatkan efisiensi peltier sehingga daya yang dihasilkan dapat optimal.

Thermoelectric Generator (TEG) has been known as electricity generation for many years. The basic principle is when temperature difference occurred between two dissimilar metals, there is current flowing and producing voltage. This principle is known as Seebeck effect that reversing way of Peltier effect (Thermoelectric Cooling/TEC). The research using Sebeck effect has been conducted to find out the potential of electric source from twelve of peltier module. Then, Thermoelectric Generator will be applied in hybrid car using waste heat from the engine.
The experimental has been conducted with variations of peltier module arrangement (series, pararel, series-pararel), variations of heater voltage input (110V and 220V) and variations of with or without fan use which is put in front of the experimental device. The experimental result with twelve of peltier module arranged in series and heater voltage of 220V has indicated that able to produce amount maksimum output current of 0,46 A, maksimum output voltage of 18 Volt and maksimum power output of 8,11 Watts with average temperature difference of 42,82 °C. This result shows that TEG has a bright prospect as alternative electric source. Peltier module has advantages such as friendly for environment, not polluted and noise. For next years, it is needed to find out a new technology of peltier module so that increase peltier?s efficiency and produce greater power output.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S37326
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Trianto
"Thermoelectric Generator (TEG) telah lama digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Prinsip kerja thermoelectric generator adalah ketika terjadi perbedaan temperatur pada junction modul thermoelectric dengan dua material semikonduktor yang berbeda, maka akan terjadi aliran arus yang melalui junction sehingga menghasilkan tegangan. Prinsip ini dikenal dengan efek Seebeck yang merupakan kebalikan dari efek peltier (Thermoelectric cooling/TEC). Dengan menggunakan prinsip tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi energi listrik dari dua belas modul peltier yang akan menjadi sumber energi alternatif untuk kendaraan hybrid dengan menggunakan panas buang dari mesin.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan dua belas modul thermoelectric atau biasa disebut elemen peltier yang disusun secara seri, dapat menghasilkan daya 8,11 Watt dengan perbedaan temperatur rata-rata 40-45 °C. Hasil ini menunjukkan bahwa TEG memiliki prospek yang cerah sebagai sumber energi listrik alternatif di masa mendatang. Selain itu elemen peltier memiliki beberapa keunggulan diantaranya; sangat ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi dan kebising.

Thermoelectric Generator (TEG) has been known as electrical generator for many years. The basic principle of thermoelectric generator is when temperature difference occurs at junction of two different materials, the current flows through a junction and produces voltage across the material. This principle is known as Seebeck effect that reverses way of Peltier effect (Thermoelectric Cooling/TEC). The research using Seebeck effect has been conducted to find out the potential of electrical energy source from twelve of thermoelectric modules. Then, Thermoelectric Generator will be applied in hybrid car using waste heat from the engine.
The experimental result of twelve thermoelectric or peltier modules with series configuration has indicated that thermoelectric modules were able to genarate 8,11 Watts of electrical power with average temperature difference of 40-45 °C. This result shows that TEG has a bright prospect as alternative electrical energy source in the future. Beside that, peltier module has some advantages such as environtmental friendly, not create pollution and noise.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S38227
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Sunawar
"Pengguna kendaraan sering harus memarkir kendaraan pada ruang terbuka yang terpapar panas matahari langsung, yang mana pada saat kondisi terik, temperatur didalam kabin mobil meningkat jauh dibanding kondisi temperatur luar. Temperatur di dalam kabin dapat mencapai lebih dari 60°C dalam waktu kurang dari 60 menit, yang tentunya dapat membahayakan bagi manusia ataupun bagi benda-benda didalam kendaraan serta menimbulkan kerusakan bagi material mobil itu sendiri.
