Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peni Yulia Nastiti
"Latar Belakang. Mortalitas akibat sepsis di ICU masih cukup tinggi meskipun telah semakin cepatnya diagnosis dan perbaikan perawatan suportif dan angkanya semakin meningkat dengan insiden acute kidney injury yang merupakan bagian dari disfungsi organ akibat sepsis. Asam askorbat dikatakan dapat memperbaiki disfungsi organ disebabkan efeknya yang sinergis terhadap patofisiologi sepsis. Peranan asam askorbat dalam menurunkan disfungsi organ masih kontroversial. Penelitian ini ingin menganalisis efek pemberian asam askorbat intravena terhadap perbaikan fungsi ginjal pada pasien sepsis/ syok sepsis yaitu dengan melihat efek terhadap kadar urin neutrophil gelatinase associated lipocalin (uNGAL), produksi urin dan balans kumulatif.
Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan desain penelitian uji acak terkontrol, dilakukan pada pasien usia > 18 tahun dengan sepsis berdasarkan kriteria sepsis-3 yang masuk ICU dalam 6 sampai 24 jam pascaresusitasi setelah diagnosis sepsis. Kriteria penolakan yaitu pasien dengan gangguan ginjal kronik dengan hemodialisis, kelainan batu ginjal, dengan masalah ginjal dalam 3 bulan terakhir. Pasien akan dikeluarkan apabila diberikan kortikosteroid dan mendapatkan terapi pengganti ginjal dalam < 72 jam observasi. Penelitian dilakukan di ICU Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada April 2019-Juli 2019. Sebanyak 33 sampel dirandomisasi secara randomisasi sederhana dan dikelompokan menjadi kelompok perlakuan (18 sampel) dan kontrol (15 sampel). Data demografik dasar dicatat saat masuk ICU. NGAL urin (ng/mL) diperiksa pada jam 0, 24, 48 dan 72 setelah terapi. Produksi urin (ml/kg/jam) dan balan kumulatif (L) dicatat pada jam 24, 48 dan 72 setelah terapi. Analisis statistik dengan uji Mann Whitney untuk data numerik dengan persebaran tidak normal, uji T independen untuk data dengan persebaran normal dan uji Fisher untuk data kategorik perbandingan antara kedua kelompok intervensi. Analisis multivariat untuk pengukuran serial menggunakan generalized estimating equations (GEE) untuk membandingkan antara kedua kelompok dalam waktu pengukuran yang berulang. Nilai signifikansi dengan nilai p < 0,05.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan pada kadar NGAL urin, produksi urin, balans kumulatif antara dua kelompok di setiap jamnya.
Kesimpulan. Pada penelitian ini pemberian asam askorbat intravena tidak mempunyai efek terhadap kadar NGAL urin, produksi urin, balans kumulatif.

Background. Sepsis-related mortality in intensive care unit (ICU) remains despite improved diagnostic technology and supportive treatment. Acute kidney injury, one of frequent organ dysfunctions in sepsis, increases risk of mortality. Ascorbic acid could improve organ dysfunction because its direct effect on sepsis pathophysiology. The role of ascorbic acid on improving organ dysfunction remains controversial. This study wished to analyze the effects of intravenous ascorbic acid on kidney function improvement among septic patients by evaluating urine neutrophil gelatinase associated lipocalin (uNGAL), urine output and cumulative fluid balance.
Method. This study was randomized controlled trial held in Cipto Mangunkusumo Hospital from April to July 2019. The inclusion criteria were adult patients aged > 18 years who met sepsis-3 criteria and were admitted to the ICU within 6-24 h after resuscitation and sepsis recognition. The exclusion criteria were patients with hemodialysis-dependent chronic kidney disease, kidney stones or other kidney problems within last 3 months. The drop out criteria were patients underwent renal replacement therapy in the ICU and given corticosteroid less than 72 h after recruitment. Subjects were randomized using simple randomization and divided into two groups with treatment (18 subjects) and control (15 subjects). Baseline demographic data was recorded on the first day. Daily measurements of urine NGAL (ng/ mL) was started as baseline level and continued at 24, 48 and 72 h after treatment. Urine output (ml/kg/h), cumulative fluid balance (L) was recorded at at 24, 48 and 72 h after treatment. Comparison between both groups was analysed by using Mann Whitney test (not normally distributed data), T independent test (normally distributed data) for numerical data and Fisher test for categorical data. Multivariate analysis using generalized estimating equations was used for serial measurement analysis. Level of significant was determined at p-value <0.05.
