Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183571 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhilah Azura Ghassani
"Perjanjian lisensi merupakan salah satu upaya yang digunakan oleh para pelaku usaha di bidang Hak Kekayaan Intelektual untuk mengembangkan usaha mereka secara internasional. Oleh karena itu perjanjian lisensi menjadi hal penting dalam perdagangan internasional. Hal terebut berkaitan pula dengan maraknya pengalihwujudan karakter film menjadi bentuk merchandise yang tentunya merupakan sumber pendapatan terbesar dari industri perfilman sebagai contohnya Marvel Entertaiment. Oleh karena itu, para pengusaha merchandise berlomba-lomba untuk membeli lisensi dari perusahaan perfilman tersebut. Perjanjian lisensi tersebut juga merupakan salah satu cara untuk melindungi hak eksklusif pencipta karakter film tersebut sebagai pencipta karya pertama. Pembeli lisensi tersebut merambat ke kancah internasional, tentunya memungkinkan pihak pemberi dan penerima lisensi berasal dari negara yang berbeda dengan latar belakang peraturan hukum yang berbeda pula. Terkadang hal tersebut juga menjadi pertimbangan bagi para pihak dalam mengambil keputusan untuk mengadakan perjanjian lisensi tersebut. Perlu ditekankan kembali bahwa selama perjanjian lisensi tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dan para pihak telah sepakat untuk mengadakan perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut telah sah mengikat secara hukum. Namun bagaimanakah apabila dalam suatu perjanjian lisensi yang telah disepakati para pihak, ternyata menurut undang-undang dari salah satu negara para pihak dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan undang-undang. Akankah perjanjian lisensi tersebut tetap memiliki kekuatan hukum. Hal tersebut lah yang kemudian akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini.

The license agreement is one of the efforts used enterpreneur in Intellectual Property Rights to develop their businesses internationally. Therefore, license agreements are important in international trade. This is also related to the proliferation of film characters into a merchandise which is became the biggest source of income from the film industry. For the example Marvel Entertainment. Therefore, merchandising entrepreneurs are competing to buy licenses from the entertaiment company. License agreement is also a way to protect the exclusive rights of the creators of the film characters as the creators of the first work. Buyers of these licenses also spread to the international scope, so the licensee and the licensor came from different countries with different legal regulations. Sometimes this is also a consideration for the parties in making decisions for the license agreement. It needs to be stated again, that as long as the license agreement does not conflict with the applicable law, and the parties have agreed to enter into the agreement, then the agreement has been legally binding. But what if in a licensing agreement that has been agreed upon by the parties, it turns out that according to the laws of one of the countries of the parties in the agreement there are several articles that are contrary to the law. Will the license agreement still have legal force This is what will then be discussed further in this paper.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abe Gabrial Nappoe
"Perjanjian lisensi antara Adidas dan PT BWI berisikan ketentuan bahwa Adidas memberikan ijin bagi PT BWI untuk memproduksi produk tas, tekstil, sepatu dan bola dengan menggunakan merek dagang, paten dan know how kepunyaan Adidas di dalam wilayah Indonesia, dengan imbalan PT BWI harus membayar royalti. Ditinjau dari huk um perjanjian Indonesia perjanjian lisensi dimungkinkan keberadaannya oleh asas kebebasan berkontrak, seperti yang terdapat dalam pasal 1338 KUHPer. Para pihak dalam perjanjian lisensi tersebut menyatakan kehendaknya masing-masing dalam klausula-klausula yang terdapat didalamnya, dimana juga terdapat didalamnya prestasi-prestasi masing-masing pihak yang mesti dilakukan oleh mereka. Oleh sebab itu perjanji an lisensi tersebut dapat dikategorikan sebagai perjanjian timbal balik. Hukum yang berlaku atas perjanjian lisensi antara Adidas dan PT BWI ini adalah Hukum Republik Federasi Jerman , yang ditentukan berdasarkan pilihan hukum yang dilakukan para pihak. Sedangkan cara penyelesaian sengketa yang dipilih para pihak adalah penyelesaian secara damai dan penyelesaian melalui peradilan.
(ABE G. NAPPOE)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifuddin
Bandung: Alumni, 2013
346.048 SYA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bellina Trita Anjani
"Seiring dengan perkembangan teknologi di era digital, kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual juga semakin beragam jenisnya. Saat ini, tindakan lembaga penyiaran yang mengunggah karya siarannya pada media sosial sedang marak terjadi. Hal tersebut rawan menimbulkan sengketa hak cipta. Salah satu sengketa hak cipta mengenai karya siaran yang diunggah di media sosial adalah perkara antara pencipta lagu melawan lembaga penyiaran dalam Putusan No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Putusan Mahkamah Agung No. 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 yang akan dibahas dalam skripsi ini. Skripsi ini pada pokoknya membahas 3 (tiga) permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hak cipta atas lagu di Indonesia, bagaimana ruang lingkup distribusi royalti atas penggunaan lagu untuk kepentingan lembaga penyiaran melalui LMKN, dan bagaimana kesesuaian penerapan peraturan perundang-undangan dalam Putusan No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menganalisis bahan pustaka dan sumber hukum tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 adalah putusan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Tergugat telah melakukan pelanggaran hak moral Penggugat berupa right of paternity yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) angka 1 UU Hak Cipta 2014 dan melakukan pelanggaran hak ekonomi Penggugat yang diatur pada Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta 2014 karena melakukan komunikasi karya siaran yang bermaterikan lagu ciptaan Penggugat tanpa seizin Penggugat. Pengunggahan karya siaran yang mengandung lagu di YouTube memerlukan izin pencipta lagu karena objek yang diunggah pada akun YouTube Tergugat bukan karya siaran yang murni merupakan hasil dari kreativitas Tergugat, melainkan juga mengandung hasil kreativitas Penggugat sebagai pencipta lagu. Sementara dalam kasus ini, Tergugat hanya pernah menandatangani perjanjian lisensi untuk kepentingan lembaga penyiaran. Dalam hal ini, pengunggahan karya siaran di YouTube telah keluar dari objek perjanjian lisensi.

