Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130901 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yuanda Zara
"ABSTRAK
Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games keIV pada tahun 1962. Beberapa kajian telah mengungkapkan tentang upaya Indonesia untuk mengampanyekan ke dunia luar bahwa Asian Games 1962 adalah bukti Indonesia sebagai kekuatan besar baru di dunia. Namun, belum banyak dibahas soal bagaimana representasi Asian Games 1962 sendiri di dalam negeri, khususnya di ruang publik lokal. Di dalam tulisan ini dibahas bagaimana sebuah surat kabar di Yogyakarta, Kedaulatan Rakjat, selama sekitar sebulan (1 Agustus hingga 5 September 1962) menggambarkan perhelatan Asian Games 1962 kepada pembacanya. Representasi Indonesia dan Asian Games di Kedaulatan Rakjat
ada di berbagai halaman dan kolom, mulai dari berita utama (headline), tajuk rencana, halaman olahraga, hingga halaman advertensi. Ditemukan bahwa laporan dan pandangan yang disajikan Kedaulatan Rakjat setidaknya fokus pada dua aspek. Pertama, Indonesia adalah tuan rumah yang baik karena telah berusaha keras mempersiapkan Asian Games 1962 dengan serius, cermat, dan menyeluruh. Kedua, Indonesia adalah peserta Asian Games yang
penuh prestasi, berlawanan dengan pandangan umum bahwa Indonesia adalah anak bawang. Temuan lain adalah bahwa berbeda dari kampanye resmi negara yang senantiasa menekankan keberhasilan Indonesia di Asian Games, Kedaulatan Rakjat melalui kritiknya memperlihatkan bahwa sebagai tuan rumah Indonesia sebenarnya masih banyak memiliki kekurangan. "
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anita
"Tesis ini membahas tentang peran dan dampak iklan penggalang dana kemerdekaan dari surat kabar “Kedaulatan Rakjat” terhadap proses pengumpulan dana untuk perjuangan revolusi. “Kedaulatan Rakjat” merupakan surat kabar lokal yang muncul ketika masa revolusi kemerdekaan, dan surat kabar ini dijadikan media promosi aktivitas-aktivitas penggalangan dana kemerdekaan. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah respon dari kebijakan penggalangan dana yang sebelumnya telah dibuat oleh pemerintah, seperti Fonds Kemerdekaan Indonesia yang pada saat itu dibentuk di setiap kabupaten/kota, Pinjaman Nasional 1946, dan undian uang negara. Berbeda dengan penelitian-penelitian lain yang telah membahas studi tentang “Kedaulatan Rakjat” pada periode revolusi yang umumnya lebih banyak menyoroti dari sisi wacana atau pemberitaan dan tajuk rencana dengan pendekatan politik, penelitian ini berfokus kepada hubungan antara pers dengan perjuangan revolusi dari sisi yang belum banyak dikaji orang, yaitu dimensi perjuangan ekonomi dan melalui perspektif kolom iklan. Bagaimana iklan penggalang dana kemerdekaan dari “Kedaulatan Rakjat” sejak 1945–1948 bisa berkontribusi terhadap aktivitas pengumpulan dana ketika masa revolusi adalah permasalahan dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dan iklan penggalang dana kemerdekaan dalam surat kabar “Kedaulatan Rakjat” akan dianalisis menggunakan pendekatan analisis wacana dari Teun A. van Dijk. Objek penelitian yang dipilih ini bermanfaat untuk memperkaya historiografi sejarah media massa Indonesia. Lalu dengan adanya penggunaan sumber arsip dan surat kabar sezaman, tulisan ini mampu mengungkap fakta bahwa keberhasilan penggalangan dana didukung oleh media promosi iklan yang berhasil menggalang partisipasi berbagai lapisan masyarakat.