Result. There were no significant differences in uNGAL, urine output, cumulative fluid balance between the two groups at each hour respectively.
Conclusion. This study showed that intravenous vitamin CMultin administration had no effect on urine NGAL, urine output, cumulative fluid balance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Aplikasi asam askorbat 10% meningkatkan shear bond strength resin pada dentin pasca pemutihan gigi. Gigi pasca pemutihan gigi interna merupakan kontra indikasi untuk segera dilakukan restorasi, karena adanya radikal bebas yang masih tertinggal di dalam dentin selama 2-3 minggu dan dapat menggangu adaptasi bahan restorasi resin komposit. Tujuan: Menganalisis pengaruh aplikasi asam askorbat 10% terhadap shear bond strength resin komposit pada dentin pasca pemutihan gigi interna dengan gel H2O2 35%. Metode: Dua puluh tujuh sampel gigi dibagi menjadi tiga kelompok. Grup 1: Dentin dietsa dengan asam fosfat 35%; Grup 2: Dentin dilakukan pemutihan gigi interna dengan gel H2O2 35%, dietsa dengan asam fosfat 35%; Grup 3: Dentin dilakukan pemutihan gigi interna dengan gel H2O2 35%, aplikasi asam askorbat 10% selama 10 menit, dan dietsa dengan asam fosfat
35%. Semua gigi percobaan di inkubasi pada 37°C selama 24 jam. Uji shear bond strength dilakukan dengan alat Universal Testing Machine. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan tes Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Hasil: Analisis sembilan sampel dari masing-masing grup menunjukkan bahwa peningkatan shear bond strength yang paling banyak terjadi pada Grup 3 (56,04±11,06MPa) dibanding dengan Grup 2 (29,09±7,63MPa) dan Grup 1 (25,55±2,22MPa) dan perbedaannya bermakna secara statistik (p<0,05). Simpulan: Aplikasi asam askorbat 10% pada dentin pasca pemutihan gigi interna dengan gel H2O2 35% dapat meningkatkan shear bond strength resin komposit.

Restoration of the teeth immediately after bleaching with H2O2 35% is contraindicated due to the remnants of free radical that will stay inside dentin for 2-3 weeks which will compromise the adhesiveness of composite resin. Objective: The aim of this study was to evaluate the influence of 10% ascorbic acid on shear bond strength of composite placed on bleached dentin. Methods: Twenty seven samples were divided equally into three groups. Group 1: dentin was etched with 35% phosphoric acid; Group 2: dentin was bleached with 35% H2O2 followed by etching with 35% phosphoric acid; Group 3: dentin was bleached with 35% H2O2, followed by application of 10% ascorbic acid and etched with 35% phosphoric acid. All samples were then stored at 370
C for 24 hours. The Universal Testing Machine was used to measure shear bond strength and the results were analyzed with Kruskal Wallis and Mann Whitney test. Results: After nine independent experiments, 10% ascorbic acid application on bleached dentin resulted in highest increased in bond stregth (56.04±11.06MPa) compared to Group 2 (29.09±7.63MPa) and Group 1 (25.55±2.22MPa) and the difference was statistically significant (p<0.05). Conclusion: Application of 10% ascorbic acid to the bleached dentin improved the shear bond strength of resin composite."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alfin Hidayati
"

Saat ini penggunaan grafena dan senyawa turunannya berpotensi besar dalam berbagai aplikasi, termasuk sebagai pembersih tumpahan minyak. Dalam penelitian ini dilakukan sintesis grafena oksida tereduksi (rGO) dari limbah grafit batu baterai dengan pereduksi asam askorbat. Selanjutnya rGO digunakan pada pelapisan spons poliuretan (PU) yang menghasilkan spons rGO/PU sebagai adsorben pembersih tumpahan minyak. rGO disintesis dengan menggunakan metode Hummers termodifikasi untuk mendapatkan grafena oksida yang kemudian direduksi menggunakan reduktor asam askorbat. Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi asam askorbat (rGO 1:1,  rGO 2:3,rGO 1:2) dan konsentrasi rGO (3 mg/ml, 5 mg/ml, 10 mg/ml) pada proses penyerapan rGO oleh spons PU. Hasil XRD menunjukkan bahwa lapisan grafit telah terkelupas dari 81 lapisan menjadi 2-5 lapisan. Kandungan unsur C pada rGO yang dihasilkan berkisar antara 82,81-84,38%, dan kandungan unsur O yang dihasilkan 8,60-14,85%. Konsentrasi asam askorbat pada proses reduksi mempengaruhi jumlah lapisan yang terkelupas, kandungan unsur C dan kandungan unsur O yang dihasilkan. Dari ketiga variasi yang dilakukan yaitu rGO 1:1, rGO 2:3, dan rGO 1:2, hasil rGO yang paling baik berdasarkan jumlah lapisan yang terkelupas, kandungan unsur C dan O adalah rGO 1:2 dengan jumlah lapisan 2, kandungan unsur C 84,38% dan kandungan unsur O  8,60%. Spons rGO/PU yang telah disintesis berhasil membersihkan tumpahan minyak selama 10 detik dengan efisiensi sebesar 79,25%, 79,91%, dan 95,09%. Perbedaan nilai efisiensi tersebut karena adanya pengaruh konsentrasi rGO dalam penyerapan rGO ke spons PU. Efisiensi dalam membersihkan tumpahan minyak yang tertinggi dimiliki oleh spons rGO/PU 10 mg/ml dengan nilai sebesar 95,09%.


