Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143780 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adellina Syariffa
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peratuan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Untuk menjamin kepastian hukum terhadap pelaksanaan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah berkaitan dengan hak dan kewajiban ingkar serta untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya peraturan lebih lanjut yang mengatur mengenai hal tersebut di atas. Penelitian ini permasalahannya mengenai tidak adanya peraturan yang mengatur secara hukum positif mengenai hak dan kewajiban ingkar dan mengkaji pelaksanaan kewajiban dan hak ingkar PPAT akibat dari adanya ketentuan mengenai kewajiban dan hak Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk menjaga rahasia jabatan dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, serta untuk mengetahui akibat hukum bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuka rahasia jabatannya dalam proses peradilan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku serta teori-teori hukum yang ada, kemudian dilengkapi dengan wawancara dari narasumber yang relevan. Hasil penelitian ini disajikan secara deskriptif. Disimpulkan bahwa PPAT sebagai pejabat umum memiliki hak dan kewajiban ingkar terkait rahasia jabatannya terhadap akta yang dibuatnya, sehingga dapat membeaskan PPAT dari kewajiban sebagai saksi/memberikan kesaksian di muka pengadilan, atau membebaskan PPAT dari segala tuntutan hukum dari piha/pihak-pihak yang berkepentingan apabila menurut ketentuan hukum ia diwajibkan memberikan kesaksian.

Land Deed Making Officer (PPAT) in carrying out their duties and responsibilities based on Government Regulation Number 24 of 2016 concerning Amendments to Government Regulation Number 37 of 1998 concerning the Rule of Position of Land Deed Making Officials. To ensure legal certainty regarding the implementation of the position of the Land Deed Officer relating to denial rights and obligations and to protect the public interest there needs to be further regulations governing the above. This research is a problem regarding the absence of positive legal regulations regarding denying rights and obligations and reviewing the implementation of PPAT's obligations and denial due to the provisions regarding the obligations and rights of Land Deed Officials to maintain the secret of office in carrying out their positions as public officials, and to know the legal consequences for the Land Deed Making Officer who discloses the secret of his position in the judicial process. This research is a normative juridical research, namely research conducted by examining the prevailing laws and regulations as well as existing legal theories, then supplemented by interviews from relevant sources. The results of this study are presented descriptively. It was concluded that PPAT as a public official has infidelity rights and obligations related to the secret of his position to the deed he made, so he can issue PPAT from the obligation as a witness/testify before the court, or release PPAT from all lawsuits from the parties/interested parties if according to legal provisions he is obliged to give a testimony."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Yoritomo
"Notaris dan pejabat pembuat akta tanah PPAT selain menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kode etik profesi, norma-norma yang ada, dan menggunakan asas praduga sah dalam pembuatan akta, pada umumnya juga mencantumkan klausula baku tentang kebenaran identitas para penghadap untuk lebih melindungi dirinya dari gugatan para penghadap atau para pihak yang berkepentingan atas pertanggungjawaban terhadap akibat hukum adanya para penghadap atau pihak palsu. Adapun pokok permasalahan yang diangkat yaitu bagaimanakah kedudukan hukum notaris dan PPAT dalam pembuatan akta autentik dikaitkan dengan penerapan asas praduga sah, bagaimanakah keabsahan klausula baku tentang kebenaran identitas para penghadap dalam akta autentik, dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap notaris dan PPAT dengan adanya klausula baku tentang kebenaran identitas para penghadap dalam akta autentik.
