Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163097 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Dian Harlivasari
"Latar belakang: Penggunaan tembakau menimbulkan ketergantungan nikotin sehingga proses berhenti merokok menjadi sulit dan membutuhkan bantuan khusus. Keterbatasan terapi berhenti merokok di Indonesia mendorong lahirnya terapi farmakologi alternatif. Hasil penelitian preklinik menunjukkan terdapat peluang efektivitas N-acetylcistein (NAC) terhadap berhenti merokok.
Metode: Penelitian ini menggunakan uji acak plasebo terkontrol pada perokok yang dilakukan selama Januari-Desember 2018. Sebanyak 90 perokok mendapatkan perlakuan yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu NAC 2x1200 mg dan plasebo selama 4 minggu. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 1,2,3 dan 4. Pada akhir perlakuan dilakukan penilaian abstinence rate (AR), nilai withdrawal dan craving.
Hasil: Nilai AR pada kelompok NAC sebesar 37,7% sementara kelompok plasebo 6,7%. Pada variabel demografi yang bermakna terhadap abstinence adalah skor Fagestorm, motivasi dan nilai CO ekshalasi dasar dan percobaan berhenti merokok sebelumnya. Pada variabel akhir penelitian yaitu nilai CO ekshalasi akhir, jumlah rokok akhir, nilai withdrawal akhir dan nilai craving akhir bermakna secara statistik ( nilai p <0,001)
Kesimpulan: Abstinence rate pada kelompok NAC lebih superior dibandingkan kelompok plasebo. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan durasi pemberian lebih panjang dan pengamatan terhadap continues abstinance rate (CAR).

Background: Tobacco cigarette smoking often resulted in nicotine dependence which caused difficulties in smoking cessation program which in turn requiring smokers to seek professional help. However, pharmacotherapy for smoking cessation was limited in Indonesia. Preclinical studies suggested n-acetylcysteine (NAC) might able to reduce withdrawal and craving symptoms for substance dependence particularly nicotine addiction among smokers.
Methods : This placebo controlled clinical trial was conducted between January to December 2018. This study randomly grouped 90 cigarette smokers into NAC-treated (NAC 1200 mg bid) and placebo group whose four weeks of treatment was observed. The study objective was to compare abstinence rate (AR), withdrawal, and craving symptoms using scoring system at the end of the study.
Results : The AR in NAC-treated group was 37.7% and in placebo group was 6.7%. Fagerstrom score of nicotine dependence, motivation, and base exhaled CO concentration were related to abstinence. Decrease of daily cigarette consumption and exhaled CO concentration, and changes in withdrawal and craving score, were observed among the smokers by the end of the study.
Conclusion : This preliminary study suggested feasibility and efficacy of NAC for smoking cessation. Follow-up study of NAC on AR should be carried out.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Meidina
"Prevalensi perokok yang berhasil berhenti merokok di Indonesia diketahui menunjukkan angka yang rendah. Mahasiswa merupakan sekelompok individu yang mengonsumsi rokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh smoking abstinence self-efficacy (SASE) dan frekuensi perilaku merokok terhadap perilaku sehat mahasiswa Universitas Indonesia yang memiliki keinginan berhenti merokok. Perilaku sehat yang diukur dalam penelitian ini meliputi sarapan, kudapan, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, konsumsi rokok, dan menimbang berat badan. Penelitian korelasional ini melibatkan 153 partisipan yang terdiri dari 102 laki-laki, dan 51 perempuan dengan usia 18-25 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SASE adalah prediktor yang lebih kuat memengaruhi perilaku sehat dibandingkan dengan frekuensi perilaku merokok. Pengukuran yang lebih mendalam terkait faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku sehat pada perokok yang ingin berhenti dapat dieksplor lebih jauh.

Prevalence of smokers who succeed in their quit attempt in Indonesia is decreasing. Undergraduate students are a group of people who consume cigarettes. This study aims to investigate the effect of smoking abstinence self-efficacy (SASE) and cigarette smoking frequency on health behavior among undergraduate students of Universitas Indonesia who willing to quit smoking. The aspect of health behavior that are measured in this study are breakfast, snacking, physical activity, consumption of alcohol, consumption of cigarettes, and keep in healthy weight. The correlational study took a participants totally 153 students, 102 male, and 51 female in 18-25 years old. Results indicated that SASE was the strongest predictor of health behavior rather than cigarette smoking frequency. Further measurements related to factors that can influence health behavior in smokers who willing to quit can be explored further."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Judin Purba
"ABSTRAK
Perkembangan industri sekarang ini cukup pesat, dan jumlah tenaga pekerja tiap tahun mengalami peningkatan yang terus menerus. Diantara pekerja ini terdapat pekerja yang merokok. Jumlah produksi rokok juga tiap tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
Telah diketahui pengaruh buruk dan merugikan dari rokok terhadap kesehatan, Kanker paru, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah, pengaruh pada wanita hamil, produktivitas kerja, absenteisme pekerja.
