Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cipuk Muhaswitri
"Malnutrisi pada kanker nasofaring (KNF) disebabkan oleh peradangan, sel tumor dan efek kemoradioterapi. Malnutrisi dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup, fungsi fisik, dan kelangsungan hidup. Pemberian nutrisi pasien KNF yang menjalani radioterapi (RT) memperbaiki status gizi, kapasitas fungsional, dan prognosis keseluruhan. Pasien KNF dengan kaheksia, usia 29 - 67 tahun, tiga pria dan satu wanita yang menjalani kemoradioterapi. Diberikan nutrisi sesuai kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik. Pemantauan pasien di awal, hingga RT selesai, pada keluhan terkait terapi, analisis asupan, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional, dan pemeriksaan CRP. Didapatkan penurunan asupan pada empat pasien saat RT, tetapi meningkat lagi pada tiga pasien setelah pemasangan NGT. Satu pasien dengan peningkatan berat badan (BB), sedangkan 3 pasien lainnya BB menurun 2,2-13% pasca RT. Tiga pasien dengan CRP meningkat pada awal RT, tetapi hanya 1 pasien dengan CRP kembali normal. Massa otot meningkat pada 3 pasien setelah RT. Tiga pasien mengalami perbaikan skor ECOG pasca RT, dan satu pasien dengan skor ECOG tetap stabil. Pemasangan NGT dapat mempertahankan asupan pasien. Terapi nutrisi memperbaiki penurunan BB, tetapi tidak terlihat kaitan dengan CRP, massa otot dan kapasitas fungsional karena faktor lain.

Malnutrition in nasopharyngeal carcinoma (NPC) is induced by inflammation, tumor cells and the effects of chemoradiotherapy. Malnutrition is associated with decrease in quality of life, physical function and survival. Nutritional therapy to NPC who underwent radiotherapy (RT) improves nutritional status, functional capacity, and prognosis. NPC cachexic patients, ages 29 - 67 years, three male and one female, all underwent chemoradiotherapy. Nutrition therapy start with planning of energy, macronutrient, micronutrient and specific nutrients needs. Patients monitoring start from the the beginning, until completed RT, related to therapy, intake analysis, anthropometry, body composition, functional capacity, and C-Reactive Protein (CRP) examination. Decrease intake in four patients during RT, but it increased in three patients after NGT insertion. One patient increase body weight (BW), while other 3 patients dropped BW 2.2-13% post-RT. Three patients increase in CRP at the start of RT, but only 1 CRP patient returned to normal. Muscle mass increased in 3 patients after RT. Three patients had improved ECOG scores after RT, and one patient with ECOG scores remained stable. Insertion of NGT can maintain patient intake. Nutritional therapy maintains BW, but does not appear to be related to CRP, muscle mass and functional capacity due to other factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Erlangga Luftimas
"Meningitis tuberkulosis (MeTB) merupakan manifestasi klinis berat dari infeksi TB yang menyerang sistem saraf pusat (SSP) dan menyebabkan pasien mengalami penurunan asupan nutrisi karena menurunnya kemampuan makan dan selera makan. Asam amino rantai cabang (AARC) diketahui memiliki efek meningkatkan selera makan dan protektif terhadap massa otot. Pemenuhan kebutuhan AARC berpotensi memperbaiki kapasitas fungsional pasien sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien MeTB. Empat pasien MeTB dipantau selama perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pencatatan asupan makanan pasien dilakukan dengan metode FFQ semi kuatitatif dan 24h dietary recall. Selama masa perawatan diberikan terapi medik gizi sesuai kondisi klinis pasien, dilakukan pemantauan harian termasuk penilaian kapasitas fungsional pasien hingga pasien selesai perawatan. Semua pasien menunjukkan tanda malnutrisi berdasarkan kriteria klinis menurut American Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Belum ada rekomendasi terapi medik gizi khusus MeTB yang dapat digunakan, namun pada pasien dengan masalah infeksi disertai masalah neurologis rekomendasi tatalaksana TB paru dan stroke dapat menjadi acuan untuk tatalaksana pasien. Pemberian asupan kalori 35-40 kkal pada pasien dengan protein minimal 1,5 g/kgBB berpotensi meningkatkan kapasitas fungsional pasien dan mencegah perburukan penyakit. Tiga pasien mendapatkan asupan AARC diatas rekomendasi dan didapatkan peningkatan kapasitas fungsional dengan menggunakan indeks Barthel. Terapi medik gizi dengan pemberian protein dan AARC yang lebih tinggi dari rekomendasi IOM pada pasien MeTB dapat meningkatkan kapasitas fungsional pasien.