Tujuan penelitian tesis ini yaitu untuk menambah pengetahuan serta wawasan baru bagi penulis maupun pembaca mengenai perlindungan hukum terhadap notaris dan PPAT dengan adanya klausula baku tentang kebenaran identitas para penghadap dalam akta autentik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan Penulis adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penulis menggunakan metode analitis data kualitatif yang dianalisis secara deduktif.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu: pertama, kedudukan hukum notaris dan PPAT dalam pembuatan akta autentik dikaitkan dengan penerapan asas praduga sah adalah bukan merupakan pihak dalam perjanjian tersebut; kedua, keabsahan klausula baku tentang kebenaran identitas para penghadap dalam akta autentik adalah sah sehingga tidak perlu diragukan lagi; ketiga, perlindungan hukum terhadap notaris dan PPAT dengan adanya klausula baku tentang kebenaran identitas para penghadap dalam akta autentik adalah suatu bentuk perlindungan tambahan yang sengaja dibuat dan dicantumkan oleh notaris dan PPAT untuk lebih melindungi para pihak dan para saksi, terlebih lagi notaris dan PPAT.

Public notary and land deed official in addition to run his her function accordance with the provisions of the legislation, the code of professional conduct, the existing norms, and using the principle of presumption of legitimate in deed, in general also add standard clauses about the truth identity of the clients to protect himself herself from the clients or the interested parties rsquo lawsuit for the accountability to the legal consequences of the fake clients or parties. The principle issues that have been raised are how is the legal standing for public notary and land deed official in making authentic deed related to the principle of presumption of legitimate, how is the validity of standard clause about the truth identity of the clients in authentic deed, and how is the legal protection for public notary and land deed official with the existence of standard clause about the truth identity of the clients in authentic deed.
The purpose of this thesis research is to increase knowledge and new insight for the Writer as well as the readers about legal protection for public notary and land deed official with the exsistence of standard clause about the truth identity of the clients in authentic deed. This research uses normative juridical research method, with descriptive study type. The type of data that used by the Writer is secondary data that contained from primary, secondary, and tertiary legal materials. The Writer uses analytical methods of qualitative data that analyzed in deductive.
The conclusion of this research are first, the legal standing for public notary and land deed official in making authentic deed related to the principle of presumption of legitimate is not the party to the agreement second, the validity of standard clause about the truth identity of the clients in authentic deed is valid so that no need to be doubt third, the legal protection for public notary and land deed official with the existence of standard clause about the truth identity of the clients in authentic deed is a form of additional protection that purposely made and add by public notary and land deed official to further protect the parties and witnesses, especially for public notary and land deed official.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ahimsa Dwiputra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya harus berhati-hati agar terhindar dari perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan dirinya sendiri dan PPAT lain, seperti dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang berdasarkan perjanjian hutang piutang didasarkan surat kuasa mutlak sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 69/Pdt.G/2018/PN Bna. PPAT seharusnya paham bahwa surat kuasa mutlak tidak diperkenankan pada proses pemberian hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 dan Pasal 39 ayat (1) huruf d PP Nomor 24 tahun 1997 agar mencegah akta yang dibuatnya batal demi hukum, dan tidak merugikan pihak terkait ataupun PPAT lain. Persoalan mengenai bagaimana tanggung jawab PPAT atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan berdasarkan kuasa mutlak dan perlindungan PPAT Y yang terlibat atas AJB yang sebelumnya dibuat berdasarkan kuasa mutlak dihadapan PPAT lain menjadi dasar pembahasan penelitian ini. Guna mendapat jawaban atas kedua persoalan tersebut, sehingga metode penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Adapun tipologi penelitian ini adalah eksplanatoris. Data sekunder didapat dari studi dokumen yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis bahwa PPAT IR terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum, dan dapat dimintakan pertanggung jawaban perdata dan administratif, sementara PPAT Y tidak terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum. Perlindungan bagi PPAT Y dapat dilakukan setelah pemanggilan oleh Majelis Kehormatan Daerah untuk memberikan keterangan sesuai dalam Pasal 9 Kode Etik IPPAT.