Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124608 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Hafizha Rika
"Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018, merupakan salah satu dampak diberlakukanya ease of doing business (EoDB) di Negara Indonesia yang memberlakukan Online Single Submission (OSS) dan memberikan perintah pengesahan badan hukum koperasi dilakukan pada program AHU Online, yang selama ini prosesnya dilakukan dalam program SISMINBHKOP. Dengan rumusan masalah pada penulisan ini menjelaskan bagaimana teori dan konsep badan hukum (rechtpersoonlickheid) khususnya koperasi, kemudian mengenai pengaturan dalam hukum Indonesia mengenai kebadanhukuman koperasi khususnya dalam pendirian, pendaftaran dan pengesahan, dan pengaturan mengenai pemberlakuan PP 24 Tahun 2018. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis yakni dalam teori dan konsep kebadanhukuman koperasi pengesahan badan hukum koperasi dapat disamakan dengan Perseroan Terbatas dengan dasar memiliki status yang sama yaitu sebagai subyek hukum yang dapat diperhitungkan sama dengan manusia dan menyatakan bahwa dalam pengaturan mengenai tidak dikecualikanya pengesahan badan hukum koperasi, merupakan hal yang tepat. Selanjutnya, saran yang penulis berikan, yakni kepada Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengkaji ulang khususnya dalam kelembagaan koperasi, dan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk segera membuat pengaturan mengenai pengesahan badan hukum koperasi dalam AHU online.

Article 14 paragraph (2) Government Regulation No. 24 of 2018, is one of the effects of the ease of doing business (EoDB) in Indonesia which implemented Online Single Submission (OSS) and gave orders to ratify cooperative legal entities carried out in the AHU Online program, which has been carried out in the SISMINBHKOP program. With the formulation of the problem at this writing explains how the theory and concept of legal entities (rechtpersoonlickheid), especially cooperatives, then regarding the regulation in Indonesian law regarding the cooperative penalties especially in the establishment, registration and endorsement, and regulation regarding the enactment of PP 24 of 2018. The research method used is normative juridical.
The conclusion that can be taken by the author is in the theory and concept of the punishment of cooperative ratification of cooperative legal entities can be equated with a Limited Liability Company with the basis of having the same status as legal subjects that can be calculated equally with humans and states that in the regulation regarding the exclusion of ratification of cooperative legal entities, is the right thing. Furthermore, the advice that the authors give, namely to the Ministry of Cooperatives and SMEs to review specifically in cooperative institutions, and to the Ministry of Law and Human Rights to immediately make arrangements regarding the ratification of cooperative legal entities in the online AHU.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nuswantari
"Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dengan tujuan social, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan diundangkannya Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, sudah seharusnya yayasan dijalankan dengan prinsip non-profit oriented. Pokok Permasalahan yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah perlindungan hukum terhadap harta kekayaan yayasan yang tidak berstatus sebagai badan hukum, perlindungan terhadap harta kekayaan yayasan yang telah berstatus sebagai badan hukum dan perlindungan terhadap harta kekayaan yayasan berdasarkan Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2004,serta penerapan asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan harta kekayaan yayasan.
Penulisan ini menggunakan metode yuridis normative yaitu menitikberatkan pada peraturan yang berlaku, referensi dan literature-literatur serta pelaksanaan peraturan dalam prakteknya. Dari hasil penelitian ini ditemukan dalam praktek bahwa dengan diundangkannya Undang-undang nomor 16 tahun 2001 juncto Undang-undang nomor 28 Tahun 2004 sebenarnya harta kekayaan yayasan mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-undang Yayasan tersebut. Untuk itu masih dibutuhkan peran aktif yang terkait kepada masyarakat dan juga kepada instansiinstansi yang terakut dengan permasalahan ini agar amanat Undang-undang dapat tercapai.

