Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairunnisa Adani Nur Shabrina
"ABSTRAK

Karya sinematografi berupa film dan serial televisi, termasuk dalam bentuk ciptaan yang dilindungi. Dalam pembuatan suatu film maupun serial televisi tentu terdapat usaha dan kerja keras dari semua orang yang terlibat di dalamnya, bahkan seringkali dibutuhkan biaya tinggi. Akan tetapi, banyak pihak yang tidak bertanggung jawab mendistribusikan film dan serial televisi tersebut melaui penyediaan situs-situs layanan streaming video yang ilegal untuk kepentingan komersial, sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan pembajakan. Situs-situs tersebut pun dapat dengan mudah diakses secara gratis dimana salah satunya adalah situs indoxxi. Sementara itu, kemunculan berbagai penyedia jasa layanan streaming video yang legal pada saat ini, ternyata masih belum bisa menghapuskan keberadaan situs-situs penyedia jasa layanan streaming video yang ilegal. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan pendistribusian konten digital di internet, penyelenggaraan sistem elektronik pada situs indoxxi dan tanggung jawab hukum bagi penyelenggara situs layanan streaming video yang ilegal. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis, termasuk meneliti melalui bahan pustaka atau data sekunder. Selanjutnya, dari hasil penelitian ini didapati bahwa perjanjian lisensi merupakan elemen yang paling penting dalam rangka pendistribusian konten digital. Selain itu, terdapat bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh terkait dengan pelanggaran hak cipta dalam bentuk pembajakan tersebut.


ABSTRACT


Cinematographic works in the form of films and television series, included as the form of protected works. In making a film or television series, certainly there are a lot of effort and hard work from everyone involved in it, often high costs are needed. Unfortunately, many irresponsible parties are distributing these television films and series through the provision of illegal video streaming service sites for commercial purposes, which is can be called as piracy activities. These sites can also be easily accessed for free, one of it is indoxxi website. Meanwhile, the emergence of various legal video streaming service providers at the moment, it turns out, is still unable to eliminate the existence of sites that provide illegal video streaming services. The research aims to analyze the activities of distributing digital content on the internet, organizing electronic systems on indoxxi sites and legal responsibilities for providers of illegal video streaming service sites. This research is a normative juridical research, namely research conducted on written positive law, including researching through library materials or secondary data. Furthermore, from the results of this study it was found that the license agreement is the most important element in the context of the distribution of digital content. In addition, there are forms of dispute resolution that can be taken related to copyright infringement in the form of piracy.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Fadhilah Syahputra
"Anime adalah satu dari banyaknya bentuk karya sinematografi yang merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi. Perlindungan tersebut diberikan kepada pencipta serta pemegang hak cipta atas segala tindakan pelanggaran hak cipta seperti pembajakan. Hasil bajakan terhadap anime ataupun tayangan serial anime dapat didistribusikan secara luas baik secara fisik ataupun melalui internet. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif karena penelitian dilakukan menggunakan bahan pustaka atau data sekunder. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai pemegang hak cipta yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, para pihak yang bertanggung jawab, bentuk pertanggungjawaban, serta cara penyelesaian sengketa yang dapat muncul. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pembajakan anime atau tayangan serial anime yang tersebar di internet.

