Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Prasetyo
"ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk meninjau peran aktif Polsek Panakkukang dalam mengatasi konflik yang melibatkan kelompok mahasiswa yang berafiliasi suku di universitas UMI yakni kelompok Lamellong, menjadi tantangan tugas yang cukup berat. Pelaksanaan tugas kepolisian sesuai dengan prosedur dan Undang-undang yang berlaku guna menimbulkan efek jera tidak serta merta menjadi alternatif tunggal dalam penyelesaian konflik, atensi serta kerja sama dari berbagai pihak terkait menjadi faktor penentu dalam upaya menangani konflik yang terjadi di Universitas Muslim Indonesia yang melibatkan kelompok Mahasiswa Lamellong."
Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK, 2017
350 JIK 88 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Palguna Arwijaya
"Sumber Daya Manusia SDM merupakan kunci dari reformasi Polri. Agarmendapatkan jumlah dan kualitas SDM yang sesuai, maka harus dilaksanakanproses rekrutmen yang profesional. Pada tahun 2012 hingga saat ini, Polrimengadakan rekrutmen untuk Tamtama Brimob. Namun permasalahanya, jumlahanggota yang direkrut masih dirasa kurang dan dampaknya dirasakan saatmelaksanakan kemampuan penanggulangan huru hara PHH dalam bentuk demopenistaan agama yang berlangsung pada tanggal 2 Desember 2012 di DKI Jakarta,dimana petugas belum mampu mencegah tindakan massa yang berhasilmelakukan tindakan anarkis.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis suatuimplementasi dan konsekuensi pelaksanaan program rekrutmen tamtama brimobdalam mendukung kemampuan PHH terkait penanganan demo penistaan agama diDKI Jakarta tahun 2016 dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif denganmenggunakan teori implementasi dan rekrutmen serta menggunakan konseppenanggulangan huru hara dan konsep kamtibmas.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rekrutmen tamtama sudah berjalan dengan baik menggunakanprinsip BETAH Bersih, Transparansi, Akuntabel, dan Humanis namun belummaksimal akibat jumlah anggota Tamtama yang direkrut tidak sesuai dengan yangdibutuhkan. Pada pelaksanaanya yang lebih banyak direkrut adalah polisiberpangkat bintara, sehingga penggemukan di level bintara menyebabkan tidakadanya perbedaan perlakuan dalam pembagiaan tugas antara bintara dan tamtama.Hal ini menjadikan pelaksanaan tugas PHH Brimob tidak maksimal seperti saatpenanganan demo penistaan agama di DKI Jakarta tahun 2016. Konsekuensinyatercermin ketika demonstrasi berkembang cepat menjadi anarkis akibat jumlahpetugas Tamtama yang turun tidak sebanding dengan tugas demonstran.

Human resource management is the reformation key in IndonesianNational Police. In order to obtain the appropriate amount and best quality ofpersonnel, a professional recruitment process must be required. Since 2012 untilnow, Indonesian National Police still holding a mobile brigade tamtama personnelrecruitment. However, the problem is the number of recruited members is less andthe impact is occurring when the mobile brigade riot control units implementstheir duties to anticipate the blasphemy demonstration in Jakarta on December 2nd2012, where the officers have not been able to prevent the demonstrator that doingan anarchist actions.
The aims of this research to analyze the implementation andconsequence of the implementation of mobile brigade tamtama personnelrecruitment supports the abilities of riot control on blasphemy handlingdemonstration in Jakarta 2016 using qualitative descriptive method. This researchuses implementation and recruitment theory. A concept that the research use areriot control and public order and safety concept.