The Foundation is a legal entity consisting of separated assets with social purpose, religious and humanitarian. With the promulgation of Law No.16 Year 2001 Jo. Act No.28 of 2004 on Foundation, it has become a necessity that the foundation should be opearated using the principle of non-profit oriented. Subject to be discussed in this writing is about legal protection of Foundation?s assets as a non legal entity, as a legal entity and based on Law No.16 Year 2001 Jo. Act No. 28 of 2004 on Foundation.
This writing method is using the judicial normative which focuses on promulgation of Law No.16 Year 2001 Jo. Act No. 28 of 2004 on Foundation, Foundation?s assets actually get the legal protection of the Laws that apply Foundation. For it is still needed a very active role of government to socialize the law Foundation and other regulations related to society, to the agencies associated with the foundation so that the mandates of the Law can be achieved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31404
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lalamentik, Ivan Satrio
"Pesatnya perkembangan ekonomi melatarbelakangi timbulnya perusahaan dengan struktur induk-anak perusahaan berdasarkan kepemilikan saham. Namun, hukum perusahaan di Indonesia hanya mengakui doktrin separate legal entity dari struktur tersebut. KPPU dalam Putusan Temasek tidak mengakui separate legal entity, melainkan menggunakan doktrin single economic entity yang ditafsirkan dari definisi "Pelaku Usaha" UU 15/1999.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa KPPU menggunakan doktrin tersebut untuk memperluas yurisdiksinya (prinsip ekstrateritorial). Hasil penelitian membuktikan bahwa doktrin single economic entity tidak memiliki dasar hukum. Diperkuat Mahkamah Agung, doktrin tersebut dijadikan Preseden oleh KPPU untuk Kasus Astro dan Kasus Pfizer.

The rapidness of economic development has influenced the existence of company with parent-subsidiary structure, based on stock ownership. Indonesian Company Law only acknowledge separate legal entity doctrine towards such structure. Instead of use that doctrine, KPPU on Temasek case used the single economic entity doctrine which interpreted from the definition of "undertaking" Law of 15/1999.
The result shows that KPPU use such doctrine to expand its jurisdiction (extrateritorial principle). The reseach result shows that single economic entity doctrine does not have any legal basis. Supported by Supreme Court, the doctrine has become precedent by KPPU for Astro and Pfizer Case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketty Astari
"Tesis ini membahas mengenai pengaturan perkumpulan sebagai badan hukum dengan menganalisa Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang merupakan sistem online. Perkumpulan untuk menjadi badan hukum harus membuat akta pendirian yang dilanjutkan dengan permohonan pengesahan Badan Hukum Perkumpulan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui SABH. Prosedur pengesahan perkumpulan sebagai badan hukum melalui SABH tentunya diharapkan sinkron dengan pengaturan Akta pendirian dan pengesahan perkumpulan sebagai badan hukum. Prosedur pengesahan perkumpulan merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 3 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan (Permenkumham No. 3/2016). Sedangkan Format isian SABH tidak ditemukan pengaturannya dalam UU Ormas maupun Permenkumham no. 3 Tahun 2016, namun diambil dari draft Rancangan Undang-Undang Perkumpulan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Pengaturan perkumpulan tidak sinkron dalam hal pendirian, pengesahan badan hukum dan perubahan anggaran dasar. Sampai saat ini RUU Perkumpulan belum disahkan, tetapi dalam aplikasi SABH menggunakan aturan yang terdapat dalam RUU Perkumpulan, sementara RUU belum menjadi hukum positif.

This thesis discusses about the settings of associations as a legal entity by analyzing the Legal Entity Administration System (SABH) which is an online
system. The association to become a legal entity shall establish a deed of incorporation followed by the application for ratification of the Legal Entity to the
Minister of Law and Human Rights through SABH. The procedure of legitimating the association as a legal entity through SABH is certainly expected to be in sync
with the establishment of the Deed of establishment and ratification of the association as a legal entity. The procedure for ratification of the association refers
to Law Number 17 Year 2013 on Community Organizations (Community Law) and Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 3 of 2016 on Procedures for Applying of Legal Entitlement and Approval of Amendment of Articles Association (Permenkumham No. 3/2016). While the SABH fielding format is not found in the Community Law and Permenkumham no. 3 of 2016, but taken from the draft bill of association, thus causing legal uncertainty. The arrangement of associations is out of sync in the establishment, legalization and amendment of the articles of association. Up until now the Associations Law has not yet been ratified, but in SABH applications use the rules contained in the Draft
Bill, while the bill has not become a positive law yet.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Putu Wahyu Jati Pradnyana
"Tesis ini membahas mengenai eksistensi pemerintahan desa adat di Bali dalam perspektif sebagai badan hukum publik beserta otonomi aslinya yang memberi wewenang untuk mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri khususnya yang berdimensi publik. Pemerintahan desa adat di Bali sebagai salah bentuk kesatuan masyarakat hukum adat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia diakui dan dihormati berdasarkan Pasal 18B ayat 2 UUD 1945. Namun pengaturan lebih lanjut di peraturan perundangan masih bersifat parsial yang tidak selalu menjadikannya sebagai bagian struktur pemerintahan daerah. Hal tersebut terlihat di UU Desa yang menginginkan anutan desa tunggal yang tidak sesuai dengan keadaan ko-eksistensi dualisme desa adat dan desa dinas di Bali. Maka dari itu Pemerintah daerah provinsi Bali mengeluarkan peraturan daerah yang mengakui desa adat sebagai subyek hukum dengan otonomi asli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang menganalisis sumber hukum primer dan sekunder serta diperkuat dengan wawancara sebagai pemberi keterangan, adapun tipologi penelitian ialah deskriptif analitis. Kerangka konsep yang digunakan ialah dualisme desa di Bali untuk mengkaji struktur ganda pemerintahan desa di Bali dengan tata kelola dan dasar hukum yang berbeda. Perihal kedudukan dan kewenangan pemerintahan desa adat di Bali sebagai badan hukum publik sebenarnya telah melekat sedari awal terbentuknya yang diperkuat dengan pengaturan dan penetapan peraturan daerah selaku kebijakan publik.

