Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Khomeini Takdir
"ABSTRAK
Pendahuluan:
Interferon gamma (IFN-γ) merupakan sitokin penting dalam upaya mengeliminasi M. tuberculosis. Kadar IFN-γ pada pasien tuberkulosis (TB) ditemukan meningkat dan akan mengalami penurunan setelah menjalani terapi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar IFN-γ serum dan derajat kepositifan sputum basil tahan asam (BTA).
Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode rancangan potong lintang (cross sectional study). Penelitian dilakukan di RS. Wahidin Sudirohusodo dan RS. Labuang Baji Makassar mulai Juni 2013 sampai Maret 2014. Sampel dipilih dengan metode convenience accidental sampling. Sampel yang dianalisis berupa plasma penderita TB paru dan orang sehat di masyarakat yang diukur dengan teknik analisis Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis menggunakan SPSS for windows versi 17.0.
Hasil:
Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 88 subjek dengan 50 subjek TB paru dan 38 subjek kontrol. Berdasarkan pemeriksaan sputum BTA, ditemukan 4 (8%) subjek dengan BTA negatif, 7 (14%) subjek dengan 1 sampel BTA positif, 17 (34%) subjek dengan 2 sampel BTA positif, dan 22 (44%) subjek dengan 3 sampel BTA positif. Didapatkan kecenderungan peningkatan kadar IFN-γ seiring meningkatnya derajat kepositifan sputum BTA. Terdapat perbedaan bermakna kadar serum IFN-γ dengan derajat kepositifan sputum BTA pada pasien TB paru kasus baru.
Simpulan:
Kadar IFN-γ serum cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya derajat kepositifan sputum BTA."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Sovira
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kadar 1,25-dihydroxyvitamin D serum
dan hubungannya dengan interferon gamma, cathelicidin dan bacterial load pada
penderita TB paru BTA positif serta hubungan cathelicidin dengan bacterial load.
Rerata kadar IFN-γ adalah 10,8 ± 6,5 pg/mL, rerata kadar 1,25(OH)2D serum
adalah 121,5 ± 38,6 pmol/L dan rerata kada cathelicidin plasma adalan 90,4 ±
21,5 ng/mL. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan kadar 1,25(OH)2D
serum dengan IFN-γ serum begitu juga dengan cathelicidin plasma. Kadar
cathelicidin plasma tidak berhubungan bermakna dengan bacterial load. Rerata
kadar IFN-γ serum dan cathelicidin plasma pada lesi kavitas lebih rendah daripada
lesi tanpa kavitas (masing-masing p = 0,031 dan p = 0,025). Rerata kadar
cathelicidin plasma subjek dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya lebih
rendah daripada subjek kelompok kasus baru (p = 0,004). Pada penelitian ini
didapatkan juga hubungan bermakna kekuatan sedang antara kadar IFN-γ serum
dengan cathelicidin plasma (r = 0,540; p < 0,05).

ABSTRACT
The aim of study was to investigate levels of 1,25-dihydroxyvitamin D and its
relationshio with IFN-γ or cathelicidin in active pulmonary tuberculosis patients
and relation of cathelicidin with bacterial load. The mean of serum 1,25(OH)2D,
IFN-γ, and cathelicidin were 121,5 ± 38,6 pmol/L, 10,8 ± 6,5 pg/mL, 90,4 ± 21,5
ng/mL, respectively. The was no relation 1,25(OH)2D to IFN-γ and cathelicidin
either. The mean of serum IFN-γ and plasma cathelicidin in cavitary lession was
less than non cavitary lession. We also found that plasma cathelicidin level in
subject with prior treatment was less than new cases. There was relation of serum
IFN-γ to plasma cathelicidin (r = 0,540; p < 0,05)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pattikawa, Geordie Raphael Abraham
"Di Indonesia, tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis hanya mencapai 84% dan kemungkinan terjadinya kekambuhan berada pada 2%. Namun demikian, masih sangat sedikit penelitian yang memelajari hubungan antara ketidak teraturan obat anti tuberkulosis dengan hasil uji sputum BTA pada pasien TB kambuh. Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Umum Persahabatan dengan menggunakan metode cross sectional. Target populasi dari penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis TB kambuh pada tahun 2018.
Dari 40 subjek penelitian, didapati subjek laki-laki berjumlah 19 (47,5%) dan perempuan berjumlah 21 (52,5%). Berdasarkan usia, jumlah kasus kambuh terbanyak dapat ditemui di rentang usia 36-55 dan 46-55 dengan jumlah 10 (25%). Didapati 24 (60%) subjek memiliki riwayat pengobatan yang tidak teratur dan hasil BTA tertinggi adalah negatif dengan jumlah subjek 13 (35%).