This postgraduate thesis discusses the role and impact of an advertisement for independence fundraising from “Kedaulatan Rakjat” newspaper on the process of independence fundraising for the revolutionary struggle. “Kedaulatan Rakjat” was a local newspaper that emerged during the independence revolution, and this newspaper was used as a medium for promoting independence fundraising activities. These activities were a response of fundraising policies that had previously been made by the government, such as the Indonesian Independence Fonds where was formed in every district, the National Loan 1946, and the state money lottery. In contrast to other studies that have discussed the study of "Kedaulatan Rakjat" in the revolutionary period which generally focused on the discourse or news aspect and editorials with a political approach, this research focus on the relationship between the press and the revolutionary struggle from the side that has not been widely studied by people, namely the dimensions of economic struggle and through the perspective of the advertising column. How the advertisement for independence fundraising from “Kedaulatan Rakjat” from 1945–1948 could contribute to fundraising activities during the revolutionary period, it is the research problem. This study uses the historical method and advertisements for independence fundraising in the newspaper "Kedaulatan Rakjat" will be analyzed using a discourse analysis approach by Teun A. van Dijk. The object selected in this study to enrich the historiography of Indonesian mass media. Then, the using of archival sources and contemporary newspapers, this study can reveal the fact that the success of fundraising was supported by advertising campaign which has succeeded to mobilize participation of various levels society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Rahayu
"ABSTRAK
Permasalahan yang dikaji dalam artikel ini adalah bahwa Indonesia, pada masa revolusi dan sesudahnya dalam keadaan ekonomi yang masih memprihatinkan dan terpuruk. Ada banyak konflik dan pergolakan di dalam negeri, salah satunya adalah ancaman perpecahan (disintegrasi). Meskipun demikian, pemerintah Indonesia sangat berhasrat agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games, padahal setiap penyelenggaraan Asian Games memerlukan dana yang sangat besar. Motif paling utama yang mendorong Indonesia menjadi tuan rumah adalah agar dapat mengangkat nama dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Oleh karena itu, berapapun persyaratan atau biaya penyelenggaraan yang dikeluarkan, menurut Presiden Sukarno (Pemerintah RI) tidak perlu dipermasalahkan. Pada tahun 1958, Indonesia berhasil terpilih dan ditunjuk oleh Asian Games Federation (AGF) untuk menjadi tuan rumah AG IV 1962. Dalam Asian Games IV 1962, Indonesia memperoleh sukses ganda, yaitu sukses menjadi tuan rumah atau suksesnya penyelenggaraan dan mendapat prestasi menjadi juara umum kedua se-Asia di bawah Jepang sebagai Juara Umum Asia. Prestasi ini menjadi prestasi terbaik Indonesia dalam sejarah penyelenggaraan Asian Games yang hingga kini belum bisa diulang kembali."
Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018
790 ABAD 2:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miqdad
"Dewasa ini, penyelenggaraan mega-event olahraga telah menjadi aktivitas diplomatik. Berbagai negara memperebutkan hak sebagai tuan rumah mega-event olahraga—mendemonstrasikan kapabilitas mereka dengan mengharapkan konsekuensi positif dari penyelenggaraan itu. Namun, berbagai episode sejarah membuktikan bahwa tidak ada jaminan pasti bahwa negara penyelenggara akan menemui hasil positif yang diharapkan. Keputusan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018 terlihat merupakan pilihan berisiko tinggi, seiring dengan berbagai problematika yang ia hadapi. Kendati demikian, setelah Asian Games 2018 berakhir, Indonesia dinobatkan “sukses” menyelenggarakan mega-event olahraga tersebut—menemui hasil positif yang signifikan. Melihat fakta tersebut, penulis menilai bahwa Indonesia berhasil membangun strategi diplomasi olahraga yang efektif untuk menyiasati tantangan yang hadir selama pengerjaan Asian Games 2018. Maka dari itu, skripsi ini mempertanyakan bagaimana strategi diplomasi olahraga Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018. Untuk meneliti hal tersebut, penulis membangun kerangka analisis yang diadopsi dari kerangka konsep networked sport diplomacy (Murray, 2018) dan strategi diplomasi olahraga (Abdi, et.al, 2018). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan data yang bersumber dari narasumber, dokumen resmi, publikasi resmi pemerintah, buku, artikel akademik, dan situs berita terpercaya. Penelitian ini menemukan bahwa sebagai tuan rumah Asian Games 2018, Indonesia berhasil mengimplementasikan strategi diplomasi olahraga yang efektif. Secara spesifik, Indonesia menciptakan strategi diplomasi olahraga yang mengedepankan inklusivitas—membangun jaringan aktor yang luas, variatif, dan kolaboratif—dengan mengakomodasi kepentingan setiap aktor yang terlibat. Strategi ini digerakkan oleh dua prinsip: pemenuhan tuntutan OCA dan prinsip diplomasi membumi. Jaringan aktor meliputi aktor negara dan non-negara, pada tingkat domestik dan internasional. Berbagai aktor terlibat berkolaborasi di bawah satu visi yang sama—Asian Games 2018 yang sukses. Berbagai interaksi tersebut memiliki peran-peran spesifik yang beragam dalam menghasilkan Asian Games 2018 yang sukses.

