Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91981 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifa Muthia
"Biomassa merupakan salah satu cara terbaik untuk menjelaskan mengenai vegetasi di wilayah perkotaan. Setiap kota di Indonesia diwajibkan memiliki 30% ruang terbuka hijau dari total luas wilayahnya. Kota Tangerang merupakan salah satu kota penyangga Ibukota yang terus berkembang sejak tahun 1990-an. Perkembangan kota yang cukup pesat dan muculnya berbagai aktivitas seperti aktivitas rumah tangga, transportasi, hingga industri mendorong terjadinya perubahan area hijau yang terus berkurang. Data BPS menunjukkan bahwa Kota Tangerang hanya memiliki area hijau sebesar 2.319,21 ha (12,56%) dari total wilayahnya. Padahal, area hijau memiliki fungsi penting yaitu sebagai penyerap emisi atau polutan terutama gas karbondioksida (CO2). Penelitian ini menggunakan pengukuran langsung dan indeks vegetasi untuk merumuskan formula biomassa yang ideal. Kegiatan pra-lapang dimulai dengan mencari indeks vegetasi yaitu formula NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) dan EVI (Enhanced Vegetation Index) yang berasal dari data citra SPOT 7. Formula alometrik yang digunakan adalah alometrik dengan persamaan y = 0,118 D2,53 untuk mencari nilai biomassa dari perhitungan lapangan. Analisis kuantitatif dan spasial digunakan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa biomassa memiliki hubungan dengan tingkat keeratan tinggi dengan indeks vegetasi NDVI dan EVI. 

Biomass is one of the best ways to explain vegetation in urban areas. Every city in Indonesia is required to have 30% of green open space from the total area. Tangerang City is one of the capital's buffer cities that has continued to grow since the 1990s. The development of the city is quite rapid and the emergence of various activities such as household activities, transportation, and industry to encourage changes in green areas that continue to decrease. BPS data shows that Tangerang City only has a green area of 2,319.21 ha (12.56%) of the total area. In fact, green areas have an important function, namely as an absorber of emissions or pollutants, especially carbon dioxide gas (CO2). This study uses direct measurements and vegetation index to formulate the ideal biomass formula. The pre-field activities begin with searching for vegetation indices, namely the NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) and EVI (Enhanced Vegetation Index) derived from SPOT 7 image data. The allometric formula used is allometric with the equation y = 0.118 D2,53 to find the value biomass from field calculations. Quantitative and spatial analysis was used in this study. The results show that biomass has a relationship with a high degree of closeness with the NDVI and EVI vegetation index. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Ramadhan Kurniawan
"Estimasi biomassa dapat digunakan untuk mengestimasi nilai simpanan karbon dioksida. Kota Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami penurunan luasan ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 1.000 hektar menjadi pemukiman, dengan luasan RTH publik hanya mencapai 7,3 % dari 20% yang ditentukan dalam Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya serap yang dimiliki oleh RTH di Kota Semarang terhadap emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh penggunaan kendaraan bermotor. Pemanfaatan penginderaan jauh dan pengukuran langsung ke lapangan digunakan untuk mengetahui estimasi nilai biomassa di Kota Semarang. RTH taman kota dan jalur hijau memiliki luas 1,41% dari seluruh luas Kota Semarang, dengan biomassa yang tersimpan mencapai 191,04 ton. Terhitung total simpanan karbon dioksida di Kota Semarang mencapai 1.402.218 ton. Estimasi emisi karbon dioksida diketahui sebesar 29.682.714 ton, sehingga terdapat defisit dari emisi karbon dioksida sebesar 28.280.496 ton.