Program promosi kesehatan kerja merupakan suatu program yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan pekerja yang terdiri dari 10 program yaitu :
1. Program berolah raga teratur
2. Program Pengendalian Tekanan Darah
3. Program Pengendalian Lemak Darah/Anemi/Gizi
4. Program Penghentian Merokok (Smoking Cessation)
5. Program Berat Badan Ideal
6. Program Pengendalian Stress
7. Program cukup tidur
8. Program Melindungi Diri dari bahaya terhadap keselamatan &
Kesehatan kerja
9. Program Menghindari Alkohol/Narkotika
10. Program Pemeriksaan Kesehatan Pekerja berkala untuk
mengidentifikasi penyakit/gejala awal penyakit dan memperbaiki
kesehatan.
Pada program kesehatan pekerja ini faktor dorongan keluarga dan organisasi tempat kerja di ikut sertakan.
Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara program berhenti merokok yang dilaksanakan terhadap pekerja perokok di Rumah Sakit Sint. Carolus Jakarta dapat memberikan penurunan yang bermakna jumlah rokok yang dihisap setelah satu bulan intervensi ada kecenderungan jumlah rokok yang dihisap
mengalami kenaikan. Saran perlunya pelaksanaan program berhenti merokok yang terus menerus untuk mencapai hasil yang lebih memuaskan. Pada akhirnya masih diperlukan penelitian lain guna memperoleh gambaran pengaruh program berhenti merokok terhadap pekerja perokok yang lebih jelas.

Abstract
Presently, the development of Industry is sharply increased and the number of workers keep on increasing every year. Among them there were smoking workers. Cigarettes production are also increasing sharply. It is aware that the bad impacts if smoking for our health are lung cancer, heart disease, blood vessels disease, the impact on pregnant woman, work productivity, and the absence form work.
Work health promotion program is a program focuses to improve the workers
health which are consisting of ten program such as :
1. Regular exercise program
2. Blood pressure controlling program
3. Fatty acid Controlling Program/anemia/nutrition
4. Smoking cessation program
5. Ideal body weight program
6. Stress controlling program
7. Sufficient sleep program
8. Self protection program from danger to work safety and health
9. Alcoholic/narcotic stood back program
10. Periodicaly health controlling program to indentiticate the desease/early signal of desease and health improvement.
In this work health program, family suprot factor and work invironmental were involved.
The conclusion of this study result that there is a linking between smoking cessation program which was performing to smoking workers at Sint. Carolus Hospital, Jakarta It will be able togive a significant decreasion to the number of cigarettes which wew smoked. After a month intervension there was inclined to the number of cigarettes that smoked were increasing. Recommendation the need of smoking cessation program continually is to reach the goal more satisfy.
Finally, it is still needed another study to obtain the description of smoking cessation program to smoking workers which is clearer."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasojo
"Penelitian ini mencari perbedaan rata-rata motivasi berhenti merokok pada mahasiswa UI di antara kelompok responden berdasarkan akses terhadap rokok yang paling sering digunakan. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan teknik menggunakan kuesioner. Nilai rata-rata motivasi berhenti merokok dari dalam diri responden (n=96) adalah 4,43 dari skor maksimal 7. Nilai rata-rata motivasi berhenti merokok dari luar diri responden adalah 3,31 dari skor maksimal 7. Lima puluh delapan dari 96 responden (60,4%) menyatakan membeli di warung sebagai akses terhadap rokok yang paling sering digunakan.
Analisis Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata motivasi berhenti merokok dari diri sendiri yang bermakna di antara kelompok responden berdasarkan akses tersering membeli di warung, membeli di swalayan, dan mendapat dari keluarga dan kerabat (CI= 95%, P= 0,88), maupun antara motivasi berhenti merokok dari luar diri di antara kelompok responden berdasarkan akses tersering membeli di warung, membeli swalayan, dan mendapat dari keluarga dan kerabat (CI= 95%, P= 0,28).
Hasil ini menunjukkan bahwa faktor yang lebih berpengaruh kepada motivasi berhenti merokok seseorang adalah faktor dari dalam diri sendiri dibandingkan dari luar diri. Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai faktor dari dalam diri untuk meneliti motivasi berhenti merokok karena didapatkan bahwa faktor dari dalam diri lebih berperan dalam hal ini.