Along with the development of technology in the digital era, cases of intellectual property infringement are also becoming more diverse. Currently, the actions of broadcasting organizations that upload their broadcast works on social media are rife. This is prone to cause copyright disputes. One of the copyright disputes regarding broadcast works uploaded on social media is a case between songwriters and broadcasters in Decision No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Supreme Court Decision No. 913 K/Pdt.Sus-HKI/ 2022 which will be discussed in this thesis. This thesis discusses 3 (three) issues, namely how is the regulation of copyright protection for songs in Indonesia, the scope of royalty distribution for the use of songs for the benefit of broadcasters through LMKN, and the application of laws and regulations in Decision No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst and Supreme Court Decision Number 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022. The research method used in this thesis is juridical normative, by analyzing literature and written laws. The results of the study show that the Supreme Court Decision Number 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 is a decision that is in accordance with applicable laws and regulations because the Defendant violated the Plaintiff's moral rights in the form of the right of paternity, which is regulated in Article 5 paragraph (1) number 1 of the Copyright Law 2014 and violated the Plaintiff's economic rights as stipulated in Article 9 paragraph (1) of the Copyright Law 2014 by communicating broadcast works that contain songs created by the Plaintiff without the Plaintiff's permission. Uploading broadcast works containing songs to YouTube required the songwriter's permission because the object uploaded on the Defendant's YouTube account was not a broadcast work that was purely the result of the Defendant's creativity but also contained the result of the Plaintiff's creativity as a songwriter. In this case, the Defendant had only ever signed a license agreement for the benefit of a broadcasting institution. However, uploading broadcast works on YouTube is not an object of the license agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Novita Sari
"This thesis aims to discuss the implication of recordation system for copyright license agreement after the new Government Regulation was enacted to fill the legal vacuum occurred from the recordation system of intellectual property rights license agreement. This research uses the normative-juridical approach by using secondary resources supplemented by interviews with the head of Subdirektorat Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta and one of the intellectual property rights consultant. The background of the research shows that the new Government Regulation does not simply solve the problems for license agreement recordation, problems that could result to rejection for recordation are still found. By doing the research, the writer consequently provide the scheme for recordation, started by the validity of the agreement, the recordation requirements, and the impacts for license agreement recordation. By the end of this thesis, the writer concludes that regardless the mandatory formality to record the license agreement, the validity of the agreement are governed by contract law. Nevertheless, complying the declarative principle for copyright, whether the copyright is recorded or unrecorded should not hinder the recordation for its license agreement. Lastly, the recordation is necessary when third party is involved in the license agreemen because the law regulates the consequence for unrecorded license agreement vis a vis third party.