Biomass estimation can be used to estimate the value of carbon dioxide stores. Semarang City is one of the cities in Indonesia that has decreased the area of green open space by 1,000 hectares into residential areas, with the area of public green open space only reaching 7.3% of the 20% stipulated in Law number 26 of 2007. This research aims to analyze the absorption capacity of RTH in the city of Semarang on carbon dioxide emissions produced using motorized vehicles. Utilization of remote sensing and direct measurement to the field is used to determine the estimated value of biomass in Semarang City. City park green open space and green belt covers an area of 1.41% of the total area of Semarang City, with stored biomass reaching 191.04 tons. Total carbon dioxide deposits in Semarang City reached 1,402,218 tons. The estimated carbon dioxide emission is 29,682,714 tons, so that there is a carbon dioxide emission deficit of 28,280,496 tons."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Azaria
"Pada tahun 1990-an sekitar dua pertiga dari emisi CO2 berasal dari negara-negara maju, namun emisi CO2 berasal dari negara berkembang seperti Indonesia yang merupakan negara nomor enam penghasil emisi terbesar di dunia. Kota Jakarta yang menjadi pusat kegiatan membuat kota Jakarta memiliki penduduk yang semakin banyak dan jumlah kendaraan yang meningkat. Kegiatan manusia salah satunya dalam dapat menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah yang besar namun juga dapat menyerapnya kembali dengan adanya keberadaan RTH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan sebaran ruang terbuka hijau serta hubungannya dengan daya serap emisi karbon dioksida dan emisi karbon dioksida sisa. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan menetapkan titik sampel emisi di sepuluh kecamatan di Jakarta Selatan dan verifikasi nilai indeks vegetasi. Sebaran ruang terbuka hijau di tiap kecamatan di Jakarta Selatan menggunakan indeks fragmentasi. Variabel daya serap didapatkan dari luas tajuk vegetasi yang didapatkan dari Indeks Vegetasi yaitu LAI Leaf Area Index.
Emisi transportasi didapat dengan mengkonversi jumlah kendaraan dengan persamaan dan emisi dari pernapasan manusia didapatkan dari data jumlah penduduk. Variabel emisi sisa didapatkan dari total emisi dikurang oleh daya serap. Kemudian variabel sebaran ruang terbuka hijau dengan daya serap emisi karbon dioksida dan emisi karbon dioksida sisa dilakukan analisis korelasi menggunakan metode spearman rank untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antar variabel.
Hasil dari penelitian ini yaitu adanya hubungan sebaran ruang terbuka hijau yang cenderung mengumpul dengan daya serap emisi karbon dioksida secara signifikan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.79 tetapi antara sebaran ruang terbuka hijau dan daya serap emisi karbon dioksda dengan emisi karbon dioksida sisa tidak memiliki hubungan yang signifikan dan memiliki hubungan yang negative yang berarti semakin mengumpul ruang terbuka hijau, maka semakin besar daya serap emisi karbon dioksida dan semakin sedikit emisi karbon dioksida sisa.

In the 1990s about two thirds of CO2 emissions came from developed countries, but CO2 emissions come from developing countries like Indonesia, which is the world 39 s sixth largest emitters. The city of Jakarta which became the center of activity makes the city of Jakarta has a growing population and the number of vehicles increased. Human activities are one of them in producing large amounts of carbon dioxide but can also reabsorb it in the presence of green space.
This study aims to determine the relationship of green open space distribution as well as its relationship with the absorption of carbon dioxide emissions and residual carbon dioxide emissions. The method used for sampling is purposive sampling by setting emission sample point in ten sub districts in South Jakarta and verification of vegetation index value. Distribution of green open spaces in each sub district in South Jakarta using fragmentation index. The absorption variable is obtained from the vegetation canopy area obtained from Vegetation Index that is LAI Leaf Area Index.
Transport emissions are obtained by converting the number of vehicles with equations and emissions from human respiration obtained from population data. The residual emission variables obtained from total emissions are reduced by absorption. Then the variables of green open space distribution with the absorption of carbon dioxide emission and residual carbon dioxide emission are done by correlation analysis using spearman rank method to know whether or not the relationship between variables.
The result of this study is the relationship of green open spaces that tend to accumulate with the absorption of carbon dioxide emissions significantly with the value of correlation coefficient of 0.79 but between the green open space distribution and absorption capacity of carbon dioxide emissions with residual carbon dioxide emissions have no significant relationship and have a negative relationship which means getting the green open space, the greater the absorption capacity of carbon dioxide emissions and the less carbon dioxide emissions remaining.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggieani Laras Suti
"Kota Bandung merupakan kota metropolitan besar di Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa pada tahun 2019 berdasarkan BPS Kota Bandung. Jumlah penduduk yang sangat banyak berdampak pada emisi karbon yang banyak juga. Selain itu, kebutuhan lahan di daerah ini terus meningkat, namun tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan, akibatnya penutup vegetasi akan terganggu. Penutup vegetasi yang terganggu akan berdampak pada kemampuan penyerapan karbon dan di sisi lain, emisi penduduk juga tidak terserap. Padahal jumlah penduduk di Kota bandung terus meningkat dan berdasarkan U.S Environmental Protection Agency, manusia mengeluarkan CO2 dalam sehari mencapai 2,3 pon atau sebanyak 1 kg. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis biomassa, daya serap, dan kemampuan menyerap karbon dioksida pada Ruang Terbuka Hijau. Beberapa indeks vegetasi termasuk NDVI, ARVI, dan SAVI yang berasal dari Sentinel-2B multispekral dilakukan integrasi dengan nilai biomassa berbasis allometrik untuk menghasilkan model estimasi biomassa. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa vegetasi RTH di Kota Bandung dapat menyerap CO2 hasil respirasi penduduk sebesar 95,9%, namun tidak mampu menyerap CO2 secara keseluruhan di udara. Distribusi kelas RTH yang memiliki biomassa, daya serap, dan besaran kemampuan menyerap emisi paling tinggi didominasi pada lereng agak curam hingga sangat curam yaitu terdapat Manglayang Park yang keberadaanya pada RTH Pelestarian Alam, sedangkan pada kelas paling rendah didominasi pada lereng sangat landai hingga landai yang banyak ditumbuhan vegetasi di pinggir jalan yaitu RTH Sempadan Jalan.