Anime is one of many forms of cinematographic works which is one of the copyright-protected works. This protection was given to the creators and the copyright holders from all forms of copyright infringement such as piracy. Those pirated content of anime or the show’s serials can be distributed globally both in physical form or through the internet. The research method used in this thesis is normative juridical for which the reason is the use of library materials or secondary data. In this research, the thesis will discuss in regards to the copyright holder who was given the legal protection based on Indonesian Copyright Law, the parties responsible for piracy, the forms of responsibilities, and also dispute resolution that can be taken in terms of a copyright infringement occurs. The research indicates that there is piracy occurring on the internet against anime or the anime serials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Fadhilah Ramadhina
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan Sarana Kontrol Teknologi dalam memberikan Perlindungan Hukum bagi Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Karya Cipta Lagu dan Musik terhadap penyedia layanan jasa situs download lagu secara ilegal secara gratis di Internet. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk meneliti rumusan permasalahan mengenai topik terkait. Untuk mengetahui hal tersebut, permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini diantaranya adalah urgensi perlindungan hukum dari adanya Sarana Kontrol Teknologi bagi Pemegang Hak Cipta terhadap situs download lagu secara ilegal, perbandingan pengaturan Sarana Kontrol Teknologi di Indonesia dan Amerika Serikat ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Digital Millenium Copyright Act (DMCA), dan menganalisis kasus-kasus penyedia layanan situs download lagu secara ilegal, serta peranan dan manfaat perlindungan hukum dari adanya Sarana Kontrol Teknologi bagi Pemegang Hak Cipta terhadap adanya pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penyedia layanan situs web download lagu secara ilegal.

This thesis discusses the arrangement of Technology Control Facilities in providing Legal Protection for Authors and Copyright Owners for Song Copyrights Music Against Illegal Song Download Service Providers for free Internet. This study uses a normative juridical method to examine the formulation of Problems regarding related topics. In order to know this, the problem studied in this thesis, including the urgency of legal protection from the existence of Technology Control for Copyright Holders against illegal song download sites, Comparison of the arrangement of Technology Control Facilities in Indonesia and United States in terms of Copyright Law Number 28 of 2014 concerning Copyright and the Digital Millenium Copyright Act (DMCA), and analyze cases of illegal song download site service providers, as well as the role and benefits of legal protection from the existence of Technological Control Facilities for Copyright Holders against copyright infringement commited by illegal song download website service providers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iyolla
"Penelitian ini mengeksplorasi hukum mengenai pembatasan dan pengesampingan hak cipta terkait soundtrack film yang diumumkan secara digital, dengan perbandingan antara hukum Indonesia dan Amerika Serikat. Setelah implementasi Perjanjian TRIPS yang menetapkan standar minimum untuk perlindungan kekayaan intelektual secara global, masing-masing negara memiliki fleksibilitas sehingga tingkat perlindungannya bervariasi. Di Indonesia, hukum hak cipta utamanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penelitian ini mendalami hak ekonomi dan hak moral sebagaimana diatur dalam undang-undang Indonesia, dan membandingkannya dengan kerangka hukum Amerika. Studi ini meneliti bagaimana format digital mempengaruhi penegakan dan pembatasan hak-hak tersebut, dengan mempertimbangkan konvensi internasional seperti Konvensi Bern dan TRIPS. Melalui analisis data doktrinal dan non-doktrinal, termasuk ketentuan undang-undang, yurisprudensi, dan wawancara dengan pemangku kepentingan, penelitian ini mengidentifikasi perbedaan kunci dalam batasan perlindungan dan pengesampingan hak cipta terhadap soundtrack film yang diumumkan secara digital. Temuan ini menyoroti tantangan dan potensi reformasi yang diperlukan untuk menyelaraskan undang-undang hak cipta, memastikan perlindungan yang lebih baik dan keseimbangan antara hak pencipta tanpa membatasi akses publik di era digital saat ini. Analisis perbandingan ini bertujuan untuk berkontribusi pada pemahaman teoritis dan penerapan praktis hukum hak cipta dalam sarana digital.

