Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152723 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Kristanti
"Hipertensi tidak terkontrol merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting karena berkaitan dengan kesakitan ataupun kematian akibat penyakit kardiocerebrovaskular. Salah satu penyebab terjadinya hipertensi tidak terkontrol adalah peningkatan berat badan/IMT. Penelitian longitudinal mengenai pengaruh peningkatan IMT terhadap kejadian hipertensi tidak terkontrol masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan trend prevalensi hipertensi tidak terkontrol selama 6 tahun, dan pengaruh peningkatan IMT terhadap kejadian hipertensi tidak terkontrol. Menggunakan desain longitudinal pada data Studi Kohor Faktor Risiko Tidak Menular tahun 2011-2018. Populasi adalah kelompok usia 25-65 tahun yang telah mengalami hipertensi pada awal penelitian, kemudian dipantau setiap tahun selama 6 tahun. Sampel berjumlah 924 pada awal penelitian, dengan respond rate 75% – 88%. Analisis data menggunakan GEE. Hasil penelitian didapatkan bahwa dalam periode pemantauan selama 6 tahun, prevalensi hipertensi tidak terkontrol pada orang dewasa di Kota Bogor adalah sebesar 62,7% pada tahun pertama 67,6% pada tahun kedua, 64,2% pada tahun ketiga, 63,3% pada tahun keempat, 71% pada tahun kelima, dan 73,6% pada tahun keenam. Terjadi kecenderungan peningkatan kejadian hipertensi tidak terkontrol pada beberapa tahun terakhir pemantauan. Dari hasil analisis GEE pada semua kelompok subjek, risiko terjadinya hipertensi tidak terkontrol sebesar 1.163 kali (OR 1.163; 95% CI: 0.970-1.394) pada subjek yang mengalami peningkatan IMT ≥ 1 kg/m2 dalam satu tahun dibandingkan subjek yang tidak mengalami peningkatan IMT, setelah dikontrol oleh umur, status merokok dan tahun pemantauan. Sedangkan pada kelompok dengan status gizi normal dan berlebih yang kemudian mengalami peningkatan IMT ≥ 1 kg/m2 dalam satu tahun, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami hipertensi tidak terkontrol, dengan OR 1,513 (95% CI: 1.020-2.244) dan OR 1,968 (95% CI: 0,963 –3.754) dibandingkan dengan kelompok yang sama yang tidak mengalami peningkatan IMT. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi program pengendalian hipertensi di Indonesia.

Uncontrolled hypertension is an important health problem because it is associated with morbidity and mortality due to cardiocerebrovascular disease. One of the causes of uncontrolled hypertension is an increase in body weight/BMI. Longitudinal studies regarding the effect of increasing BMI on the incidence of uncontrolled hypertension are still limited. This study aims to obtain an overview and trend of prevalence of uncontrolled hypertension for 6 years, and the effect of increasing BMI on the incidence of uncontrolled hypertension. Using longitudinal data on the Cohort Study of NCD Risk Factors in 2011 - 2018. The population was the age group 25-65 years who have experienced hypertension at the start of the study, then monitored every year for 6 years. The sample amounted to 924 at the beginning of the study, with a respond rate of 75%-88%. Analysis data with GEE. The results showed that in the 6-year monitoring period, the prevalence of uncontrolled hypertension on adults in Bogor City was 62.7% in the first year; 67.6% in the second year, 64.2% in the third year, 63.3% in the fourth year, 71% in the fifth year, and 73.6% in the sixth year. There was a trend that the incidence of uncontrolled hypertension increased in the last few years of monitoring. From the results of GEE analysis in all groups of subjects, the risk of uncontrolled hypertension was 1.163 times (OR 1.163; 95% CI: 0.970-1.394) in subjects who experienced an increase in BMI ≥ 1 kg/m2 in one year compared to subjects who did not experience an increase in BMI, after being controlled by age, smoking status and year of monitoring. Whereas in the group with normal and overweight who then experienced an increase in BMI ≥ 1 kg/m2 in one year, had a greater risk of developing uncontrolled hypertension, with OR 1.513 (95% CI: 1.020-2.244) and OR 1,968 (95 % CI: 0,963 –3.754) compared to the same group that did not experience an increase in BMI. The results of this study are expected to be an input for hypertension control programs in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wurisastuti