Skripsi ini bertujuan untuk membahas implikasi dari sistem pencatatan perjanjian lisensi setelah dibuatnya Peraturan Pemerintah untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam sistem pencatatan perjanjian lisensi hak kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data sekunder ditambah dengan wawancara dengan kepala Subdirektorat Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta dan salah satu konsultan hak kekayaan intelektual. Latar belakang penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah yang baru tidak dengan mudahnya menyelesaikan masalah terkait dengan pencatatan perjanjian lisensi. Permasalahan yang menghasilkan penolakan terhadap pencatatan tersebut masih ditemukan. Dengan melakukan penelitian ini, penulis secara bertahap memberikan skema pencatatan perjanjian lisensi, dimulai dengan keabsahan dari perjanjian itu sendiri, persyaratan pencatatannya,dan dampak dari pencatatan tersebut. Di akhir skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa terlepas dari kewajiban untuk mencatatkan perjanjian lisensi, keabsahan perjanjian tersebuttetap diatur oleh hukum kontrak. Namun demikian, untuk mematuhi prinsip deklratif hak cipta, dicatatkan atau tidak dicatatkannya hak cipta tidak seharusnya menghalangi pencatatan perjanjian lisensinya. Terakhir, pencatatan perjanjian lisensi menjadi penting ketika ada keterlibatan pihak ketiga karena diatur dalam undang-undang mengenai konsekuensi terhadap tidak tercatatnya perjanjian lisensi vis a vis pihak ketiga. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariandra D.S. Harjo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S23595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Achroni
"Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi khususnya yang berkaitan dengan internet, berdampak pada perubahan perilaku bisnis seperti transaksi jual-beli yang dilakukan secara elektronik. Transaksi elektronik sudah merupakan suatu hal yang lazim saat ini. Salah satunya adalah dengan apa yang dilakukan oleh Apple yang merupakan salah satu produsen komputer di dunia. Apple tidak hanya menjual produk, Apple juga memberikan layanan online melalui iTunes store untuk penjualan program aplikasi yang diperuntukan bagi gadget buatannya. Namun demikian tidak semua program yang dijual melalui iTunes store merupakan program komputer butannya tetapi program komputer tersebut ada yang dibuat melalui pihak ketiga. Program komputer dan/atau suatu sistem elektronik sebagaimana produk buatan manusia lainnya juga memeliki potensi untuk bisa menimbulkan kerugian bagai penggunaannya, mulai dari hilangnya data, pencurian informasi berharga sampai kerugian yang menimbulkan korban jiwa. Apabila hal tersebut terjadi, lalu bagaimana kita menyikapi tentang tanggung jawab dari produsen program komputer terhadap penggunanya. Dapatkah ketentuan yang terdapat dalam doktrin hukum tanggung jawab produk dan strict liability diterapkan pada produsen program komputer tersebut.

Along with the development of information technology especially related to the Internet, which is affecting to the business behavior such as trading transactions done electronically. Nowadays electronic transactions is already become a common business practice. For example what Apple has done with their business today . Apple not only sell their computer products, but they also provide online services through the iTunes store for the sale of computer application programs that are intended for their gadgets. However, not all programs are sold through the iTunes store is a computer program made by Apple but it also provided through a third party. Computer programs and / or any electronic system products also potential for arising losses, ranging from loss of data, theft of valuable information to the losses that cause fatalities. If this happens, then how do we face the responsibilities of manufacturers of computer program to users. Does the product liability law and also strict liability can be applied to the software manufacturer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24983
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius M. Nugroho Pratama
"Karena kebutuhan mendesak untuk mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk melakukan alih teknologi. Karena keterkaitan erat antara teknologi dan hak kekayaan intelektual maka perjanjian lisensi diperlukan dalam proses pengalihan teknologi tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perjanjian lisensi dari sudut pandang negara berkembang sebagai penerima lisensi.

In order to fulfill the vast growing needs for technology, Indonesia as one of the developing country is in desperate needs of technology transfers. As technology always connected with intellectual property rights a license agreement is needed in the process of such technology transfer. This writing will mostly discuss on license agreement from the perspective of developing country as licensee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25061
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Edietha
"Patent Pooling merupakan manajemen yang mengelola lisensi yang dilakukan oleh dua atau lebih pemegang hak paten di mana pemegang hak paten tersebut merupakan hak paten yang dimiliki anggota dari manajemen tersebut. Patent Pooling mempermudah pelaku usaha dalam memperoleh izin penggunaan suatu teknologi yang dilindungi hak paten serta meringankan pembayaran royalti dalam penggunaan paten tersebut. Patent Pooling merupakan suatu tindakan para pelaku usaha untuk saling bekerja sama dengan para mitra usahanya untuk menghimpun lisensi Hak atas Kekayaan Intelektual terkait komponen produk tertentu.. Dalam kondisi tertentu, patent pooling berpotensi untuk menciptakan keadaan pasar yang bersaing dengan tidak kompetitif sehingga dapat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Indonesia telah memiliki pedoman yang dibuat KPPU dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tetapi pedoman tersebut tidak membahas secara detail dan rinci batasan-batasan kondisi lisensi patent pooling yang melanggar ketentuan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat menimbulkan kekosongan hukum dalam menganalisa sejauh mana patent pooling telah melanggar ketentuan hukum persaingan usaha tidak sehat. Indonesia perlu mengembangkan pedoman yang telah dimiliki dengan mengambil contoh positif dari pedoman yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang.