This study explores the legal nuances of copyright limitations and waivers concerning digitally announced film soundtracks, comparing Indonesian and United States laws. Following the implementation of the TRIPS Agreement, which set minimum standards for intellectual property protection globally, individual countries retain flexibility, leading to varying levels of protection. In Indonesia, copyright law is primarily governed by Law No. 28 of 2014 on Copyrights. This research delves into economic and moral rights as outlined in Indonesian legislation, contrasting these with the American framework. It examines how digital formats affect the enforcement and limitation of these rights, considering international conventions like the Berne Convention and TRIPS. By analyzing both doctrinal and empirical data, including statutory provisions, case law, and stakeholder interviews, the study identifies key differences in how copyright protection towards film sountracks that are digitally announced is limited and waived. The findings highlight the challenges and potential reforms needed to harmonize copyright laws, ensuring better protection and balance between creators' rights and public access in the digital era. This comparative analysis aims to contribute to the theoretical understanding and practical application of copyright law in digital media."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Mustadiansyah
"ABSTRAK
Program tayangan yang hadir dalam media televisi beraneka ragam. Dari banyaknya variasi program yang ditayangkan oleh televisi seringkali memunculkan pemaknaan tersendiri bagi khalayak yang mengkonsumsi teks atau pesan yang hadir pada media televisi. Salah satu kategori program yang ditayangkan televisi di Indonesia yang masih sangat disukai dan masih dinikmati oleh masyarakat sebagai khalayak adalah kategori drama, seperti FTV (Film Televisi). FTV identik dengan dengan cerita remaja yang memiliki cerita khas pada setiap judul yang tampil dengan adanya karakter dengan perbedaan kelas sosial masyarakat yang diawali dengan konflik dan berakhir dengan cerita cinta bahagia. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian
ini ingin melihat bagaimana pemaknaan dari khalayak kelas sosial masyarakat
menengah bawah yang selalu diceritakan pada tayangan tersebut. Melalui teori
analisis resepsi dengan melihat encoding-decoding serta analisis khalayak aktif pada teks dan pesan yang disajikan oleh tayangan FTV cerita remaja untuk mengetahui makna yang tercipta dalam benak khalayak yang berasal dati kelas sosial masyarakat menengah bawah.

ABSTRACT
Programs aired on television are vary. The variations of program often raise its own meaning for the audience who consume text or message presented from media television. One category of television programs broadcasted in Indonesia that is still very liked and still enjoyed by the public is drama category, one of them is FTV (Film Television). FTVs are identical with young/adult story which has distinctive narrative on each title that comes with character from different class social communities and usually begins with conflict and ends with a happy love story. Using that background, this study intends to see how the meaning of the audience of lower middle class society is always told on the show. This study uses the theory of reception analysis by looking at encoding-decoding as well as active audience analysis on the text and messages presented by the FTV show of teenage stories to know the meaning created in the mind of audience of lower middle class society."
2018
T50072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Pratomo
"Perkembangan industri televisi yang pesat di Indonesia telah mengakibatkan timbulnya persaingan antarstasiun. Sinetron merupakan program yang paling diandalkan oleh stasiun-stasiun untuk meraih pemirsa. Ini ditunjukkan dengan adanya frekuensi penayangan sinetron yang sangat tinggi. Sinetron pun mendominasi peringkat atas perolehan rating.
Permasalahan muncul ketika rumah produksi dan stasiun hanya berfikir untuk memenuhi target kejar-tayang. Dalam kondisi demikian, mutu sinetron tidak membaik. Tema-tema yang dimunculkan berkutat pada masalah perebutan harta, tahta, dan perselingkuhan. Intrik-intrik dendam, fitnah, dan kekerasan menjadi warna dominan sinetron kita. Sebagian lagi menyebutkan bahwa sinetron kita hanya menjual mimpi.
Untuk memahami permasalahan di atas, peneliti menggunakan dua konsep psikologi-sosial, yaitu konsep prososial dan antisosial. Konsep prososial dioperasionalisasikan ke dalam sejumlah indikator, seperti berkasih-sayang, tolong-menolong, dan bekerjasama. Sedangkan konsep antisosial dioperasionalisasikan ke dalam indikator-indikator seperti, penganiayaan, kekerasan, dan ucapan kasar.
Dengan teknik analisis isi, peneliti mengamati adegan-adegan di 229 episode sinetron yang ditayangkan di delapan stasiun nasional mulai tanggal 13 April sampai 10 Mei 2003. Koding dilakukan untuk mernperoleh deskripsi sinetron berdasarkan konsep prososial dan antisosial. Selanjutnya, uji korelasi dibuat untuk menjelaskan kuat/lemahnya hubungan antara frekuensi pemunculan adegan-adegan prososial dan antisosial dengan rating.
Hasil olahan data menunjukkan bahwa adegan-adegan antisosial lebih sering muncul, yaitu sebanyak 45,40%. Sebaliknya, persentase prososial adalah sebesar 41,73%. Meskipun selisihnya tidak terlalu besar, namun angka di atas menunjukkan bahwa adegan-adegan antisosial dalam sinetron kita bukan sekedar "bumbu" untuk menciptakan konflik ini menjauhkan fungsi sinetron sebagai "cermin" budi-pekerti luhur bangsa.
Sedangkan uji korelasi menunjukkan hubungan yang lemah antara pemunculan indikator antisosial dengan rating, yaitu 0,157 pada signifikansi 0,05. Begitu juga korelasi antara pemunculan indicator prososial dengan rating menunjukkan hubungan negatif yang sangat lemah, yaitu -0,039 pada signifikansi 0,05.
Angka di atas menjelaskan bahwa sinetron yang penuh adegan antisosial ternyata belum tentu digemari pemirsa (memiliki rating yang tinggi) seperti yang diasumsikan oleh beberapa ahli dan sebagian masyarakat. Umumnya sinetron yang memiliki rating tinggi adalah sinetron-sinetron yang menampilkan tema-tema yang "ringan" dan mudah dipahami.