"Hipertensi tidak terkontrol merupakan masalah kesehatan global karena dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular. Salah satu factor terjadinya hipertensi tidak terkontrol adalah perilaku tidak sehat seperti kebiasaan merokok. penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan trend hipertensi tidak terkontrol selama 7 tahun pengamatan dan menilai besaran hubungan perilaku merokok dengan hipertensi tidak terkontrol pada orang dewasa yang dikontrol oleh kovariat lainnya selama 7 tahun pengamatan. Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal, dimana subjek yang sama diukur outcome dan pajanannya berulang pada setiap tahun pengamatan. Sumber data berasal dari data Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular tahun 2011-2019. Populasi adalah responden yang mengalami hipertensi di awal penelitian. Analisis data multivariate dilakukan dengan analisis Generalized Estimating Equations (GEE) dengan Working Correlation Structure (WCS) Autoregressive (1). Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa prevalensi hipertensi tidak terkontrol pada orang dewasa selama 7 tahun pengamatan di Kota Bogor mengalami penurunan dari 87,0% pada tahun pertama menjadi 76,4% pada tahun ke-7 pengamatan. Asosiasi perilaku merokok dengan hipertensi tidak terkontrol berbeda berdasarkan waktu. Selama 7 tahun pengamatan, hubungan perilaku merokok dengan hipertensi tidak terkontrol sebesar 2,15 (AOR=2,150; 95%CI: 1,657-2,789) setelah dikontrol variable lain. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi program pengendalian hipertensi di Indonesia untuk lebih menegaskan upaya berhenti merokok pada masyarakat terutama penderita hipertensi.

Uncontrolled hypertension is a global health problem because it can increase the risk of death from cardiovascular disease. One of the factors for uncontrolled hypertension is unhealthy behavior such as smoking. This study aims to determine the trend of uncontrolled hypertension for 7 years of observation and assess the magnitude of the relationship between smoking behavior and uncontrolled hypertension in adults controlled by other covariates during 7 years of observation. This study is a longitudinal study, where the same subject is measured for outcomes and repeated exposures in each year of observation. The data source comes from data from the 2011-2019 Non-Communicable Disease Risk Factor Cohort Study. The population is respondents who have hypertension at the beginning of the study. Multivariate data analysis was performed using Generalized Estimating Equations (GEE) analysis with Autoregressive Working Correlation Structure (WCS) (1). The results of this study showed that the prevalence of uncontrolled hypertension in adults during the 7 years of observation in Bogor City decreased from 87.0% in the first year to 76.4% in the 7th year of observation. The association of smoking behavior with uncontrolled hypertension differs by time. During 7 years of observation, the relationship between smoking behavior and uncontrolled hypertension was 2.15 (AOR=2,150; 95%CI: 1,657-2,789). The results of this study are expected to be input for hypertension control programs in Indonesia to further emphasize efforts to stop smoking in the community, especially people with hypertension."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Dwi Hasriani
"Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kematian pada kelompok kardiovaskular. Obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang terhadap progresivitas dari prediabetes menjadi DM tipe 2 dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Kondisi prediabetes dengan obesitas meningkatkan risiko kejadian PJK berdasarkan Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). Penelitian ini menggunakan desain studi kohor retrospektif dengan data sekunder studi kohor faktor risiko PTM tahun 2011-2018. Sampel adalah 493 penduduk penduduk dewasa yang obesitas yang menjadi responden Studi Kohor Faktor Risiko PTM, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil analisis multivariat menggunakan cox regression setelah dikontrol dengan usia dan durasi obesitas menemukan bahwa prediabetes memiliki nilai HR=0,80 (95%CI:0,462-1,387), p=0,429, yang berarti hubungan prediabetes dengan kejadian PJK pada penduduk dewasa yang obesitas tidak bermakna secara statistik.