Dari hasil analisis chi square, didapatkan p=0,00883 dengan OR 6,43 (IK95% 1,495-27,646) dan dari hasil analisis Mann Whitney, didapatkan p=0,014 dengan rerata peringkat 15,06 dan 24,13 untuk riwayat pengobatan yang teratur dan tidak teratur. Ada hubungan antara riwayat pengobatan tuberkulosis dengan hasil jumlah BTA dengan nilai OR 6,43 dengan IK95% 1,495-27,646, dan tren hasil jumlah BTA yang cenderung naik lebih tinggi pada riwayat pengobatan yang tidak teratur.

In Indonesia, the success rate of tuberculosis treatment is only at 84% while the probability of a relapse case to occur is 2%. However, studies regarding the relation of previous tuberculosis regiments with AFB sputum smear are very limited. Datas are collected from RSUP Persahabatan by using cross-sectional method. Subjects of this experiment are patient that has been diagnosed with relapse tuberculosis in the year 2018. From 40 subjects, the ratio between male and female is 47,5% and 52,5% respectively.
Most subjects are on the age range of 36-45 and 46-55 (10 subjects each). Among those 40 subjects, 24 (60%) has been found to have irregular precious TB regiments while 13 has negative results of AFB sputum smear. Upon bivariate analysis with chi square, it is found that patients with irregular previous TB regiments are 6,43 times more likely (p=0,00883 OR 6,43 CI95% 1,495-27,646) to have a positive AFB sputum smear than those with regular previous TB regiments.
Upon using Mann Whitney analysis, it is found that average rank of irregular treatment and regular treatment is 24,13 and 15,06 respectively. There is a relation of previous TB regiments with results of AFB sputum smear with OR 6,43 CI95% 1,495-27,646 and a positive trend of AFB sputum smear on patients with irregular previous TB treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Faricy Yaddin
"ABSTRAK
Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB MDR) merupakan suatu masalah dan menjadi tantangan yang paling besar terhadap program pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Angka kesembuhan pada TB MDR relatif lebih rendah dengan terapi yang lebih sulit, mahal, dan lebih banyak efek samping. Konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan dapat digunakan sebagai indikator luaran terapi dan target pertama dalam terapi TB MDR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gabungan derajat positivita sputum basil tahan asam (BTA), adanya kavitas paru, malnutrisi, diabetes mellitus (DM), dan kebiasaan merokok dengan konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan. Metode penelitian ini adalah penelitian khusus-kontrol dengan mengambil data sekunder dari penderita yang didiagnosis TB MDR di Klinik TB MDR Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Hasan Sadikin pada periode April 2012 sampai dengan desember 2014. Kelompok kontrol adalah data pasien TB MDR yang mengalami konversi dalam 2 bulan pengobatan dan kelompok kasus adalah data pasien yang tidak mengalami konversi dalam 2 bulan pengobatan. Data analis dengan analisis univariat diikuti analisis multivariat regresi logistik. Hasilnya subjek penelitian berjumlah 190 orang, terbagi dalam kelompok kasus dan kontrol masing-masing 95 orang. Variabel bermakna pada analisis univariat adalah derajat positivitas sputum BTA, adanya kavitas paru, DM, dan malnutrisi. Analisis dilanjutkan dengan analisis multivariat regresi logistik dasn diperoleh hasil bahwa variabel yang berhubungan paling kuat dengan konversi kultut sputum BTA dalam 2 bulan pengobatan adalah derajat positivitas sputum BTA (Sputum BTA +1 p = 0,000, OR = 5,46; IK 95%:2,510-11, sputum BTA +2 p = 0,045, OR = 2.253; IK 95%: 1,017 - 4,989) dan adanya kavitas (p = 0,000, OR = 3,22; IK 95%: 1,61 - 6,45). Kesimpulannya derajat positivitas sputum BTA dan adanya kavitas memiliki hubungan yang paling kuat dengan konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan pada pasien TB MDR. "
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iceu Dimas Kulsum
"ABSTRAK
Latar belakang : Prevalens diabetes melitus (DM) terus meningkat di negara
berkembang yang merupakan negara endemis tuberkulosis (TB). Diabetes melitus
meningkatkan risiko infeksi, hambatan konversi sputum dan kegagalan
pengobatan TB. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi sputum Basil Tahan Asam (BTA) mikroskopik pada
akhir bulan kedua pengobatan TB pada pasien TB paru kasus baru dengan DM.