A fast growth of television industry in Indonesia has affected a critical competition among television stations. TV cinema becomes a top-ranking program, which is relied on obtaining viewers by stations. A high quantity of TV cinema that is presented on screen and a significant top-ranking domination of TV rating has been evidence.
A question appears by the time a limited deadline goes to Production House and TV stations presenting a TV cinema. Quality does not become a priority. Idea creativity has been stuck on the theme of wealth-power struggle and dishonest relationship. Conspiracy, enmity, grudge, slander, and violence color TV cinema dominantly. Some people deem it as only a dreams peddler.
Order to understand the question, we applied a social-psychology concept that names prosocial and antisocial behaviors. We could operationalize the concept of prosocial behaviors in to a number of indicators, such as love and affection, giving mutual aid/assistance, and cooperation. On the other hand, the concept of antisocial behaviors could be applied in to a number of indicators, such as violence, mistreatment, and dirty talking.
By using a content analysis technique, researcher observed all scenes inside 229 episodes of TV cinema, which were aired on eight national TV stations starting on April 13 up to May 10, 2003. Researcher did a coding in order to understand a description of TV Cinema based on those two concepts. Moreover, researcher tried to explain a correlation between incoming prosocial and antisocial scenes and television viewers rating survey.
The findings shows that the frequency of incoming antisocial scenes is higher than the frequency of incoming prosocial one (45.40% : 41.73%). Even though it doesn't show a big discrepancy, but it shows that antisocial scene has not anymore been a tool in building a story conflicts. It has been a main color on screen. This condition keeps growing the TV cinema away from its ideal function: educative, informative, and the look of our national personality.
the other hand, correlation research found that there is a weak-positive relationship between the frequency of incoming antisocial scenes and television viewers rating survey (coefficient 0.157 at the level of significant 0.05). Then, the correlation between the frequency of incoming prosocial scenes and television viewers rating survey showed a very weak-negative relationship as well (coefficient -0.039 at the level of significant 0.05).
Findings explain that viewers do not always prefer a cinema, which shows high antisocial frequent scenes as being assumed by some experts and observers. Generally, viewers choose an easy-light theme of TV cinema as their preference."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T 11562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Adilina Saleha
"ABSTRAK
Web series merupakan hasil adaptasi dari program serial televisi yang disiarkan melalui Internet. Makalah ini membandingkan web series dan serial televisi untuk mengetahui apakah selain perbedaan platform penyiaran, terdapat juga perbedaan dalam penyampaian konten audiovisual, khususnya dalam teknik sinematografi dan suara. Hasil yang didapatkan dari membandingkan sinetron ldquo;Cinta dan Rahasia rdquo; dan web series ldquo;Sore rdquo; yang mempunyai target khalayak yang sama adalah terdapat perbedaan teknik sinematografi dan suara dari keduanya. Perbedaan yang paling terlihat terletak pada ukuran shot, point of view, pemakaian suara diegetic dan non-diegetic, serta dialog. Hal ini didasarkan oleh perbedaan kompleksitas konflik dan jumlah karakter. ldquo;Cinta dan Rahasia rdquo; memiliki konflik berkepanjangan serta karakter yang banyak, sedangkan ldquo;Sore rdquo; memiliki satu konflik utama yang sederhana dan sedikit karakter.