In recent times, the hosting of mega sporting events has become a diplomatic activity. Various countries compete for the rights to host sporting mega-events—showcasing their capabilities and expecting positive consequences from hosting them. However, historical episodes have proven that there is no guarantee that the host country will achieve the expected positive outcomes. Indonesia's decision to host the 2018 Asian Games seemed like a high-risk choice, considering the various challenges it faced. Nevertheless, after the conclusion of the 2018 Asian Games, Indonesia was hailed as a "success" in organizing the sporting mega-event—achieving significant positive results. Based on these facts, the author believes that Indonesia successfully built an effective sports diplomacy strategy to overcome the challenges encountered during the preparation of the 2018 Asian Games. Therefore, this research questions Indonesia's sports diplomacy strategy as the host of the 2018 Asian Games. To investigate this matter, the author adopts an analytical framework derived from the concept of networked sport diplomacy (Murray, 2018) and sports diplomacy strategies (Abdi, et al., 2018). This research is a descriptive qualitative study that utilizes data from source persons, official documents, government publications, books, academic articles, and reliable news websites.This research finds that as the host of the 2018 Asian Games, Indonesia successfully implemented an effective sports diplomacy strategy. Specifically, Indonesia created a sports diplomacy strategy that emphasized inclusivity—building a wide, diverse, and collaborative network of actors, accommodating the interests of all involved parties. This strategy was driven by two principles: meeting the demands of the Olympic Council of Asia (OCA) and the principle of diplomasi membumi. The network of actors includes both state and non-state actors at domestic and international levels. Various actors collaborated under a shared vision of a successful 2018 Asian Games. These interactions played diverse and specific roles in producing a successful Asian Games in 2018. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Rahayu
"Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bahwa Indonesia, dalam keadaan ekonomi yang masih memprihatinkan dan terpuruk, ada banyak konflik dan pergolakan di dalam negeri, serta terancam oleh perpecahan (disintegrasi), tetapi pemerintah Indonesia begitu berhasrat menginginkan agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah penyelenggaraan AG IV tahun 1962. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka beberapa pertanyaan yang penting diajukan antara lain: Pertama, apa sajakah yang menjadi motivasi atau tujuan Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan AG IV? Kedua, apa saja manfaat atau keuntungan yang ingin dicapai Indonesia dengan berperan sebagai tuan rumah penyelenggaraan AG IV tahun 1962 di Jakarta?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Pertama, motif yang mendorong pemerintah Indonesia yang begitu berhasrat ingin menjadi tuan rumah AG IV tahun 1962, antara lain: 1. Untuk mengangkat nama, harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata internasional; dan 2. Mendukung meningkatkan kemajuan prestasi olahraga yang dapat mengharumkan nama baik Indonesia di mata internasional. Oleh karena itu, apa pun persyaratan dan berapapun biaya untuk penyelenggaraan Asian Games bagi Presiden Sukarno (Bung Karno) tidak penting, tidak masalah, karena dampak politis, ekonomis dan budayanya dianggap jauh lebih besar dari semua biaya yang dikeluarkan itu. Walaupun pada akhir dari penyelenggaraan AG IV Indonesia mendapat sanksi dari federasi olahraga dunia, Internasional Olympic Commetee (IOC) karena mencampuradukkan olahraga dengan politik. Namun, secara umum langkahlangkah atau kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia justru mendapat simpati dan dukungan dari Negara-negara Dunia Ketiga. Dengan demikian, motivasi pemerintah Indonesia untuk mengangkat nama Indonesia di pentas dunia internasional dapat tercapai. Demikian pula wibawa pemerintah sedikit banyak meningkat pula.