Today the use of Graphene and its derivatives has great potential in many applications, including as an oil spills cleanup. In this study a synthesis of reduced graphene oxide (rGO) from graphite waste batteries was carried out by reducing graphene oxide with ascorbic acid. Furthermore, rGO is used for coating polyurethane sponges (PU) which produce rGO/PU sponges as oil spill cleanup adsorbents. rGO was synthesized by using the modified Hummers method to obtain graphene oxide, then reduced by ascorbic acid. In this study variations in ascorbic acid concentration (rGO 1:1, rGO 2:3, rGO 1:2) and the concentration of rGO (3 mg/ml, 5 mg/ml, 10 mg/ml) in the process of absorption of rGO by PU sponge. The XRD results show that the graphite layer has peeled from 81 layers into 2-5 layers. The content of C in the rGO ranged from 82.81 - 84.38%, and the content of O was 8,60 - 14,85%. Ascorbic acid concentration in the reduction process affects the number of layers that are peeled off, the C content and the O content produced. Of the three variations carried out, namely rGO 1:1, rGO 2:3, and rGO 1:2, the best rGO results are based on the number of peeled layers, the content of C and O is rGO 1:2 with the number of layers 2, the content C 84.38% and O 8.60%. The rGO/PU sponge synthesized successfully cleanup the oil spill for 10 seconds with an efficiency of 79.25%, 79.91% and 95.09%. The difference in the efficiency value is due to the influence of the concentration of rGO in the absorption of rGO into the PU sponge. The highest efficiency in cleanup the oil spill is owned by rGO/PU sponge 10 mg/ml with a value of 95.09%.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Aizah Lawang
"Latar Belakang: Tujuan penelitian untuk melihat neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) pada pasien sepsis. Dimana NGAL merupakan biomarker yang dini untuk acute kidney injury (AKI). Metode Penelitian Penelitian kualitatif dengan desain uji diagnostik Pengambilan sampel secara cross sectional dan consecutive sampling pada 50 orang anak yang sepsis yang terdiri dari 28 sepsis, 22 sepsis berat di ruang rawat intensif anak di RS. Ciptomangunkusomo Jakarta dan RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Hasil: Kadar NGAL urin pada pasien sepsis berat lebih tinggi dibandingkan sepsis. Nilai sensitifitas NGAL urin 100% dan spesifisitas 63,63%. NGAL urin meningkat lebih dulu bila dibandingkan dengan kreatinin serum. Kesimpulan NGAL dapat dipakai sebagai petanda dini terjadinya AKI.

Introduction: The aim of this study to observe the neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) in pediatric sepsis. From previous study NGAL was early biomarker for AKI. Methods. This study is a qualitative study for diagnostic test. Sample was collected by cross sectional and consecutive sampling on 50 sepsis children, consist of 28 sepsis, 22 severe sepsis in pediatric intensive care unit Ciptomangunkusomo Hospital Jakarta and Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar.