Bandung is a major metropolitan city in West Java Province, with a population of more than 2.5 million people in 2019 based on BPS Bandung. The huge population has an impact on carbon emissions as well. In addition, land needs in this area continue to increase, but not offset by land availability, as a result vegetation cover will be disturbed. Disturbed vegetation cover will have an impact on carbon sequestration capabilities and on the other hand, population emissions are also not absorbed. Whereas the population in bandung city continues to increase and based on the U.S. Environmental Protection Agency, humans emit CO2 in a day reaches 2.3 pounds or as much as 1 kg. The purpose of this study was to analyze biomass, absorption, and the ability to absorb carbon dioxide in Green Open Space. Several vegetation indices including NDVI, ARVI, and SAVI derived from Sentinel-2B multispecral are integrated with allometric based biomass values to produce biomass estimation models. The results of this study stated that UGS vegetation in Bandung can absorb CO2 resulting from population respiration by 95.9%, but is not able to absorb CO2 as a whole in the air. Distribution of UGS class that has biomass, absorption, and the amount of ability to absorb the highest emissions is dominated on slopes rather steep to very steep, namely Manglayang Park which is located in the UGS Nature Preservation, while in the lowest class is dominated on the slopes are very sloping to ramps that are growing vegetation on the roadside, namely UGS Border Road."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaniswara Wiradharma
"Ruang Hijau (RH) adalah bagian dari pola ruang kota yang penting keberadaanya bagi lingkungan perkotaan dan kehidupan manusia. Biomassa hijau yang terkandung dalam ruang hijau memiliki peranan ekologis sebagai penyerap gas karbon dioksida (CO2). Dengan memanfaatkan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8, dapat diketahui perubahan luasan ruang hijau dengan menggunakan meteode (Normalized Differential Vegetation Index) NDVI yang mampu melakukan klasifikasi objek identik vegetasi dan non vegetasi. Analisis meliputi hubungan antara NDVI dan biomassa hijau lapangan yang meliputi karakteristik tajuk dan tutupan vegetasi bawah.
Hasil yang diperoleh yaitu sebaran kandungan biomassa hijau di Kota Bogor tidak merata. Terjadi perubahan yaitu penurunan kandungan biomassa hijau sebesar 13.111 ton sehingga terjadi penurunan kemampuan serapan CO2 Kota Bogor sebesar 19.273 ton. Hal ini disebabkan karena penurunan luas ruang hijau sebesar 135,86 Hektar (1,15%) atau + 11,32 Hektar per tahunnya di Kota Bogor dari tahun 2001 hingga 2013.

Green Space is necessary part of urban space pattern for urban environment and human life. Green biomass on the green space has an ecological role as an absorber of carbon dioxide gas (CO2). Information of changing area of green space derived from utilization of remotely sensed data of Landsat 7 ETM + and Landsat 8 by using NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) method known capable of performing object classification to identical vegetation and non vegetation. The analysis includes the relationship between NDVI and field-derived green biomass, includes the characteristics of vegetation cover and lower canopy.