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions must be careful to avoid unlawful acts that can harm themselves and other PPATs, such as in the making of a Sale and Purchase Deed (AJB) which is based on a debt agreement based on an absolute power of attorney as stated in the Decision. District Court Number 69/Pdt.G/2018/PN Bna. PPAT should understand that absolute power of attorney is not allowed in the process of transferring land rights in accordance with the provisions of the Instruction of the Minister of Home Affairs Number 14 of 1982 and Article 39 paragraph (1) letter d of PP Number 24 of 1997 in order to prevent the deed he made is null and void, and does not harm related parties or other PPATs. The issue of how PPAT is responsible for unlawful acts committed based on absolute power and protection of PPAT Y involved in AJB which was previously made based on absolute power before other PPATs is the basis for the discussion of this research. In order to get answers to these two problems, so that the normative juridical research method is carried out through document studies (library). The typology of this research is explanatory. Secondary data obtained from the study of documents which were analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, PPAT IR is proven to have violated the law, and can be asked for civil and administrative responsibility, while PPAT Y is not proven to have violated the law. Protection for PPAT Y can be carried out after being summoned by the Regional Honorary Council to provide information in accordance with Article 9 of the IPPAT Code of Ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audry Zefanya
"Pada praktiknya, peralihan hak atas tanah tersebut mengalami konvergensi antara keberlakuan hukum agraria nasional dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) serta peraturan-peraturan pelaksananya. Salah satu problem yang muncul ialah berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang didapatkan melalui proses hibah yang dilakukan tanpa akta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan terjadi pada kurun waktu sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”). Dengan demikian, tesis ini hendak meneliti berkaitan dengan: (a) bagaimana hukum agraria Indonesia mengatur mengenai peralihan hak atas tanah melalui proses hibah yang dilakukan tanpa akta PPAT dan (b) bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang didapatkan melalui proses hibah yang dilakukan tanpa akta PPAT dan terjadi pada kurun waktu sebelum berlakunya PP Pendaftaran Tanah. Adapun terhadap penelitian yang ada berikut menggunakan pendekatan studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Limboto Nomor 2/Pdt.G/2021/PN.Lbo. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa UUPA memuat hibah atau penghibahan sebagai salah satu perbuatan yang ditempuh untuk memindahkan hak milik. Kebiasaan ini dikristalisasi sebagai hukum yang hidup dan, melalui sinkretisme hukum, dipadukan oleh hakim kepada konteks UUPA mengenai hibah (yang seharusnya harus dengan akta PPAT, tetapi menjadi tidak perlu dalam konteks sengketa Putusan Pengadilan Negeri (PN) Limboto No. 2/2021). Berlandaskan hal ini, surat penyerahan hibah tanpa akta PPAT pun dianggap oleh hakim sebagai persetujuan yang kemudian mengikat bagi pihak yang membuatnya dan sah di mata hukum.

In practice, the transfer of land rights experienced a convergence between the application of national agrarian law in Law (UU) Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations (“UUPA”) and its implementing regulations. One of the problems that arise is related to legal protection for holders of land rights obtained through a grant process which is carried out without a certificate of land certificate maker (Land Deed Official or Pejabat Pembuat Akta Tanah-“PPAT”) and occurred in the period before the enactment of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration (“Government Regulation on Registration land"). Thus, this thesis aims to examine: (a) how Indonesian agrarian law regulates the transfer of land rights through a grant process carried out without a PPAT deed and (b) how legal protection for land rights holders is obtained through a grant process carried out without PPAT deed and occurred in the period before the enactment of the PP on Land Registration. As for the existing research, the following will use a case study approach to the Limboto District Court Decision Number 2/Pdt.G/2021/PN.Lbo. From this research, it was found that UUPA contains grants or grants as one of the actions taken to transfer property rights. This custom was crystallized as a living law and, through legal syncretism, was integrated by judges into the context of UUPA regarding grants (which should have been with the PPAT deed, but became unnecessary in the context of the disputed Limboto District Court Decision No. 2/2021). Based on this, the grant submission letter without the PPAT deed is also considered by the judge as an agreement which is then binding on the party who made it and is legal in the eyes of the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Noor Fakhira