ABSTRACT<>br>
Web series is an adaptation from television serial program broadcasted through the internet. This paper compares webseries and television serial to find out whether there are differences in audiovisual content delivery especially in cinematography and audio techniques, apart from the broadcasting platform difference. The result from comparing ldquo Cinta dan Rahasia rdquo television serial and ldquo Sore rdquo web series which share the same target audience is that both have differences in cinematography and audio techniques. The most significant differences can be seen in shot sizes, point of view, diegetic and non diegetic sound, and dialogue. This result is caused by the differences between conflict complexities and the number of characters they have. ldquo Cinta dan Rahasia rdquo has prolonged conflicts and many characters, while ldquo Sore rdquo has one main conflict and only a few characters, thus making cinematography and audio techniques between the two different."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abdillah Sani
"Penelitian dalam tesis ini membahas mengenai persoalan penayangan
film-film dan sinetron-sinetron serial bertema horor di televisi, yang dewasa
ini nampak semakin marak. Semua stasiun televisi swasta memiliki jam
tayang khusus untuk cerita-cerita mistik tersebut, dengan berbagai judul,
RCTI memiliki Kembalinya Si Manis Jembatan AncoL dan Impian
Pengantin. Indosiar menayangkan Mariam: si Manis Jembatan Ancol dan
film-film misteri tiap Jum?at malam. An-Teve menayangkan Kisah Misteri
tiap Kamis malam. Demikian juga dengan SCTV, Misteri Mirah Delima
dan TPI dengan film-film horor yang sudah pernah di putar di bioskop.
jika diamati, dalam film-film tersebut ada kecenderungan terdapatnya
penyimpangan dari nilai-nilai yang sebenarnya diajarkan agama Islam
melalui Al-Qur?an dan hadist Rasulullah Muhammad SAW. Penyimpangan
mana diakibatkan kuatnya melebih-lebihkan fungsi hiburan, dengan maksud
menarik minat penonton. Bagi kalangan Ulama, tayangan ini dianggap
sebagai suatu hal yang merugikan upaya pembinaan mental keagamaan
masyarakat, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Namun demikian, berdasarkan penelitian ini diketahui, ternyata di
kalangan ulama sendiri meskipun sama-sama mendasarkan penilaian pada
A1-Qur?an dan Hadist, ulama yang berasal dari Nahdlatul Ulama (NU)
berbeda pandangan dengan ulama yang berasal dari kalangan
Muhammadiyah dalam menilai film dan sinetron horor tersebut. Bagi
kalangan ulama NU, sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab peninggalan
ulama terdahulu, pelukisan alam ghaib bukan merupakan hal yang asing,
sedangkan bagi kalangan Muhammadiyah, kepercayaan semacam itu
dianggap hanya akan membawa manusia ke arah kemusyrikan. Dengan
demikian, peniaian fungsional atau disfungsionalnya siaran televisi swasta
ini berbeda antara ulama dengan latar belakang golongan yang berlainan."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Satyo Ariadi
"Tesis ini membahas tentang Hak Terkait dengan Hak Cipta yang ada pada Televisi selaku Lembaga Penyiaran yang mempunyai Hak Eksklusif dan wajib memiliki Hak Siar dalam menyiarkan program acara maupun film yang juga melibatkan para Artis ataupun produser (pelaku) sebagai pengisi dalam program acara televisi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa Lembaga Penyiaran Televisi yang ada saat ini masih banyak yang melanggar Hak Terkait dengan Hak Cipta para pelaku seni. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya film yang diputar ditelevisi yang belum memiliki Hak Siar atas film tersebut. Seharusnya Lembaga Penyiaran Televisi membeli Lisensi atau memberikan Royalti pada Pelaku film tersebut karena Pelaku film tersebut memiliki Hak Eksklusif untuk membuat, memasarkan dan menyiarkan film tersebut. Dalam hal ini seharusnya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) membantu pemerintah dalam mengawasi penyiaran televisi secara ketat, dan diterapkannya Undang-undang yang berlaku untuk menindak secara tergas Lembaga Penyiaran Televisi yang melakukan pelanggaran Hak Terkait dengan Hak Cipta, khususnya Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