This thesis explores the presence of traditional village governments in Bali as public legal entities with original autonomy to regulate and manage their communities, especially in matters with public impact. These traditional village governments are recognized and respected as a form of customary law community unity within the framework of the Unitary State of the Republic of Indonesia, based on Article 18B paragraph 2 of the 1945 Constitution. However, existing statutory regulations are still incomplete as they don't consistently integrate traditional villages into the regional government structure. An example of this is the Village Law, which mandates a single village model instead of the co-existence of traditional and official villages in Bali. In response, the Bali provincial government has issued a regional regulation acknowledging traditional villages as legal entities with genuine autonomy. This research uses a doctrinal research method that analyzes primary and secondary legal sources, supported by interviews for additional information. The research methodology is analytical-descriptive,. The conceptual framework used is village dualism in Bali to examine the dual structure of village government in Bali with different governance and legal bases. Regarding the status and authority of traditional village governments in Bali as public legal entities, it has been inherent since their establishment and has been further reinforced through regional regulations as public policy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Yosephine
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa bila dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan, mulai dari peraturan tertinggi hingga peraturan terendah. Skripsi ini mengkaji Badan Usaha Milik Desa apakah lebih tepat bila dikategorikan sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum. Skripsi ini juga menjabarkan implikasi atas ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa dalam prakteknya dengan menampilkan permasalahan yang timbul pada Badan Usaha Milik Desa Panggung Lestari, kabupaten Bantul, provinsi Yogyakarta. Berdasarkan kajian yuridis yang telah dilakukan, pengakuan Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum tidak ada, sedangkan sangat penting adanya pengakuan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa mengingat badan usaha ini akan melakukan berbagai macam kegiatan usaha demi kepentingan dan kemajuan desa itu sendiri. Ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa juga mengakibatkan badan usaha ini kesulitan dalam menjalin kerjasama usaha dengan pihak ketiga. Oleh karena itu, skripsi ini mendorong perlunya ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa.

The focus of this study is analyze about legal status of village owned enterprises based on the law. This study also analyze that village owned enterprises is business entity or legal entity. This study also details the implication of obscurity of legal status of village owned enterprises practically by indicating the problems that happens in Panggung Lestari Village Owned Enterprises in Bantul, Yogyakarta. Based on the juridical studies that has been done, recognition of village owned enterprises as business entity or legal entity is nothing, while too important to have the clear recognition about legal status of village owned enterprises because this entity would make every kind of business activities for the sake of that village. The obscurity of village owned enterprises caused this entity have difficulties in established business cooperation with third parties. Therefore, this study encouraged to have the clear regulation that would provide about legal status of village owned enterprises.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Elizabeth Dumora
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh data mengenai pengaturan koperasi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang dinilai menyerupai Perseroan Terbatas, berdasarkan analisis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang membatalkan keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dimaksud karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan sumber data sekunder diantaranya perundang-undangan dan bahan pustaka lainnya. Adapun pengaturan koperasi dalam UU Nomor 17 Tahun 2012 yang dinilai menyerupai Perseroan Terbatas diantaranya bentuk koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan, pengurus dan pengawas koperasi, serta permodalan koperasi yaitu Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi. Dalam peraturan sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, secara umum koperasi adalah perkumpulan orang atau badan usaha yang dikelola oleh pengurus dengan permodalan berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Pengaturan koperasi yang menyerupai Perseroan Terbatas ini sesungguhnya diharapkan membawa koperasi sejajar dengan badan hukum lain dan berdaya saing tinggi, sehingga peran dan fungsi koperasi dapat menjadi lembaga yang profesional, lebih modern, dan dapat dijadikan sumber penghasilan bagi peningkatan kesejahteraan para anggotanya secara khusus dan masyarakat secara umum. Namun, dalam perjalanannya justru membuat koperasi kehilangan karakternya sebagai badan usaha yang berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong royong.

