Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108498 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alexander Randy Angianto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

ABSTRACT
Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Randy Angianto
"Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indana Ayu Soraya
"Sejumlah penelitian telah mengaitkan penurunan fungsi kognitif dengan kepatuhan minum obat. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) merupakan salah satu faktor resiko dari penurunan fungsi kognitif yang jarang disadari pasien. Oleh karena itu, penulis mencoba menilai pengaruh penurunan fungsi kognitif terhadap kepatuhan minum obat pada pasien DMT2. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu Jakarta. Fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina) yang telah divalidasi. Penilaian kepatuhan dilakukan menggunakan kuesioner Adherence to Refills and Medications Scale (ARMS) versi bahasa Indonesia yang tervalidasi dan Pharmacy refill adherence yaitu dengan menghitung Proportion of Days Covered (PDC). Pasien dikatakan patuh jika skor ARMS <12 dan hasil perhitungan PDC ≥80%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif berhubungan dengan kepatuhan minum obat yang buruk (p=0,005). Berdasarkan analisis multivariat, pasien dengan fungsi kognitif menurun 3,7 kali menyebabkan ketidakpatuhan minum obat dibanding pasien dengan fungsi kognitif normal setelah dikontrol variabel usia, tingkat pendidikan, kadar HbA1c, dan komorbid dislipidemia.

Several studies have linked cognitive decline with lack of adherence to medication. Type 2 Diabetes mellitus (T2DM) is one of the risk factors for cognitive decline that patients are rarely aware of. Therefore, the aim of this study is to assess the effect of decreased cognitive function on medication adherence in T2DM patients. The study uses a cross-sectional design and was conducted at the Pasar Minggu Primary Health Center, Jakarta, Indonesia. Cognitive function was assessed using a validated Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) questionnaire. Adherence assessment was made using a validated Indonesian version of the Adherence to Refills and Medications Scale (ARMS) questionnaire and the proportion of days covered (PDC). A patient was considered to be adhere if the ARMS score was <12 and the PDC calculation result was ≥80%. The results of this study showed that cognitive decline was associated with poor medication adherence (p=0.005). Based on multivariate analysis, patients with cognitive decline had 3.7 times greater nonadherence to medication than patients with normal cognitive function after controlling for variables of age, education level, HbA1c levels, and comorbid dyslipidemia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
July
"Diabetes melitus termasuk sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia, dengan peningkatan 70% sejak tahun 2000. Kepatuhan menggunakan obat sangat penting untuk mencapai gula darah yang terkontrol pada pasien diabetes melitus. Pemberian insulin umumnya memberikan kontrol glikemik yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi komplikasi diabetes, namun pemberiannya menyakitkan, membutuhkan teknik khusus, dan membatasi aktivitas harian pasien. Pemberian insulin pada pasien penyakit saraf memerlukan pertimbangan khusus karena kondisi pasien dapat memengaruhi kepatuhan menggunakan obat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan pemberian insulin dengan kepatuhan menggunakan obat pada pasien diabetes melitus dengan penyakit saraf, serta pengaruh berbagai variabel perancu. Penelitian observasional ini dilakukan dengan desain potong lintang di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta Timur pada September 2021-Januari 2022. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan antidiabetes minimal 6 bulan. Variabel bebas adalah pemberian insulin, sedangkan variabel terikat adalah kepatuhan yang diukur dengan menggunakan metode subjektif (Adherence to Refills and Medications Scale, ARMS) dan metode objektif (Medication Refill Adherence). Variabel perancu meliputi karakteristik dasar, riwayat kesehatan, dan pengobatan pasien. Berdasarkan metode ARMS dan MRA, dari 175 responden, 28 responden (16,0%) patuh, yaitu 5 responden (8,9%) yang menggunakan insulin dan 23 responden (19,3%) yang tidak menggunakan insulin. Pada pasien diabetes dengan penyakit saraf, pemberian insulin memengaruhi kepatuhan menggunakan obat sebesar 0,374 kali (IK95%: 0,129-1,087) atau pasien yang mendapatkan insulin memiliki kepatuhan 62,6% lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan insulin setelah dikontrol oleh iterasi dan perubahan antidiabetes yang digunakan pasien.