This study aims to seek out the means difference in smoking cessation motivation among Universitas Indonesia students among respondent based on their access to cigarette. The method of this research is cross-sectional with questionnaire as the data-gathering means. The means of smoking cessation motivation because of internal factors of the respondents (n=96) is 4.43 out of 7. The means of smoking cessation motivation because of external factors of the respondents is 3.31 out of 7. Fifty eight respondents out of 96 respondents (60.4%) stated that buying cigarette in stalls is the most frequently used access to cigarette.
Anova analysis shows that there is no significant difference in smoking cessation motivation from internal factors means between groups that use buying cigarette in stalls, buying from self-service shop, or receiving cigarette from family and fellows (P= 0.878). Anova analysis also shows shows that there is no significant difference in smoking cessation motivation from external factors means between groups that use buying cigarette in stalls, buying from self-service shop, or receiving cigarette from family and fellows (P = 0.28).
This results indicates that smoking cessation motivation is more affected by internal factors than external factors. It is better to make a research for internal factors that affect smoking cessation motivation in the future because internal factors are more govern to smoking cessation motivation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Mirsyam Ratri Wiratmoko
"Merokok dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.World Health Organization (WHO) memprediksi pada tahun 2020 penyakit yang disebabkan oleh rokok akan menyebabkan kematian sebanyak 8.4 juta orang di dunia dan setengahnya berasal dari Asia. Varenicline, sebagai agonis parsial reseptor α4β2 nikotin asetilkolin, memiliki potensi yang cukup baik pada program berhenti merokok dengan cara melepaskan withdrawal effect dari nikotin dan menurunkan kebutuhan akan nikotin.
METODE. Uji acak tersamar ganda antara bulan Juli 2012 sampai dengan Desember 2012 dengan 12 minggu waktu terapi dan 12 minggu waktu pengamatan status merokok. 80 laki-laki perokok yang bersedia mengikuti penelitian dibagi kedalam kelompok varenciline dan kelompok plasebo.Varenicline dititrasi hingga 2x1 mg (n=40) dan plasebo (n=40) ditambah konseling mingguan.
HASIL. Pada pengamatan 4 minggu (minggu 1-4) setelah 12 minggu terapi menunjukkan 55% peserta kelompok varenicline berhenti merokok dibandingkan kelompok plasebo sebesar 27,5%. (Prevalence Ratio [PR] 2,0). Pada pengamatan minggu ke 5-8, 52.5% peserta pada kelompok varenicline masih berhenti merokok dibandingkan dengan 20% pada kelompok plasebo (PR, 2,6). Pada pengamatan minggu 9-12, 47,5% peserta pada kelompok varenicline masih berhenti merokok dibandingkan 17,5% pada kelompok plasebo (PR, 2,7). Rerata hari pertama bebas rokok pada kelompok varenicline adalah 40,63 hari, sedangkan pada kelompok plasebo 56,43 hari. Efek samping yang paling banyak pada penggunaan varenicline adalah mual yang terdapat pada 9 peseerta (22,5%). Rerata kadar CO awal adalah 18,46 ppm, rerata Fagerstrom test untuk ketergantungan nikotin adalah 6,4 dan rerata indeks Binkman adalah 317,9.
KESIMPULAN. Varenicline memiliki efikasi yang baik, aman dan dapat ditoleransi baik sebagai farmakoterapi program berhenti merokok.

Smoking has increased risk of morbidity and mortality. World Health Organization predicts that by 2020, disease caused by smoking will result in the deaths of around 8.4 million people in the world and half of these deaths from Asia. Varenicline, a partial agonist at the α4β2 nicotinic acetylcholine receptor, has the potential to aid smoking cessation by relieving nicotine withdrawal symptoms and reducing the rewarding properties of nicotine.
METHOD. A randomized, single-blind, placebo controlled trial conducted between July 2012 and December 2012 with a 12 week treatment period and 12 week follow-up of smoking status. 80 male adult smokers who volunteered for the study divide into varenicline and placebo group. Varenicline titrated to 1 mg twice daily (n=40) or placebo (n=40) for 12 weeks, plus weekly smoking cessation counseling.