ABSTRACT
This research aims to obtain the similarities between the cooperatives regulations in Cooperative Act No. 17 Year 2012 with the Limited Corporation, based on the analysis of Constitutional Court Verdict No. 28/PUU-XI/2013 which cancelled the entire legal validity of Cooperative Act No. 17 Year 2012 because it is contradicted with The 1945 Constitution. This research is a normative research using secondary data, such as legislations and other books. The similar elements of cooperatives regulated in Cooperatives Act No. 17 Year 2012 with the limited corporation such as the legal entity of cooperatives, the executive and supervisor, and the capital source of cooperative which are ?Setoran Pokok? and ?Sertifikat Modal Koperasi?. Before the Cooperatives Act No. 17 Year 2012, the cooperatives regulated as a commercial entity managed by the executive with the capital source came from ?simpanan pokok? and ?simpanan wajib?. The similarity with the limited corporation, expected to bring the cooperatives to the higher level of competition, especially compared to the other legal entities. The cooperatives expected to be professional and as a source of income to its members and society. As the time goes by, the cooperatives lost its characters as an economic entity based on the ?gotong-royong? principle.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Jannah
"ABSTRAK
Penetapan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengamanatkan Universitas Indonesia yang sebelumnya berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Perubahan status perguruan tinggi berdampak pada status kepegawaian di Universitas Indonesia. Tidak terdapat ketentuan aturan hukum mengenai perlindungan hak dan kewajiban bagi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap di lingkungan UI. Tumpang tindih antara Undang- Undang Ketenagakerjaan, Statuta Universitas Indonesia, dan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara mengakibatkan ketidakjelasan status dan perlindungan hukum pegawai Universitas Indonesia. Masing-masing peraturan tersebut mengatur sistem rekrutmen, jenjang karier, serta hak dan kewajiban pegawai secara berbeda. Dengan demikian, untuk menyelesaikan permasalahan kepegawaian Universitas Indonesia dapat dilakukan dengan menetapkan aturan atau kebijakan Rektor terkait perlindungan hukum pegawai Universitas Indonesia. Perlindungan hukum dimaksud adalah aturan hukum memberikan jaminan atas perlindungan hak-hak pegawai Universitas Indonesia.

ABSTRACT
Application of Law No. 12 of 2012 on Higher Education, University of Indonesia mandates that previously existed as a State-owned Legal Entity (BHMN) into the Higher Education State of Legal Entity (PTN-BH). Status changes of higher education has an impact on employment status at the University of Indonesia. No provisions regarding the rule of law for the protection of the rights and obligations of permanent and temporary employees in UI causing staffing problems. Overlap between the Employment Act, Statute of the University of Indonesia, and the Law of State's Civil Officer lead status, position and legal protection for employees of the University of Indonesia as PTN BH becomes unclear. Each of these regulations regulate the system of recruitment, career path, and the rights and obligations of employees differently. Thus, the staffing problems of University of Indonesia can be resolved by setting up rules and policies related to legal protection of temporary employees of the University of Indonesia. This legal protection explains what Goverment Law guarantees about protection of the rights of permanent and temporary employees of the University of Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baruga Ermond
"Pembentukan perusahaan grup badan usaha milik negara berbentuk persero sedang gencar dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia agar tercipta perusahaan grup
yang ramping dan kuat. Dengan dilakukannya pembentukan perusahaan grup tersebut, persero-persero yang terlibat diharapkan akan semakin fokus dalam mengembangkan bisnisnya dari hulu hingga ke hilir. Akan tetapi, terdapat polemikpolemik dari gagasan pembentukan perusahaan grup ini. Mulai dari tidak adanya peraturan yang sistematis, rinci, dan komperhensif mengenai pembentukan perusahaan grup beserta hubungan-hubungan yang terjadi didalamnya, hingga terlalu kuatnya dominasi negara di dalam anak perusahaan akibat penyisipan saham seri A dwi-warna yang mengaburkan batasan antara kepemilikan dan pengendalian sehingga melunturkan prinsip separate legal entity. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif melalui kajian peraturan perundang-undangan yang relevan serta menganalisis doktrin-doktrin ahli hukum terkait dengan permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Indonesia belum mengakomodasi kerangka regulasi yang valid dan memadai dalam pembentukan perusahaan grup baik
dari segi pendirian, hubungan antara induk dan anak perusahaan, perpajakan, keuangan, persaingan usaha, kepailitan, dan sebagainya. Kemudian, tidak adanya
batasan yang jelas mengenai peran negara dalam dominasi dan/atau kontrol anak perusahaan melalui saham seri A dwi-warna yang berpotensi menyebabkan pengurusan perusahaan menjadi tidak efisien dan mencederai prisip-prinsip Good Corporate Governance.