Diabetes mellitus is one of the ten leading causes of death in the world, with an increase of 70% since 2000. Medication adherence is very important to achieve controlled blood sugar in patients with diabetes mellitus. Insulin generally provides better glycaemic control thereby improving quality of life and reducing diabetes complications. However, the delivery considered painful, requires special techniques, and limits the patient's daily activities. Insulin administration in patients with neurological diseases requires special consideration because the patient's condition can affect medication adherence. This study aimed to analyze the relationship between insulin administration and medication adherence in diabetic patients with neurological diseases, and the influence of various confounding variables. This observational study was conducted with a cross-sectional design at a government hospital in East Jakarta from September 2021 to January 2022. The sample was type 2 diabetes mellitus patients who received antidiabetics for at least 6 months. The independent variable was insulin administration, while the dependent variable was adherence, measured using subjective methods (Adherence to Refills and Medications Scale, ARMS) and objective methods (Medication Refill Adherence, MRA). Confounding variables included baseline characteristics, medical history, and patient medication. Based on ARMS and MRA, there were 28 of 175 respondents (16.0%) who complied, namely 5 respondent (8.9%) who used insulin and 23 respondents (19.3%) who did not use insulin. Administration of insulin affects medication adherence by 0.374 times (95% CI: 0.129-1.087) than patients who do not use insulin or patients who use insulin have 62.6% lower adherence than patients who do not use insulin controlled by repeated prescription and antidiabetic changes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Bredly Musa
"Hingga saat ini, belum ada penanda biologis yang menggambarkan kondisi penyakit ginjal kronik (PGK) akibat diabetes melitus (DM) sejak dini. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio albumin kreatinin urin (Urine Albumin Creatinine Ratio, UACR) dengan laju filtrasi glomerulus yang diestimasi (estimated Glomerular Filtration Rate, eGFR) sebagai penanda gangguan fungsi ginjal pada pasien DM tipe 2 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel urin dan serum diambil dari 18 subjek sehat dan 10 pasien DM tipe 2. Metode spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar albumin urin, kreatinin urin dan kreatinin serum. Data lain diperoleh dari kuesioner.
Hasilnya, nilai eGFR pasien DM (68,85 ± 15,36 (Cockroft); 73,94 ± 16,30 (CKD-EPI)) lebih rendah dibandingkan dengan subjek sehat (90,51 ± 15,69, p < 0,01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), sedangkan nilai UACR pasien DM (314,99 ± 494,92) lebih tinggi dibandingkan dengan subjek sehat (0,48 ± 0,75, p < 0,01). Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara UACR dengan eGFR pasien DM.

Until now, no biological marker that describes the condition of chronic kidney disease (CKD) due to diabetes mellitus (DM) from the outset. This study aimed to determine the relationship between urine albumin creatinine ratio (UACR) with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) as a marker of renal dysfunction at type 2 diabetes mellitus patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Urine and serum samples taken from 18 healthy subjects and 10 type 2 diabetic patients. Spectrophotometric methods used to measure levels of urinary albumin, urinary creatinine and serum creatinine. Other data obtained from questionnaires.
Results, eGFR values were lower in DM patients (68.85 ± 15.36 (Cockroft); 73.94 ± 16.30 (CKD-EPI)) compared with healthy subjects (90.51 ± 15.69, p < 0.01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), while the value of UACR in DM patients (314.99 ± 494.92) was higher than healthy subjects (0.48 ± 0.75, p < 0.01). However, there was no significant correlation between UACR with eGFR of DM patients.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42858
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gresty Natalia Maria Masi
"ABSTRAK
Kontrol glukosa darah dapat dipertahankan melalui perawatan mandiri. Motivasi melakukan self monitoring blood glucose (SMBG) yang baik dapat meningkatkan diabetes self management pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan motivasi melakukan SMBG dengan diabetes self management pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan crossectional, melibatkan 96 pasien. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner karakteristik responden, Treatment Self Regulation Questionare, Diabetes Self Management Questionare, Diabetes Knowledge Scale.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi melakukan SMBG dengan diabetes self management (p = 0,001). Hasil analisis regresi logistik menunjukkan motivasi melakukan SMBG berhubungan dengan didabetes self management setelah dikontrol variabel pengetahuan.
Kesimpulan diperlukan perhatian khusus dari perawat untuk meningkatkan motivasi melakukan SMBG pada pasien diabetes melitus tipe 2 dalam self care management.