"Pejabat Pembuat Akta Tanah memiliki tugas dan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun antara lain pembuatan akta jual beli. Namun, pada praktiknya pembuatan akta jual beli yang dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah dimungkinkan didasari sertipikat pengganti yang diterbitkan atas perbuatan melawan hukum oleh penjual meskipun telah dilakukan pengecekan melalui kantor pertanahan. Sebagaimana kasus pada Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 91/PDT/2021 PT YYK yang menggunakan sertipikat pengganti yang diperoleh melawan hukum sebagai dasar perbuatan jual beli yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak kepada pihak lain. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam tesis ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli dengan menggunakan sertipikat pengganti yang diterbitkan atas perbuatan melawan hukum dan bagaimana perlindungan hukum bagi pejabat pembuat akta tanah terhadap akta jual beli menggunakan sertipikat tanah pengganti yang diperoleh atas perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diolah secara kualitatif. Bahwa dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan terhadap akta jual beli yang dibuat menggunakan sertipikat pengganti yang diperoleh secara melawan hukum adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sah suatu perjanjian terhadap unsur suatu sebab yang halal yang merupakan syarat objektif sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Perlindungan hukum bagi pejabat pembuat akta tanah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018 adalah adanya bantuan hukum berupa pemberian saran, pendampingan dalam penyidikan dan keterangan ahli oleh Majelis Pembina dan Pengawas.

The Land Deed Making Officer has the duty and authority to make authentic deeds regarding certain legal acts regarding land rights or property rights to units of flats, including the making of sale and purchase deeds. However, in practice, the making of a sale and purchase deed made before the land deed-making official may be based on a substitute certificate issued for unlawful acts by the seller even though it has been checked through the land office. As the case in the Yogyakarta High Court Decision Number 91/PDT/2021 PT YYK which uses substitute certificates obtained against the law as the basis for buying and selling actions that result in a transfer of rights to other parties. The problem formulated in this thesis is regarding the validity of the sale and purchase deed using a substitute certificate issued for unlawful acts and how is the legal protection for the land deed-making officer against the sale and purchase deed using a substitute land certificate obtained for unlawful acts. This research uses normative juridical research methods using secondary data obtained from primary legal materials and qualitatively processed secondary legal materials. That from the results of this study, it can be concluded that the sale and purchase deed made using a substitute certificate obtained unlawfully is null and void because it does not meet the valid conditions of an agreement against the element of a lawful cause which is an objective requirement as stipulated in Article 1320 of the Civil Code. Legal protection for land deed-making officials based on the Regulation of the Minister of Agrarian affairs and Spatial Planning / Head of the National Land Agency Number 2 of 2018 is the existence of legal assistance in the form of providing advice, assistance in investigations and expert information by the Board of Trustees and Supervisors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Dian Fitria
"Notaris merupakan pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat Akta autentik. Untuk dapat dikatakan sebagai akta autentik pembuatan Akta harus dibuat dihadapan Notaris sepanjang isinya dikehendaki oleh para pihak dan sesuai dengan tata cara dan/atau prosedur yang ditetapkan dalam UUJN. Namun dalam prakteknya terdapat akta Notaris selaku PPAT khususnya Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT namun tidak didasarkan pada tata cara dan/atau prosedur yang berlaku, yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli yang dibuatnya terhadap para pihak serta apakah Notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT dapat dipersalahkan apabila dalam pelaksanaan Akta Jual Beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan sesuai apa yang diperjanjikan. Penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif yang bersifat eksplanatoris.
Hasil penelitian ini adalah Notaris yang menjalankan jabatannya selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak dapat dilepaskan tanggung jawabnya sebagai Notaris dan harus mentaati dan mengikuti perilaku dan pelaksanaan Peraturan Jabatan Notaris yang diatur dalam UUJN. Notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT dapat dipersalahkan terkait dengan ketelitian dan kecermatan, karena apabila Notaris tidak membuat Akta sesuai dengan prosedur, maka akta tersebut dapat menjadi akta di bawah tangan.