Tuberculous Meningitis (TBM) has been the most severe manifestation of Tuberculosis infection attacking central nervous system (CNS) and causes the risk of malnutrition in patients due to decrease the ability of eating and loss appetite. Branched chain amino acid (BCAA) has been known having effects in appetite and protection of muscle mass. Fulfilling BCAA requirement is potential to improve patient functional capacity, furthermore lowering the morbidity and mortality of TBM patient. Four TBM patients has been observed during hospitality in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). Patient’s dietary intake was collected using semiquantitative FFQ and 24h dietary recall. During hospitality, medical nutrition therapy was administered based on patient clinical condition, daily observation including patient functional capacity was done until patient was discharged. All patients showed malnutrition signs based on clinical criteria according to American Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Recommendation of nutrition therapy on TBM patient still not exist, however in patient with infection and neurological problem, guideline of nutrition therapy in TB infection and stroke can be used. Intake of 35-40 kcal/kgBW calories and 1,5 g/kgBW of protein can be potential to increase patient functional capacity and prevent further morbidity. Three patient can fulfill their BCAA beyond the requirement and there were increase in patient functional capacity using Barthel Index. Medical nutrition therapy using protein and BCAA administration above the IOM recomendation in TBM patient can improve functional capacity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sunardi
"ABSTRAK
Pasien kanker umumnya mengalami penurunan berat badan terkait kaheksia. Patofisiologi kaheksia kanker multifaktorial, termasuk efek sitokin pro inflamasi dan inflamasi sistemik. Profil asam amino plasma pada pasien kanker mengalami perubahan. Deplesi protein dapat terjadi akibat asupan yang menurun atau efek langsung dari tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan hubungan antara asam amino serum, status nutrisi dan sitokin-sitokin pro-anti inflamasi, serta sel T helper 17 pada pasien kaheksia kanker paru. Penelitian potong lintang dengan consecutive sampling pada pasien kanker paru dengan kaheksia ini mengambil subjek berusia lebih dari 18 tahun dan belum diterapi atau sudah selesai terapi lebih dari 2 bulan di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Analisis asupan dilakukan dengan food frequency questionnaire semikuantitatif dan 24-hours food recall. Pemeriksaan asam amino serum dengan metode spektofotometri, Sel T helper-17 dengan metode flowcytometry, dan C-reactive protein dengan metode latex agglutination, serta kadar IL 17, IL 6 dan TNFα dengan metode ELISA. Data yg didapat kemudian di analisis dengan uji T atau Mann Whitney untuk melihat hubungan dan untuk menganalisis hubungan dalam tabel digunakan uji Chi-Square atau Fischer Exact, sedangkan untuk korelasi digunakan uji Pearson atau Spearman. Asam amino triptofan, asparagin, glutamin, valin, lisin dan sistein berkorelasi positif dengan sitokin anti-inflamasi dan status nutrisi, sebaliknya negatif dengan sitokin pro inflamasi. Asam amino fenilalanin, treonin, dan glutamat berkorelasi positif dengan sitokin pro-inflamasi dan berkorelasi negatif dengan status nutrisi dan sitokin anti inflamasi. Khusus aspartat, selain berkorelasi positif dengan sitokin pro inflamasi, juga berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh, tetapi menunjukkan korelasi negatif dengan penurunan berat badan. Beberapa asam amino serum terbukti berhubungan dengan status sitokin dan status nutrisi pada subjek kanker paru dengan kaheksia, sehingga perlu menjadi perhatian dalam terapi nutrisi pasien kanker