The result show that distribution of green biomass properties in Bogor is uneven. There were changes in the levels, decrease up to 13.111 tons of green biomass resulting in decreased ability to uptake of CO2 by 19.273 tons in Bogor City. This is because the area of green space is reduced by 135.86 hectares (1.15%) or approximately 11.32 hectares per year respectively in Bogor City from 2001 to 2013.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranggas Dhuha Putra
"Pembentukan ruang terbuka hijau sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global pada ekosistem perkotaan. Ekspansi Kota Bekasi yang cepat dari megapolitan Jakarta memengaruhi Kota Bekasi dan selanjutnya mengarah pada konversi besar-besaran ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun. Dari adanya perubahan tersebut mempengaruhi kandungan biomassa dan kemampuan penyerapan vegetasi pada ruang terbuka hijau terhadap emisi dari kegiatan antropogenik. Upaya pemantauan melalui estimasi biomassa penting untuk pemahaman yang lebih baik tentang manfaat ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis distribusi spasial biomassa dan daya serap CO2 serta menganalisis kemampuan vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau dalam menyerap emisi CO2 di Kota Bekasi. Penelitian ini melakukan perhitungan biomassa diatas permukaan pohon dengan pengukuran lapangan dan persamaan alometrik yang dikembangkan oleh United States Department of Agriculture (USDA). Serta menggunakan citra satelit Sentinel-2B yang diperoleh pada tahun 2020 dan dilakukan formulasi indeks vegetasi yaitu NDVI, GNDVI, SAVI, dan OSAVI dengan menghubungkan nilai biomassa hasil pengukuran lapangan untuk menghasilkan model estimasi biomassa. Hasil model estimasi biomassa menunjukkan bahwa indeks vegetasi terpilih yaitu OSAVI yang memiliki korelasi sebesar 75,3% dengan akurasi model sebesar 99%. Distribusi spasial biomassa dan daya serap vegetasi RTH Kota Bekasi secara keseluruhan mendominasi kelas rendah, berada di lereng datar dan sangat landai yang mengikuti jaringan jalan arteri, kolektor, dan tol tepatnya pada vegetasi RTH jalur hijau. Adapun juga dijumpai pada vegetasi RTH sempadan jalan kereta dan sempadan situ/danau. Selain itu pada jaringan jalan arteri dan kolektor juga di jumpai lereng yang landai dengan keberadaan distribusi spasial biomassa dan daya serap vegetasi pada RTH yang tinggi tepatnya di vegetasi RTH kota. Distribusi spasial biomassa dan daya serap vegetasi RTH Kota Bekasi yang sedang berada pada lereng sangat landai berada di sekitaran jaringan jalan lokal dan lingkungan Kota Bekasi tepatnya berada pada vegetasi RTH taman kecamatan, kelurahan, sempadan sutet dan rekreasi. Distribusi spasial biomassa dan daya serap sangat tinggi dijumpai lereng agak curam hingga sangat curam yang dijumpai pada sekitaran sungai tepatnya berada pada vegetasi RTH sempadan sungai. Kemampuan vegetasi pada RTH Kota Bekasi seluruhnya mengalami penyerapan sebagian terhadap emisi karbon dioksida. Vegetasi pada RTH Kota Bekasi hanya memiliki kemampuan serapan CO2 sebesar 1,75 % dari keseluruhan emisi karbon dioksida di Kota Bekasi. Dikarenakan emisi karbon dioksida yang menyeluruh begitu tinggi di Kota Bekasi, yang bersumber dari emisi kendaraan bermotor dengan ditujukkan mendominasi sekitar jaringan jalan arteri, kolektor, dan lokal di Kota Bekasi yang melebihi besaran daya serap karbon dioksida vegetasi pada ruang terbuka hijau.

The establishment of green open spaces is critical to reducing the impact of climate change and global warming on urban ecosystems. The rapid expansion of Bekasi City from Jakarta megapolitan affected Bekasi City and subsequently led to the massive conversion of green open space into a built-up area. From these changes affect biomass content and vegetation absorption ability in green open space against emissions from anthropogenic activities. Monitoring efforts through biomass estimation are important for a better understanding of the benefits of green open space. Therefore, the purpose of this study is to analyze the spatial distribution of biomass and CO2 absorption and analyze the ability of vegetation in Green Open Space in absorbing CO2 emissions in Bekasi City. This study performed biomass calculations on the surface of trees with field measurements and alometric equations developed by the United States Department of Agriculture (USDA). As well as using Sentinel-2B satellite imagery obtained in 2020 and carried out vegetation index formulations namely NDVI, GNDVI, SAVI, and OSAVI by connecting the biomass value of field measurement results to produce biomass estimation models. Biomass estimation model results showed that the selected vegetation index is OSAVI which has a correlation of 75.3% with model accuracy of 99%. Spatial distribution of biomass and vegetation absorption of RTH Bekasi City as a whole dominates the low class, being on flat slopes and very sloping that follow the network of arterial roads, collectors, and tolls precisely on the green line RTH vegetation. It is also found on the vegetation of RTH railway road border and situ/lake border. In addition, arterial road networks and collectors are also found slopes that ramp with the presence of spatial distribution of biomass and vegetation absorption in high RTH precisely in the city's RTH vegetation. Spatial distribution of biomass and vegetation absorption RTH Bekasi city that is on a slope is very sloping in the vicinity of the local road network and bekasi city environment precisely located on the vegetation RTH district park, village, border sutet and recreation. Spatial distribution of biomass and absorption is very high found slopes rather steep to very steep found in the surrounding rivers precisely located in the vegetation RTH river border. Vegetation capability in RTH Bekasi city is entirely experiencing partial absorption of carbon dioxide emissions. Vegetation in RTH Bekasi city only has a CO2 absorption capability of 1.75% of the total carbon dioxide emissions in Bekasi City. Because the overall carbon dioxide emissions are so high in Bekasi City, which is sourced from motor vehicle emissions with the aim of dominating around the arterial road network, collectors, and local in Bekasi City that exceeds the amount of vegetation carbon dioxide absorption in green open space."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Putri Rahayu