Metode : Penelitian kohort retrospektif ini dilaksanakan di RSUP Perahabatan
terhadap pasien-pasien TB paru BTA positif kasus baru dengan DM yang berobat
pada periode Juli 2012 sampai Juni 2015. Hubungan faktor risiko dengan konversi
sputum BTA mikroskopik dianalisis dengan analisis bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian: Proporsi kegagalan konversi sputum BTA mikroskopik pada
pasien TB paru kasus baru dengan DM adalah 43,04%, sedangkan pada pasien
tanpa DM 22,75% (p<0,001, KI95% 0,11-0,30) dan risiko relatif (RR) kegagalan
konversi 1,89 kali lebih tinggi pada kelompok DM. Faktor risiko yang meningkat
bermakna pada pasien gagal konversi adalah kadar kepositifan sputum BTA
sebelum terapi (p=0,021), HbA1c (p=0,014), GDP (p=0,047), GD 2jam PP
(p=0,030) dan kavitas pada foto toraks (p=0,033) sedangkan albumin serum lebih
rendah bermakna (p=0,013). Analisis multivariat mendapatkan faktor risiko
terkuat untuk kegagalan konversi sputum adalah kadar albumin serum yang
rendah (p=0,046, aOR 0,464, KI95% 0,218-0,986), tingkat kepositifan sputum
BTA mikroskopik sebelum terapi yang tinggi (p=0,009, aOR 2,313, KI95%
1,230-4,349) dan kadar HbA1c yang tinggi (p=0,018, aOR 1,298, KI 95% 1,047-
1,610).
Kesimpulan: Tingkat kepositifan sputum BTA sebelum terapi yang tinggi, status
kontrol DM yang tidak baik, kavitas pada foto toraks dan kadar albumin serum
yang rendah meningkatkan risiko kegagalan konversi sputum BTA pada pasien
TB dengan DM.ABSTRACT
Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients.;Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients.;Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients.;Background: The link of DM and TB is more prominent in developing countries
where TB is endemic and the burden of DM is increasing. Diabetes mellitus
increases the risk of TB infection, delayed sputum smear conversion and TB
treatment failure. This study would like to evaluate factors associated with
delayed sputum smear conversion in the end of two months of TB treatment in
new cases TB with DM patients in Persahabatan Hospital.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Persahabatan
Hospital, included all new cases TB with DM patients in the period from July
2012 - June 2015. All the risk factors performed bivariate and multivariate
analysis in association with sputum smear conversion in the end of two months of
TB treatment.
Results: The proportion of sputum smear conversion failure is higher in TB-DM
than non-DM patients (43,04 vs 22,75%) (p<0,001, CI95% 0,11-0,30) with the
relative risk (RR) for sputum conversion failure 1,89 higher in TB-DM patients.
Bivariate analysis resulted in significant higher of initial sputum smear level
(p=0,021), HbA1c (p=0,014), FBG (p=0,047), post prandial Blood Glucose
(p=0,030) and cavity at chest x-ray (p=0,033) and significant lower of serum
albumin (p=0,013) in non-conversion patients. Multivariate analysis resulted in
risk factors strongly associated with sputum conversion failure are low albumin
level (p=0,046, CI95% 0,218-0,986), high initial sputum smear level (p=0,009,
CI95% 1,230-4,349) and high HbA1c level (p=0,018, CI 95% 1,047-1,610).
Conclusions: Higher initial sputum smear level, uncontrolled diabetic status,
cavity at chest x-ray and lower albumin level associated with sputum smear
conversion failure in TB-DM patients."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
Sp-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Afaratu
"Latar belakang. Pada tahun 2015, prevalensi perokok di indonesia mencapai 76% pada populasi laki-laki dan 3,6% pada populasi perempuan. Prevalensi merokok yang tinggi dapat berdampak pada penyebaran infeksi.
Metode Penelitian. Pengambilan data dilakukan di RSUP Persahabatan menggunakan metode potong-lintang pada populasi pasien TB paru dan memiliki hasil uji BTA positif, yang datang ke poli pada bulan Oktober-November 2018.