A notary is a public official who has the authority to make an authentic Deed. To be described as an act of conscious creation should be made before the Notary Deed all the contents desired by the parties and in accordance with the Ordinance and/or procedures set out in UUJN. However, in practice there is a notary deed as a PPAT in particular deed of sale and purchase made by PPAT, but not based on ordinances and/or the applicable procedure, which became the principal issue is how the responsibility of the Notary as a PPAT in the making of the deed of sale and purchase he had made against the parties, as well as whether the notary in his capacity as a PPAT can be blamed when in the execution of the deed of sale and purchase one of the parties does not perform according to what exchanged. This research is a normative law that is explanatory.
Results of this research is the Notary who runs his post as Land Deed Officer (PPAT) can not be discharged his responsibilities as a Notary and must obey and follow the behavior and Notary Regulations stipulated in UUJN. Notary public in his capacity as a PPAT can be blamed and thoroughness associated with incredible detail, because if the notary public does not make the Act in accordance with the procedure, then the deed can be a certificate under his hand.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniela Patricia
"Ketentuan tentang blokir sertipikat tanah tersebar di beberapa peraturan perundan-undangan sehingga seringkali memunculkan ketidakpastian hukum pada saat terjadi sengketa yang penyelesaiannya membutuhkan kejelasan terkait kepemilikan hak atas tanah. Perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah, seperti dalam jual beli, membutuhkan peran yang sangat penting dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan akta autentik. Dalam kenyataannya jual beli sebagai salah satu mekanisme peralihan hak atas tanah dapat memicu terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, diantaranya PPAT yang membuat akta jual beli itu sendiri, karena terjadinya pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Kasus semacam itu ditemukan di Kota Denpasar Provinsi Bali. Oleh karena itu penelitian doktrinal ini dimaksudkan untuk menganalisis pengajuan blokir sertipikat tanah yang dibutuhkan untuk menciptakan kepastian hukum. Selain itu juga menganalisis akibat hukum bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memproses transaksi peralihan hak atas tanah yang sertipikat tanahnya sedang diblokir. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, selanjutnya diperkuat dengan wawancara terhadap informan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang didapatkan, dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa pengajuan blokir sertipikat tanah yang ada pada saat ini belum memberikan kepastian hukum karena ketidakjelasan ketentuan yang dipergunakan sebagai dasar hukum dilakukannya pemblokiran. Untuk itu semestinya dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai pengaturan tentang pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Adapun terkait akibat hukum bagi PPAT yang memproses peralihan hak atas tanah yang sertipikatnya diblokir adalah dapat dikenakannya sanksi administrasi berupa pemberhenttian oleh menteri. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa PPAT semestinya lebih berhati-hati ketika melakukan verifikasi terhadap identitas para pihak secara teliti serta mengecek dengan benar status hak atas tanah.