RESULT. During 4 weeks (weeks 1-4) after 12 weeks of treatment, 55% of participants in the varenicline group were continuously abstinent from smoking compared with 27.5% in the placebo group (Prevalence Ratio [PR] 2,0). For weeks 5 through 8, 52.5% of participants in the varenicline group were continuously abstinent compared with 20% in the placebo group (PR, 2,6). For weeks 9-12, 47.5% of participants in the varenicline group were continuously abstinent compared with 17.5% in the placebo group (PR, 2,7). Mean of first day free of smoking used Varenicline for smoking cessation was 40,63 days and mean of first day free of smoking used placebo was 56.43 days. The most adverse event with varenicline was nausea, which occurred in 9 Participants (22,5%). Mean of CO level was 18,46 ppm, mean of Fagerstrom score for nicotine dependence was 6,4, and mean of Brinkman index was 317,9.
CONCLUSION. Varenicline is an efficacious, safe, and well-tolerated smoking cessation pharmacotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadar Ramadhan
"Latar belakang. Hasil Survei Penggunaan Tembakau Indonesia (GATS) 2011 mengindikasikan bahwa ada 40,8% orang yang pernah berusaha untuk berhenti merokok, namun hanya 37,7% diantaranya yang berhasil berhenti. Meskipun banyak perokok yang berkeinginan untuk berhenti merokok, namun hanya sedikit yang berhasil berhenti untuk tidak merokok. Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan larangan merokok di rumah dan tempat kerja dengan intensi dan keberhasilan berhenti merokok.
Metode. Data GATS Indonesia 2011 dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi logistik untuk mengetahui besar efek larangan merokok di rumah dan tempat kerja terhadap intensi dan keberhasilan berhenti merokok dengan mengontrol beberapa variabel confounder.
Hasil. Hasil analisis menunjukan bahwa adanya larangan merokok di rumah meningkatkan odds 2,3 kali (95%CI 1,5-3,4) untuk mencoba berhenti merokok dibandingkan yang tidak ada larangan merokok di rumah, sedangkan menurut keberhasilan berhenti merokok, menunjukan bahwa ada larangan merokok di rumah meningkatkan odds 2 kali (95%CI 1,1-3,4) untuk berhasil berhenti merokok dibandingkan yang tidak ada larangan merokok di rumah.
Simpulan dan saran. Larangan merokok di rumah dapat meningkatkan intensi dan keberhasilan dalam berhenti merokok sedangkan larangan merokok di tempat kerja kurang berpengaruh. Penting untuk mendorong adanya larangan merokok di rumah dan pengetatan kebijakan KTR.

Background. Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia 2011 indicated 40.8% people ever tried to quit smoking, however 37.7% of them were successful. Although many smokers who intend to quit smoking, but few have managed to quit for not smoking. This research was aimed to analyze the association of smoking ban at home and work places with intension and success of smoking cessation.
Methods: Population weighted logistic regressions controlled by demographic and other confounder variables were used to evaluate the associations between smoking ban at home and workplace with intentions and success of smoking cessation.
Results. These results indicated that smoking ban at home increased the odds of trying to quit smoking 2.3 times (95% CI 1.5 to 3.4) compared to no smoking ban at home, meanwhile the success of smoking cessation indicated that smoking ban at home increased the odds 2 times (95% CI 1.1 to 3.4) to success in quitting smoking compared to no smoking ban at home.
Conclusions and suggestions. Smoking ban at home could improve the intentions and success in quitting smoking while smoking ban at workplace is less influential. It was important to encourage smoking ban at home and strenghten policy of no smoking area (KTR)."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shera Cynthia Islami
"Latar Belakang: Berdasarkan laporan Riskesdas (2018), terdapat sekitar 77 juta perokok
berusia diatas 15 tahun di Indonesia. Banyaknya masyarakat yang mulai merokok pada
saat remaja dan peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia menjadikan remaja
sebagai target untuk pencegahan dan intervensi kebiasaan merokok. Pengetahuan dan
kesadaran mengenai bahaya merokok serta motivasi berhenti merokok diketahui mejadi
faktor dalam mencegah kebiasaan merokok dan memprediksi peluang seseorang berhenti
merokok. Tujuan: Untuk mengetahui kesadaran dan tingkat pengetahuan tentang bahaya
merokok pada rongga mulut serta motivasi berhenti merokok pada siswa SMA di Jakarta
beserta variabel yang berkontribusi terhadapnya. Metode penelitian: Studi analisis
cross-sectional pada 552 siswa SMA di Jakarta. Kesadaran dan tingkat pengetahuan