Hasil. Sebanyak 129 subjek merupakan TB paru dengan hasil BTA positif. Diantaranya, 70 (54,4%) subjek bukan perokok, 29 (22,5%) perokok ringan, 20 (15,5%) perokok sedang, dan 10 (7,8%) perokok berat. Dari 129 subjek, 25 (19,4%) subjek berada pada kategori hasil BTA scanty, 45(34,9%) pada kategori 1+, 28 (21,7%) subjek pada kategori 2+, dan 31 (24,0%) pada kategori 3+. Hasil analisis menunjukan bahwa kebiasan merokok berkorelasi positif lemah (d = 0,214, p = 0,010), berdasarkan jumlah konsumsi rokok per hari dan lama tahun merokok, dengan tingginya hasil uji BTA (jumlah kandungan bakteri tahan asam pada sputum).
Kesimpulan. Riwayat kebiasan merokok (jumlah konsumsi rokok per hari x lama merokok dalam tahun) berkorelasi lemah dengan hasil uji BTA sebelum pengobatan.

Objectives. In the year 2015, a high number of smoking prevelance in Indonesia reached 76% among men above 15 years old and 3,6% among women above 3,6%. This high number of prevalence could be a high risk to infection of tuberculosis.
Methods. Data collection was conducted at RSUP Persahabatan by cross-sectional method. Subjects are lung TB patients who has positive acid-fast bacilli (AFB) smear result and came to the hospital on October-November 2018.
Result. A total of 129 lung TB subjects had a positive AFB smear. Among those, 70 (54,4%) subjects are not a smokers, 29 (22,5%) are mild smokers, 20 (15,5%) are moderate smokers, and 10 (7,8%) are heavy smokers. From 129 subject, 25 (19,4%) subjects are found to be in the AFB criteria of scanty, 45(34,9%) subjects have 1+ result, 28 (21,7%) subjects have 2+ result, dan 31 (24,0%) subjects have 3+ result. A bivariate analysis was then condected and shows that there is a weak positive correlation (d = 0,214, p = 0,010) between smoking and high result of AFB smear.
Conclusion: Smoking (calculated by number of ciggarete smoked everyday x period of time consumed (years)) has a weak positive correlation with the result of acid-fast bacilli smear pre-treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aliyah
"Latar Belakang: Infeksi tuberkulosis (TB) memiliki insidensi TB yang terus meningkat dengan angka kematian yang tinggi. Infeksi TB merupakan hasil interaksi antara faktor kuman, imunitas pejamu, dan lingkungan. Imunitas pejamu dipengaruhi oleh komponen nutrisi, antara lain: vitamin D. Vitamin D dapat meningkatkan respon terapi antituberkulosis pada makrofag. Vitamin D yang rendah berhubungan dengan polimorfisme VDR pada penderita TB. Belum terdapat data terkait gambaran kadar vitamin D pada penderita tuberkulosis kasus baru.
Tujuan: Mengetahui gambaran konversi sputum BTA dan kadar Vitamin D pada penderita tuberkulosis kasus baru.
Metode: Penelitian ini bersifat multisenter. Subjek penelitian adalah penderita TB paru kasus baru yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Follow-up dilakukan selama 2 bulan. Dalam periode 7 bulan (Oktober 2014- April 2015) dari 109 subjek: 88 subjek dapat diikuti hingga akhir penelitian, 20 orang subjek putus obat, dan 1 orang meninggal dunia.
Hasil: Pada penelitian ini dari 88 subyek, subyek yang mengalami konversi sputum sebanyak 55 orang (62,5%), yang tidak mengalami konversi sputum sebanyak 33 orang (37,5%). Hasil pengukuran kadar vitamin D pada subyek didapatkan 15 orang (17%) normal, 29 orang (33%) insufisensi, dan 44 orang (50%) defisensi. Dari masing-masing kelompok yang mengalami konversi sputum, 9 orang (16,4%) pada kelompok vitamin D normal, 16 orang (29,1%) kelompok insufisiensi, dan 30 orang (54,5%) dari kelompok defisiensi. Dengan kata lain masing-masing kelompok yang tidak mengalami konversi adalah: kelompok normal 6 orang (18,2%), kelompok insufisiensi 13 orang (39,4%) dan kelompok defisiensi 14 orang (42,4%).