Kata kunci: asam amino serum, status nutrisi, sitokin, kaheksia kanker

ABSTRACT
Cancer patients generally experience weight loss associated with cancer cachexia. The pathophysiology of cancer cachexia is multifactorial, including the effects of pro inflammatory cytokines and systemic inflammation.. The plasma amino acid profile was found to significantly undergo changes in cancer patients. Protein depletion can occur due to decreased intake or direct effects of tumors on protein metabolism. This study aimed to determine the profile and relationship between serum amino acids, nutritional status and pro-anti-inflammatory cytokines, and T helper 17 cells in lung cancer cachexia patients. This cross-sectional study with consecutive sampling in lung cancer patients with cachexia took subjects over the age of 18 years and who had not been treated or who had finished therapy for more than 2 months at the Dharmais Cancer Hospital. Dietary intake analyses were carried out with semiquantitative food frequency questionnaire and 24-hour food recalls. Blood tests were carried out in the form of serum amino acids, cytokines, C-reactive protein and T helper 17 cells. Data obtained were then analyzed by the T or Mann Whitney test to see the relationship and to analyze relationships in the table used chi-square or Fischer Exact, while for correlation used Pearson or Spearman test. The amino acids tryptophan, asparagine, glutamine, valine, lysine and cysteine were positively correlated with anti-inflammatory cytokines and nutritional status, and negatively correlated with pro-inflammatory cytokines. Phenylalanine, threonine and glutamate amino acids were positively correlated with pro-inflammatory cytokines and negatively correlated with nutritional status and anti-inflammatory cytokines. Aspartate showed a positive correlation pro inflammatory cytokines and body mass index, but a negative correlation with weight loss. Some serum amino acids have been shown to be related to cytokines and nutritional status in lung cancer cachexia patients, so it should be a concern in nutritional therapy for cancer patients"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfina Rachmi
"Latar Belakang: Pasien dengan keganasan gaster berisiko tinggi mengalami malnutrisi. Terapi kuratif utama pada pasien keganasan gaster adalah tindakan operasi, sehingga diperlukan dukungan terapi medik gizi perioperatif yang dapat menunjang perbaikan status gizi, kapasitas fungsional, dan kualitas hidup.
Metode: Pasien pada serial kasus adalah dua laki-laki dan dua perempuan, berusia 34-64 tahun, dengan diagnosis tiga pasien dengan karsinoma gaster, dan satu pasien gastrointestinal stromal tumor gaster stadium lanjut. Terapi medik gizi praoperasi diberikan dalam bentuk oral dan parenteral. Pada enam jam sebelum tindakan operasi, dua pasien mendapatkan nutrisi parenteral, dan dua pasien mendapatkan nutrisi oral. Pasien pascaoperasi juga mendapatkan nutrisi enteral dini dalam 48 jam pertama.
Hasil: Pasien pasca gastrektomi selama mendapatkan nutrisi perioperatif, tiga pasien mengalami proses penyembuhan luka yang baik, sedangkan satu pasien mengalami komplikasi pascaoperasi berupa fistula enterokutan yang kemudian mengalami pemulihan, dan satu pasien mengalami hiperglikemia dipengaruhi oleh tindakan pankreatektomi distal. Lama masa rawat inap pasien antara 21-31 hari. Semua pasien pascaoperasi mengalami peningkatan kapasitas fungsional.

Background: Patients with gastric malignancy have high risk of malnutrition. The main curative therapy in patients with gastric malignancies is surgery, so it requires the support of perioperative nutritional therapy which could support the improvement of nutritional status, functional capacity, and quality of life.