Coronary Heart Disease (CHD) is a leading cause of death in the cardiovascular group. Obesity could increase a person's risk of progression from prediabetes to type 2 DM and increase the risk of cardiovascular disease. Prediabetes with obesity increases the risk of CHD events based on Cardiometabolic Disease Staging (CMDS). This study was used a retrospective cohort study design using secondary data on NCD Risk Factor Cohort Study in 2011-2018. The sample was 493 obese adult respondents in population of NCD Risk Factor Cohort Study whom met this study inclusion and exclusion criteria. The results of multivariate analysis using cox regression after being controlled by age and duration of obesity found that prediabetes had HR = 0.80 (95% CI: 0.462-1.387), p = 0.429 which means the relationship between prediabetes with CHD events in obese adult respondents was not statistically significant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Indriyati
"Pemantauan kualitas hidup pada penderita sindrom metabolik perlu dilakukan secara berkelanjutan, untuk mencapai status kesehatan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan menilai peran perubahan status sindrom metabolik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL). Pendekatan studi menggunakan desain follow up prevalence sebagai turunan dari cross sectional yang merupakan bagian dari studi kohor induk. Diagnosis SM ditegakkan ketika jumlah kriteria SM >3 dari 5 faktor risiko menggunakan data studi kohor faktor risiko PTM yang dikelola oleh Balitbangkes Kemenkes RI di Kecamatan Bogor Tengah dalam 4 periode pemantauan tahun 2011-2018. HRQoL diukur melalui wawancara langsung terhadap 874 responden menggunakan kuesioner SF-36 dan EQ-5D-5L. Perubahan status SM yang dapat diidentifikasi adalah: SM persisten (6,8%); SM memburuk (12,8%), SM membaik (10,3%), dan tidak SM (70,1%). Kriteria SM pada periode pemantauan T4 yaitu: obesitas sentral pada laki-laki 23,2% dan perempuan 78,6%; kadar HDL rendah pada laki-laki 31% dan perempuan 36,4%; hipertensi 35,5%; trigliserida tinggi >150 mg/dl adalah 21,9%; serta gula darah puasa tinggi >100 mg/dl adalah 38,2%. Gambaran HRQoL dari hasil pengukuran kuesioner SF-36 yaitu 50,3% memiliki kualitas hidup baik pada dimensi fisik dan 51% baik pada dimensi mental. HRQoL EQ-5D-5L untuk profil status kesehatan adalah 95,7% tidak bermasalah pada dimensi kemampuan perawatan diri; sedangkan masalah yang paling besar adalah pada dimensi ketidaknyamanan (rasa nyeri) seebanyak 76,8%. Pada skala EQ-VAS responden dengan kategori HRQoL rendah sebanyak 8,5% memiliki nilaidi bawah rerata EQ-VAS orang Indonesia pada umumnya. Ada interaksi dalam hubungan perubahan status SM dengan HRQoL pada dimensi fisik berdasarkan faktor riwayat penyakit penyerta (PTM), Analisis multivariat regresi logisttik ganda membuktikan bahwa perubahan status SM yang berinteraksi dengan riwayat penyakit penyerta (PTM: jantung, strok, DM, kanker) memberikan efek HRQoL rendah pada dimensi fisik sebesar POR (95%CI) = 27,5 (10,3-73,2) dan strata tidak memiliki penyakit penyerta sebesar = 9,2 (5,7 – 15,0) setelah dikontrol oleh umur, status kesehatan mental, perubahan IMT, rutinitas periksa kesehatan dalam setahun, dan pengetahuan. Efek interaksi yang dijelaskan menggunakan nilai rasio peluang disebut interaksi multiplikatif dan ini penting dalam menjelaskan hubungan kausalitas bahwa perubahan status SM yang memburuk sebagai penyebab rendahnya HRQoL dimensi fisik. Rekomendasi mengembangkan upaya sinergi dengan instansi terkait dalam menentukan progam intervensi kesehatan dan Germas yang memungkinkan untuk diintegrasikan dalam studi kohor PTM di Kota Bogor.