diukur menggunakan kuesioner penelitian AlAbdullah, dkk (2019). Kuesioner penelitian
Joly, dkk (2017) digunakan untuk mengukur tingkat motivasi berhenti merokok. Kedua
kuesioner selanjutnya melalui proses adaptasi lintas budaya, uji validitas, dan uji
reliabilitas terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengambilan data dilakukan melalui dua
tahap yaitu total sampling di SMAN 77 Jakarta Pusat pada tahap pertama dan
convenience sampling pada tahap kedua. Hasil: Mayoritas siswa (n = 493, 89,3%) telah
sadar akan bahaya merokok pada rongga mulut. Terdapat 324 (65,72%) siswa dari siswa
yang sadar masih memiliki tingkat masih memiliki tingkat pengetahuan yang rendah,
yaitu hanya dapat mengetahui paling banyak empat dari sepuluh efek spesifik merokok
terhadap rongga mulut. Efek spesifik merokok terhadap rongga mulut yang paling banyak
diketahui oleh siswa adalah bau mulut dan yang paling sedikit siswa ketahui adalah nyeri saat mengunyah. Terdapat hubungan bermakna antara beberapa karakteristik sosiodemografi
terhadap kesadaran dan pengetahuan siswa. Siswa perempuan, memiliki niat
berhenti merokok dan belum lama merokok memiliki kesadaran lebih baik. Siswa yang
tidak pernah merokok memiliki kesadaran dan tingkat pengetahuan lebih baik. Selain itu,
motivasi berhenti merokok masih rendah pada 22 (43,1%) dari 51 siswa yang pernah
merokok. Terdapat korelasi linear antara skor motivasi berhenti merokok terhadap ratarata
nilai rapor, status berhenti merokok, lama merokok, dan niat berhenti merokok. Semakin tinggi nilai rapor, semakin lama siswa telah berhenti merokok, dan pada siswa yang memiliki niat berhenti merokok, semakin tinggi pula tingkat motivasi siswa untuk berhenti merokok, hal sebaliknya terjadi pada siswa yang semakin lama merokok. Lebih lanjut, tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat motivasi berhenti merokok terhadap kesadaran (p = 0,136) dan tingkat pengetahuan (p = 0,504) mengenai bahaya merokok pada rongga mulut. Kesimpulan: Mayoritas siswa SMA di Jakarta telah sadar bahwa merokok membahayakan rongga mulut, namun tingkat pengetahuan mengenai efek spesifik rokok terhadap rongga mulut dan tingkat motivasi berhenti merokok masih rendah. Dibutuhkan intervensi lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai bahaya merokok pada remaja sebagai upaya mencegah perilaku
merokok pada remaja dan membantu remaja berhenti merokok.

Background: According to Riskesdas (2018), there are over 77 million 15-years-old and
above smokers in Indonesia. The fact that most of smokers in Indonesia start smoking
during adolescent makes it as the right target for prevention and intervention of smoking.
Awareness and knowledges about the jeopardy effect of smoking on health have known
to be protective factors for smoking. Meanwhile, motivation to stop smoking plays role
in predicting smoking cessation. Objective: To asess the awareness and knowledge about
the jeopardy effects of smoking on oral health and smoking cessation motivation among
high school students in Jakarta along with their contributing variables. Method: An
analytic questionnaire-based cross-sectional study was conducted among 552 high school
students in Jakarta. Questionnaire from AlAbdullah, et al (2019) was used to asses
awareness and knowledge. Smoking cessation motivation was assed using questionnaire
from Joly, et al (2017). Both questionnaires have undergone cross-cultural adaptation,
validity, and reliability test. There were two steps of data collection, the first step was
using total sampling on students from Public Senior Highschool number 77 in Central
Jakarta and the second step was using convenience sampling to senior high school
students in Jakarta. Results: The majority of students were aware (n = 493, 89.3%) about
the jeopardy effects of smoking on oral health. However, there were 324 (65,72%)
students that still had low knowledge level among students who aware, students
mentioned were only able to mention maximum four specific effects of smoking on oral
health. The most known effect was bad odor and the least was painful chewing. There
were significant associations between awareness with gender, intention to quit smoking,
smoking status, and duration of smoking. Female students, students who have intention to quit smoking, never smoke, and have shorter smoking duration were more likely to
aware than the contra group. With respect to knowledge, students who have never smoked
were more likely to have higher knowledge level. Aside of that, the level of smoking
cessation motivation was still low on 22 (43,1%) over 51 students who have smoked.