The establishment of a state-owned group company is being intensively carried out by the Government of the Republic of Indonesia in order to create a lean and strong group company. By encouraging these group companies, the involved companies are expected to be more focused on developing their business from upstream to downstream. However, there are several problems and polemics about the establishment of this kind of group company. Starting from the absence of systematic, detailed, and comprehensive regulations regarding the establishment of group companies as well as the relationships that will occur within parent and subsidiary company, to the overly strong dominance of the state in the subsidiary company due to the insertion of golden share which is owned by Indonesia Government that obscures the boundary between ownership and control as well as injures the principle
of separate legal entity. The research is conducted by juridical-normative method through the study of relevant legislation and analyzing the doctrines from legal
experts which are related to the issues discussed. The results of this study conclude that Indonesia has not accommodated a valid and adequate regulatory framework
regarding group companies in terms of establishment, relations between parent and subsidiaries companies, taxation, finance, business competition, bankruptcy, and so on. Then, there is no clear boundary regarding the role of the state in dominating and/or controlling subsidiaries through golden share which has the potential to cause the management of the company to be inefficient and injure the principles of Good Corporate Governance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Ayu Maharani
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Musyawarah Desa sebagai organ Badan Usaha Milik Desa dengan menganalisis ketentuan peraturan perundang-undangan terkait terutama dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Skripsi ini menjabarkan mengenai perbedaan susunan perangkat organisasi Badan Usaha Milik Desa sebelum dan setelah terbitnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengubah status hukum Badan Usaha Milik Desa dari yang sebelumnya merupakan badan usaha menjadi berstatus badan hukum. Skripsi ini juga mengkaji apakah kedudukan Musyawarah Desa sebagai organ Badan Usaha Milik Desa akan menimbulkan potensi risiko terjadinya konflik kepentingan dengan peran yang juga dimiliki oleh Kedudukan Desa dalam konstruksi pemerintahan Desa. Dari hasil kajian yuridis yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat adanya kedudukan ganda dalam perangkat organisasi Badan Usaha Milik Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 yang terletak pada kedudukan Kepala Desa sebagai Penasihat Badan Usaha Milik Desa dan juga kedudukannya sebagai fasilitator Musyawarah Desa. Selain itu terdapat pula ketidakjelasan mengenai pertanggungjawaban Musyawarah Desa sebagai organ dengan kekuasaan tertinggi dalam Badan Usaha Milik Desa. Adanya ketidakjelasan dalam pembatasan wewenang Musyawarah Desa ini mengakibatkan munculnya potensi risiko dalam pelaksanaan kegiatan Badan Usaha Milik Desa. Maka dari itu, skripsi ini mendorong disusunnya peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai batasan wewenang dari Musyawarah Desa sebagai organ Badan Usaha Milik Desa.

This thesis discusses the position of the Village Meeting as an organ of Village-Owned Enterprises by analyzing the provisions of the relevant laws and regulations, specifically the regulation of Government Regulation Num. 11 of 2021 concerning Village-Owned Enterprises. This thesis describes the differences in the structure of the organs of Village-Owned Enterprises before and after the issuance of Law Num. 11 of 2020 concerning Job Creation, which changes the legal status of Village-Owned Enterprises from a business entity to being a legal entity. This thesis also examines whether the position of the Village Meeting as an organ of the Village-Owned Enterprises will pose a potential conflict of interest with the role that the Head of Village also has in the village administration. Based on the juridical studies that have been carried out, there is a dual position in the management organ of Village-Owned Enterprises as regulated in Government Regulation Num. 11 of 2021 which lies in the position of the Head of Village as an Advisor to Village-Owned Enterprises and also his position as a Village Meeting facilitator. In addition, there is also uncertainty regarding the accountability of the Village Deliberation as the organ of management with the highest power in Village-Owned Enterprises. The existence of ambiguity in limiting the authority of the Village Meeting has resulted in the emergence of potential risks in the implementation of Village-Owned Enterprises activities. Therefore, this thesis encourages the formulation of regulations that further regulate the limits of authority of the Village Meeting as an organ of the Village-Owned Enterprise. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>