Monitoring the quality of life in patients with metabolic syndrome needs to be carried out on an ongoing basis, to achieve a better health status. This study aims to assess the role of changes in metabolic syndrome status on health-related quality of life (HRQoL). The study approach uses a follow-up prevalence design as a cross-sectional derivative which is part of the main cohort study. The diagnosis of MS is enforced when the total number of criteria for MS >3 from 5 risk factors using a cohort study data of NCD risk factors managed by the Research and Development Center of the Ministry of Health of Indonesia in Central Bogor District in 4 monitoring periods 2011-2018. HRQoL was interviewed with 874 participants using the SF-36 and EQ-5D-5L questionnaires. Changes in MS status that can be identified are: persistent MS (6.8%); worsened MS (12.8%), improved MS (10.3%), and no MS (70.1%). The criteria for MS in the fourth monitoring period were: central obesity in males 23.2% and females 78.6%; low HDL levels in men 31% and women 36.4%; hypertension 35.5%; high triglycerides >150 mg/dl is 21.9%; and high fasting blood sugar> 100 mg/dl is 38.2%. The HRQoL description from the SF-36 questionnaire is 50.3% have a good quality of life on the physical dimension and 51% have a good quality of life on the mental dimension. HRQoL EQ-5D-5L for the health status profile is 95.7% without problems on the dimension of self-care ability; while the biggest problem is the dimension of discomfort (pain) as much as 76.8%. On the respondent's EQ-VAS scale with a low HRQoL category of 8.5% has a value below the average EQ-VAS of Indonesians in general. There is an interaction in the relationship between changes in MS status and HRQoL on the physical dimension based on the history of co-morbidities (NCD). Low HRQoL in the physical dimensions of POR (95% CI) = 27.5 (10.3-73.2) and without comorbidities of = 9.2 (5.7 – 15.0) after adjusting for age, mental health status, changes in BMI, routine health checks in a year, and knowledge. The effect modifications are explained using the probability ratio is called the multiplicative interaction is important in explaining the causal relationship that worsening MS status changes low HRQoL physical dimension. Recommendations for developing a synergy program with related agencies in determining health and Germas intervention programs that allow them to be integrated into the NCD cohort study in Bogor City."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Indriyati
"Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang prevalensinya cukup tinggi. Kenaikan prevalensi sejalan dengan bertambahnya usia khususnya pada wanita yang telah memasuki masa menopause. Obesitas sering terjadi pada wanita usia pertengahan dibanding pria, hal ini menjadi penyebab mengapa berat badan sering mempengaruhi tekanan darah pada wanita.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan kegemukan dengan hipertensi pada wanita postmenopause dengan melakukan analisis data sekunder: studi kohor faktor risiko penyakit tidak menular di kelurahan Kebon Kalapa, kec. Bogor Tengah, Kota Bogor tahun 2011. Penelitian dilakukan dengan disain Cross Sectional.
Hasil: Proporsi responden yang mengalami kegemukan 74,6% dan hipertensi 52,4%. Prevalens rasio (PR) hipertensi 1,51 kali lebih besar terjadi pada responden yang gemuk (95% CI: 1,12-2,04, p value = 0,003). Analisis multivariat dengan Cox Regression yaitu setelah dikendalikan dengan variabel confounding: umur, pendapatan keluarga dan riwayat penyakit kronis, maka PR hipertensi pada reponden yang gemuk sebesar 1,38 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berat badan normal (95% CI: 0,92?2,07).
Kesimpulan: kegemukan pada wanita postmenopause dapat meningkatkan risiko hipertensi dan dipengaruhi oleh faktorfaktor risiko lain seperti umur, riwayat penyakit kronis dan kondisi sosial ekonomi, sehingga perlu dilakukan antisipasi sejak dini dengan meningkatkan perilaku hidup sehat dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat khususnya wanita.

Hypertension is a public health problem that prevalence is quite high. The increase in prevalence with age , especially in women who have entered menopause. Obesity is common in middle-aged women than men, and this is also the reason why weight frequently affects blood pressure in women than men.
Objective:To determine the relationship of obesity with hypertension in postmenopausal women with secondary data analysis: the baseline cohort study of risk factors for non-communicable diseases in Kebon Kalapa, Central Bogor, Bogor City in 2011. Methods: Cross sectional study design.
Results: The proportion of overweight is 74.6 % and 52.4 % for hypertension . Prevalence ratios ( PR ) hypertension 1.51 times greater in obesity ( 95 % CI : 1.12 to 2.04 , p value = 0.003). Multivariate analysis using Cox Regression. Upon controlled potential confounding variable is the variable age , family income and a history of chronic disease , the prevalence rate of hypertension in obese respondents was 1.38 times higher compared with those who had normal weight (95 % CI is 0.92-2.07).