This thesis discusses the Neighbouring Rights that is on Television as having Broadcasters are required to have Exclusive Rights and Broadcasting Rights in broadcast and film programs that also involve the artist or producer (actor) as a filler in a television program. Based on research results obtained showed that the existing Television Broadcasters are still many who violate the Copyright Related Rights with the principals of art. It can be seen from the many films shown on television who have not had Broadcasting Rights for the film. Television Broadcasters should buy a license or give royalties to the actors the film because the film's actors have Exclusive Rights to make, market and broadcast the film. In this case it should KPI (Indonesia Broadcasting Commission) to assist the government in overseeing the television broadcasting tightly, and the implementation of the Act that apply to crack down on the tergas Television Broadcasters who violate the Copyright Related Rights, in particular Law No. 19 of 2002 on Copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29443
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zila Lois Vangelis
"Tema bad boy terus menjadi populer di Hollywood hingga saat ini karena merupakan komoditas yang menarik di industri hiburan. Euphoria (2019), serial televisi kedua yang paling banyak ditonton dalam sejarah HBO, tetap dicintai oleh penggemar dan kritikus walaupun kontroversial karena sinematografinya yang memukau, penampilan para aktor, dan yang terpenting, pendekatannya pada topik yang berat dan sensitif seperti trauma, narkoba, seksualitas, dan media sosial. Salah satu karakter yang paling banyak dibicarakan adalah atlet yang sangat menarik namun mengerikan, yaitu Nate Jacobs yang mengalami pengalaman traumatis yang kemudian membentuk kepribadiannya menjadi agresif dan mendominasi. Artikel ini mengkaji bagaimana Euphoria menggambarkan tema bad boy melalui karakter Nate sejak masa kecil hingga masa remaja. Dengan menggunakan metode analisis tekstual, penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi akar dari nilai maskulinitas toksik dan membahas apakah Nate sesuai dengan stereotip bad boy. Penelitian ini menemukan bahwa perilaku maskulinitas toksik Nate, yaitu kekerasan, homofobia, dan dominasi, diakibatkan oleh traumanya terhadap ayahnya, dan ambiguitas moral yang ia perlihatkan menunjukkan bahwa Nate adalah versi ekstrim dari bad boy konvensional.

The bad boy archetype continues to be popular in Hollywood today, as it is an appealing commodity in the market. Euphoria (2019), the second most-watched television series in HBO history, remains controversial but loved by fans and critics because of its astounding cinematography, the actors' performance, and, most importantly, their touch on heavy and sensitive topics such as trauma, drugs, sexuality, and social media. One of the most talked about characters is the irresistible yet horrible jock, Nate Jacobs – who went through a traumatic experience that shaped his aggressive and dominating personality. This article examines how Euphoria portrays the bad boy archetype through Nate's character from childhood to adolescence. Using textual analysis as a method, this paper starts by identifying the root of his toxic idea of masculinity and inquiring whether Nate fits the stereotype of a bad boy. The evidence presented in the article suggests that Nate's toxic masculinity behaviors, which are violence, homophobia, and domination, resulted from his trauma toward his father, and the moral ambiguity he exhibits shows that he is an extreme version of the conventional bad boy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>