Result: The value of urinary NGAL in severe sepsis is higher than sepsis. The Sensitivity and specificity is 100% and 63,63% this study suggest that urinary NGAL increase earlier than serum creatinine. Conclusion. Therefore urinary NGAL can be used as early biomarker for AKI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gayatri
"Pada Lansia, masalah inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi. Prevalensi inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun berkisar 15-30 % dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Appleby, 1995). Menurut Wetle, et all (1995) kemungkinan Lansia bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Di Indonesia data tentang Lansia dengan masalah inkontinensia urin belum ada, sehingga prevalensi pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya laporan dari Lansia tentang masalah ini sehingga petugas kesehatan tidak menyadari adanya masalah ini. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa rata-rata sampel mempunyai pandangan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan tetapi mereka yakin bahwa inkontinensia urin dapat disembuhkan. Dampak yang dirasakan oleh responden antara lain; merasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, sehingga mereka tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Apabila mereka harus pergi keluar rumah sering membatasi minum agar tidak merepotkan bila sedang berkemah. Rasa malu dan menganggap masalah ini bukan sebagai sesuatu yang serius serta anggapan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan menyebabkan mereka tidak pernah menanyakannya pada petugas kesehatan. Pada responden mempunyai tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin yang tinggi akan segera mencari pertolongan pada tenaga kesehatan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Liyah Giovana
"ABSTRAK
Latar Belakang : Penggunaan shisha saat ini telah banyak di Indonesia dikarenakan anggapan bahwa shisha aman dan tidak berbahaya dibanding rokok. Kotinin urin dan CO udara ekspiaasi merupakan indikator pajanan asap rokok. Penlitian ini untuk mengetahui kadar kotinin urin dan CO udara ekspirasi setelah menggunakan shisha..Metode : Penelitian potong lintang pada pengguna shisha setelah menggunakan shisha. Responden dikelompokkan menjadi kelompok pengguna shisha dan bukan perokok berdasarkan status merokok dan status penggunaan shisha. Data yang diperoleh dari kuesioner, sampel urin dan CO udara ekspirasi sebelum dan 30 menit setelah menggunakan shisha yang diukur dengan metode ELISA dan alat smokelyzer.Hasil : Total responden 96 yang terdiri dari 48 pengguna shisha dan 48 bukan perokok. Kadar kotinin urin dan kadar CO udara ekspirasi setelah menggunakan shisha pada pengguna shisha lebih tinggi dibandingkan bukan perokok median 162,7 vs 6,5 ng/ml; p

ABSTRACT
Background and aim Shisha smoking has been prevalent in Indonesia due to the assumption that shisha is safe and harmless compared to cigarettes. Urinary cotinine and exhaled air CO are an indicator of cigarette smoke exposure. The aim of this study were to measure the level of urinary cotinine and exhaled air CO levels after shisha smoking.Methods We performed cross sectional study on shisha smokers after using shisha. Respondents were grouped into groups of shisha smokers and non smokers based on smoking status and shisha use status. Data obtained from questionnaires, urine samples and exhaled air CO before and 30 minute after using shisha, urinary cotinine levels were measured by ELISA and exhaled air CO levels were measured by smokelyzer test.Results Ninety six respondents were enrolled in sthis study, consist of 48 shisha smokers and 48 non smokers. The level of urinary cotinine and exhaled air CO level after shisha smoking in shisha smokers were higher than nonsmokers median 162.7 vs 6.5 ng ml p "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ermita Isfandiary Ibrahim
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Penentuan LBM penting untuk penetapan dosis pemakaian obat-obatan, pemberian cairan, penentuan taraf metabolisme, pengaturan gizi pada masa pertumbuhan, penentuan kegemukan dan evaluasi kegemukan. Selama ini yang dipakai adalah Berat Badan Total (BBT), padahal jumlah lemak tubuh normal ialah 15 - 18% BBT pada pria dewasa atau 20 - 25% BBT pada wanita dewasa. Banyak cara untuk menentukan LBM antara lain ekskresi kreatinin urin 24 jam. Cara ini didasarkan atas pemikiran bahwa kreatinin berasal dari kreatin sedangkan ± 98% kreatin terdapat di otot yang merupakan bagian terbesar LBM.
Tujuan penelitian ialah mempelajari hubungan antara kreatinin urin 24 jam dengan LBM pada orang Indonesia. Bila hubungan ini cukup kuat akan dibuat suatu rumus prediksi LBM, rumus ini kemudian dibandingkan dengan 3 rumus lain yaitu rumus dari Forbes, Cheek dan Miller. Penelitian dilakukan pada 77 mahasiswa pria umur 20 - 23 tahun. LBM diperoleh dari BBT dikurangi lemak tubuh, sedangkan lemak tubuh diperoleh dengan memasukkan berat jenis tubuh (BJT diperoleh dengan densitometer) ke dalam rumus Siri. Kemudian dibuat persamaan regresi dengan LBM sebagai variabel dependen dan kreatinin urin 24 jam sebagai variabel independen.