The result and conclusions of thisresearch are mobile brigade Tamtama Personnel Recruitment has been done wellby using a good principles such as Clean, Transparent, Accountable, andHumanist BETAH but it rsquo s still has many flaws due to the planning of therecruited members are not fit with those already recruited, which is recruitinglarge number of bintara and less tamtama. Because of that, there are no differenceof task hiring and job descriptions between bintara and tamtama. It makes theabilities of riot control being decreased. In the The consequence of less MobileBrigade Personnel who is not comparable with the number of demonstrators is thedemonstration very quickly becomes anarchist
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumangga Putratama
"Penelitian ini membahas mengenai manajemen sekuriti fisik di Markas Polda Metro Jaya untuk mengantisipasi demo anarkis. Kendala tahap pengorganisasian terhadap penyelenggaraan manajemen sekuriti fisik markas Polda Metro Jaya adalah keterbatasan kemampuan Polda Metro Jaya dalam sisi pengorganisasian, ketersediaan alat, dan anggota. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Konsep Manajemen Sekuriti, Konsep Sekuriti Fisik, Konsep Kebutuhan, Konsep Crime Prevention, Konsep Ancaman, dan Konsep Upaya Taktis Pengamanan. Penelitian ini menemukan bahwa kendala tahap pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan manajemen sekuriti fisik Markas Komando Polda Metro Jaya saat ini adalah keterbatasan kemampuan dalam merumuskan kegiatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan tugas Petugas dan peralatan. Keterbatasan tersebut tentang berapa kali melakukan audit terhadap dokumen administrasi, kapan melakukan supervisi dan evaluasi, kapan memberikan penilaian dan teguran serta penghargaan terhadap pelaksanaan kegiatan pengamanan, belum dapat memberikan tanggapan pasti. Kurang optimalnya tersebut membuka peluang terjadinya ancaman pada Markas Polda Metro Jaya Sekuriti Fisik Petugas yang mengakibatkan membahayakan keamanan markas Polda Metro Jaya apabila terjadi demo anarkis.

The study discusses about physical security management at Jakarta Metropolitan Police Region Headquarters in anticipating anarchic demonstrations. The obstacle in organizing the implementation of physical security management at Jakarta Metropolitan Police Region Headquarters is the limited ability as well as capability of the police region to organize such implementations and to provide sufficient equipments as well as human resources. The research employs the qualitative method. Data are analysed using concept of security management, concept of physical security, concept of need, concept of crime prevention, concept of threat, and concept of tactical security measures. The results of the study reveal that the obstacle in stages of supervision and control of the implementation of physical security management at Jakarta Metropolitan Police Region Headquarters is currently the limited ability as well as the capability to formulate supervisory and control activities to be implemented by duty officers. The limitation relates to the frequency of auditing administrative documents, when to conduct supervisions and evaluations, when to provide assessments and warnings as well as appreciations for good implementations of security activities. Such conditions may cause threats to appear and will endanger the physical security of Jakarta Metropolitan Police Region Headquarters in the event of anarchic demonstrations."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M.S. Urip Widodo
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan teror bom buku yang terjadi di Jakarta merupakan modus baru para teroris dalam melakukan aksinya, karena yang menjadi targetnya adalah individu sehingga apabila tidak dilakukan penanganan, maka akan berdampak pada psikologi masyarakat yaitu tingginya rasa kecemasan dan kekhawatiran masyarakat. Teror bom buku, apabila melihat jumlah korban dan kualitas ledakan, tidak sebanding dengan bom yang ditempatkan di gedung-gedung tertentu seperti pada kasus-kasus teror bom sebelumnya. Akan tetapi dampaknya hampir sama, bahkan teror bom buku sudah menyentuh aspek psikologi masyarakat awam. Ketakutan dan kepanikan yang melanda sampai ditingkat rumah tangga adalah bentuk keberhasilan aksi bom buku ini menjadi sebuah teror.
Mengacu pada hukum formal yang berlaku di Indonesia, maka aksi dan pelaku bom buku dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Mencermati perkembangan terorisme dengan organisasi dan jaringan global yang dimilikinya, dimana kelompokkelompok terorisme internasional mempunyai hubungan dan mekanisme kerja sama, baik dalam aspek operasional infrastruktur maupun infrastruktur pendukung.