Conclusion: Obesity in postmenopausal women may increase the risk of increased blood pressure , and is also influenced by other risk factors such as age , history of chronic disease and socioeconomic conditions , so it needs to be done early anticipation by increasing healthy behavior and health education for the community , especially women."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati Tuminah
"Latar belakang: Hipertensi, DM, dan stres psikologis masih menjadi masalah kesehatan yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Tujuan: menilai kejadian hipertensi dan besaran risiko akibat efek gabungan antara DM dan stres psikologis pada orang dewasa. Metode: Analisis menggunakan data sekunder Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (FRPTM). Disain studi yaitu studi kohor retrospektif. Populasi: Data penduduk berusia 25 tahun ke atas (saat baseline) yang menjadi responden Studi Kohor FRPTM di Kota Bogor, Jawa Barat. Inklusi: Data yang lengkap pada wawancara/pengukuran/ pemeriksaan. Eksklusi: Data subyek yang hipertensi saat baseline. Sampel: Data penduduk berusia 25 tahun ke atas (saat baseline) yang menjadi responden Studi Kohor FRPTM di Kota Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 3165 data subyek dianalisis dengan regresi Cox. Hasil: Hipertensi yang ditemukan sebanyak 207 orang (6,6%). Relative risk (RR) untuk terjadinya hipertensi akibat adanya efek gabungan antara DM dan stres psikologis sebesar 2,20 dengan 95% CI (1,030—4,711) setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan obesitas. Interaksi yang didapatkan bersifat sinergis (positif). Kejadian hipertensi yang disebabkan karena interaksi sebesar 30%. Kesimpulan: Kelompok subyek dengan DM dan stres psikologis berisiko untuk terjadinya hipertensi sebesar 2,20 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok subyek tanpa DM dan tanpa stres psikologis dengan hubungan yang bermakna secara statistik. Kata kunci: Diabetes, stres psikologis, hipertensi

Background: Hypertension, DM, and psychological distress are still health problems that cannot be fully controlled. Purpose: to assess the proportion of hypertension and the magnitude of the risk due to the combined effect of DM and psychological distress in adults. Methods: Analysis using secondary data of Cohort Study on Non-Communicable Disease Risk Factors (NCDRF). The study design was a retrospective cohort study. Population/sample: Data of respondents of the NCDRF Cohort Study in Bogor City, West Java aged 25 years and over (at baseline). Inclusions: Complete data on interviews/ measurements/examinations. Exclusion: Data of hypertensive subjects at baseline. A total of 3165 subject data were analyzed with Cox regression. Results: Hypertension was found in 207 people (6.6%). The relative risk (RR) for the occurrence of hypertension due to the combined effect of DM and psychological distress is 2.20 with a 95% CI (1.030-4.711) after controlling for gender and obesity. The interactions obtained are synergistic (positive). The incidence of hypertension caused by interactions is 30%. Conclusion: The group of subjects with DM and experiencing psychological stress has a risk of developing hypertension by 2.20-fold higher rather than the group of subjects without DM and without psychological distress with a statistically significant association.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaeni
"Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang sangat serius akibat setiap tahun terjadi peningkatan dan salah satu
kontributor terhadap angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular
di seluruh dunia. PJK yang didiagnosis adalah 46%. Infark miokard pada wanita
usia 50 tahun. Perubahan pola hidup yang ditandai dengan meningkatnya wanita
lansia khususnya wanita yang memasuki masa menopause yang merupakan salah
satu faktor risiko terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Hasil dari
penelitian-penelitian tersebut mendukung bahwa wanita yang memasuki tahap
menopause berisiko meningkat secara signifikan terserang penyakit jantung
koroner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status
menopause dengan kejadian penyakit jantung koroner di Kelurahan Kebon Kalapa
Kecamatan Bogor Tengah Tahun 2011. Penelitian ini merupakan analisis data
sekunder studi kohor faktor risiko penyakit tidak menular Tahun 2011 dengan
desain cross sectional. Analisis data menggunakan stratifikasi dan analisis
multivariat menggunakan Logistic Regression. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa prevalensi PJK sebesar 71,3% dan status menopause 55,7%. Berdasarkan
hasil multivariatnya menunjukkan bahwa wanita yang mengalami menopause
memiliki risiko 1,6975 kali terhadap kejadian penyakit jantung koroner
dibandingkan responden wanita yang tidak mengalami masa menopause dengan
95% CI (1,0662-2,7025 dan p value 0,026 setelah dikontrol variabel stress. Odds
wanita yang mengalami stress 0,5635 kali lebih besar untuk menderita kejadian
penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami
stress (faktor protektif) dengan interval kepercayaan 95% sebesar 0,3506 – 0,9058
dan p value 0,018.