Methods: Patients in this case series were two men and two women, aged 34-64 years, and the diagnosis of three patients are advanced gastric carcinoma, and one patient with advanced gastric gastrointestinal stromal tumor. Preoperative nutritional therapy was given in oral and parenteral route. At six hours before surgery, two patients received parenteral nutrition, and two patients received oral nutrition. All patients also got early enteral nutrition in the first 48 hours after surgery.
Results: Patients after gastrectomy during obtaining perioperative nutrition, three patients experienced a good wound healing process, while one patient experienced postoperative complications in the form of enterocutaneous fistula which later recovered, and one patient experienced hyperglycemia that affected by distal pancreatectomy. The length of stay for patients was between 21-31 days, after surgery all patients had increased functional capacity.
Conclusion: Perioperative nutritional therapy in gastric malignancies patients undergoing gastrectomy could help improve the nutritional status and functional capacity.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahayu Widyawardani
"Latar Belakang:
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang bersifat kronis dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perubahan metabolisme akibat infeksi Mycobacterium Tuberkulosa(M.TB) dan aktivasi sistem neurohormal turut berperan terhadap terjadinya malnutrisi, yang dapat memberikan efek negatif terhadap prognosis pasien dengan TB Paru. Penderita TB Paru mengalami penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi Medik Gizi sejak awal diagnosis ditegakkan, akan mendukung proses pemulihan pasien TB.
Kasus :
Dalam serial kasus ini, dipaparkan empat kasus pasien TB Paru dengan berbagai faktor risiko, diantaranya adalah penyakit TB Paru, TB Miliar, PPOK et causa TB Paru, Meningitis TB. Pada awal pemeriksaan didapatkan adanya defisiensi asupan makronutrien dan mikronutrien, hipoalbuminemia, CRP yang meningkat, hemoglobin (Hb) yang turun, penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi medik gizi diberikan secara individual, sesuai dengan kondisi klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan analisis asupan makan terakhir.
Hasil:
Tiga dari empat pasien mengalami peningkatan asupan, perbaikan kondisi klinis, dan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien. Status nutrisi pasien tidak mengalami perburukan selama perawatan,
Kesimpulan:
Terapi Medik gizi yang adekuat pada pasien TB dapat mempertahankan status nutrisi pasien dan mendukung perbaikan kondisi klinis, kapasitas fungsional, serta kualitas hidup pasien.

Background:
Pulmonary tuberculosis (pulmonary TB) is a chronic infectious disease with high morbidity and mortality. Changes in metabolism due to infection with Mycobacterium Tuberculosis and activation of the neurohormal system contribute to the occurrence of malnutrition, which can have a negative effect on the prognosis of patients with pulmonary TB. Patients with pulmonary TB have decreased functional capacity and quality of life.Early medical nutrition therapywill support the recovery process of pulmonary TB patients.
Case :
In this case series, four cases of pulmonary TB patients were presented with various risk factors, including pulmonary TB disease, miliar TB, COPD et causa lung TB, and TB meningitis. Deficiency of macro and micronutrient intake, hypoalbuminemia, increased CRP, decreased hemoglobin (Hb), decreased functional capacity and quality of life were found at the beginning of examination. Nutrition medical therapy is given individually, according to clinical conditions, results of laboratory examinations, and analysis of recent food intake.
Result :
Three out of four patients experience increased intake, improvement of clinical conditions, functional capacity and quality of life. The nutritional status of patients did not experience worsening during treatment.