Berkaca pada kondisi tersebut, aparat kepolisian Republik Indonesia sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri merupakan ujung tombak dalam memberikan perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat dengan memberantas pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia, seperti menangkap pelaku, mencegah, melakukan penyelidikan dan penyidikan, bahkan menembak mati para pelaku teror. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Polri adalah dengan membentuk Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror yang berada pada garis terdepan dalam memberantas aksi terorisme tersebut.
Dapat dipastikan, peranan Polri untuk pemberantasan tindak pidana terorisme tersebut tidak terlepas dari 3 (tiga) fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dimana Polri harus melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan yang mengancam jiwa warga negara Indonesia. Dalam hal ini Polri melalui Densus 88 Antiteror harus berpedoman kepada undang-undang yang mendasarinya yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonsia.

The research aims at explaining the terror of book bomb occuring in Jakarta Suchterror is a new modus operandi of terrorists in doing their actions because their targets are individuals If the police do not handle the case immediately such terror will psychologically affect communities in the forms of high anxiety and worriness Book bombings in the context of their victims and the quality of their explosions can not be compared with the previous bombings happening in certain buildings However both of bombing types have similar effects Moreover book bombings have nearly touched the psychological aspects of common people The fearness and panic attacking families are the forms of the terrorists success of committing book bombings leading to a terrorizing act
In accordance with formal law prevailing in Indonesia the act and perpetrator of book bombings can be categorized as a terrorism act Terrorists have currently cooperated with other groups and networks that posses good relationship and working mechanism either in the context of infra structural operation or supporting infrastructures.
By looking at such situation and condition the Indonesian National Police as stated in Law No 2 2002regarding Indonesian National Police is the front liner in providing protection and security to people in combating terrorism in Indonesia The Indonesian National Police does the responsibilities by arresting the perpetrators preventing investigating interrogating and even shooting death the perpetrators One of the Indonesian National Police efforts is the establishment of an special detachment 88Antiterror Special Detachment
It can be concluded that the role of the Indonesian National Police can not be separated from the three functions protector shelter and servant of public The Indonesian National Police must protect people from acts threatening their lives The Indonesian National Police through 88 Antiterror Special Detachment in conducting such duties and responsibilities must be guided by Law No 2 2002 regarding the Indonesian National Police
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamoto, Benny Jozua
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D1519
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Mata Rohansyah
"Fokus penelitian Tesis ini adalah kompetensi mediator Polri dalam menangani konflik. Penelitian ini dipandang penting dilakukan sebab mediasi yang dilakukan oleh Polres Belitung dalam menangani konflik yang melibatkan warga Desa Sungai Padang beretnis Melayu-Belitung dengan para pekerja bangunan yang beretnis Madura-Belitung, menghasilkan kesepakatan berupa dilanjutkannya 3 dari 4 perkara ke proses peradilan. Konsekuensinya adalah mediasi yang dilakukan kecil kemungkinan dapat menyentuh dan memperbaiki relasi para pihak yang rusak akibat konflik yang terjadi. Artinya,agar mediasi dapat mewujudkan nilai keadilan restoratif, perlu dilaksanakan oleh mediator yang berkompeten. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian Tesis ini adalah, sebagai berikut: pertama, bagaimana proses mediasi yang dilaksanakan oleh Polres Belitung? Kedua, bagaimana kompetensi personil Polres Belitung dalam melaksanakan mediasi pada kasus konflik. Kompetensi apa saja yang seyogyanya dimiliki oleh mediator Polri agar mediasi yang dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai keadilan restoratif. Sebagai pisau analisis, dalam penelitian Tesis ini digunakan teori Kompetensi Spencer (1993) konsep tentang mediator transformatif, konsep mediasi penal, dan teori tentang kerumunan. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran sekuensial eksploratori. Kuesioner penelitian kunatitatif dibuat berdasarkan data kualitatif dan digunakan sebagai generalisasi yang mendukung data kualitatif yang dominan dalam penelitian ini.