Disertasi ini akan melihat pola distribusi temperatur mobil yang diparkir di bawah sinar matahari langsung di iklim tropis Indonesia, sehingga diperoleh pola data temperatur tertinggi dan terendah di dalam kabin mobil selama waktu pemanasan 60 menit. Pengujian dilakukan dengan menggunakan model mobil asli dan menggunakan model skala untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Dengan memodelkan mobil menjadi suatu sumber panas konstan dengan prinsip konduksi thermodinamika, panas yang dihasilkan didalam kabin dimanfaatkan untuk mendapatkan energi listrik menggunakan modul thermoelektrik. Penggunaan modul thermoelektrik sebagai sumber energi tidak memerlukan tenaga dari mesin mobil yang memboroskan pengunaan bahan bakar minyak.
Penggunaan modul thermoelektrik yang diletakkan di atap seluas 1 m2 diperkirakan dapat menghasilkan daya sampai dengan 14,7W dengan simulasi diperoleh penurunan suhu sebesar 1°C. Dengan penurunan temperatur tersebut diharapkan dapat mengurangi bahaya yang mungkin timbul akibat panas dan meringankan kerja sistem pendingin mobil.

Vehicle users often have to park vehicles in open spaces that are exposed to direct heat, which during hot conditions, the temperature in the cabin of the car increases considerably compared to the conditions of outside temperaturs. The temperature in the cabin can reach more than 60 ° C in less than 60 minutes, which of course can be dangerous for humans or for objects in the vehicle and cause damage to the material of the car itself.
This dissertation will look at the temperature distribution patterns of cars parked in direct sunlight in Indonesias tropical climate, so that the highest and lowest temperatur data patterns are obtained in the cabin of the car during a 60 minute warm up time. Testing is done using the original car model and using a scale model to get more accurate results. By modeling the car into a constant heat source with the principle of thermodynamic conduction, the heat generated in the cabin is used to obtain electrical energy using a thermoelectric module. The use of a thermoelectric module as an energy source does not require power from a cars engine which wastes the use of fuel oil.
By using a thermoelectric module that is placed on a roof of 1 m2 it is estimated that it can produce power up to 14,7W with a target of decreasing the temperatur inside the cabin to reach 1 degrees compared to without the addition of modules. With the decrease in temperatur is expected to reduce the dangers that may arise due to heat and ease the work of the car cooling system.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
D2715
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadel Prawira Erwin
"Salah satu pengembangan metode terbaru terkait alat uji siklus termal PCM adalah dengan menggunakan modul termoelektrik sebagai elemen pemanas dan pendingin. Kekurangan dari metode sebelumnya yaitu perubahan polaritas termoelektrik yang berdasarkan waktu, volume sampel yang besar dalam cartridge, kesulitan dalam mengeluarkan sampel PCM, dan membersihkan cartridge setelah digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode pengujian siklus berbasis termoelekrik dengan perubahan polaritasnya berdasarkan temperatur sampel PCM, membuat cartridge dengan volume yang lebih sedikit, dan juga dapat dibongkar-pasang. Metode yang baru ini diuji dengan menggunakan sampel PCM berupa beeswax dan RT44HC. Hasil dari penelitian menunjukkan metode terbaru ini dapat mencapai titik leleh dan titik beku dari sampel secara bergantian dan otomatis. Pengujian karakteristik termal menunjukkan beeswax dan RT44HC yang dapat mempertahankan temperatur leleh dan bekunya setelah pengujian 1000 siklus.