Hasil dan Kesimpulan: Didapat hubungan cukup kuat antara kreatinin urin 24 jam dan LBM dengan r = 0,59. Rumus prediksi yang diperoleh ialah : LBM = 25,76 + 0,0145 Cr mg/24 jam. Nilai rata-rata dari selisih antara nilai LBM perhitungan dengan nilai prediksi LBM hasil rumus Peneliti, Forbes, Cheek, dan Miller berturutturut: 0,38%; 3,50%; 9,46% dan 6,95%. 'Standard error' masingmasing 0,85%; 1,08%; 1,13% dan 1,33%. Kisarannya berturut-turut: -19,66% sampai +20,69%; -19,53% sampai +23,83%; -14,19% sampai +31,93%; dan -6,73% sampai +-36,03%. Ditetapkan bahwa suatu rumus dapat diterima bila 95% subyek penelitian dengan nilai prediksi LBM berkisar ± 10%. Jumlah subyek penelitian yang masuk dalam kisaran ± 10% darn. LBM perhitungan, bila nilai LBM nya diprediksi dengan keempat rumus di atas berturut-turut: 65 orang = 84,42%; 55 orang = 71,43%; 39 orang = 50,65%; dan 38 orang = 49,35%. Mengingat tak ada satu pun rumus yang dapat diterima maka perlu dilakukan pengujian kembali rumus yang telah dibuat.

ABSTRACT
24-Hour Creatinine Excretion And Lean Body Mass (LBM)Scope and Method of Study: LBM is important in determining dosage of drugs, administration of fluids, metabolic rate, nutrition in growth and obesity. Total body weight (TBW) is usually used for this purpose, whereas in reality it includes total body fat which is 15-18% of TBW in males, and 20-25% in females. There are many ways of determining LBM, one of which utilizes 24-hour urinary creatinine excretion. The method is based on the fact that creatinine is formed from creatine, and about 98% of creatine can be found in muscles which makes up most of LBM. The aim of this investigation is to study the correlation between 24-hour urinary creatinine excretion and LBM in Indonesians. If a strong correlation exists, a predictive formula will be constructed, which will then be compared with 3 other formulae from Forbes, Cheek, and Miller.
The study was done on 77 male students aged 20-23 years. LBM was calculated from TBW minus body fat; body fat was derived from Siri formula using Total Body Density measured with a densitometry. A regression equation was made with LBM as dependent variable and 24-hour urinary creatinine as independent variable.
Findings and Conclusions: A strong correlation exists between 24-hr urinary creatinine excretion and LBM with r = 0.59. The predictive formula obtained is: LBM (kg) = 25.76 + 0.0145 Cr mg/24h. The mean difference between predicted LBM in this investigation, LBM obtained from Forbes, Cheek, Miller, and computed LBM are, respectively, 0.38%, 3.50%, 9.46%, and 6.95%, with standard error of 0.85%, 1.08%, 1.13% and 1.33%; ranging from -19.66% to +20.69%, -19.53% to +23.83%, -14.19% to +31.93%, and' -6.73% to 36.03%. An equation was accepted if 95% of all LBM predicted from that equation fell within ± 10% of the calculated LBM. Using subjects in this investigation, the amount of LBM obtained from the 4 mentioned equations that fell within ± 10 % of calculated LBM are, respectively, 65 subjects (84.42%), 55 subjects {71.43%), 39 subjects (50.65%), and 38 subjects (49.35%). Since none of the above equation can Be satisfactorily accepted, the LBM pre-diction equation obtained from this investigation needs to be tested further.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardiani Rahmania
"Asetosal merupakan obat analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang memiliki efek samping ulserasi mukosa lambung. Untuk memperpanjang durasi asetosal sehingga mengurangi efek sampingnya, perlu dilakukan peningkatan waktu paruh asetosal. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pH urin (6,82 - 10,10) terhadap waktu paruh asetosal yang ditunjukkan dengan jumlah kumulatif asam salisilat yang diekskresikan. Pada penelitian ini digunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kontrol normal, hanya diberi larutan CMC 0,5% yang mengandung gliserol 15%; control asetosal (216 mg/200 g berat badan); dan tiga kelompok yang diberi asetosal (216 mg/200 g berat badan) serta larutan NaHCO3 10% tiap 6 jam dengan variasi dosis yang telah dipilih (180; 270; 360 mg/200 g berat badan). Semua larutan uji diberikan secara oral. Kadar asam salisilat diukur pada cuplikan urin jam ke-1, 2, 3, 4, 5, dan 10 dengan cara mereaksikan dengan besi (III) amonium sulfat sehingga terbentuk kompleks besi (III) salisilat berwarna ungu yang diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pH urin yang semakin basa, terjadi peningkatan jumlah kumulatif asam salisilat dalam urin, sehingga waktu paruh asetosal semakin menurun.