Kedua, Pencapaian atau prestasi Indonesia dalam penyelenggaraan AG IV tahun 1962 adalah prestasi ganda karena Indonesia mampu meraih prestasi dalam dua hal, yaitu: 1. Suksesnya penyelenggaraan AG IV dengan baik, aman dan lancar; dan 2. Indonesia meraih Juara Umum ke-2 se Asia (menempati posisi tertinggi ke-2 dalam perolehan medali), dan hal ini merupakan sebuah prestasi terbaik dari empat kali keikutsertaan dalam Asian Games sebelumnya, baik pada AG I (1951), AG II (1954) dan AG III (1958). Bahkan, hingga saat ini, prestasi terbaik menjadi dua besar se-Asia atau menempati posisi kedua semacam itu belum pernah terulangi kembali.

The issue in this research is Indonesia in worst buried economic conditions and have much of problems, more than political conflict, and also in danger was be threatened of disintegration, but the Indonesian government very desire to propose or bidding necessitate Indonesia eager can to be selected to hold or can to become the host for the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta. Some important question necessary tobe awards are: First, what kinds of motivation that push Indonesia government goals to become the host for the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta? Seconds, what kinds of benefit can be obtained of Indonesian government to become the host for the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta?
The result of this research had found some conclutions or shows that:
First, the motivate that pushed Indonesian government goals to hold the fourth Asian Games in 1962 at Jakarta is to increase the name and prestige of Indonesia and also to increase some progress or to advance good obtained or good achievement in sport that also can help increase the name and prestige of Indonesia in the world. Therefore, whatever or however requirements and howmuchever the cost of it according President Sukarno (Bung Karno) it?s not important to be thinking about or it?s not problems. Because, the impact of its in politics, economics and cultures is so bigger than of all the cost have been expended. Eventhough at last of the end of the fourth Asian Games festival Indonesia get some punishment from Internasional Olympic Commetee (IOC) coused of Indonesian government policy confuse to mixing or mix up the sports with politics. Nevertheless, in generally case, all of the Indonesia government policy in fact get more good respectfully or get more sympathy from some under developing countries or the third world countries. However, the motivate of Indonesia government to bring honor or to increase the name and prestige of Indonesia in the world had been success. Therefore, in this moment also make increase gradually the prestige or the authority of Indonesian government.
Seconds, the successfully of Indonesia in held the fourth Asian Games festival is double success, these are success in application of holding the fourth Asian Games festival and success in good obtained in sport competition. Indonesia can held the fourth Asian Games festival in save and peace. Beside of its, Indonesian Atletics is also get the best achievement in sport in four Asian Games festival, among others are: first Asian Games, 1951, seconds Asian Games, 1954 and thirth Asian Games 1958. Indonesian Atletics get seconds rank or seconds position in medals obtained in this fourth Asian Games festival. Till nowadays the best achievement in sport then get seconds rank or seconds position in medals obtained in Asia like above, become the winners or become the seconds champion in Asia never gets again or never been repeated."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31764
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suwirta
"ABSTRAK
Tesis ini berusaha untuk menjelaskan adanya perbedaan dan persamaan pandangan antara surat kabar Merdeka di Jakarta dengan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, dalam menanggapi kejadian dan persoalan yang dinilai penting pada masa revolusi di Indonesia. Dengan mengkaji dan menginterpretasi terhadap kolom tajuk rencana, catatan pojok, dan karikatur yang disajikan oleh kedua surat kabar itu -- dimana ketiga variable itu biasanya dianggap sebagai visi dan jatidiri sebuah pers --studi ini menunjukkan bahwa dalam menanggapi masalah strategi perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan RI dan masalah Persetujuan Linggarjati, surat kabar Merdeka dan Kedaulatan Rakjat ternyata memiliki ""suara"" yang berbeda. Sedangkan dalam menanggapi masalah berdirinya Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan, kedua surat kabar itu, tentu saja, memiliki pandangan yang sama yaitu menentang dan mengecamnya sebagai tindakan akan mengganggu keutuhan kemerdekaan RI.