Conclusion:
Adequate nutritional medical therapy in TB patients can maintain patient nutritional status and support improvement of clinical conditions, functional capacity, and quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidhia Umami
"Latar Belakang: Pasien hemodialisis HD memiliki tingkat aktivitas yang rendah sehingga menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan kematian. Inaktivitas pada pasien HD dipengaruhi inflamasi kronik dan malnutrisi. Latihan fisik intradialitik adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas fisik, menurunkan tingkat inflamasi, dan memperbaiki status nutrisi. Belum diketahui peran latihan fisik intradialitik pada pasien HD dua kali seminggu.Tujuan: Mengetahui peran latihan fisik intradialitik dua kali seminggu terhadap kapasitas fisik, inflamasi, dan status nutrisi serta mengetahui jenis latihan fisik yang lebih baik untuk pasien HD dua kali seminggu.Metode: Penelitian uji klinis terbuka terhadap pasien HD rutin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berusia lebih dari 18 tahun dan menjalani HD minimal 3 bulan. Subjek dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, latihan aerobik, dan latihan kombinasi aerobik dan resistensi. Latihan fisik intradialitik dilakukan selama 12 minggu. Luaran yang dinilai adalah massa otot, kekuatan otot, performa fisik, hsCRP, skor malnutrisi inflamasi dan indeks kualitas hidup. Analisis data menggunakan uji T tidak berpasangan untuk data yang terdistribusi normal dan Mann-Whitney untuk data terdistribusi tidak normal.Hasil: Randomisasi dilakukan terhadap 123 pasien yang memenuhi kriteria. Sebesar 55 laki-laki dengan rerata durasi HD 48 4-240 bulan. Rerata IMT laki-laki 22.53 SB 4.43 kg/m2 dan perempuan 24.34 SB 4.91 kg/m2. Status nutrisi 63.4 subjek kategori baik dengan 56.9 termasuk kategori inaktif. Terdapat peningkatan signifikan p
Background Hemodialysis HD patient has low physical activity. This contributes to decreased quality of life and increased mortality. Inactivity is also associated with chronic inflammation and malnutrition. Intradialytic exercise is an effort to prevent these conditions. There is still lack of evidence about the role of intradialytic exercise of twice a week dialysis patientsObjective To determine the role of intradialytic exercise in physical capacity, inflammation, and nutritional status of dialysis patients, as well as to determine which type of physical activity is more appropriate for twice a week HD patients.Methods This is a randomized clinical trial of maintenance HD patients aged over 18 years who have undergone routine dialysis for over 3 months in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Subjects were randomly assigned into 3 groups, namely control, aerobic exercise, and combination of aerobic and resistance exercise. After 12 weeks, the measured outcomes were muscle mass, muscle strength, physical performance, hsCRP, Malnutrition Inflammation Score MIS , and quality of life. Data were analyzed using independent t test for normally distributed data or Mann Whitney for abnormally distributed data. Results One hundred and twenty three patients who fulfil study criteria were randomized. About 55 subjects were men and mean of dialysis vintage was 48 4 240 months. Mean of BMI was 22.53 SD 4.43 kg m2 for men and 24.34 SD 4.91 kg m2 for women. About 63.4 patients were categorized as well nourished and 56.9 patients were inactive. There was significant increase p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
"Latar belakang: Karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang dapat menyebabkan malnutrisi. Radioterapi dan kemoterapi merupakan bagian dari terapi yang dapat menimbulkan berbagai efek samping yang dapat mempengaruhi status gizi. Tujuan dari tata laksana nutrisi adalah meminimalkan penurunan massa tubuh, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Tata laksana nutrisi yang diberikan meliputi pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrient spesifik, konseling dan edukasi.
Metode: Pasien serial kasus ini berjumlah empat orang dan berusia antara 38?69 tahun. Keempat pasien menjalankan terapi kemoradiasi. Hasil skrining pasien menggunakan malnutrition screening tools (MST) adalah SOH2. Kebutuhan energi total pasien dihitung menggunakan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stress sebesar 1,5. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subyektif, kondisi klinis, tanda vital, antropometri, massa lemak, massa otot, kapasitas fungsional, pemeriksaan kekuatan genggam tangan, analisis asupan, dan laboratorium. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara teratur untuk memantau pencapaian target nutrisi.