One of the most recent developments of PCM thermal cycling test method is by applying thermoelectric module as a heating and cooling element. The disadvantages of previous method were the alteration in thermoelectric polarity was based on time, large volume of sample in a cartridge, difficulty in taking out PCM samples, and cleaning the cartridge after use. This research aims to develop a method of cycling test using thermoelectric polarity was changed according to PCMs sample temperature, to build cartridge with less volume, and make a cartridge that can be disassembled. The new modified apparatus was operated over beeswax and RT44HC as PCM samples. The results of this research showed that the modified test apparatus had alternately and automatically reached melting and cooling temperature. From thermal characterization, beeswax and RT44HC is able to maintain its melting and freezing temperature after 1000 cycles, while its heat of fusion had undergone degradation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Handoko
"Telah dirancang suatu sistem Pembangkit sinyal yang dapat memberikan masukan untuk memodulasi alat uji tarik dengna percepatan yang konstan. Pemodulasian tersebut mengguanakan fasilitas dari mikrokontroler yaitu PWM (Pulse Width Modulations). Sinyal dari PWM ini akan digunakan untuk pengaturan tegangan pada sebuah VCO (Voltage Control Oscillator). Dengan kata lain pengaturan PWM akan membuat perubahan frekwensi keluaran dari VCO tersebut. Sementara itu sebuah rangkaian eksternal lainya menggunakan akselerometer dibuat untuk mendeteksi nilai dari percepatan yang didapat. Data yang dihasilkan akan dikomunikasikan dengan mikrokontorler yang kemudian dihubungkan dengan sebuah PC dengan program LabView di dalamnya. Sehingga nilai dari percepatan dapat ditampilkan secara visual dengan lebih baik. Kemudian alat ini digunakan untuk uji vibrasi dari produk otomotif untuk melihat ketahanan produk tersebut terhadap vibrasi.

A signal Generator System capable of modulating an Uniaxial Testing Machine to operate in constant acceleration modes has been designed and constructed. The Modulations was done by employing a Pulse Width Modulations (PWM) feature of Microcontroller. In this Case, Signal which produced by PWM were used to adjust voltage in a VCO (Voltage Control Oscillator). So as the frequency output of VCO would follow the voltage adjustment. Additionally, an External Circuit was build in an accelerometer to determine the acceleration data obtained from VCO. This data were then communicated with another microcontroller an PC equipped with LabView Program for graphs display purpose. Furthermore this device is used to Vibration Test of automotive product to discover the strength of that product in vibration."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1511
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Nyoman Titin Trisnadewi
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan Phase Change Material (PCM) organik berbasis natural wax dan aplikasinya pada manajemen termal bangunan. Selain itu untuk mengetahui pengaruh nanopartikel, yaitu grafena dan MAXene dalam komposit PCM yang dihasilkan melalui metode impregnasi basah. Natural wax yang digunakan adalah soy wax, paraffin wax dan palm wax. Nanopartikel grafena dan MAXene (Ti3AlC2) ditambahkan sebesar 0,1 – 1 wt.% ke dalam PCM untuk meningkatkan konduktivitas termal dan stabilitas termal komposit nano-PCM. Uji siklus termal (500 – 5000 siklus) dan aplikasi manajemen termal hanya dilakukan pada PCM soy wax murni yang memiliki performa terbaik berbanding natural wax yang lain. Alat uji siklus termal berbasis termoelektrik, penambahan 4 modul, desain sederhana, sistem kerja otomatis dan simultan juga dirancang untuk meningkatkan efisiensi waktu pengujian. Nano-PCM dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope- Energy Dispersive X – Ray Spectroscopy (SEM-EDS), Differential Scanning Calorimetry (DSC), Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) dan konduktivitas termal. Hasil konduktivitas termal komposit nano-PCM soy wax-grafena dan soy wax-MAXene masing-masing adalah 0,88 W/mK dan 0,85 W/mK pada 1 wt%. Konduktivitas termal pure soy wax (0,18 W/mK) meningkat sebesar 6,01% untuk soy wax+grafena dan 5,71% untuk soy wax+MAXene. Hasil DSC menunjukkan soy wax dengan penambahan masing-masing grafena dan MXene 0,1 wt% memiliki kenaikan titik leleh sebesar 15% dan 16% serta penurunan titik beku sebesar 14% dan 13%. Hasil uji siklus termal menggunakan pure soy wax dengan alat thermal cycle yang didesign menghasilkan 13 siklus dalam waktu sangat efisien hanya 1 jam pengujian dan setelah 5000 siklus mengalami penurunan ΔH sebesar 60%. Uji performa PCM pada prototipe model dinding bangunan ukuran 101 x 50 x 80 cm untuk skala 1:5 mengunakan polywood dilakukan dengan mengenkapsulasi pure soy wax dalam kantong aluminium foil sebesar 250 g dan ketebalan 1 cm dan pengujian dilakukan selama 24 jam. Aplikasi manajemen termal menunjukkan pure soy wax pack menghasilkan penyerapan panas sebesar 10% dari 41oC menjadi 37oC dibandingkan dengan prototipe bangunan tanpa lapisan soy wax pack. Material maju PCM berbasis pure soy wax memiliki potensi sebagai material manajemen termal pada aplikasi bangunan dan mengoptimalkan penggunaan energi untuk sistem pendinginan pada bangunan.