There are linier correlations between motivation score with academic score, abstinence
duration, smoking period, and the intention to quit smoking. The higher academic score,
the longer abstinence from smoking, the shorter smoking duration, and having intention
to quit smoking, the higher the motivation to quit smoking will be. However, there was
no any statistically significant difference between smoking cessation motivation with
awareness (p = 0.136) and knowledge (p = 0.504). Conclusion: Most of the students were
aware that smoking affects oral health. However, the level of knowledge about further
effects and smoking cessation motivation was still low. Thus, more interventions are
required to address these issues in order to prevent adolescencts from smoking and
promote smoking cessation on adolescents who smoke.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kolanda Maria Septauli
"Latar belakang: Sebagian besar penderita TB paru memiliki kebiasaan merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko infeksi TB paru, juga mempengaruhi manifestasi klinis, keberhasilan pengobatan, dan mortalitas pada penderita TB paru. Selain itu, diketahui bahwa sebagian besar penderita TB paru akan berhenti merokok saat terdiagnosis TB paru, tetapi akan kembali merokok seiring berjalannya waktu jika keluhan sudah mulai berkurang. Program berhenti merokok untuk penderita TB paru seharusnya mendampingi pengobatan TB paru. Program berhenti merokok yang biasa dilaksanakan di Indonesia adalah dengan pendekatan 4T (Tanya,Telaah,Tolong nasehati, dan Tindak lanjut).
Metode penelitian: Uji acak terkontrol pada 43 penderita TB paru berjenis kelamin laki- laki yang merokok. Kelompok perlakuan diberikan pendekatan 4T berupa edukasi, konseling, dan motivasi selama 3 bulan dengan 5 kali pertemuan. Kelompok kontrol hanya diberikan self-help leaflet untuk berhenti merokok saat rekrutmen. Pada awal penelitian, data dasar kedua kelompok dikumpulkan, yakni identitas, status merokok, skala ketergantungan nikotin (fargerstrom), CO ekshalasi, dan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dasar. Selanjutnya akan dilakukan follow-up pada bulan ke-1, 2 dan 3 setelah berhenti merokok, dengan pemeriksaan catatan harian berhenti merokok, pengukuran CO ekshalasi, Arus Puncak Ekspirasi (APE), skala motivasi, dan skala Minnesota Withdrawal Scale (MNWS).
Hasil: Persentase subjek yang masih berhenti merokok atau Continuous Abstinence Rate (CAR) bulan I, II, dan III lebih baik pada kelompok perlakuan dibandingkan pada kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan, persentase berhenti merokok hingga 1 bulan (CAR I) sebesar 66,7%, hingga 2 bulan (CAR II) sebesar 57,1%, dan hingga 3 bulan (CAR III) sebesar 52,4%. Sedangkan pada kelompok kontrol, persentase berhenti merokok hingga 1 bulan (CAR I) sebesar 54,5%, hingga 2 bulan (CAR II) sebesar 45,5%, dan hingga 3 bulan (CAR III) sebesar 45,5%. Jumlah relapse pada akhir penelitian lebih banyak pada kelompok kontrol yaitu 18,2% dibandingkan 14,3% pada kelompok perlakuan. Subjek yang tetap merokok hingga akhir penelitian lebih banyak pada kelompok kontrol yaitu 18,2% dibandingkan 9,5% pada kelompok perlakuan. Gejala withdrawal yang paling banyak ditemukan adalah peningkatan nafsu makan (44,1%), mengidam rokok (6,9%), gelisah (2,3%), sulit tidur (2,3%) dan tidak sabar (2,3%). Pada akhir penelitian, tidak ada perbedaan terkait skala withdrawal pada kedua kelompok (p=0.788). Skala motivasi untuk berhenti merokok pada CAR II lebih baik pada kelompok perlakuan. (p=0,043).
Kesimpulan: Pendekatan 4T yang efektif penting untuk mempertahankan abstinence hingga bulan 1, 2, dan 3 setelah subjek memutuskan berhenti merokok (CAR I, II, III). Sebaiknya program berhenti merokok diberikan bersama dengan pengobatan TB untuk membantu penderita TB berhenti merokok dan mengurangi angka relapse merokok.

Background: Smoking increases the risk of lung tuberculosis (TB) infection and influences its clinical manifestation, treatment success rate, and mortality. Most of smoking TB patients cease to smoke when they are firstly diagnosed, but clinical symptoms improvement could suggest them to continue smoking. Smoking cessation program in TB patients were applied in Indonesia, dubbed as the 4T approach (Tanya (Ask), Telaah (Asses), Tolong nasehati (Advise and Advice), and Tindak lanjut (Arrange))
Method: We performed a randomized controlled trial in 43 male and smoking TB patients. Trial group received 4T approach consisting of education, counseling, and motivation to stop smoking for three months consisted in five session of meetings. Control group received a self-help leaflet for smoking cessation. Smoking status, Fagerström nicotine dependence scale, exhaled CO level, and peak expiratory flow rate were collected. Subjects were observed at month 1, 2 and, 3 after quit smoking. Motivation scale and Minnesota Withdrawal Scale (MNWS) were also reported during the follow-ups.