Hasil: Dukungan nutrisi pada keempat pasien dapat meningkatkan asupan, meminimalkan penurunan massa tubuh dan kapasitas fungsional pada pasien KNF yang menjalankan terapi kemoradiasi.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi yang diberikan pada pasien KNF yang menjalankan terapi kemoradiasi dapat meminimalkan penurunan status gizi dan kapasitas fungsional pasien. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Marino
"Latar Belakang: Pengobatan Kanker kepala leher (KKL) melalui terapi radiasi maupun kemoradiasi sering menimbulkan efek samping. Efek samping terapi radiasi pasien KKL menyebabkan gangguan asupan yang meningkatkan kejadian malnutrisi. Ketersediaan jalur nutrisi enteral merupakan salah satu tata laksana nutrisi yang dapat diberikan untuk mencegah penurunan asupan dan status gizi pasien KKL. Penelitian ini bertujuan melihat korelasi antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan pemenuhan nutrisi dan status gizi.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada subjek dewasa dengan KKL pasca terapi radiasi di poliklinik radioterapi RSCM. Pemenuhan nutrisi dinilai dengan FFQ semi kuantitatif sedangkan status gizi diukur dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Ketersediaan jalur nutrisi enteral didapatkan melalui wawancara dan rekam medis pasien.
Hasil: Sebanyak 41 subjek penelitian dengan rerata usia 51 tahun ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar subjek adalah laki-laki, diagnosis kanker nasofaring, stadium IV, dan jalur nutrisi oral. Rerata IMT subjek 20,5 ± 3,6 kg/m2 dan rerata asupan subjek 1336,7 ± 405,5 kkal/hari. Rerata IMT subjek dengan jalur nutrisi enteral lebih rendah dibandingkan dengan jalur nutrisi oral yaitu 18,2 ± 2,6 kg/m2 dibanding 21,2 ± 3,5 kg/m2. Rerata total asupan energi subjek dengan jalur nutrisi enteral lebih tinggi dibandingkan dengan jalur nutrisi oral yaitu 1498,1 ± 430,6 kkal/hari dibanding 1291,4 ± 393,3 kkal/hari. Terdapat korelasi nagatif sedang antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan status gizi (r=-0,346, p=0,027) dan korelasi positif lemah dengan pemenuhan nutrisi (r=0,216, p=0,174). Meskipun demikian pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi subjek yang mendapat jalur nutrisi enteral dan mengalami penurunan IMT lebih sedikit dibandingkan dengan proporsi subjek yang menggunakan jalur oral, yaitu 22,2% dengan 43,8%.
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif sedang yang signifikan antara ketersediaan jalur nutrisi enteral dengan status gizi dan korelasi positif lemah dengan pemenuhan nutrisi yang masih dipengaruhi oleh faktor perancu penelitian.

Background: Treatment of head and neck cancer (HNC) through radiation therapy or chemoradiation often lead to side effects. The side effect of radiation therapy in HNC patients might deteriorate food intake that increase the incidence of malnutrition. The availability of enteral nutrition is one of nutritional interventions that can be provided to prevent detrimental of food intake and nutritional status in HNC patients. This study aims to evaluate the correlation between the availability of enteral nutrition with nutritional fulfillment and nutritional status.
Method: A cross sectional study was conducted on adult HNC patients after radiation therapy at Radiotherapy Outpatient Clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Nutritional fulfillment was assessed by semi-quantitative food frequency questionnaire (FFQ) while nutritional status was measured by calculating body mass index (BMI). The availability of enteral route was obtained through interviews and patients medical records.
Results: A total of 41 subjects with a mean age of 51 years participated in the study. Most of the subjects were male, with stage IV nasopharyngeal cancer and oral nutrition route. The mean of BMI was 20,5 ± 3,6 kg/m2 and the mean food intake was 1336,7 ± 405,5 kcal/day. The mean BMI of subjects with enteral nutrition was lower than those on oral nutrition, which was 18,2 ± 2,6 kg/m2 compared to 21,2 ± 3,5 kg/m2. The mean total energy intake of subjects with enteral nutrition route was higher than oral nutrition route, which was 1498,1 ± 430,6 kcal/day compared to 1291,4 ± 393,3 kcal/day. There was a moderate negative correlation between the availability of enteral nutrition and nutritional status (r=-0,346, p=0,027), meanwhile there was a weak positive correlation with nutritional fulfillment (r=0,216, p=0,174). However, in this study we found that the proportion of subjects with enteral nutrition who experienced a decrease of BMI was less than the proportion of subjects on the oral route, which was 22,2% compared to 43,8%, respectively.