ABSTRACT
Glycemic control could be maintained through diabetes self-management. Motivation to perform self-monitoring blood glucose (SMBG) could improve diabetes self-management in type 2 diabetes mellitus patients.
The purpose of this study was to explore the relationship between motivation to perform SMBG and diabetes self-management in patients with type 2 diabetes mellitus.
This study applied quantitative method with a cross sectional approach, involving 96 patients. The Instruments used were questionnaires for respondent characteristics, Treatment Self-Regulation Questionnaires, Diabetes Self Management Questionnaire and Diabetes Knowledge Scale.
The results show that there was a significant relationship between motivation to perform SMBG and diabetes selfmanagement (p = 0,001). Results of logistic regression analysis showes that motivation to perform SMBG is associated with diabetes self-management after controlled by knowledge variable.
In conclusion it is a necessarily for nurses to provide attention to increase motivation to perform SMBG in patients with type 2 diabetes mellitus as part of self care management.
"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T44873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Oktadiansyah
"Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi, dan waktunya yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis yaitu dokter atau apotekernya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan minum obat diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Desain penelitian ini adalah deskriptif, dengan pendekatan cross sectional. Pemilihan sampel dengan cara consequtive sampling pada pasien yang berkunjung ke poli penyakit dalam sebesar 119 responden. Hasil penelitian ini dianalisa menggunakan analisa univariat. Hasil penelitian didapatkan 57,1% responden dinilai patuh dalam minum obat. Hasil penelititan ini diharapkan menjadi data untuk meningkatkan kepatuhan dalam minum obat diabetes melitus.

Diabetes mellitus is a chronic disease that causes multi-system disorders and characterised with hyperglikemia that caused inadequate of production and work of insulin. Medication adherence behavior is taking medication in correct doses, frequency, and time which recommended by the medical personnel. The purpose of this study was to describe the level of diabetes medication adherence in patients with type 2 diabetes mellitus. The design of this study was a cross-sectional. Sample were selected with a consequtive sampling method. One hundred and nine teen type 2 diabetes persons were included in this study. The data were analyzed by using an univariate analysis. The results showed that 57.1% of respondents adhere in taking medication. The study recommends that the improvement of patient adherence in taking medication is a necesity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifa Maulina
"Diabetes melitus adalah kelainan metabolik yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun di setiap negara, dengan 80 penderitanya berada di negara berkembang termasuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat antidiabetes oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok tahun 2017. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan metode pengambilan data secara retrospektif. Studi dilakukan secara kuantitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD dan kualitatif dengan menggunakan indikator DU 90 dan kesesuaian obat dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat 2. Berdasarkan hasil penelitian secara kuantitatif, total penggunaan obat antidiabetes oral adalah sebanyak 198.972,83 DDD dengan obat yang paling banyak digunakan adalah gliklazid dengan nilai DDD sebesar 75.881,23 dan nilai DDD/1000 pasien/hari yaitu 22,55. Sedangkan secara kualitatif, Drug Utilization 90 disusun oleh empat jenis obat yaitu gliklazid, metformin, akarbose, dan glimepirid. Kesesuaian penggunaan obat antidiabetes oral dengan Formularium Nasional untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat 2 sebesar 100. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat antidiabetes oral di RSUD Kota Depok tahun 2017 telah sesuai dengan pedoman dan daftar obat pada Formularium Nasional, sehingga penggunaan obat yang rasional diharapkan dapat tercapai.

Diabetes mellitus is a metabolic disorder which prevalence continues to increase year by year in every country, with 80 of the sufferers are in developing countries including Indonesia. This study aims to evaluate the use of oral antidiabetic drugs in patients with type 2 diabetes mellitus in the Outpatient Installation of Depok Regional General Hospital in 2017. The study design used was cross sectional study with retrospective data retrieval method. The study was carried out quantitatively with the method of Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose ATC DDD and qualitatively by using DU 90 indicator and drug suitability with National Formulary for Health Facility Level 2. Based on quantitative research result, the total use of oral antidiabetic medication was as much as 198,972.83 DDD with the most widely used drug was gliclazide with DDD value of 75,881.23 and DDD 1000 patient day value of 22,55. While qualitatively, Drug Utilization 90 composed by four types of drugs namely gliclazide, metformin, acarbose, and glimepiride. Compliance of oral antidiabetic drug use with National Formulary for Health Facilities Level 2 at 100. From the results of the study it can be concluded that the use of oral antidiabetic drugs in Depok City Hospital in 2017 has been in accordance with the guidelines and lists of drugs in the National Formulary, so that rational use of drugs is expected to be achieved."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>