Results: Smoking cessation level during month I, II, and III (Continuous Abstinence Rate I, II and III) were higher in trial group than in control group. In trial group, the percentage of smoking cessation until 4 weeks (CAR I) was 66.7%, until 8 weeks (CAR II) was 57.1%, and until 12 weeks (CAR III) was 52.4%. In control group, the percentage of smoking cessation until 4 weeks (CAR I) was 54.5%, until 8 weeks (CAR II) was 45.5%, and until 12 weeks (CAR III) was 45.5%. The number of smoking relapses after the end of the research was higher in control group than trial group that was 18.2% compared to the trial group 14.3%. The number of still smoking also higher in control group that was 18.2% compared to trial group 9.5%. Withdrawal symptoms were increase of appetite (44.1%), cigarette cravings (6.9%), agitation (2.3%), insomnia (2.3%) and irritability (2.3%). At the end of the trial, there were no differences of withdrawal scale between groups (p=0.788). Motivation scale to stop smoking of CAR II in trial group was better than control group (p=0.043).
Conclusion: The 4T approach is effective to maintain the abstinence rate in lung TB patients until month 1, 2, and 3 (CAR I, II, and III) after quit smoking. It is advisable to
employ smoking cessation program during TB treatment to help TB patients quit smoking and reduce the rate of smoking relapse.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihen, Tribowo Tuahta Ginting
"Merokok merupakan masalah kronik di Indonesia yang menyebabkan kematian tertinggi dan meningkatkan beban kesehatan. Saat ini belum ada terapi farmakologis yang tersedia di Indonesia untuk penatalaksanaan adiksi merokok. N-asetilsistein (NAC) merupakan salah satu modalitas yang terbukti dapat menjadi terapi pengganti pada beberapa studi jangka pendek. Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian NAC sebagai terapi adjuvan pada MET (motivational enhancement therapy) dibandingkan dengan kombinasi MET dan plasebo. Penelitian ini adalah uji klinis terandomisasi tersamar ganda yang terdiri dari 2 tahap yaitu validasi kuesioner dan uji klinis. Subjek pada penelitian ini adalah perokok dewasa dengan konsumsi rokok tembakau setidaknya selama 6 bulan. Subjek adalah pasien adiksi merokok yang ingin berhenti merokok dalam tahap preparation atau action. NAC yang diberikan adalah 1800 mg, 2 kali sehari dalam 3 bulan, MET diberikan dalam terapi individu sebanyak 7 sesi dalam 3 bulan. Pemantauan dilakukan selama 3 bulan untuk menilai efektivitas klinis, laboratoris dan radiologis. Dengan metabolik pemeriksaan rasio n-asetilaspartat/kreatin dan rasio glutamat/kreatin pada Spektroskopi Resonansi Magnetik (MRS). Sebanyak 80 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Studi ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan kejadian abstinensia, gejala craving, gejala withdrawal, jumlah rokok yang dikonsumsi dan kadar nikotin, terdapat perbedaan yang bermakna pada penurunan kadar karbon monoksida di minggu ke-2 pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat perbedaan bermakna pada rasio glutamat/kreatin kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol pada regio medial prefrontal korteks kiri dengan nilai p < 0,02 serta terdapat perbedaan bermakna pada rasio n-asetilaspartat/kreatin kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol pada regio serebelum bilateral dengan nilai p < 0,01. Sebanyak 63,7% subjek melaporkan efek samping dan efek samping terbanyak adalah diare. Penelitian ini memperhatikan adanya efektivitas NAC pada MET yang diperhatikan dengan adanya penurunan yang bermakna kadar CO minggu kedua, disertai dengan regulasi glutamat yang diperlihatkan dari rasio glutamat/kreatin yang bermakna di korteks prefontal medial kiri serta rasio n-asetilaspartat/kreatin yang meningkat di serebelum yang menunjukkan perbaikan sel di area kognitif dan reward.

