Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shabrina
"Posisi elite pribumi dalam birokrasi pemerintahan di Jawa Tengah merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana posisi elite pribumi dalam sistem birokrasi kolonial di wilayah Jawa Tengah 1918-1924. Periode yang diteliti dimulai dari tahun 1918, ketika pemerintah kolonial mulai memberlakukan kebijakan Ontvoogding Ordonanntie (Ordonansi Pembebasan Perwalian) dan berakhir pada 1924 dengan diberlakukannya Regentschapsordonantie (Ordonansi Kabupaten). Metode yang digunakan adalah metode sejarah didukung dengan model lapisan sosial dari Roland Mousnier dan konsep kekuasaan dari Michael Mann. Sumber primer yang digunakan adalah Staatsblad van Nederlandsch-Indiƫ dan majalah Pedoman Prijaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bupati memegang posisi tertinggi dalam birokrasi pemerintahan pribumi di wilayah Jawa Tengah berdasarkan aturan turun-temurun yang diberikan oleh pemerintah kolonial sejak abad ke-19. Sikap pemerintah kolonial yang tidak memberikan kebebasan menimbulkan adanya perlawanan dari para elite birokrasi pribumi. Pemerintah kolonial memberi respon dengan menyerahkan kekuasaan dan wewenang kabupaten kepada pemerintah pribumi.

The position of indigenous elite in government bureaucracy in Central Java is the main focus of this research. The problem proposed is how the position of indigenous elite in the colonial bureaucracy in Central Java region 1918-1924. The period of this research starts from 1918, when the colonial government to released Ontvogding Ordonanntie (Freedom Ordonance) policy and ended in 1924 releasement of the Regentschaps Ordonanntie (Regency Ordonance) policy. The method used the historical methods supported with social layer model from Roland Mousnier and authority concept from Michael Mann. Primary resources used Staatsblad van Nederlandsch-Indiƫ and Pedoman Prijaji. The result shows that regent holds the highest position of native government bureaucracy in Central Java region based on hereditary rule that has been given by colonial government since the nineteenth century. The attitude of colonial government which did not provide freedom led to resistance from indigenous bureaucracy elite. The colonial government responded by handing over the power and authority of the regency to the native government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
301.44 SUT t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Yunita
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai konteks elite capture dan persepsi perwakilan masyarakat terhadap hasil dan implementasi Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Desa Musrenbangdes tahun 2016 di dua Desa: studi komparatif Desa Sempor Lor dan Desa Cilapar Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui di antara faktor latar belakang budaya, pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut, dan pendapat-pendapat yang berkembang yang berhubungan dengan hasil dan implementasi Musrenbangdes tahun 2016 di dua desa yang berbeda dengan konteks hadir dan tidaknya elite capture. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan dari Grindle, konsep latar belakang budaya, pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut, pendapat-pendapat yang berkembang, persepsi, dan konsep hasil Musrenbangdes. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode perbandingan dan menggunakan analisis korelasi Pearson dan regresi linear sederhana. Hasil dari temuan ini memperlihatkan bahwa di Desa Sempor Lor faktor latar belakang budaya yang memiliki hubungan dengan hasil dan implementasi Musrenbangdes 2016. Sementara itu, di Desa Cilapar faktor pengalaman masa lalu yang memiliki hubungan dengan hasil dan implementasi Musrenbangdes tahun 2016.

ABSTRACT
This study discusses the context of elite capture and perceptions of community representatives on the results of the 2016 Village Planning and Development Musrenbangdes in comparative study between two villages Sempor Lor village and Cilapar village in Purbalingga Regency, Central Java. The purpose of this study is to learnt between cultural background, past experience, shared values, and emerging opinions, related and influence to the results and implementation of Musrenbangdes in 2016 between two diffeferent villages in the context of presence and absence of elite capture. This paper uses Grindle rsquo s policy implementation theory, cultural background concept, past experience, shared values, developing opinions, perceptions and concept of Musrenbangdes rsquo s result. In addition, the researcher wanted to find out among the four independent variables cultural background, past experience, shared values, and developing opinions, which variables similarly affect the perceptions of community representatives in Sempor Lor Village and Desa Cilapar. This research uses Grindle 39 s policy implementation theory with cultural background concept, past experience, shared values, developing opinions, perceptions, and results concept of Musrenbangdes. This research used a quantitative approach, comparasion method and also Pearson correlation analysis and simple linear regression. The result of key finding pointed out in Sempor Lor Village the cultural background factor is related to the result and implementation of Musrenbangdes 2016. In other hand, in Cilapar Village, past experience factor has a relationship with the result and implementation of Musrenbangdes 2016. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutherland, Heather
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983
301.44 SUT t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnamukti Wardani
"Tulisan ini membahas mengenai westernisasi pakaian yang terjadi pada masyarakat elite pribumi Jawa pada 1900-1942. Terjalinnya hubungan antara masyarakat Eropa dengan pribumi turut mendorong terjadinya akulturasi dalam hal berpakaian. Model pakaian Barat lambat laun mulai diterima dan digunakan oleh masyarakat pribumi, khususnya mereka yang berasal dari kelas sosial atas dan yang mendapat banyak pengaruh pemikiran Barat dalam dirinya. Penelitian ini akan berfokus pada proses westernisasi pakaian masyarakat elite pribumi Jawa pada 1900-1942, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya westernisasi dalam berpakaian di masyarakat elite Jawa, serta dampak yang ditimbulkan dari westernisasi pakaian tersebut. Dalam penulisannya, penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur serta foto dan surat kabar sezaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa westernisasi pakaian yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor penyebab, mulai dari ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Adanya westernisasi di bidang fashion dan masuknya produk Barat juga mendorong munculnya profesi baru di kalangan masyarakat pribumi.