Adapun temuan penelitian (1) proses mediasi yang dilaksanakan oleh Polres Belitung masih bernuansa penegakan hukum retributif (2) personil Polres Belitung belum memiliki kompetensi yang maksimal dalam melaksanakan mediasi konflik. (3) keterampilan "mendengarkan untuk memahami" yang berbasis pengetahuan "lintas budaya" menjadi kompetensi utama yang harus dimiliki oleh mediator Polri dalam men-transformasi konflik. Dari temuan penelitian tersebut, direkomendasikan (1) perlu dilakukan sosialisasi agar personil Polri berpedoman pada UU PKS dalam menangani konflik dan diperlukan SOP lebih lanjut yang mengatur tentang tahapan dan teknik mediasi. (2) Perlunya melakukan kerjasama peningkatan kompetensi dengan PMN. (3) Perlu meningkatkan pelatihan interpersonal skill bagi setiap personil Polri (4) Perlu memasukkan / menambahkan materi ajar yang berkaitan dengan keadilan restoratif, konflik, dan pengetahuan lintas budaya dalam pendidikan Polri.

The research focus of this thesis was mediator competency of INP. This research is important because the mediation performed by the Belitung Resort Police in handling conflict involving people of Sungai Padang village of Melayu-Belitung ethnicity with the construction worker of Madura-Belitung ethnicity was resulting in an agreement of the continuation of 3 out of 4 cases to judicial process. The consequence of this mediation is the damaged relation of each party due to the conflict is unlikely to be completely heal and repaired. This means that a competent mediator is required in a mediation to manifest the value of restorative justice. The problems presented in this thesis were as follow: 1) How did the mediation process by the Belitung Resort Police? 2) How does the personnel competency of the Belitung Resort Police in performing the mediation in a conflict case? What are the required competence for a mediator in the INP to ensure that the mediations are in accordance with the value of restorative justice? The Spencer's Competence (1993) theory was used in this thesis. It is a concept of Transformative Mediator (Kraybill), concept of Penal Mediation, and the theory of Crowd. This thesis used mixed-methods sequential explanatory approach. The quantitative questionnaire research was made based on the qualitative data and was used as a generalization supporting the dominant qualitative data in this research.
The research finding in this research are as follows: 1) The mediation process carried out by the Belitung Resort Police is still enforcing the retributive law. 2) The personnel of the Belitung Resort Police are yet to have maximum competence of conflict mediation. 3) The skills of "hear to understand" which based on "cross culture" knowledge is the main competency required to have for mediators of the Republic of Indonesian police to transform conflicts. From the research finding above, the suggestions formed are as follow: 1) It is necessary to socialize that the personnel of the Republic of Indonesian Police to follow the guidelines of the UU PKS in handing conflicts and further SOP governing the mediation stages and techniques are necessary. 2) It is necessary to form a cooperation to improve the competency by PMN. 3) Improve the interpersonal skill training for every personnel of the INP. 4) Insert/add learning material related to restorative justice, conflict, and cross culture knowledge in the education of the INP.
"
Jakarta: Sekolah kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Horas Pardamean
"Program peningkatan sumber daya personil Polri merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup yang akhir-akhir ini kualitas dan kuantitasnya semakin meningkat. Pembangunan berwawasan lingkungan menuntut partisipasi semua pihak, termasuk didalamnya Polri, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Hal ini merupakan kendala terciptanya pembangunan berwawasan lingkungan, kasus-kasus percemaran lingkungan hidup yang selama ini sulit tertangani akibat kurangnya perhatian pemerintah. Berbagai fakta menunjukkan pelaksanaan dan penegakan hukum tidak memberikan hasil yang memuaskan karena timbulnya berbagai persepsi yang keliru dalam penyelesaian kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup oleh sebagian besar aparat penegak hukum dan masyarakat. Sulitnya proses pembuktian disebabkan oleh banyaknya faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran dan lemahnya profesionalitas aparat penegak hukum, serta mahalnya biaya finansial dan sosial (Financial and social cost) yang harus dipikul masyarakat umumnya memiliki posisi sosial ekonomi lemah, rumitnya birokrasi peradilan untuk kasus lingkungan sebagai kendala non-yuridis para korban percemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu partisipasi Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup sangat diharapkan terutama dalam hal memberikan penyuluhan, kegiatan lingkungan, penaatan, pencegahan, teguran dan tindakan hukum.