"Penelitian ini membahas tentang pengelolaan ruang terbuka hijau oleh Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman di Kota Tangerang Selatan. Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman melakukan pengelolaan yang dilakukan melalui perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan ruang terbuka hijau yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif karena menggambarkan dan mendeskripsikan masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara yang melibatkan beberapa narasumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan oleh Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman Kota Tangerang Selatan sampai saat ini belum maksimal, karena masih ditemukan beberapa hambatan. Hambatan tersebut antara lain adalah kondisi sumber daya manusia yang masih kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, serta belum sepenuhnya pemerintah kabupaten tangerang menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menjadi kendala dalam membangun ruang terbuka hijau, selain itu keterbatasan lahan menjadi salah satu masalah pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam memperluas ruang terbuka hijau.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap hal-hal yang mempengaruhi pengelolaan. Mengenai masalah sumber daya manusia, mulai sekarang harus sudah direncanakan rekrutmen dengan perencanaan yang matang,serta memperkuat koordinasi antar instansi dalam kaitannya dengan penyerahan fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam mewujudkan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.

This research discuss about the management of urban green space conducted by Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman in South Tangerang City. The aim was to determine the management of urban green space conducted by Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman in South Tangerang City. Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman conducted by managing the planning, utilization and control. This study used a qualitative approach and this research is descriptive because it describes, summarizes the various conditions and situations as well as describing the problem under study based on the data obtained. The data was collected through interviews with informants.
The results showed that the management of green open space in South Tangerang City by the Dinas Kebersihan Pertamanan Pemakaman in South Tangerang City have not been up to date, because they found the condition of human resources is still lacking in terms of both quality and quantity, as well as the Tangerang regency government has not fully hand over social facilities and public facilities are an obstacle in building a green open space, in addition to the limitations of land into one of the city government problem South Tangerang to expand green space.
Based on these results, it is necessary to repair the things that affect management. Regarding human resource issues, from now on should have planned recruitment with careful planning, and strengthen inter-agency coordination in relation to the delivery of social facilities and public facilities in creating a green open space in South Tangerang City.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Amir
"Lingkungan hidup dengan seluruh komponennya yang saling bergantung satu sama lain haruslah selalu dalam keadaan seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan penduduk meningkatkan pembangunan gedung dan perkerasan di seluruh penjuru kota sehingga lugs lahan yang diperuntukkan bagi hutan, jalur hijau, taman, dan jenis RTH lainnya semakin berkurang. Ketidakseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan ini tentu mengakibatkan timbulnya masalah lingkungan, seperti iklim mikro yang tidak menyenangkan, karena Iuas permukaan yang menimbulkan suhu tinggi (struktur dan perkerasan) semakln bertambah sementara luas permukaan yang menimbulkan suhu rendah (tumbuhari dan air) semakin berkurang.
Karena nilai lahan di kawasan perkotaan semakin tinggi dan tidak nyaman untuk menjadi kawasan permukiman, maka semakin banyak kawasan permukiman dibangun dl pinggir kota, contohnya Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Walau banyak pengembang berlomba menawarkan konsep hunian yang ramah lingkungan, kenyataannya, perencanaan RTH masih memprioritaskan aspek estetika dibandingkan aspek ekologis. Untuk mengefektifkan fungsi ekologis dari RTH, khususnya fungsi pengendalian iklim mikro (biasa dlsebut fungsi klimatologis), maka kualitas RTH ini perlu ditingkatkan karena mempertimbangkan kecukupan dari aspek luas saja tidak memadai.
Dengan demikian, dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman KTBJ?
Apa tanggapan warga KTBJ terhadap RTH yang sudah ada berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologlsnya?
Bagaimana memperbaiki kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman?
Mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya waktu, tenaga, dan Jana fungsi ekologis yang akan diteliti dibatasi pada fungsi pengendalian iklim mikro (fungsi klimatologis) karena lebih sesuai dengan permasalahan yang ada di lokasi studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengevaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH (seperti luas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan potion, dan perkerasan) dengan membandingkan terhadap literatur yang ada.
Mengetahui tanggapan warga tentang kondisi RTH di kawasan permukiman yang diteliti berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologisnya.
Mencari konsep penataan RTH yang bisa meningkatkan efektivitas fungsi ekologis yang sesuai bagi kawasan permukiman.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dan pengembang dalam pengelolaan RTH di kawasan permukiman.
Penelitian ini adalah penelitian penilaian yang bertujuan untuk menilai suatu program, dalam hal ini adalah program pembangunan RTH di kawasan permukiman. Obyek yang akan dinilai RTH di kawasan permukiman balk secara keseluruhan maupun beberapa jenis RTH secara individu. Varlabel penelitian ini adalah faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, khususnya fungsi klimatologis, yaitu Iuas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan pohon dan perkerasan. Penilaian akan mengacu pada kriteria penliaian yang dibuat berdasarkan literatur.
Lokasi penelitian adalah kawasan permukiman terencana yang akan berkembang menjadi permukiman berskala besar, yaitu Kota Taman 8intaro Jaya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku teks, laporan seminar, lembaga terkait, maupun data dart pengelola. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan lapangan dan wawancara (wawancara intensif dengan pihak pengelola kawasan permukiman, serta tenaga ahli yang berkaitan dengan studi dan wawancara dengan warga yang dipandu dengan daftar pertanyaan).
Evaluasi terhadap Iuas dan distribusi RTH dilakukan dengan menggunakan data citra satelit terhadap kawasan permukiman secara keseluruhan. Luas penutupan vegetasi di kawasan permukiman ini dominasi oleh pohon-pohon dan rumput. Areal berpohon lebih kurang 11,5% sedangkan rumput/semak lebih kurang 93% dan nilainya termasuk kategori sedang. Karena jumlah areal berpohon tersebut hanya 38 % dari Iuas minima! yang disarankan, maka daerah berpohon masih perlu ditambah. RTH jugs belum terdistribusi dengan baik. Penutupan tajuk pohon hanya dominan di sektor terbaru, yaitu sektor 9 di sektor lain, penutupan pohon hanya tampak di sepanjang saluran air sehingga nilai variabel ini termasuk rendah. Evaluasi terhadap faktor lain dilakukan melalui pengamatan pada beberapa jenis RTH yang dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jalur (jalur hijau jalan utama, jalur hijau jalan lingkungan, dan jalur hijau tepian air) dan bentuk zonal (taman kingkungan dan taman kota). Struktur sebagian besar RTH termasuk kategori sedang (strata 3). bentuk tajuk sebagian besar RTH termasuk kategorl sedang. Kerapatan pohon rata-rata RTH termasuk sedang. Satu-satunya faktor penentu yang nilainya tinggi adalah perkerasan pada area! RTH, yaitu kurang dari 10% untuk RTH berbentuk Jalur dan kurang dad 30% untuk RTH berbentuk zonal.
Evaluasi terhadap tanggapan warga menunjukkan bahwa hampir semua responden memilih tinggal di KTBj karena mengidamkan daerah hunian yang nyaman. Diantara responden yang diwawancarai, hanya sebagian kecil yang menyadari bahwa RTH bisa berfungsi sebagai pengendali iklim mikro, mereka lebih mempersepsikan RTH sebagai peneduh Baja. Namun, persepsi yang cukup balk tentang fungsi ekologis lain tampaknya cukup untuk membuat warga menyadari pentingnya RTH untuk menjamin keberlanjutan sebuah kawasan permukiman.
Hampir semua responden lebih menyukai jalan lingkungan yang diteduhi oleh pohon rindang daripada yang tidak diteduhi pohon, sementara preferensi untuk taman lingkungan hampir sama. Pemanfaatan jalur hijau jalan Iingkungan masih terbatas pada pagi dan sore harl, sementara berjalan kaki di jalan utama terbatas hanya untuk aktivitas sehari-hari pada beberapa responden. Kunjungan ke taman lingkungan masih terbatas pada aktivitas anak-anak balita, sedangkan taman kota yang selalu ramai pada had libur masih jarang dikunjungi oleh responden.
Semua responden menyadari pentingnya keterlibatan warga di dalam keberhasllan program penghijauan di kawasan permukiman namun hanya sebagian kecil yang benar-benar mau terlibat secara aktif. Sebagian menganggap hal itu sebaiknya dilakukan secara terkoordinir melalui RT misalnya. Secara umum seluruh responden juga menganggap perlu perbaikan di sana sini agar motto kawasan permukiman ini sesuai dengan kenyataannya.