Acetosal is an antipyretic analgesic and anti-inflammatory drug that has side effects gastric mucosal ulceration. To extend the duration acetosal thereby reducing side effects is necessary to improve half-life acetosal. This research was subjected to determine the effect of urine pH (6,8 - 10,10) against half-life acetosal indicated by the cumulative amount of salicylic acid which is excreted. In this research used 25 male albino rats of Sprague-Dawley strain which is divided into 5 groups, that are normal controls who were given only 0.5% CMC solution containing 15% glycerol, acetosal control (216 mg/200 g body weight), and three groups were given acetosal (216 mg/200 g body weight) and NaHCO3 10% solution every 6 hours with variation doses which was selected (180; 270; 360 mg/200 g body weight). All test solutions administered orally. Salicylic acid concentration in urine samples were measured on 1, 2, 3, 4, 5, and 10 hours by reacting with iron (III) ammonium sulphate, forming complexes of iron (III) salicylate purple measured absorbance using UV-Vis spectrophotometer. The results showed that the urine pH more alkaline, cumulative total amount of salicylic acid in urine was increasing, so the acetosal half-life became faster."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S128
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Prawira
"Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa kayu secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap peningkatan volume urine tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok, terdiri atas kelompok kontrol negatif yang diberi akuabides (KKN), kelompok kontrol positif yang diberi larutan furosemide dosis 3,6 mg/kg bb (KKP), dan tiga kelompok eksperimen yang diberi infusa kayu secang dosis 250 mg/kg bb (KE1), 500 mg/kg bb (KE2), dan 1.000 mg/kg bb (KE3).
Penelitian menggunakan metode Lipschitz yang telah dimodifikasi. Tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum pemberian bahan uji, kemudian urine ditampung selama 6 jam menggunakan kandang metabolisme individual. Rerata volume total urine yang diperoleh adalah sebagai berikut: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; dan KE3 (2,21+2,21) ml.
Hasil uji analisis variansi (ANAVA) 1 faktor (P < 0,05) menunjukkan terdapat pengaruh pemberian infusa kayu secang terhadap peningkatan volume urine tikus putih. Hasil uji beda nyata terkecil (LSD) (P < 0,05) menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara KE2 dengan KKP. Hal tersebut membuktikan infusa kayu secang dosis 500 mg/kg bb memberikan peningkatan volume urine tertinggi dengan aktivitas diuretik kuat sebesar 122,22%.

A study has been conducted to determine the effect of sappanwood (Caesalpinia sappan L.) infusion with the increment of urine volume in male Sprague-Dawley albino rats (Rattus norvegicus L.). A total of 25 rats were divided into 5 groups, consisting of a negative control group treated with aquabidest (KKN), a positive control group treated with a solution of furosemide at dose of 3,6 mg/kg bw (KKP), and three experimental group treated with sappanwood infusion at dose of 250 mg/kg bw (KE1), 500 mg/kg bw (KE2), and 1.000 mg/kg bw (KE3).
Diuretic activity was evaluated using modified Lipschitz method. The rats were fasted for 18 hours prior to administration of the test substance, then the urine collected for 6 hours using individual metabolic cages. The mean of total urine volumes obtained, are as follows: KKN (1,17+0,15) ml; KKP (2,67+0,19) ml; KE1 (2,07+0,30) ml; KE2 (2,71+0,34) ml; and KE3 (2,21+2,21) ml.