Untuk menjelaskan informasi tentang bagaimana peranan Polri dalam menangani kasus-kasus percemaran lingkungan hidup, maka dilakukan penelitian tentang "Otimalisasi peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup", dengan tujuan mempelajari faktor -faktor yang mempengaruhi peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup. Faktor-faktor apa sajakah yang perlu diprioritaskan didalam mengoptimalkan peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan lingkungan hidup.
Hipotesis penelitian ini adalah peningkatan pemahaman tentang aspek lingkungan hidup, pemahaman peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup dan kemitraan polisi dengan instansi terkait, masyarakat serta dukungan sarana laboratorium lingkungan hidup mempengaruhi terhadap optimalnya peranan polisi dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup. Lokasi penelitian ditentukan di Polres Jakarta Timur, yang merupakan salah satu Kepolisian Resort yang ada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian dibuat kerangka konsep penelitian yaitu dilakukan pemahaman hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh.
Di dalam penelitian ini ditentukan variabel penelitian sebanyak 92 variabel yang dikelompokkan dalam:
1. kelompok variabel terkait pemahaman tentang lingkungan hidup.
2. kelompok variabel yang terkait dengan pemahaman peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup.
3. kelompok variabel yang terkait dengan kemitraan responden dengan instansi terkait dan masyarakat.
Populasi penelitian adalah personil Polri sebagai responden yaitu Kepolisian Resort Jakarta Timur, dengan sampel 50 responden yang dipilih di setiap fungsi-fungsi yang ada di tingkat Polres. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, observasi lapangan, wawancara dengan instansi terkait, masyarakat dan studi literatur.
Data dianalisis secara deskriprif dengan pendekatan kualilatif dan kuantitatif, hipotesis diuji dengan menggunakan Analisis Faktor. Faktor Analisis atau analisis komponen utama (principal component analysis) yang merupakan salah satu metode analisis variabel banyak (multivariate analysis). Data diolah dengan program SPSS for Windows.
Berdasarkan hasil pengelolaan data dari 92 (sembilan puluh dua) variabel yang diasumsikan terkait dengan tujuan penelitian, diperoleh 23 (duapuluh tiga) faktor utama yang memberikan kontribusi penelitian. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum faktor-faktor yang berpengaruh dan perlu dipertimbangkan di dalam mengoptimalkan peranan Polri dalam menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup sebagai berikut:
1. Aspek pemahaman tentang lingkungan hidup.
Responden harus mengetahui kosep-konsep ekologi, dan dapat mengaplikasikan di wilayah tugas responden serta dapat mengidentifikasi dampak-dampak lingkungan yang dihasilkan oleh limbah industri maupun rumah tangga dan daerah yang sering tercemar dan rawan banjir.
2. Aspek pemahaman Peraturan Perundang-Undangan tentang Lingkungan hidup.
Responden harus mampu dan dapat menerapkan undang-undang tentang lingkungan hidup serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, jumlah penyidik bidang lingkungan hidup kurang memadai, informasi tentang lingkungan hidup, dan seringnya tidak tertangani akhirnya dilimpahkan ke instansi yang lebih berkompeten.
3. Aspek kemitraan responden terhadap instansi terkait dan masyarakat. Responden belum terlihat optimal untuk bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat, terlebih dalam memprakarsai kegiatan-kegiatan tentang lingkungan.
4. Pengadaan Laboratorium Lingkungan hidup di tingkat Kepolisian Resort dalam mendukung peranan Polri menangani kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup di Tempat Kejadian Perkara dalam menemukan bukti permulaan.