Conclusion: There is a moderate negative correlation between the availability of enteral nutrition which was statistically significant with nutritional status and a weak correlation with nutritional fulfillment which was still influenced by confounding factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Diah Erlinawati
"Stroke iskemik pada pasien geriatri meningkatkan risiko malnutrisi yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu disfagia, tipe stroke, masalah gastrointestinal, disabilitas fisik,
penyakit komorbid dan psikologis. Tujuan utama intervensi nutrisi adalah membantu
pemulihan fungsi neurokognitif dan mencegah defisit energi dan protein. Pasien pada
serial kasus ini adalah pasien geriatri berusia di atas 65 tahun dengan diagnosis stroke
iskemik yang dirawat di RSCM pada bulan Agustus-September 2019. Terapi medik gizi
diberikan pada keempat pasien sesuai dengan kondisi klinis masing-masing pasien
melalui jalur enteral. Satu pasien dapat makan melalui jalur oral di akhir perawatan.
Suplementasi mikronutrien yang diberikan adalah vitamin B6, vitamin B12, vitamin C,
asam folat dan seng. Hasil yang didapatkan selama perawatan sebanyak tiga pasien
mencapai kebutuhan energi total (KET)dan satu pasien mencapai kebutuhan 83% KET.
Asupan protein mencapai target 1,2 g/kg BB atau lebih pada tiga orang pasien.
Suplementasi mikronutrien mencapai nilai AKG bagi usia di atas 65 tahun. Mikronutrien
belum mencapai AKG yaitu vitamin E, vitamin D, kalium, magnesium. Nutrien spesifik
omega-3 dan kolin yang diperoleh dari asupan makan pada sebagian pasien belum
memenuhi AKG. Lama perawatan pasien di rumah sakit 10 hingga 33 hari. Nilai severitas
stroke dengan NIHSS dan kapasitas fungsional dengan FIM di akhir perawatan
menunjukkan perbaikan. Keempat pasien pulang ke rumah dengan keadaan klinis
perbaikan. Kesimpulan yang didapatkan yaitu terapi medik gizi yang adekuat berperan
memperbaiki derajat keparahan dan kapasitas fungsional pasien geriatri dengan stroke
iskemik.

The geriatric patient with ischemic stroke increased risk of malnutrition, which because
various causes including dysphagia, type of stroke, gastrointestinal problems, physical
disability, comorbid disease and psychological problem. The main purpose of nutrition
intervention is to help restore neurocognitive function and prevent energy/protein deficits.
Patients in this case series were geriatric patients aged over 65 years with a diagnosis of
ischemic stroke who were treated at the Cipto Mangunkusumo General Hospital in
August-September 2019. Medical nutrition therapy was given to all four patients,
according to the clinical condition of each patient through the enteral route. One patient
could eat by oral route at the end of treatment. Patients have given oral micronutrient
supplementation consisting of vitamin B6, Vitamin B12, vitamin C, folic acid and zinc.
The results obtained as many as three patients achieved total energy requirements and one
patient reached 83% energy requirements. Protein intake reached the target of 1,2 g/kg
body weight just in three patients. Supplementation micronutrients oral reached RDA
values for people over 65 years. Micronutrients that have not yet reached the RDA were
vitamin E, vitamin D, potassium, magnesium. Omega-3 and choline obtained from food
intake in some patients do not meet the RDA. The length of stay in the hospital was around
10-33 days. The value of stroke severity with NIHSS and functional capacity with FIM
at the end of treatment showed improvement. All four patients returned home with
improvement. The conclusion obtained is that adequate nutritional medical therapy plays
a role in improving the severity and functional capacity of geriatric patients with ischemic
stroke."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>