Kesimpulan: Populasi defisiensi vitamin D memiliki jumlah subyek terbanyak baik yang mengalami konversi sputum atau yang tidak mengalami konversi sputum. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang berperan dalam infeksi TB, diantaranya polimorfisme VDR. Interaksi ini terutama akan terjdi pada pasien dengan kadar vitamin D yang rendah. Penelitian lebih lanjut mengenai polimorfisme VDR berkaitan dengan penyakit TB perlu untuk dilakukan. "
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Nina Aspasia Harli
"Latar belakang dan tujuan: Tuberkulosis (TB) sampai saat ini merupakan tantangan dan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di dunia. Insidens TB paru di kota Bekasi tahun 2014 adalah 1359/2.510.951 penduduk dan 3099 total kasus selama tahun 2014. Defisiensi mikronutrien seperti retinol dapat terjadi akibat hilangnya nafsu makan, gangguan absorbsi usus halus yang menyebabkan keadaan imununosupresi sehingga meningkatkan risiko infeksi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar retinol serum dengan derajat bacterial TB paru kasus baru di tingkat pelayanan primer.
Metode: Penelitian mempergunakan desain potong lintang dengan 135 sampel yang diambil dengan cara cluster consecutive sampling di puskesmas wilayah kota Bekasi pada penderita TB paru kasus baru yang belum mendapatkan terapi obat anti tuberkulosis (OAT).
Hasil: Karakteristik subjek TB paru kasus baru di puskesmas menurut usia dengan nilai tengah 35,5 tahun (IQR 18-65), laki-laki 62,3%, perokok 44,9%, IMT gizi kurang 56,5%, hipoalbumin 17,4%, kadar retinol serum defisien 40,6%. Lesi kavitas 30,4?% dan derajat bacterial load mayoritas scanty dan +1 dengan persentase berturut-turut 10,1% dan 39,1%. Terdapat perbedaan bermakna kadar albumin, IMT, lesi kavitas dengan bacterial load dengan nilai p=0,003, p=0,014, p=0,011 namun tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar retinol serum dengan bacterial load.
Kesimpulan: Kadar retinol serum tidak berhubungan dengan derajat bacterial load pasien TB paru kasus baru di wilayah kerja kota Bekasi serta terdapat hubungan bermakna antara IMT, kadar albumin dan lesi radiologis dengan bacterial load.

Background: Tuberculosis (TB) remains a threat for community health across the globe including Indonesia. The incidence of pulmonary TB in Bekasi, Indonesia in 2014 is 1,395/2,510,951 people and there were 3.099 cases in 2014. Micronutrient deficiency such as retinol can be caused by loss of appetite and disorder in intestinal absorption which could lead to immunosuppressive condition that increased the risk of TB. This study aims to find the correlation between serum retinol level and semi-quantitative bacterial load in new case of pulmonary TB at a community health center.
Methods: This cross-sectional study involved 135 subjects collected through cluster consecutive sampling in a primary health care in Bekasi, Indonesia. The study included new pulmonary TB cases which had no history of taking any anti-TB drugs.
Results: The median age of the subjects was 35.5 years old (IQR 18-65) and most of subjects were males (62.3%), smokers (44.9%), had low body mass index (BMI) (56.5%), had hypoalbuminemia (17.4%), serum retinol deficient (40.6%), presented with cavity lesion (30.4%) and presented with scanty and +1 semi-quantitative bacterial load (10.1% and 39.1%, respectively). There was no significant correlation between serum retinol level and semi-quantitative bacterial load. However, there were significant correlations between serum albumin level, BMI and presence of cavity lesion and semi-quantitative bacterial load (p=0.003, p=0.014, and p=0.011, respectively).