Dalam hal ini responden masih cenderung bersifat menunggu laporan dari masyarakat. Responden diharapkan dalam melaksanakan tugas seharusnya mengutamakan tindakan preventif daripada represif.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan untuk:
1. Mengadakan pelatihan, pendalaman tentang lingkungan hidup secara rutin dan terpadu antara Polri, Jaksa, Hakim, LSM, Instansi terkait untuk menciptakan satu visi tentang lingkungan hidup.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana di tingkat Polres seperti membuat identifikasi lingkungan hidup atau laboratorium lingkungan.
3. Personil Polri diharapkan lebih proaktif dalam melakukan tindakan pencegahan yaitu melalui penyuluhan, bimbingan, kegiatan-kegiatan lingkungan, pemantauan, patroli, dan penegakan hukum.

The Optimallization of Police Role in Handling Living Environment Pollution Cases (A Case Study on Living Environment Pollution Cases Handling at East Jakarta Resort Police Jurisdiction]The empowerment program of Policemen is one of the alternatives to solve environmental cases that recently increased fast both in its quality and quantity. Development based on environmental insight requires the involvement of all the Indonesians including the Police Force to take care of the sustained capability of environment through environmental management. Development activities is not giving positive impact only but also negative impact This become the constraint to create development based on environmental insight and it can be observed during the times where many cases of environment pollution can not he handled well by the government. The facts indicated that the implementation of law enforcement still not giving satisfied results because of wrong perception in handling environment pollution by law enforce apparatus and community. The difficulties to proof environment pollution resulted by many factors for example weakness of law enforce apparatus professionalism, expensive of financial and social cost that must be carried by the people, and complexity of judicature bureaucracy where sometimes it becomes non juridical constraint for environment pollution victims. Therefore participation of police in this case is really required particularly in giving information, arrangement, prevention, warning, and law action.
To explain how police role in handling living environment pollution cases, research was done with title "The Optimallization of Police Role in handling Living Environment Pollution Cases (a case study on living environment pollution cases handling at East Jakarta Timur Resort Police jurisdiction)". The objective of this research was to know what factors influence police role in handling living environment pollution cases and what factors must be the priority to increase police role in handling living environment pollution cases.
The research hypotheses was increasing of living environment understanding, living environment regulations and partnership with related instances, community and supporting of environment laboratory were very influence to the optimally of police role in handling living environment pollution cases. East Jakarta Resort Police was chosen as the research location with consideration this Resort Police is one of the biggest Resort Police in DKI Jakarta. To achieve the research objective, researcher made a research concept frame that is relationship understanding among influenced variables. There are 92 research variables that divided into 3 groups namely:
1. Variables that related with living environment understanding
2. Variables that related with living environment regulations understanding
3. Variables that related with partnership among respondent, community and related instances.
50 respondents were chosen randomly at all function level of East Jakarta Resort Police. Data collecting conducted by field observation, structured interview with respondents, related instances and community. The obtained data were analyzed descriptively by qualitative and quantitative approaches and hypotheses were tested by factor analysis. Analysis factor or principal component analysis is one of the multivariate analysis methods.
According to data processing output from 92 variables that assumed have relation with research objective, 23 main factors obtained giving significant influence, Research result concluded that generally there are 3 main factors influenced the optimally of police role in handling living environment pollution cases, they are:
1. Living environment understanding aspect
Respondent must understand ecology concepts and able to apply it in his/her duty area, able to identify environmental impacts produced by industrial waste and domestic waste and flood sensitive area.
2. Living environment regulations understanding
Respondent must able to apply the regulations of living environment. number of environment investigator still not enough; little information of living. environment make police often to delegate living environment pollution cases to the competent instance,
3. Partnership aspect among respondent. related instance and community Respondent do not yet make optimal partnership related instance and community particularly to initiative living environment activities.
4. It is needed to build an living environment laboratory at Resort Police level to support polices' role in handling living environment pollution cases to find initial evidences
In this case respondent still waiting the report from community. Respondent must doing preventive action than repressive action.