The provisions regarding the blocking of land certificates are scattered across several legislative regulations, often causing legal uncertainty during disputes that require clarity regarding land ownership rights. Legal actions to transfer land rights, such as in sales transactions, heavily rely on the crucial role of the Land Deed Official (PPAT) in creating authentic deeds. In practice, sales transactions, as a mechanism for transferring land rights, can lead to losses for third parties, including PPATs who create the sale-purchase deeds themselves, due to the blocking of land certificates. Cases of this nature have been found in Denpasar City, Bali Province. Therefore, this doctrinal research aims to analyze the application of land certificate blocking needed to create legal certainty. Additionally, it examines the legal consequences for PPATs processing land rights transfers when the land certificates are blocked. Secondary data obtained through literature studies are further supported by interviews with relevant informants on the researched issues. The gathered data is subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be explained that the current application of land certificate blocking does not provide legal certainty due to the ambiguity of the legal provisions used as the basis for blocking. Therefore, it is necessary to synchronize and harmonize various regulations concerning the blocking of land certificates. Regarding the legal consequences for PPATs processing land rights transfers with blocked certificates, administrative sanctions such as dismissal by the minister may be imposed. Thus, it can be affirmed that PPATs should exercise greater caution when verifying the identities of parties meticulously and accurately checking the status of land rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Harmoko Awang
"Sengketa pertanahan umumnya terjadi karena adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual atau sebaliknya. Akan tetapi pada penelitian ini terdapat penipuan yang tidak hanya dilakukan salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan salah satu pihak yaitu penjual yang bekerjasama dengan PPAT. Mereka  melakukan penipuan terhadap pembeli dengan membuat Akta Jual Beli dari sertipikat palsu sebagaimana dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas mengenai keabsahan Akta Jual Beli dan perlindungan hukum bagi pembeli tanah atas tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen. Tipe penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris dengan menganalisis data secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu menyebabkan Akta Jual Beli yang dibuatnya menjadi tidak sah. Tindakan yang dilakukan PPAT tersebut dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata yaitu dengan gugatan pembatalan perjanjian serta ganti rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah. Selain itu PPAT tersebut juga dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi kode etik. Diharapkan terdapat aturan hukum yang mewajibkan pembeli, penjual dan PPAT secara bersama-sama melakukan pengecekan sertipikat pada kantor pertanahan sebelum sertipikat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli. Hal ini  untuk mencegah terjadinya sengketa pertanahan berupa pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu.

Land disputes generally occur due to fraud committed by the buyer against the seller or vice versa. However, in this research there is a fraud that is not only done by one of the parties in the agreement but there is one parties that is the seller who cooperates with PPAT to commit fraud against the buyer by making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates as in the case of the Surabaya District Court Verdict Number 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Therefore, this research will discuss the legality of the Sale and Purchase Deed and the legal protection for land buyers from the actions of PPAT who participated in committing fraud in making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates. The research method used in this thesis is normative juridical by using document study. The type of research used is explanatory by analyzing qualitatively. The result of this research shows that the PPAT was involved in committing fraud during the formulation of the Sale and Purchase Deed proceeding from the counterfeit certificates causing the Sale and Purchase Deed to be invalid. The actions taken by PPAT can be criminally prosecuted or a lawsuit for cancellation of the agreement and compensation can be filed on the basis of unlawful acts as a form of legal protection for the land buyers. In addition, the PPAT may also be subject to administrative sanctions and code of ethics sanctions. It is hope that there will be a legal rule that obligate the buyer, seller, and PPAT to check the certificate together at the land office before the certificate is used as the basis for composing Sale and Purchase Deeds to prevent land disputes such as composing Sale and Purchase Deeds Proceeds from counterfeit certificates."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Caesar Elang Palar
"Salah satu tujuan dari peralihan hak atas tanah yang dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pihak yang sepakat. Permasalahan yang kerap terjadi adalah ketika tidak terpenuhinya syarat dari asas terang dan tunai, yaitu jual beli tidak dilakukan di hadapan PPAT. Hal ini seperti yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 464 K/Pdt/2022, yang di mana pihak pembeli tanah yang tidak dapat melakukan proses peralihan hak atas tanah. Pihak Penjual menolak untuk dilakukannya proses peralihan hak atas tanah, padahal Pihak Pembeli sudah membayarkan secara tunai dan sudah dibuatkan kuitansi pembayaran. Pihak Pembeli yang merasa dirugikan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dan meminta kepada Majelis Hakim dalam putusannya untuk menetapkan Pihak Pembeli sebagai Pihak pemilik sah dari obyek sengketa tanah. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitan menunjukan bahwa perbuatan hukum jual beli tersebut dinyatakan sah dikarenakan walaupun jual beli belum dilakukan di hadapan PPAT, statusnya sudah mengikat antara pihak penjual dan pihak pembeli. Hal ini dikarenakan jual beli yang belum dilakukan di hadapan PPAT tersebut sudah memenuhi syarat materiil dari suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Para Pihak mengakui benar adanya bukti kuitansi yang menyatakan pembayaran atas obyek sengketa telah terjadi.