Coronary Heart Diseases categorized into serious health problems due to the
increasing oMuch research in this last decade reported the relation between the
status of menopause with of coronary heart disease. Found that menopause
causing a myocardialf its prevalence every year. Its one of the contributors to the
global burden of disease and mortality in the world, where 46% of this disease
was myocard infarct in women whom their ages 50 years. Changing of people
lifestyle was one of the risk factors to the increasing of the disease in community.
The objective of this study was to investigate the association between stage of
menopause wih coronary heart diseases in Kebon Kalapa sub district central
Bogor in 2011. This in a cross sectional study, utilized the data secondary study
cohort of the disease of non communicable diseases. The inclusion criteria was
Kebon Kalapa resident whom their ages less or more than 50 years. The data
analysis was performed with stratification and logistic regression multivariate
analysis. The results of study showed the prevalence of coronary heart diseases
was 71,3% dan state menopause 55,7%. The result of multivariate analysis
showed that the women with menopause had 1,6975 risk to get coronary heart
diseases compared to the women who did not, after controlling for covariate, the
history of coronary heart diseases (PR = 1,6975, 95% CI 1,0662-2,7025 dan p
value 0,026 ) after control for variables the stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyana Santika Sari
"Penderita obesitas di dunia terus meningkat tidak hanya di negara maju namun negara berkembang seperti Indonesia. Peningkatan kejadian obesitas ternyata juga sejalan dengan peningkatan kejadian Sindrom Metabolik (SM) salah satunya adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Pengukuran obesitas yang selama ini dilakukan belum akurat. ABSI menggabungkan hasil ukur lingkar pinggang dengan IMT dan tinggi badan sebagai upaya mencari indikator antropometri baru yang lebih valid dalam menggambarkan bahaya dari kegemukan dan obesitas. Sedangkan untuk memperkiraan kejadian Diabetes agar menjadi lebih akurat diperlukan durasi obesitas. Aktivitas fisik diduga menjadi faktor utama yang mempengaruhi kejadian obesitas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain studi kohor retrospektif. Analisis penelitian menggunakan survival dengan regresi cox. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 2.591 orang dewasa dengan obesitas di 5 Kelurahan di Kota Bogor.
Hasil penelitian ini menunjukkan ketahanan terhadap DM Tipe 2 paling rendah terjadi pada orang obesitas yang melakukan aktivitas fisik rendah dibandingkan dengan yang beraktifitas sedang dan tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi survival time antara lain umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, asupan karbohidrat, dan asupan lemak.

Obese people in the world continue to increase not only in developed countries but developing countries like Indonesia. The increase in the incidence of obesity was also in line with the increase in the incidence of Metabolic Syndrome (SM), one of which was Type 2 Diabetes Mellitus. Obesity measurements that had been carried out had not been accurate. ABSI combines waist circumference measurements with BMI and height in an effort to find new anthropometric indicators that are more valid in describing the dangers of obesity and overweight. Whereas to estimate the incidence of diabetes in order to be more accurate the duration of obesity is needed. Physical activity is thought to be the main factor affecting the incidence of obesity.
This study uses a quantitative approach using a retrospective cohort study design. Research analysis uses survival with cox regression. The number of samples in this study was 2,591 obese adults in 5 villages in the city of Bogor.
The results of this study showed the lowest resistance to Type 2 DM occurred in obese people who did low physical activity compared to those with moderate and high activity. Other factors that affect survival time include age, sex, family history, carbohydrate intake, and fat intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Dewi Susilawati
"Kriteria utama obesitas menurut WHO adalah IMT namun obesitas sentral lebih berhubungan dengan risiko kesehatan dibanding obesitas umum Tujuan penelitian untuk mendapatkan cut off point dari ketiga indikator dalam mendeteksi terjadinya DMT2. Juga untuk mengetahui hubungan obesitas dengan indikator IMT, LP dan rasio LP-TB dengan terjadinya DMT2 dan menentukan indikator mana yang lebih baik dari ketiganya. Desain Cross Sectional. menggunakan data sekunder. Analisis menggunakan regresi logistic dan metode ROC.