Kondisi faktor-faktor penentu fungsi ekologis yang perlu dilakukan karena fungsi pengendalian iklim mikro yang tidak efektif bisa menimbulkan masalah Iingkungan yang lain sehingga perbaikan perlu segera dilakukan diantaranya dari aspek fisik maupun sosial.
Sintesis aspek fisik antara lain dengan pembangunan taman hutan, membangun sistem jaring RTH: perbaikan struktur, bentuk tajuk, dan kerapatan pohon, serta mernbuat zonasi pada ruang RTH berbentuk zonal, terutama taman kota.
Sintesis aspek sosial meliputi peningkatan peranserta masyarakat serta kampanye penghijauan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
Evaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, dalam hal Ini fungsi klimatologis, pada RTH di kawasan permukiman menunjukkan bahwa luas termasuk kategori sedang, distribusi termasuk kategorl rendah, struktur termasuk kategori sedang, bentuk tajuk termasuk kategorl sedang, kerapatan palm termasuk kategori sedang, dan perkerasan termasuk kategori tinggi.
Evaluasi terhadap masalah warga menunjukkan bahwa kondisi RTH saat ini masih belum sesuai dengan motto "Hidup Ivyaman di Alam Segar' sehingga diperlukan banyak perbaikan dari segi kuantitas dan kualitas.
Peningkatan efektivitas fungsi ekoiogis RTH, dalarn hat ini fungsi klimatologis, dapat dilakukan dengan perbaikan secara fisik dengan meningkatkan kualitas RTH yang ada maupun dari aspek sosial untuk menjamin keberlangsungan perhatian warga terhadap keberhasilan program penghijauan yang dijalankan.

Environment, which it's components are depending on each other, must always be in a dynamic balance. Efforts to meet citizens needs have caused increasing development of structures dan pavements all around the cities so that woodlands, greenbelts, parks, street trees, and any kind of green open space have been decreasing. Disturbance to the balance can cause environmental problems, such as, mlcroclimatic problems due to the domain of high surface temperature (structures and pavements) is getting wider and the contrary, the domain of low surface temperature (plants and water) is getting less.
Since the price of land in cities is extremely expensive and on the other hand, comfortable is decreasing gradually, many new planned communities built In the hinterland, for example Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Although the developers compete to create ecological sound communities, the fact is, aesthetical aspect in green open space planning still has priority over ecological aspect. To activate the ecological functions of green open space, especially climatological functions, we have to enhance It's quality because the consideration of land size alone seems not enough.
Therefore, the problem statements are as follows: What is the condition of determinant factors of green open space ecological function effectiveness in KTBJ?
What is the inhabitants' comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness?
How to improve the condition of determinant factors of greenspaces ecological function effectiveness in KTBJ?
Considering the limitation of resources, the evaluation of ecological functions is focused only on climatological functions which are more suitable with environmental issues in study area.
The aims of this study are: To evaluate the determinant factors of green open space ecological function effectiveness, such as area, distribution, structure, crown form, tree density, and pavement, by comparing them to the literature available.
To find out the inhabitant comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness.
To look for suitable green open space planning concept to improve the effectiveness of ecological functions in KTBJ.
The results are expected to be useful for the consideration in green open space planning and development in planned communities.
This is an evaluation research with the objective is to evaluate the green open space development program in a settlement area. The objects evaluated are the community green open space in a total area and some kinds of green open space individually. The variables are determinant factors of green open space ecological functions effectiveness, especially, climatological functions, such as area, distribution, structure, canopy form, trees density and pavement. Evaluation will be based on conditions recommended by previous researches.
The study area was a planned community which growing into big scale community, Kota Taman Bintaro Jaya, Tangerang, Banten. Secondary data were collected from many sources, such as journals, text books, seminar proceedings, proper institution, etc. Primary data were collected from field observation and interviews (deep interview with the developers and professionals; structured interview with the inhabitants).
Evaluation on area and distribution of green open space was conducted by using the remote sensing visual data. Vegetation coverage is classified into two classes, trees and lawn/shrubs. Trees occupied the scene as much as 11,5%, white lawn/shrub occupied only 9,3%. Since tree coverage was only 38% from minimum percentage recommended, than it needs to be broadened. The green open space are not well distributed. The largest trees area was located only in newest sector (IX Sector). In other sectors, trees coverage appeared only along the water bodies.