Apa yang disuarakan oleh surat kabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta itu, bagaimanapun, tidak bisa dilepaskan dari pandangan, sikap, dan pendirian para redaktur peri. sebagai pengelola surat kabar yang bersangkutan. Dalam hal ini maka pandangan dan sikap Pemimpin Umum dan P'mimpin Redaksi surat kabar Merdeka, yaitu B.M. Diah dan R.M. Winarno; serta pandangan dan sikap Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi surat kabar Kedaulatan Rakjat, yaitu Bramono dan Soemantoro pada masa awal revolusi perlu diperhatikan. Pandangan dan sikap mereka selama revolusi indonesia, sesungguhnya sangat diwarnai oleh latar belakang pendidikan, usia, agama, sosial, orientasi ideologi, kepentingan politik, dan pengalaman mereka masing-masing.
Ketika para redaktur pers dihadapkan pada masalah politik penting pada masa awal revolusi, yaitu apakah usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu akan dilakukan dengan cara ""bertempoer"" atau ""beroending"", pro-kontra terhadap masalah itu melanda kalangan pers juga. Tidak terkecuali dengan surat kabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta. Adalah menarik bahwa kedua surat kabar itu memiliki ""suara"" yang berbeda dalam menanggapi masalah menentukan strategi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu. Dalam hal ini faktor keadaan dan tempat di mana kedua surat kabar itu diterbitkan, selain faktor orientasi ideologi-politik tentunya, merupakan salah satu penyebab dari adanya perbedaan pandangan, sikap, dan pendirian para redaktur persnya. Sebagai redaktur pers yang tinggal di Jakarta dan menyaksikan secara langsung kekuatan tentara Sekutu (Inggris) dan Belanda) yang menduduki daerah itu di satu sisi, serta melihat masih lemahnya pemerintah dan tentara Indonesia di sisi lain, maka surat kabar Merdeka (dalam hal ini B.M. Diah dan R.M. Hinarno) berpandangan bahwa politik diplomasi itu sangat penting untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya dengan para redaktur pers yang tinggal di kota pedalaman, seperti surat kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, yang tidak merasakan kehadiran tentara Sekutu dan menyaksikan gelora semangat dari badan-badan perjuangan yang ada, maka jalan pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan RI itu merupakan keharusan. Pandangan dan sikap Soemantoro, sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar Kedaulatan Rakjat, yang dekat dengan tokoh-tokoh politik oposisi yang bergabung dalam organisasi Persatuan
Perjuangan (PP), menyebabkan surat kabar itu berpandangan
sangat kritis dan bersikap menentang politik diplomasinya pemerintah.
Dalam menanggapi masalah Perundingan Linggarjati, surat
kabar Merdeka dan Kedaulatan Rakjat juga memiliki ?suara? yang
berbeda. Dalam hal ini faktor kepentingan politik, merupakan
salah satu penyebab dari adanya perbedaan pandangan dan sikap
kedua surat kabar itu. Keterlibatan B.H. Diah (Pemimpin Umum
surat Rabar Merdeka) dalam pergumulan politik di Parlemen KNIP
dan kedekatannya dengan tokoh-tokoh politik oposisi yang
bergabung dalam kubu Benteng Republik (BR), menyebabkan surat
kabar Merdeka yang dikelolanya itu bersikap sangat kritis dan
menentang kebijaksanaan politik pemerintah yang mau menerima
hasil-hasil Perundingan Linggarjati. Sebaliknya dengan surat
kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta. Akibat tekanan yang
dilakukan pemerintah terhadap Pemimpin Redaksinya, Soemantoro,
yang selalu menentang politik diplomasi; dan masuknya Hadikin
Wonohito yang moderat menggantikan kedudukan Bramono sebagai
Pemimpin Umum. menyebabkan surat kabar Kedaulatan Rakjat
bersikap mendukung kebijaksanaan politik pemerintah dan
menerima hasil-hasil Perundingan Linggarjati.