Based on these results, it was suggested:
1. To make an integrated regular training about living environment among police, lawyer, attorney, NGO and related instances to create one vision about living environment management,
2. To increase the infrastructures at Resort Police level for example build an environment laboratory.
3. Police must more proactive in doing prevention action through giving information, guidance, monitoring, patrol and enforcement."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, David
"Masalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia tidak hanya menyangkut tentang pemahaman masyarakat yang belum memadai, namun juga penegakan hukum yang dirasa masih lemah. Pelanggaran HaKI seperti pembajakan, pemalsuan, peniruan, pengakuan terhadap beragam hasil karya cipta milik orang lain atau institusi lain sering diidentinkkan dengan perilaku kriminal karena adanya kerugian secara ekonomi, padahal pelanggaranpelanggaran tersebut hanyalah sebagian saja dari fenomena HaKI yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan. Skripsi ini membahas mengenai penerapan aspek hukum oleh penyidik Polri dalam penanganan kasus tindak pidana di bidang merek, dan skripsi ini mengambil suatu studi kasus yaitu kasus Merek Bell 999 dan Prima Bell. Tindak pidana yang dibahas dalam skripsi ini merupakan tindak pidana tanpa hak menggunakan Merek Bell 999 dan Prima Bell 999 yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik Bambang Santoso dengan merek Bell + lukisan dan Super Bell + lukisan untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan dengan tersangka : HAJI HERRY DJUWASA, yang dimana telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 91 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Penulisan Skripsi ini menyarankan kepada Pimpinan Polri, hendaknya melakukan kebijakan dalam memberikan petunjuk yang jelas kepada setiap penyidik Polri dalam menerima laporan polisi terutama yang berhubungan dengan tindak pidana dibidang merek, agar tidak bertentangan dengan Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara RI, sehingga proses penyidikan tindak pidana merek dapat berjalan sesuai dengan ketentuan.

Problem of Intellectual Property Rights in Indonesia is not only connected with the lack of people?s understanding, but also the law enforcement. Breaking the rules of Intellectual Property Rights like piracy, counterfeit products, copying and claiming of other people?s or organization?s Property Rights usually identify as a crime because of the financial loss. On the other hand those crimes are only few of Intellectual Property Rights Phenomenon that become a current topic. This Undergraduate Thesis examines about The Law Implementation By POLRI Investigator in Trademark Crime Case Handling capturing the case study : Bell 999 and Prima Bell. The suspect, HAJI HERRY DJUWASA was using the same brand without right - Bell 999 and Prima Bell 999 - while the original brand is Bell + lukisan and Super Bell + lukisan owned by Bambang Santoso. The suspect was breaking the Regulation of Article 91 Law of Republic of Indonesia Number 15 Year 2001 Regarding Marks. This Undergraduate Thesis suggests that The Chief of POLRI to make specific regulation for POLRI Investigator to handle Trademark Crime. Therefore the investigator won't face the wrong way to handle the Trademark Crime having the reality that the Regulation of KAPOLRI Number 12 Year 2009 is not alligned with the Trademarks Regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S271
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saptadi Agung Priharyanto
"Tesis ini meneliti tentang pendampingan dan penegakan hukum kasus KDRT. Korban KDRT membutuhkan pendampingan karena ketahanan individunya terganggu. Maka akan memberi pengaruh terhadap ketahanan keluarga, ketahanan lingkungan, ketahanan masyarakat dan ketahanan nasional. Secara normatif pendampingan korban KDRT yang merupakan pemenuhan hak-hak korban telah diupayakan secara maksimal sehingga penanganan menjadi lebih optimal. Dalam prakteknya pendampingan korban kasus KDRT itu terdapat kendala.
Penelitian kualitatif ini dengan pendekatan deskriptif analisis. Metodologi dengan wawancara mendalam dengan berpedoman dimana penulis menyembunyikan peran berharap agar mendapat informasi yang lebih banyak dari informan dengan fenomenologi data primer dan data sekunder. Data primer dari wawancara mendalam berpedoman dengan 4 (empat) tempat studi kasus yaitu di LBH APIK, P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, Bareskrim Polri dan Polres Metro Jakarta Timur. Sedangkan data sekunder dari berbagai literatur, baik berupa buku, artikel surat kabar, leaflet, internet.