One of the objectives of the transfer of land rights carried out before an authorized official, namely the Land Deed Officials (PPAT) is to provide legal protection to the parties who agree. The problem that often occurs is when the requirements of the clear and cash principle are not fulfilled, namely buying and selling is not carried out before the PPAT. This is similar to what happened in the Supreme Court Decision Number 464 K/Pdt/2022, where the land buyer cannot carry out the process of transferring land rights. The seller refuses to carry out the process of transferring land rights, even though the buyer has paid in cash and a receipt for payment has been made. The Buyer Party who feels aggrieved submits a lawsuit to the District Court, and asks the Panel of Judges in its decision to determine the Buyer Party as the legal owner of the object of the land dispute. The research method used normative juridical and analyzed using qualitative data analysis. The results of the research show that the legal act of buying and selling is declared valid because even though the sale and purchase has not been carried out before the PPAT, its status is binding between the seller and the buyer. This is because the sale and purchase that has not been carried out before the PPAT has fulfilled the material requirements of an agreement contained in Article 1320 of the Civil Code and the Parties acknowledge that there is proof of receipt stating that payment for the object of the dispute has occurred."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bedita Putri Sa'idah
"Dewasa ini banyak sekali sengketa akibat peralihan hak atas tanah yang terjadi di tengah masyarakat. Untuk mencegah konflik tersebut dibutuhkan perangkat hukum dan sistem administrasi pertanahan yang teratur dan tertata rapi. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang bertugas untuk membuat akta autentik sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu, salah satunya adalah Akta Jual Beli (AJB). Sejatinya, PPAT sebagai pejabat umum harus berkeja dengan penuh tanggung jawab, jujur dan tidak berpihak. Dalam menjalankan kewenangannya, PPAT harus menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sengketa. Namun dalam kenyataannya, ditemukan PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum seperti dalam pembuatan AJB yang para penghadapnya tidak sesuai dengan identitas asli sebagaimana sebagaimana kasus yang ada dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 634/Pdt.G/PN.Tng. Semestinya PPAT melakukan kegiatan sebelum, pada saat, dan sesudah pembuatan akta sesuai ketentuan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40, namun hal tersebut tidak dilakukannya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang pertanggungjawaban PPAT dalam proses peralihan hak atas tanah di mana para pihak tidak sesuai dengan identitas asli masing-masing dan akibat hukum dari peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara melawan hukum. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut, maka penelitian yuridis normatif ini dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Adapun tipologi dari penelitian ini adalah eksplanatoris. Data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa PPAT bisa dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administratif. Sedangkan akibat hukum dari AJB yang dibuat oleh PPAT yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat subjektif yaitu sepakat para pihak dan syarat objektif yaitu suatu sebab yang halal.

Land Deed Officials (LDO) is a public official in charge of making authentic deeds as evidence that certain legal acts have been committed, one of them is Deed of Sale and Purchase (DSP). As an official with authority, LDO must work responsibly, honest, and impartial. However, in reality, LDO who committed acts against the law is found such as in the making of DSP whose witnesses does not suitable with the original identities as found in the case of Tangerang District Court Decision Number 634/Pdt.G/PN.Tng. In this case, LDO is supposed to conduct activities before, during, and after the making of the deed as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration, especially Article 38, Article 39 and Article 40, but this is not done. The problems raised in this research are regarding the accountability of LDO in the process of transfer of land rights where the parties do not match their respective identities and legal consequences of the transfer of land rights that are conducted against the law. Therefore, to answer both problems, this normative juridical research is conducted through document (literature) study. As for the typology of this research is explanatory. Secondary data were obtained from document study, then analyzed quantitatively. Based on the analysis results of this research, it can be stated that LDO can be held accountable for civil, criminal and administrative. Whereas for the legal consequences of the DSP made by the LDO is null and void due to non-fulfillment of subjective condition namely agreed by the parties and objective condition namely a lawful cause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>