The result of the 1-factor analysis of variance (ANOVA) (P < 0,05) showed that there was an effect of sappanwood infusion along with the increased volume of rats urine. The result of the least significant difference (LSD) test (P < 0,05) showed no significant differences between KE2 to the KKP. Thus, the sappanwood infusion at dose of 500 mg/kg bw provides the highest increase in urine volume with high diuretic activity amounted to 122,22%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya’u Darojatin
"Studi elektrokimia berupa voltametri siklik dan kronoamperometri pada asam askorbat telah berhasil dilakukan pada screen printed carbon electrode (SPCE) dan SPCE termodifikasi multi-walled carbon nanotubes (SPCE-MWCNT) yang masing-masing memiliki luas permukaan aktif sebesar 0,138 cm2 dan 0,126 cm2. Pengaruh laju pemindaian dan konsentrasi asam askorbat yang dilarutkan dengan phosphate buffered saline (PBS) 0,1 M pH 7,4 terhadap arus dipelajari dengan menggunakan voltametri siklik dimana hubungan keduanya berlangsung linear, sama seperti pengaruh arus terhadap waktu yang dipelajari dengan menggunakan kronoamperometri. Elektroda SPCE dan SPCE-MWCNT teroksidasi masing-masing pada 0,2237 V dan 0,2756 V saat diberikan asam askorbat 10 mM dengan siklus potensial rentang -1 V hingga 1 V. Reaksi yang terjadi pada permukaan kedua elektroda tersebut merupakan reaksi yang dikontrol difusi dikarenakan hubungan antara log puncak arus anodik dan log laju pemindaian menunjukkan hasil yang linier dengan nilai kemiringan mendekati 0,5, yaitu sebesar 0,220 dan 0,222 untuk masing-masing SPCE dan SPCE-MWCNT. Batas deteksi dan batas kuantifikasi pada SPCE ditemukan masing-masing sebesar 1,2588 mM dan 3,8145 mM untuk pengujian menggunakan voltametri siklik, serta 2,8393 mM dan 8,6040 mM untuk pengujian menggunakan kronoamperometri. Sedangkan batas deteksi dan batas kuantifikasi pada SPCE-MWCNT ditemukan masing-masing sebesar 0,5197 mM dan 1,5748 mM untuk pengujian menggunakan voltametri siklik, serta 1,1486 mM dan 3,4805 mM untuk pengujian menggunakan kronoamperometri. Pada pengujian kronoamperometri menggunakan SPCE dan SPCE-MWCNT, dihasilkan juga persamaan linear masing-masing sebesar y=0,008x+0,07774 dan y=0,0091x+0,04781. Hal ini menunjukkan bahwa SPCE dan SPCE-MWCNT memiliki aktivitas katalitik yang baik terhadap oksidasi asam askorbat.

Electrochemical study through cyclic voltammetry and chronoamperometry on ascorbic acid was successfully accomplished on screen printed carbon electrode (SPCE) and SPCE modified with multi-walled carbon nanotubes (SPCE-MWCNT) with an active surface area of 0.138 cm2 dan 0.126 cm2, respectively. The effect of scan rate and concentration of dissolved ascorbic acid in phosphate buffered saline (PBS) 0.1 M pH 7.4 on the current were studied using cyclic voltammetry, where the relationship between them was linear. Similarly, the effect of current on time when studied using chronoamperometry also resulted in a linear relationship. The SPCE and SPCE-MWCNT electrodes were oxidized at 0.2237 V and 0.2756 V, respectively, when given 10 mM ascorbic acid with the range of cyclic potential -1 V to 1 V. The reaction which occurs on both the electrode surfaces are diffusion-controlled reaction, since the relationship between the log of peak anodic current and the log of the scan rate shows linear results with both slope values approximated to 0.5, which are 0.220 and 0.222 to be exact for SPCE and SPCE-MWCNT, respectively. The limit of detection (LOD) and the limit of quantification (LOQ) in SPCE were found to be 1.2588 mM dan 3.8145 mM, respectively, when tested using cyclic voltammetry, as well as 2.8393 mM and 8.6040 mM when tested using chronoamperometry. Meanwhile, LOD and LOQ in the SPCE-MWCNT were found to be 0.5197 mM and 1.5748 mM, respectively, when tested using cyclic voltammetry, as well as 1.1486 mM and 3.4805 mM when tested using chronoamperometry. In the chronoamperometric test using SPCE and SPCE-MWCNT, the resulting linear equations were y=0.008x+0.07774 and y=0.0091x+0.04781, respectively. These phenomena indicated that both SPCE and SPCE-MWCNT had a significant catalytic activity towards ascorbic acid oxidation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>