Penelitian ini memfokuskan penegakan hukum dan pendampingan korban KDRT. Dan untuk pendampingan korban KDRT karena merupakan kasus yang spesifik tidak seperti kasus-kasus lain memerlukan penguatan, pemulihan dan pemberdayaan. Untuk kendala dalam hal ini pelaku kasus KDRT tidak ditahan menjadikan korban ketakutan. Adanya perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum dalam hal ini polisi dengan korban KDRT, sehingga proses hukum terhambat. Di Kepolisian kasus KDRT dianggap sebagai kasus rumah tangga diselesaikan secara non ligitasi (solusi damai saja). Pertanyaan di pihak Kepolisian menyudutkan korban. Maka peluang terjadinya kasus KDRT adalah dengan tidak ditahannya pelaku ancaman tindak kekerasan akan kembali muncul lagi, yang mengancam keselamatan korban. Solusi damai tidak cukup untuk menangani kasus KDRT berpeluang kondisi psikis mengalami trauma menjadi-jadi mengingat pengalaman kekerasan yang dialami, Pertanyaan yang menyudutkan akan menjadikan korban tidak percaya diri dan tidak mau memakai jalur hukum dengan berbagai alasan.

This thesis examines the law enforcement and assistance in the domestic violence (KDRT) cases. The domestic violence victims need assistance because their individual resistance is disturbed so it will give an influence on family resilience, environmental sustainability, community and national resilience. Normatively the assistance of domestic violence victims that represent the fulfillment of the rights of victims have been pursued maximally so that the handling becomes more optimal. In practice, there are many constraints in assisting the domestic violence victim cases.
This qualitative research represents descriptive analysis approach with methodology of in-depth interviews in which the author undercover his role on hoping in order to obtain more information from informants with the phenomenology of primary data and secondary data. The primary data of the in-depth interviews are guided with 4 (four) places of case studies namely at LBH APIK, P2TP2A of DKI Jakarta Province, National Police Criminal Investigation (Bareskrim Polri) and Polres Metro Jakarta Timur while the secondary data are from various literature, in the form of books, newspaper articles, leaflets, and Internet.
This study focused on the law enforcement and assistance to the domestic violence victims. The assistance to the domestic violence victims is a specific case, not like other cases that require reinforcement, recovery, and empowerment. The constraint in this case is that the doers are not arrested so that the victims of domestic violence become afraid. The different perception between law enforcement officers in this case the police and victims of domestic violence cause the legal process hampered. In the police, the domestic violence cases are considered as household affair that should be resolved in non-litigation (peaceful solution only). The questions by the police are cornering the victims. Thus, the chances of domestic violence cases, because the doers are not arrested, the threats of violence will be repeated, that threaten the safety of the victim. Peaceful solution is not sufficient to handle domestic violence cases since it is likely that psychic condition will get trauma, due to the violence that they experienced. The cornering questions will make the victims have no self-confidence and do not want to take legal action with a variety of reasons.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Roberto K.
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penanganan yang dilakukan oleh Subdit Fismondev Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya beserta hambatan yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Untuk mendapatkan informasi dan data yang diinginkan, peneliti melakukan wawancara mendalam dan observasi. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengetahui langkah-langkah yang ditempuh oleh polisi dalam menangani kasus penipuan dalam kegiatan pencucian uang dan hambatan yang mereka hadapi dalam melakukan proses tersebut. Dari analisa tersebut, peneliti memberikan beberapa saran terhadap penyelesaian hambatan-hambatan yang dialami oleh polisi tersebut ketika melakukan tugasnya.

The main objective of this research is to understand the problems that are faced by Subdit Fismondev Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya in order to solve money laundering cases. This research uses qualitative approach method. Researcher uses deep interview and observation in order to gain supporting infotmation and data. Also, this research has an objective to search out step by step how the police officers solve the money laundering cases and the problems that are faced by police officers in the process of it. From the analyze, researcher reccomends some alternative solution that might be useful to solve those problems."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>