Smoking as a chronic problem in Indonesia causes one of the highest mortality rate and is a great national health burden. Currently, there is no pharmacological therapy available in Indonesia for the management of smoking addiction. N-acetylcysteine (NAC) is a modality that has been shown to be a substitute therapy in several short- term studies. This study aims to determine the effectiveness of NAC administration as adjuvant therapy in MET (motivational enhancement therapy) compared to the combination of MET and placebo. This study is a double-blind randomized clinical trial consisting of 2 stages, consisting of questionnaire validation and clinical trials. Subjects in this study were adult smokers with tobacco cigarette consumption for at least 6 months. Subjects were smoking addiction patients who wanted to quit smoking in the preparation or action stage. The NAC given was 1800 mg, 2 times a day in 3 months, MET was given in individual therapy for 7 sessions in 3 months. Monitoring was conducted for 3 months to assess clinical, laboratorial and radiological effectiveness. Metabolic examination included N-acetylaspartate/ creatin ratio and glutamate/creatin ratio on Magnetic Resonance Spectroscopy. A total of 80 subjects were included in this study. The study found that there was no difference in the incidence of abstinence, craving symptoms, withdrawal symptoms, number of cigarettes consumed and nicotine levels, there was a significant difference in the reduction of carbon monoxide levels at week 2 in the treatment group compared to the control group. And there was a significant difference in the glutamate/creatine ratio of the treatment group compared to the control group in the left medial prefrontal cortex region with a p value < 0.02 and there was a significant difference in the N-acetylaspartate/creatine ratio of the treatment group compared to the control group in the bilateral cerebellar region with a p value < 0.01. A total of 63.7% of subjects reported side effects and the most common side effect was diarrhea. This study noticed the effectiveness of NAC in MET which was noticed by a significant decrease in CO levels in week two, accompanied by glutamate regulation as shown by a significant glutamate/creatine ratio in the medial prefrontal cortex sinistra and an increased N- acetylaspartate/creatine ratio in the cerebellum which showed cellular improvement in cognitive and reward areas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berly Shandika Shihab Wicaksono
"Latar belakang: Menurut SUSENAS tahun 2017, pengguna rokok elektronik di Indonesia terus meningkat hingga mencapai 4 juta pengguna. Peningkatan ini berdasarkan persepsi masyarakat yang menganggap bahwa rokok elektronik bersifat lebih aman dibandingkan rokok konvensional sehingga dapat digunakan sebagai alat berhenti merokok. Padahal, keefektivitas rokok elektronik masih belum terbukti secara komprehensif. Ditambah lagi, studi mengenai pengetahuan pengguna rokok elektronik di Indonesia masih terbatas. Kesenjangan persepsi ini yang menjadi dasar peneliti ingin penelitian terhadap persepsi pengguna vape tentang rokok elektronik sebagai alat berhenti merokok. Metode: Studi ini menggunakan desain quasi eksperimental yang dilakukan dengan pengerjaan pretest dan posttest setelah pemberian video edukasi. Teknik pengambilan jumlah sampel menggunakan non-probability consecutive (n = 75). Data sampel menggunakan Google Form yang disebarkan kepada responden. Distribusi data diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan dianalisis bivariat Uji Wilcoxon karena distribusi tidak normal. Hasil: Dari 75 responden, peneliti mendapatkan rata-rata perbedaan persepsi sebesar 2 poin. Hasil uji normalitas data menunjukkan distribusi data tidak normal dan hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai p = 0.000 (p<0,05). Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada persepsi pengguna vape tentang rokok elektronik sebagai alat berhenti merokok melalui skor sebelum dan sesudah pemberian video edukasi. Penelitian in membutuhkan penelitian lanjutan yang dapat menganalisis perilaku terhadap persepsi yang didapat.

Introduction: According SUSENAS in 2017, electronic cigerrates users continue to increase up to 4 million users. This is due to society perception that e-cigerattes are more safe than conventional cigarettes so that they can be used as a smoking cessation tool. In fact, the effectiveness of e-cigerattes is still not comprehensively proven. In addition, studies on the knowledge of e-cigarette users in Indonesia are still limited. This perception gap is the basis for researchers wanting to study about vaporize user’s perceptions of e- cigerattes as a smoking cessation tool. Method: This study used a quasi-experimental design which was carried out by doing pretest and posttest after giving an educationl video. The sampling technique used was non-probability consecutive (n = 75). Sample data using Google Form shared to respondents. Data distribution was tested using Kolmogorov-Smirnov test and analyzed bivariately using Wilcoxon test due to abnormal distribution. Result: From 75 respondents, researchers got an average difference of 2 points in perception. The results of the data normality test showed that the data distribution was ab normal, and the Wilcoxon test results showed the value of p = 0.000 (p <0.05). Conclusion: There is a significant difference in the perception of vape users about electronic cigarettes as a smoking cessation tool through scores before and after the provision of educational videos. This research requires further research that can analyze the behavior of the perceptions obtained."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>