This study aims to produce an organic Phase Change Material (PCM) based on natural wax and its application to the thermal management of buildings. In addition, graphene and MAXene in PCM composites were produced through the wet impregnation method to determine the effect of nanoparticles. Natural wax used is soy wax, paraffin wax, and palm wax. Graphene and MAXene (Ti3AlC2) nanoparticles were added at 0.1-1 wt.% to the PCM to increase the thermal conductivity and thermal stability of the nano-PCM composite. Thermal cycle tests (500-5000 cycles) and thermal management applications are only carried out on pure PCM soy wax which has the best performance compared to other natural waxes. Thermoelectric-based thermal cycle test equipment, the addition of 4 modules, a simple design, and an automatic and simultaneous working system are also designed to increase the efficiency of testing time. Nano-PCM was characterized using Scanning Electron Microscope- Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS), Differential Scanning Calorimetry (DSC), Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), and thermal conductivity. The thermal conductivity of soy wax-graphene and soy wax-MAXene nano-PCM composites were 0.88 W/mK and 0.85 W/mK at 1 wt%, respectively. The thermal conductivity of pure soy wax (0.18 W/mK) increased by 6.01% for soy wax+graphene and 5.71% for soy wax+MAXene. DSC results showed that soy wax with the addition of graphene and MXene 0.1 wt%, respectively, had a melting point increase of 15% and 16% and a freezing point depression of 14% and 13%, respectively. The results of the thermal cycle test using pure soy wax with a thermal cycle tool designed to produce 13 cycles in a very efficient time of only 1 hour of testing and after 5000 cycles the H decreased by 60%. PCM performance test on a prototype building wall model measuring 101 x 50 x 80 cm for a scale of 1:5 using polywood was carried out by encapsulating pure soy wax in an aluminum foil bag of 250 g and a thickness of 1 cm and the test was carried out for 24 hours. Thermal management application shows that pure soy wax pack produces 10% heat absorption from 41oC to 37oC compared to building prototype without soy wax pack coating. Advanced PCM materials based on pure soy wax have potential as thermal management materials in building applications and optimize energy use for cooling systems in buildings."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Eko Santoso
"Jika suatu aliran udara bertekanan tinggi mengalir ke suatu celah sempit, kemudian diatirkan secara tangensial malta timbul fenomena aliran udara bertemperatur panas pada ujung keluaran pipa dan aliran udara bertemperatur dingin pada ujung tainnya.
Dengan mengatur bukaan kalup jarum pada ujung pipa aliran udara panas diperoleh besar fraksi massa aliran udara dingin maupun fraksi massa aliran udara panas yang, jika dijumlahkan merupakan Iaju aliran udara masuk.
Fraksi massa dingin L¢1_,,,_g,,,) mempunyai korelasi dengan beda temperature dingin terhadap temperature masuk (ATJMW). Korelasi lersebul dinotasikan sebagai ATJL-1gm = f(;1¢»,@.) Hubungan fungsi antara kedua parameter tersebut menyatakan karakteristik dari suatu tabung vortex. Berbagai variasi tekanan udara masuk yaitu 5 bar, 6 bar, 7 bar dan B bar terhadap perubahan panjang pipa udara panas 400 (mm) dan 240 (mm) dimana panjang pipa udara dingin tetap yaitu 80 (mm).
Sebagai tambahan, dibandingkan pula jumlah inlet langensial pada 3 buah vortex generator yailu 1 inlet, 2 inlet dan 3 inlet dengan variasi tekanan aliran udara masuk terhadap panjang pipa panes 400 (mm) dan 240 (mm).