Evaluation on other key factors were conducted by observing some kinds of green open space grouped into two forms. They were line (street trees in main and neighborhood streets, and stream corridors) and zonal (neighborhood and community parks). The structure in most of the green open space was medium level (consists of three-layered vegetation: lawn, shrubs and trees). The crown form was medium level. The trees density also was medium level. The pavement was high level (less than 10% for line and less than 30% for zonal) . Evaluation on inhabitants aspect showed that almost all of the inhabitants chose to live in this community to have a comfortable living. The motto "Comfortable Living in a Fresh Nature" itself, effected more to their expectation for a better quality of the green open space. Only some of the respondents aware that green open space have microclimatic functions, they percepted it only as shading. They know about other green open space ecological functions such as erosion controller, oxygen producers, Those perceptions seemed enough to build their awareness about the importance of
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukentyas Estuti Siwi
"Ruang Hijau (RH) merupakan bagian penting bagi kehidupan masyarakat di wilayah perkotaan. Tesis ini meneliti tentang kemampuan ruang hijau dalam menyerap Gas Karbon Dioksida (CO2) di wilayah Kota Depok dalam periode tahun 2000 sampai 2011. Data yang digunakan adalah data Landsat 7 ETM+ dan SPOT 4. Pengolahan awal meliputi koreksi geometris dan radiometris. Pengolahan tahap lanjut adalah menerapkan algoritma Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk pemisahan antara obyek vegetasi dengan nonvegetasi.
Analisis dilakukan untuk melihat perubahan ruang hijau antara tahun 2000 dan 2011, bagaimana hubungan antara NDVI dengan karakteristik tajuk, persentase tutupan vegetasi bawah dan biomassa lapangan.
Hasil yang diperoleh selama kurun waktu 11 tahun (tahun 2000-2011) telah terjadi penurunan luas ruang hijau di wilayah Kota Depok sebesar 2.691,22 ha dengan semakin berkurangnya luas ruang hijau mengakibatkan menurunnya kandungan biomassa hijau sebesar 759.890 kg dan kemampuan ruang hijau tersebut dalam menyerap gas CO2 sebesar 1.116.681 kg CO2.

Green space (RH) is an important part of community life in urban areas. This thesis examines the ability of green space to absorb Carbon Dioxide (CO2) Gas in Depok city in the period 2000 to 2011 using Landsat 7 ETM+ and SPOT-4 image. Images pre-processing are geometric and radiometric correction and then Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) for separating between objects non-vegetation and vegetation.
Spatial and quantitative analysis were performed to see changes of green space and relationship between NDVI with canopy characteristics, the percentage of vegetation cover and biomass below ground.
The results show that green space in Depok City in the period 2000 to 2011 decreased by 2.691.22 ha with the reduction in area of green space resulted in a decreased of the green biomass of 759.890 kg and the ability to absorb CO2 gas 1,116,681 kg CO2.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31199
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Hadi Fauzan
"Kebutuhan akan lahan untuk pemukiman mengakibatkan konversi tutupan lahan vegetasi menjadi non-vegetasi. Tangerang Selatan mengalami perubahan luas akibat konversi lahan vegetasi menjadi non-vegetasi mencapai 31,472 km2 dan proses konversi ini mengakibatkan kehilangan daya serap CO2 sebesar 98.212,022 kg CO2/ m2 dalam kurun waktu 10 tahun 2007-2017. Pola konversi lahan sangat terlihat pada Kecamatan Pondok Aren dengan perubahan luasan mencapai 7,632 km2. Korelasi antara nilai biomassa yang dipengaruhi oleh nilai NDVI dengan korelasi Pearson mencapai R2 = 0.627 yang berarti terdapat pengaruh sebesar 60 NDVI terhadap nilai biomassa. Model estimasi Biomassa oleh NDVI dengan pengukuran lapangan menghasilkan persamaan regresi lnY = 3969 X 1058.

The human need of land for settlements resulting to conversion of vegetation cover to non vegetation. A wide change of conversion occurred in Tangerang Selatan are primary from vegetation cover into non vegetation and reached about 31,472 km2. This conversion process resulted in absorption loss of CO2 amount 98,212,022 kg CO2 m2 in the period of 10 years 2007 to 2017. The pattern of land conversion is clearly seen at Pondok Aren Sub district with the change of area reaches 7,632 km2. The correlation between biomass value that is influenced by the value of NDVI with Pearson correlation reach R2 0.627 which means there is influence of 60 NDVI to the value of biomass. Biomass estimation model by NDVI with field measurement resulted to regression equation lnY 3969 X 1058.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>