Secara umum, kehidupan pers pada masa revolusi Indonesia,
bagaimanapun, memiliki dinamikanya yang khas. Sebagai
institusi sosial yang lahir di tengah-tengah perubahan sosial
yang cepat, pers mampu menyajikan berita (news) dan memberikan
pandangan-pandangan (views) yang sangat bebas. Dengan demikian
sikap pro-kontra, simpati-antipati, dan moderat-radikal yang
ditunjukkan pers pada masa revolusi itu merupakan sesuatu yang
wajar, sebagai manifestasi dari nilai-nilai dan semangat
kemerdekaan. Kebebasan pers pada masa revolusi Indonesia juga
nampak dari bentuk bahasa dan gayawacana (mode of discourse)
yang digunakan. Pers acapkali menggunakan bahasa yang bersifat
tegas, terus terang, emosional, dan bahkan kasar kepada pihak-
pihak yang dipandang sebagai lawan. Dalam hal ini kepada pihak
Belanda dan kepada orang-orang Indonesia yang mau bekerjasana
dengan Belanda -- seperti nampak dalam menanggapi masalah
berdirinya Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan -- pers
Indonesia nengecam dan menyerangnya dengan bahasa yang kasar
dan emosional. Kepada pihak pemerintah RI sendiri, pers
Indonesia juga sering bersikap kritis apabila pihak yang
pertama itu, dalam pandangan pers, kebijaksanaan politiknya
dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai dan semangat kemerdekaan,
Pertumbuhan pers pada masa revolusi selain didorong oleh
pemerintah RI juga didukung oleh masyarakat. Pemerintah RI
sangat berkepentingan dengan keberadaan dan pertumbuhan pers
itu untuk menunjukkan kepada masyarakat dunia, terutama tentara
Sekutu yang menjadi pemenang dalam Perang Dunia II, bahwa dalam
revolusi Indonesia juga terdapat unsur-unsur kehidupan yang
demokratis. Adanya parlemen, partai-partai politik, dan pers
yang bebas dan mandiri, bagaimanapun, dipandang sebagai ciri
dari sebuah negara nasional yang demokratis. Karena itu
penerintah RI selain mendorong pertumbuhan pers, membiarkan
juga kebebasan pers di Indonesia. Menghadapi suara-suara pers
yang kritis dan oposisional kepada pemerintah, misalnya, pihak
terakhir itu bersikap cukup demokratis, yaitu membiarkannya
sepanjang tidak mengganggu keamanan dan ketertiban. Namun
dalam perkembangan selanjutnya, kekebasan pers pada masa
revolusi itu bukannya tanpa restriksi. Terhadap pers yang
bersikap kritis dan oposisional itu, dengan dalih membahayakan
keselamatan negara dan menggangu ketertiban masyarakat,
pemerintah RI akhirnya melakukan tekanan-tekanan juga kepada
pers. Tekanan yang dilakukan pemerintah RI terhadap pers itu
tidak dalam bentuk penbredeilan -- karena tindakan seperti itu
dianggap tidak demokratis -- melainkan dengan penahanan atau
penangkapan terhadap Pemimpin Umun atau Pemimpin Redaksi
sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam memberikan
warna pada suara dan visi Surat kabar yang bersangkutan.
Sesungguhnya, dengan tindakan pemerintah yang seperti itu sudah
cukup bagi pers yang semula bersikap kritis dan oposisional
kepada pemerintah, berubah menjadi pers yang bersikap moderat
dan akomodatif, sebagaimana ditunjukkan pada kasus surat kabar
Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta pada masa revolusi Indonesia."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Library as one of information systems has vital role in collecting,arranging and spreading information to public who need it. Library has strategic position in learning public because its role is to collect,arrange and prepare knowledge recording to read and study...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi Marhaen Pratopo Eko Setyatmojo
"Thesis ini membicarakan lentang interaktivitas surat kabar online di Indonesia. Interaktivitas merupakan salah satu karakteristik media online yang tidak dimiliki oleh media massa tradisional sehingga merupakan suatu keunggulan media baru. Dalam menelaah interakiivitas surat kabar online, penulis menggunakan landasan leori budaya teknologi dari Amold Pacey yang berpendapat praktek teknologi tidak semata-mata persoalan teknis, tapi juga menyangkut aspek budaya dan aspek organisasi Pacey membuat diagram segitiga paraktek teknologi yang masing-masing sudutnya mewakili aspek kultural, aspek organisasi dan aspek teknik. Ketiga aspek tersebut ia sebut sebagai makna umum teknologi, sedangkan aspek leknik sebagai makna terbatas teknologi.