Patent Pooling is a form of management who manage license conduct by two or more patent holder whereas the said patent rights own by the said management member. Patent Pooling simplify the process in obtaining licenses in utilizing a technology which license or patent is protected for business actors and makes royalty payment in utilizing the said patent cheaper. Patent Pooling is a form of act conduct by the business actors in cooperates with their business partners in collecting license against Intellectual Property Rights of particular component products. In special conditions, Patent Pooling are potential in creating an unfair business competition (persaingan usaha tidak sehat) in the market, the foregoing condition may breach the stipulation in Law No. 5 of 1999 dated 5 Mar. 1999 concerning Prohibition against Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?). Indonesia owns guidelines that created by Business Competition Supervisory Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) (?KPPU?) and stipulated in the KPPU Regulation No. 2 of 1999 concerning Guidelines on Exception on the Implementation of Law No. 5 of 1999, however the guidelines have no specific details on the limitation of patent pooling license condition that violate the stipulation of an unfair business competition. The said situations are very likely to cause an uncertainty in analyzing how far the patent pooling violates the stipulation of Law No. 5 of 1999. Indonesia needs to develop the current guidelines by adopting positive examples own by the United States of America and or Japan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27579
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ryan Noerhadi Putra Hidayat
"Perlindungan terhadap Perjanjian Lisensi Hak Siar (Hak Terkait) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pasal 1 ayat 20 menyatakan bahwa lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Dalam Pasal 83 mengatur mengenai tata cara pencatatan perjanjian lisensi dimana perjanjian lisensi harus dicatatakan dalam daftar umum perjanjian lisensi. Meski demikian, pada prakteknya sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual, pihak yang mengadakan perjanjian lisensi hak siar tidak dapat mencatatkan perjanjian lisensinya dikarenakan belum ada peraturan pemerintah
yang mengatur tata cara pencatatan perjanjian lisensi hak siar sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan kajian mengenai bagaimana perlindungan perjanjian lisensi hak siar di Indonesia, bagaimana dampak dari penerbitan peraturan pemerintah mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang terlambat dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang tidak dapat dicatatkan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia dalam daftar umum perjanjian lisensi. Adapun hasil penelitian penulis yang pertama mengenai perlindungan mengenai hak siar diatur pada Pasal 99 dan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pencatatan perjanjian lisensi hak siar pada daftar umum perjanjian berdasarkan salah satu pertimbangan hakim dalam kasus yang dibahas penulis dalam tesis ini hanyalah bersifat administratif jadi perjanjian yang tidak dapat dicatatkan dikarenakan belum adanya peraturan pemerintah yang mengaturnya tetap mengikat para pihak dan pihak ketiga.

Protection of License Agreements of Broadcasting Rights (Related Rights) in Indonesia are regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Article 1 paragraph 20 states that a license is a written permit given by a Copyright Holder or Owner of a Related Right to another party to carry out economic rights to his work or product rights related to certain conditions. In Article 83 regulates the procedure for registration of license agreements, where the license
agreement must be stated in the general list of license agreements. However, in practice before the issuance of Government Regulation Number 36 of 2018 concerning the Registration of Intellectual Property License Agreements, the party that entered into the broadcasting rights license agreement could not register the license agreement because there are no government regulations that regulate it as mandated by Law 28 of 2014 concerning Copyright. In this matter, it is necessary to study how to protect broadcast rights licensing agreements in Indonesia, how the government regulations regarding the registration of broadcasting rights license agreements that were late issued by the
Government of Indonesia and how the legal consequences arise regarding the recording of broadcasting license agreements that cannot be listed by the minister of law and human rights of the Republic of Indonesia in the general list of license agreements. The results of the first author's research on the protection of broadcasting rights are regulated in Article 99 and Article 118 of Act No. 28 of 2014 concerning Copyright. The recording of the broadcast rights license agreement on the list of general agreements is based on one of the judges' judgments in the case presented by the author in this thesis which is based on a non-recordable administrative agreement that does not involve any government regulations that are issued that bind the parties and related parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>