Conclusion: There was no correlation between serum retinol level and semi-quantitative bacterial load in new cases of pulmonary TB patients. There were significant correlations between serum albumin level, BMI and presence of cavity lesion and semi-quantitative bacterial load.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pusparini Kusumajati
"Fanatisme terhadap sebuah produk tidak selalu berawal dari tingginya kualitas produk, Dari berbagai temuan riset maupun kajian terdahulu, terdapat temuan bahwa relasi antar konsumen dan produk yang dikonsumsinya, lebih sering membangun fanatisme terhadap brand. Salah satu bentuk relasinya terwujud sebagai komunitas brand online. Xiaomi dengan komunitas brand online, Mi Community Indonesia, merupakan salah satu contoh dari produk low-end market yang memiliki pengikut sangat loyal terhadap brandnya. Kesetiaan para fans Xiaomi ini telah terbukti di berbagai negara salah satunya adalah Indonesia. Mi Community Indonesia telah berdiri sejak 2017 dengan puluhan Mi Fans regional yang telah terbentuk secara organik semenjak Xiaomi masuk ke Indonesia. Untuk mendalami yang terjadi pada fenomena Xiaomi itulah, tesis ini bertujuan untuk mengkategorikan jenis keanggotaan yang terdapat pada Mi Community Indonesia dan bentuk prilaku pengkultusan brand dari setiap jenis anggota komunitas. Untuk mencapai tujuan dari penelitian, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan metode studi netnografi melalui observasi netnografi dan wawancara mendalam dengan informan kunci. Penelitian ini menggunakan konsep komunitas brand online, termasuk didalamnya interaksi dan jenis keanggotaan komunitas brand dan pengkultusan brand. Jenis keanggotaan dan perilaku pengkultusan brand dianalisis melalui post, thread dan hasil wawancara dengan informan kunci. Dari hasil penelitian, ditemukan adanya enam jenis keanggotaan dalam Mi Community Indonesia yang terbagi menjadi the Learner, the Pragmatist, the Opinion Leader, the Activist, the Evangelist dan the Blindfold Cult. Bentuk perilaku pengkultusan brand ditemukan pada jenis keanggotaan the Evangelist dan the Blindfold Cult. Penelitian ini juga menemukan adanya bentuk pengkultusan brand yang dilakukan oleh anggota Mi Community Indonesia, dimana perilaku pengkultusan brand ini banyak terjadi pada interaksi yang didasarkan pada jenis impressions management dan community engagement. Pengkultusan brand yang terjadi pada anggota Mi Community Indonesia merupakan suatu bentuk unjuk diri kepada dunia luar menutupi realitas semu mereka terhadap produk Xiaomi itu sendiri.

Fanaticism about a product does not always start from the high quality of the product itself. Based on previous research and studies, found out that there are a special relationship between consumers and the products they consume, more often builds fanaticism towards the brand. One form if its relationship is reflected as an online brand community. Xiaomi, with its well-known online brand community, Mi Community Indonesia, is the example of a low-end market product that have a very loyal brand followers. Their loyalty is proven in various country of Xiaomi target market in which Indonesia is one of them. Mi Community Indonesia formed since 2017 with dozens of regional Mi Fans that already formed organically since Xiaomi enter Indonesia smartphone’s market. This thesis objective is to determine the type of membership in Mi Community Indonesia and their form of brand cult towards Xiaomi as a brand of each type of membership in Mi Community Indonesia. This research is using qualitative approach with netnography study as its method. This research is using both netnography observations and in-depth interview with key informant. This research is using online brand community including the interaction within brand community and type of membership in brand community and brand cult as its concepts. In this research, type of membership and behaviour of brand cults are analysed by post, thread and online data system given by Mi Community Indonesia and interview result with key informant. The results of this research show that there are six types of membership in Mi Community Indonesia which divided into the Learner, the Pragmatist, the Opinion Leader, the Activist, and the Blindfold Cult. The brand cult behaviour is found in the Evangelist and the Blindfold Cult type of membership. This research also found behaviour of brand cult of members in Mi Community Indonesia, in which happens in interaction that based on impressions management and community engagement kind of interactions within the community. Brand cult behaviour that happens in Mi Community Indonesia is a form of rally to cover their false reality towards Xiaomi’s product."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Tuberkulosis (TB) dan diabetes mellitus (DM) merupakan 2 penyakitdengan prevalensi yang tinggi di Indonesia. Gambaran kadar gula darah puasa (GDP)penderita TB dan hubungannya dengan derajat BTA sputum belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata GDP antar derajat BTA dan melihat hubungan antara kadar GDP dengan derajat BTA sputum pasien TB di Ternate. Dari hasil penelitian, diperoleh rata-rata GDP pasien TB109,34 ± 74,2 mg/dl,tidak terdapat perbedaan reratakadar GDP yang bermakna antara kelompok derajat BTA dan terdapat hubungan antara derajat BTA sputum dengan hasil pemeriksaan GDP pada pasien TB (p = 0,035) dengan proporsi DM pada pasien TB dengan BTA+3 mencapai 40%., Tuberculosis (TB) and diabetes mellitus (DM) are two diseases with high prevalences in Indonesia.Fasting blood glucose (FBG) levels in TB patients and its relationship with the degree of acid fast bacilli (AFB) in sputum smear is still not widely known. This research aimed to get the FBG levels, its mean difference among the degrees of AFB and its relationship with AFB levels in TB patient’s sputum smear in Ternate. The result of FBG level of TB patients was109,34 ± 74,2 mg/dl. There is no significantmean differencesof FBG level among the degrees of AFB but there was aassociation foundedbetween FBG and AFB levels in TB patients (p = 0,035). In addition, the proportion of DM among TB pasient with AFB +3 reached 40%.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>