Hasil akhir menunjukkan bahwa AT:,mS," makstmum dapat dicapai pada tekanan udara masuk 8 bar, menggunakan paniang pipa panas 400 (mm) Serta vortex generator yang mempunyai 3 inlet tangensial."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S36214
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A`rasy Fahruddin
"BTS (Base Transceiver Station) merupakan salahsatu bagian penting dalam jaringan telekomunikasi seluler karena menjadi penghubung antar jaringan dan antara jaringan dengan mobile seluler. BTS membutuhkan sistem pendingin untuk mendapatkan temperatur kerja yang optimal dan menjaga komponen elektronik didalamnya agar tidak cepat rusak. Sistem pendingin konvensional menggunakan Air Conditioner (AC) yang masih menggunakan refrigeran R-22 dimana refrigeran jenis ini masih berpotensi merusak ozon. Untuk itu perlu dirancang sebuah pendingin BTS yang lebih ramah lingkungan tidak merusak ozon. Sistem yang dipilih untuk menggantikan sistem pendingin konvensional yaitu sistem pendingin BTS dengan menggunakan Thermoelectric Cooler (TEC).
Pada penelitian ini dilakukan perancangan perangkat pendingin yang dikhususkan pada pendinginan lemari Radio Base System (RBS). RBS memiliki fungsi yang penting dalam sistem BTS dan cukup sensitif terhadap temperatur kerja. Pada penelitian ini akan dibuat prototype lemari RBS dengan pemanas elektrik dan empat buah perangkat pendingin thermoelektrik. Masing-masing perangkat terdiri dari 4 dan 6 modul thermoelektrik dengan pendingin udara pada sisi panasnya. Dari hasil pengujian didapatkan temperatur kabin dibawah 39,11oC untuk mendinginkan beban panas maksimum 1615 W dengan pemakaian daya listrik sebesar 454 W.

BTS (Base Transceiver Station) is an important part of mobile telecommunications network which works as an internetwork link and network-mobile phone link. BTS requires a cooling system to mantain optimal working temperature of the electronic components so that the lifetime of those components can be lengthened. Air Conditioner (AC) using refrigerant R-22 is a conventional cooling systems which is still a potential damage to ozone layer. Therefore, it is necessary to environmental friendly cooling base stations. Thermoelectric Cooler (TEC) was proposed as an alternative cooling system.
This research focused on the cooling of the Radio Base System (RBS) components. RBS is an important function in the BTS system and quite sensitive to the working temperature. The RBS prototype cabinet with electric heating and four cooling devices thermoelectric has been designed and built. Each cooling device consists of 4 and 6 thermoelectric modules with air cooling on the hot side. The experimental results of the cabin temperature is 39.11°C at maximum heat load 1615 W by using electrical power consumption for cooling of 454 W.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T28818
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sandya Priyambada
"Mobil yang di parkir di tempat terbuka di bawah sinar matahari akan mengalami peningkatan temperatur di dalam kabin hingga 52,4 °C. Hal ini disebabkan konduksi terhadap badan mobil, konveksi di dalam kabin mobil dan radiasi dari sinar matahari terhadap kaca mobil serta pantulan radiasi oleh interior di dalam mobil. Untuk mengatasi peningkatan temperatur di dalam kabin maka dirancang sebuah pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik. Pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik tersebut memiliki dua sisi yaitu sisi panas dan sisi dingin dengan sumber listrik dari accu. Dengan demikian diharapkan pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik dapat mengurangi temperatur panas di didalam kabin mobil. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik ini dapat menurunkan temperature hingga 48°C.

Cars are parked in the open directly from the sun will increase the temperature inside the car cabin up to 52.40C. This is due to car bodies conduction, convection inside the car cabin and radiation from the sun on the windshield and the reflection of radiation by the interior in the car cabin. The cabin cooler based on thermoelectric has two surfaces, the hot side and the cold side which the power source come from the batteries. It is expected the cabin cooler based on thermoelectric can reduce the temperature inside the car cabin. The result showed that the use of the cabin cooler based on thermoelectric can lower the temperature in car cabin to 480°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1794
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>