This article discusses the westernization of clothing on the Javanese native elite in 1900-1942. The relations between Europeans and native encourage the acculturation of clothes. Western fashions gradually began to be accepted and used by the native, especially for those who came from the middle-up class and who got many Western influences on themselves. This study focuses on the process of the westernization of clothing on the Javanese native elite in 1900-1942, factors that cause the westernization of clothing on the Javanese native elite, and the impacts that occur from the westernization of clothing. In writing, this study used a historical research method which is carried out by examining various literature as well as photographs and contemporary newspapers. This study shows that the westernization of clothing is caused by several factors, ranging from economy, social, and education. The existence of westernization in the field of fashion and the influx of Western products have contributed to the emergence of new professions among the native people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Ilham Pramudya
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas sejarah Vrijmetselarij atau yang lebih dikenal Freemasonry
di Indonesia. Terutama hubungan Vrijmetselarij dengan elit pribumi di Jawa sejak
tahun 1908, ketika kemunculan organisasi modern pertama, Budi Utomo, sampai
dibubarkannya Vrijmetselarij di Indonesia pada tahun 1962. Perhatian
Vrijmetselarij terahadap bidang pendidikan, termasuk pendidikan untuk pribumi,
disinyalir menjadi salah satu faktor kemunculan elit modern Indonesia yang
mayoritas para tokohnya berlatar belakang pendidikan Barat. Mayoritas elit
pribumi yang bergabung dengan Vrijmetselarij pun mempunyai latar belakang
pendidikan yang baik. Ketika keanggotaan Vrijmetselarij dari kalangan elit
pribumi sudah mencapai suatu keadaan yang mapan setelah Indonesia merdeka,
maka didirikanlah Loji Agung Indonesia yang independen, meskipun umurnya
tidak panjang

ABSTRACT
This thesis discusses the history Vrijmetselarij or better known as Freemasonry in
Indonesia. Especially Vrijmetselarij relationship with the indigenous elites in Java
since 1908, when the emergence of the first modern organization, Budi Utomo,
until the dissolution of Vrijmetselarij in Indonesia in 1962. Vrijmetselarij
attention to education, including education for the natives, presumably be one
factor in the emergence of modern Indonesian elite that the majority of the
characters of Western educational backgrounds. The majority of the indigenous
elite who joined Vrijmetselarij also have a good educational background. When
membership Vrijmetselarij of indigenous elites had reached a steady state after
Indonesia's independence, the Indonesian Supreme Lodge founded an
independent, though its age is not long.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43747
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sofyan
"Penelitian ini membahas tentang perjalanan Kotabaru sebagai sebuah bagian dari sejarah Yogyakarta. Kotabaru Yogyakarta adalah sebuah kelurahan yang terdapat di wilayah kecamatan Gondokusuman. Kotabaru berkembang sebagai sebuah wilayah yang di khususkan untuk penduduk Belanda pada masa kolonialisme Belanda. Pada masa pendudukan Jepang Kotabaru berubah fungsi menjadi markas militer tentara Jepang (Kido Butai). Kotabaru memiliki bangunan besar dan luas yang cocok untuk dijadikan gudang peluru dan amunisi lainnya. Ketika kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang berakhir. Kotabaru berkembang menjadi sebuah perumahan elit pribumi yang mampu membayar sewa hak tanah di atas tanah Kraton. Hasil penelitian ini membahas bagaimana perubahan pemukiman yang terjadi di Kotabaru serta dampak perubahan tersebut terhadap kampung di sekitarnya.

This study discusses Kotabaru trip as a part of the history of Yogyakarta. Kotabaru Yogyakarta is a village located in the district Gondokusuman. Kotabaru developed as an area dedicated to the population in the Netherlands during the Dutch colonialism. During the Japanese occupation Kotabaru turned into the headquarters of the Japanese army military (Kido Butai). Kotabaru has a large and spacious building suitable to be used as warehouse bullets and other ammunition. When the Dutch colonialism and Japanese occupation ended. Kotabaru developed into an elite residential indigenous land rights is able to pay rent on the palace ground. Results of this study discusses how the changes that occur in Kotabaru settlement and the effects on the surrounding villages."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Yulianto
"Tesis ini membahas mengenai nilai-nilai yang dikonstruksikan pada pegawai perempuan yang masih merasa enggan untuk mencapai posisi yang lebih tinggi dalam birokrasi. Penelitian dilakukan pada Kementerian yang telah melaksanakan reformasi birokrasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan paradigma critical constructionism. Penelitian ini menggunakan teori Konstruksi Sosial.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang tertanam dalam dri perempuan masih dikonstruksi oleh latar budaya dan lingkungannya sehingga perempuan masih merasa inferior untuk bersaing dengan laki-laki. Kendala yang dihadapi perempuan terkait dengan isu kepemimpinan berasal dari kendala internal yaitu dari dirinya sendiri dan kendala eksternal yaitu dari keluarga dan lingkungan pekerjaannya.