Hasil : prevalensi DMT2 9,1% dan prevalensi obesitas berkisar 38,37 % - 41,98 % Nilai cut off obesitas umum IMT ≥ 25,72 kg/m2, LP laki-laki ≥ 80,65 cm perempuan ≥ 80,85 cm dan LP-TB laki-laki ≥ 0,51 perempuan ≥ 0,55.
Kesimpulan : orang dengan obesitas meningkatkan risiko terjadinya DMT2 setelah dikontrol faktor umur. Karena hasil ketiga indikator tidak jauh berbeda, maka penggunaanya tergantung keputusan praktisi kesehatan itu sendiri.

The WHO's major obesity criteria is BMI but central obesity is more associated to health risks than general obesity. The objective of the research is to define the cut off points of the three measurements in detecting the occurrence of T2DM. It is also aimed to examine the relationship of obesity indicators (BMI, WC, and WHtR) with T2DM and determine the best indicator of them. Design of Cross Sectional employs secondary data. Analysis apply logistic model and ROC method.
The result: prevalence of type 2 DM is about 9.1%, and obesity prevalence is about 38.37 % to 41.98 %. The cut off values of BMI general obesity, male WC, female WC, male WHtR, and female WHtR are ≥ 25.72 kg/m2, ≥ 80.65 cm, ≥ 80.85 cm, ≥ 0.5, and ≥ 0,55 respectively.
Conclusion: adjusted by age, obesity increases the risk of type 2 DM occurrence. Since there is no significantly different result, the use of obesity indicators depends on the health practitioner decisions.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Wahyu Wadarsih
"Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan kecacatan di tingkat global dan merupakan faktor risiko untuk penyakit kronis lainnya termasuk penyakit jantung iskemik dan gagal ginjal. Penelitian ini bertujuan menilai trend dan determinan hipertensi yang terkait dengan karakteristik individu dan gaya hidup. Desain penelitian ini adalah studi longitudinal dengan analisis time series memanfaatkan data studi kohor faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) tahun 2015-2017 di kota Bogor. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 711 responden. Analisis bivariat menggunakan uji repeated ANOVA, Friedman dan Wilcoxon, oneway ANOVA, Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney serta Chi-square. Sedangkan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian tahun 2015-2017 menunjukkan prevalensi hipertensi meningkat dari 31,9% menjadi 45,9%. Kenaikan juga ditunjukkan pada rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik, asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, natrium dan aktifitas fisik. Pada penelitian ini diperoleh faktor paling dominan mempengaruhi status hipertensi tahun 2015-2017 yaitu asupan karbohidrat berlebih. Responden dengan asupan karbohidrat berlebih berisiko 5,14-14,58 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan asupan karbohidrat cukup. Variabel lain yang berpengaruh terhadap status  hipertensi adalah status gizi, usia, jenis kelamin, asupan protein, kebiasaan merokok dan asupan lemak.

Hypertension is a leading cause of death and disability on a global level and is a risk factor for other chronic diseases including ischemic heart disease and kidney failure. This study aimed to assess trends and determinants of hypertension associated with individual characteristics and lifestyle. The design of this research was a longitudinal study with time series analysis utilizing cohort study data of risk factors for  Non-Communicable Diseases 2015-2017 in Bogor. The number of samples in this study were 711 respondents. Bivariate analysis used repeated ANOVA, Friedman and Wilcoxon, oneway ANOVA, Kruskal-Wallis and Mann-Whitney and also Chi-square tests. Meanwhile, the multivariate analysis used multiple logistic regression. The results of the 2015-2017 study showed that the prevalence of hypertension increased from 31.9% to 45.9%. The increase was also shown in the average systolic and diastolic blood pressure, energy, carbohydrates, protein, fat, sodium intake and physical activity. In this study, it was found that the most dominant factor affecting hypertension status in 2015-2017 was excess carbohydrate intake. Respondents with excess carbohydrate intake had a 5,14-14,58 times risk of developing hypertension compared to those with sufficient carbohydrate intake. Other variables that affect hypertension status were nutritional status, age, gender, protein intake, smoking habits and fat intake."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>