Untuk mengetahui penerapan teknologi interaktif dalam surat kabar online di Indonesia, penulis melakukan observasi terhadap 45 situs surat kabar online yang termuat dalam direktori Indonesia Media (ht1p://www_media_or_id) serta mengirim kuesioner kepada pengelola surat kabar tersebut. Hasil pengamatan itu dianalisis dan dan diinterprelasikan untuk mengelompokkan surat kabar sampel berdasarkan tingkat interaktivitasnya.
Hasil pengamatan tersebut menunjukkan sedikitnya penerapan teknologi interaktif dalam surat kabar online di Indonesia. Potensi lain yang melekat pada media baru juga belum banyak dimanfaatkan oleh surat kabar online di Indonesia, misalnya penyajian berita terkini dengan updating terus menerus (real time). Dari surat kabar yang diamati, sebagian besar surat kabar sampel masuk kategori content online non interactive (53,3%), sedang yang termasuk content online interaktif 22,2%, dan content nononline 24,4%. Dan data tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar surat kabar online di Indonesia belum merupakan media online yang sebenamya, tapi sekedar situs web dan surat kabar tradisionalnyai.
Minimnya fasilitas interaktif itu tenadi karena kemunculan surat kabar online tidak dilandasi dengan konsep pengembangan ataupim visi yang kuat sesuai dengan karakteristik media baru. Para pengelola media hanya memperhatikan aspek teknis dari surat kabar online dan tidak memperhitungkan aspek budaya dan aspek organisasi dari teknologi media bam. Sebagian besar surat kabar online dibuat sekadar mengikuti tren dengan tujuan memperluas pembaca tradisionai surat kabar yang bersangkutan, karena dengan muncul di Intemet, setiap orang bisa mengaksesnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T5437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Lidya
"Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan pengawasan iklan di Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah Industri Perik lanan dan Masyarakat. Melalui wawancara dan studi pustaka, terlihat bahwa perangkat peraturan dan aparat pengawasan iklan sudah ada. Demikian pula kepedulian terhadap perkembangan iklan1 ada pada semua unsur pengawasan. Hanya
saja pelaksanaan pengawasan kurang optimal karena masalah-masalah sosial dan, ekonomi yang dihadapi oleh masing-masing unsur pengawasan. Sec:ara khusus diteliti kasus iklan pengobatan tradisional pada surat kabar yang mendapat teguran Deppen RI, karena pelanggaran ketentuan legal dan etis, serta pelaksanaan pengawasan semua pihak yang terkait terhadap
iklan pengobatan tradisional tersebut. Ternyata pelanggaran ketentuan yang terjadi misalnya sec:ara sengaja atau tidak menggunakan kata-kata yang
memberi janji atau jaminan, serta tidak etis, disamping juga tidak memenuhi persya ratan admini stratif untuk pengiklanan produk pengobatan tidak terlepas dari kurangnya pembinaan pada bidang usaha dan kelemahan pengawasan. Peng awasan juga menjadi kurang efektif, karena bersifat reaktif , tidak kontinyu dan tidak dilakukan secara menyeluruh pada semua unsur pengawasan. Hasil peoelitian analisis isi merupakan data penunjang
untuk mengenal bentuk dan isi iklan pengobatan tradisional, sekaligus untuk memperlhatkan bahwa ikla sebagai suatu pesan memiliki kekuatan persu si, melanggar ketentuan atau tidak. Kalaupun iklan tersebut melanggar, pembuat iklan yang paling bertanggungjawab terhadap penyalahgunaan iklan
tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S4106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[T.t.] Publication Section of Internaional Village for the fourth Asian Games Djakarta 1962
992.07 I 285
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>