This thesis discusses the values that are constructed on female employees who are still reluctant to reach higher positions in the bureaucracy. The study was conducted at the ministry that has been carrying out bureaucratic reform. This study is a qualitative research with critical constructionism paradigm. This study uses the theory of Social Construction.
Results from this study indicate that the values had embedded in women is still constructed by cultural background and environment so that women still feel inferior to compete with men. Obstacles faced by women in relation to the issue of leadership comes from internal constraints which of itself and external constraints, namely of family and work environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mattulada, H. Andi
"Elite modern itu, seperti dikatakan oleh Sartono (1947), adalah elite baru, sebagai pemimpin yang dapat diidentifikasikan sebagai organization man; elite modern yang bersikap idealistis dan yang sangat menyadari peranannya, simbolis sebagai pendukung ideologi-ideologi modern seperti anti-feodalisme, anti-kolonialisme, humanitarianisme, populisme, sosialisme, dan sebagainya. Pendek kata, elite modern itu harus dapat berfungsi sebagai akumulator ide-ide pembaruan, sedangkan tentang dari golongan mana akan munculnya dari segenap golongan bangsa Indonesia, tidaklah menjadi soal yang penting untuk diperdebatkan."
1991
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kasmanto Rinaldi
"Dibalik semangat memerangi kejahatan korupsi, terdapat realita unik di tengah kehidupan masyarakat menyangkut reaksi terhadap pelaku kejahatan korupsi. Jika dilihat dari proses penerimaan masyarakat terhadap mantan pelaku korupsi yang telah selesai menjalani masa tahanan di lembaga pemasyarakatan. Indikasi penerimaan masyarakat terhadap mantan pelaku korupsi tersebut, setidaknya dapat terlihat dalam kehidupan sosial di beberapa daerah di Provinsi Riau, di mana masyarakat tetap memberikan penghormatan yang tinggi dan bahkan memposisikannya sebagai tokoh kembali di tengah kehidupan bermasyarakat. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti dimungkinkan untuk membuat deskripsi yang holistik tentang rasionaliasi pembenaran perilaku koruptif elit birokrasi pada masyarakat Riau. Penelitian ini menghasilkan bahwa para elit birokrasi di Riau yang telah terbukti oleh pengadilan telah melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara tidak kehilangan reputasinya di mata masyarakat Riau. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai bentuk "Cultural Investment", yaitu penanaman budi baik kepada konstituennya yang dibalas dengan rasa hormat dari konstituen kepada elit tersebut. Cultural Investment yang terjadi dalam konteks masyarakat Riau tersebut dapat dijelaskan melalui beberapa proposisi, yaitu Cultural Investment Budaya Riau Dimanipulasi, Cultural Investment Perlu Modal, Cultural Investment Habitus yang Mengalami Degradasi Pemahaman, Cultural Investment Terjadi Dalam Hubungan Patron-Klien, Cultural Investment Merupakan Rasionalisasi Korupsi. Meskipun dalam konteks ini tidak dalam artian menjeneralisasi bahwa seluruh masyarakat Riau merasionalisasikan perilaku korupsi, namun jumlah dan eksistensi dari pihak pihak yang kontra berjumlah sedikit dan tidak memiliki kekuatan untuk dapat memberikan pembandingan yang seimbang dari fenomena yang terjadi.

Behind the spirit of fighting corruption, there is a unique reality in the society life about the reaction to the corruptor. When viewed from the process of public acceptance of ekscorruptor who have finished punishment in prison. Indications of public acceptance of ekscorruptor, at least visible in social life in some areas in Riau Province, where people still give high respect and even give position as a figure again in the middle of society life. Using a qualitative approach, researchers are allowed to create a holistic description of the justification rationalization for corruptive elite behavior of bureaucracy on Riau society. This research result is that the bureaucratic elite in Riau who have been proven by the court have done corruption and harm the country finance does not lose its reputation in the eyes of Riau people. This phenomenon can be described as a form of Cultural Investment, is the cultivation of good character to the constituent who are rewarded with respect from the constituent to the elite. Cultural Investment that occurs in the context of Riau society can be explained through several propositions, namely Cultural Investment Riau Culture Manipulated, Cultural Investment Needs Fund, Cultural Investment Habitus undergo Understanding Degradation, Cultural Investment Occurs In Patron-Client Relationship, Cultural Investment Is Corruption Rationalization. Although in this context it is not in the sense of generalizing that the all society of Riau rationalizes the corruption behavior, but the amount and existence of the contra parties are little and does not have the power to provide a balanced comparison of the phenomena that occur."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D2441
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>