Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167794 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarigan, Anita Khairani
"Otot merupakan fungsi dari aktivitas sehari-hari. Seiring bertambahnya usia, perubahan organ tubuh menyebabkan penurunan massa otot yang berakibat pada individu lanjut usia mengalami penurunan kekuatan tubuh sehingga mobilitasnya berkurang, kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, kesulitan menjaga keseimbangan tubuh, meningkatkan resiko seseorang mengidap penyakit. orang lanjut usia mudah jatuh dan mengalami patah tulang. Namun demikian tidak semua metode pengukuran massa otot apendikuler praktis dan murah sehingga diperlukan metode lain yang dapat mengukur massa otot apendikuler dengan biaya yang sederhana, praktis, dan murah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model prediksi massa otot apendikuler berdasarkan lingkar tengah paha, lingkar betis dan lingkar lengan atas sebagai alternatif pengukuran massa otot pada lansia. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 101 individu berusia ≥60 tahun (37 laki-laki dan 64 perempuan) di Desa Kadumanggu. Model prediksi yang dihasilkan adalah Massa Otot Apendikuler (kg) = (64.171 x Tinggi Badan (m)) + (1.710 x Indeks Massa Tubuh (kg / m2)) - (0.109 x Lingkar Lengan Atas (cm)) + 0.178 x Lingkar Betis (cm)) + (0,033 x Lingkar Paha Tengah (cm)) - (0,535 x Berat Badan (kg)) - (0,065 x Usia (tahun)) - 98,098 untuk pria lanjut usia (R2 = 0,710; LIHAT = 1, 43 kg ; p <0,05) dan Massa Otot Apendikular (kg) = (8,987 x Tinggi Badan (m)) - (0,170 x Indeks Massa Tubuh (kg / m2)) - (0,117 x Lingkar Lengan Atas (cm)) + (0,121 x Lingkar Betis (cm)) - (0,025 x Lingkar Paha Tengah (cm)) + (0,160 x Berat Badan (kg)) - (0,059 x Usia (tahun)) - 6,491 untuk wanita (R2 = 0,700; LIHAT = 1,23 kg; p <0,05). Model prediksi ini menunjukkan bahwa berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, umur, lingkar tengah paha, lingkar betis, dan lingkar lengan atas memiliki hubungan yang signifikan dengan massa otot apendikuler.

Muscle is a function of daily activities. With age, changes in body organs cause a decrease in muscle mass which results in elderly individuals experiencing a decrease in body strength so that their mobility is reduced, difficulty in carrying out daily activities, difficulty maintaining body balance, increasing a person's risk of suffering from disease. elderly people fall easily and have broken bones. However, not all methods of measuring appendicular muscle mass are practical and inexpensive so that another method is needed that can measure appendicular muscle mass at a cost that is simple, practical, and inexpensive. The purpose of this study was to obtain a predictive model for appendicular muscle mass based on mid-thigh circumference, calf circumference and upper arm circumference as an alternative to measuring muscle mass in the elderly. This study used a cross-sectional study design with a total sample of 101 individuals aged ≥60 years (37 males and 64 females) in Kadumanggu Village. The resulting prediction model is Appendicular Muscle Mass (kg) = (64,171 x Body Height (m)) + (1,710 x Body Mass Index (kg / m2)) - (0.109 x Upper Arm Circumference (cm)) + 0.178 x Calf Circumference (cm)) + (0.033 x Mid Thigh Circumference (cm)) - (0.535 x Body Weight (kg)) - (0.065 x Age (years)) - 98.098 for elderly men (R2 = 0.710; VIEW = 1.43 kg; p <0.05) and Appendicular Muscle Mass (kg) = (8.987 x Body Height (m)) - (0.170 x Body Mass Index (kg / m2)) - (0.117 x Upper Arm Circumference (cm)) + (0.121 x Calf Circumference (cm)) - (0.025 x Mid Thigh Circumference (cm)) + (0.160 x Body Weight (kg)) - (0.059 x Age (years)) - 6.491 for women (R2 = 0.700; VIEW = 1.23 kg; p <0.05). This predictive model shows that body weight, height, body mass index, age, mid-thigh circumference, calf circumference, and upper arm circumference have a significant relationship with appendicular muscle mass."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisa Vinesha
"Massa otot memiliki banyak manfaat, termasuk untuk aktivitas kehidupan sehari-hari dan memengaruhi dalam kinerja olahraga. Selain itu, otot juga berperan sebagai pencegahan dari berbagai kondisi patologis dan penyakit kronis yang umum terjadi. Kemajuan teknologi telah membuat massa otot semakin mudah diukur dengan akurat, namun tidak semua kegiatan dapat mengakses alat ukur massa otot dengan mudah terkait alat ukur yang terbatas dan terbilang mahal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan metode alternatif menghitung massa otot berdasarkan ukuran lingkar betis, lingkar otot lengan atas, dan lingkar lengan atas pada karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan total sampel 96 responden.
Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi kuat pada jenis kelamin yang tidak dibedakan antara lingkar otot lengan atas dengan massa otot r = 0,545, korelasi kuat pada laki-laki antara lingkar lengan atas dengan massa otot r = 0,650, serta korelasi kuat pada perempuan antara lingkar betis dengan massa otot r = 0,716. Model prediksi yang paling ideal digunakan adalah Massa Otot kg = 11,964 JK 1,108 LiLA cm 0,07 LOLA cm 5,757 dengan nilai akurasi 0,829 dan pertimbangan akurasi yang tinggi serta kemudahan pengaplikasian di lapangan.

Muscle mass has many benefits, including for daily activities and sports performance. In addition, muscle also serves as a prevention of various pathological conditions and chronic diseases are common. Advanced technology makes easier to measure muscle mass accurately, but not all activities can easily access muscle mass measurements with limited and costly measuring instruments.
The purpose of this study is to create an alternative method of calculating muscle mass based on calf circumference, mid upper arm muscle circumference, and mid upper arm circumference on employees of Public Health Faculty, Universitas Indonesia. This study used cross sectional design and samples total in this study are 96 respondents.
The results showed a strong correlation of all samples between mid upper arm muscle circumference and muscle mass r 0,545, strong correlation in males sample between mid upper arm circumference and muscle mass r 0,650, and strong correlation in women samples between calf circumference and muscle mass r 0,716. The most ideal prediction model used is Muscle Mass kg 11,964 JK 1,108 LiLA cm-0,07 LOLA cm 5,757 with correlation value 0,829, high accuracy and applicable in the field.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utih Arupah
"ABSTRAK
Nama : Utih ArupahNPM : 1506787121Program : Magister Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Model Prediksi Berat Badan Menggunakan Prediktor LingkarLengan Atas, Lingkar Pinggang, Lingkar Paha, Lingkar Betis,dan Panjang BadanPengukuran berat badan di rumah sakit merupakan parameter yang objektif,akan tetapi tidak semua pasien yang dirawat dapat dilakukan penimbanganberat badan dengan timbangan biasa, karena pasien tidak bisa berdiri tegak,ketidakmampuan pasien untuk berdiri,lemah tubuh, kesadaran menurun, karenapenyakit tertentu sehingga data yang dihasilkan memiliki reliabilitas yangkurang baik. Lingkar lengan, lingkar pinggang, lingkar paha, lingkar betis danpanjang badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang kuat dapatdigunakan untuk memprediksi berat badan. Penelitian ini bertujuan untukmengembangkan model prediksi berat badan berdasarkan lingkar lengan atas,lingkar pinggang, lingkar paha, lingkar betis dan panjang badan. Penelitiandilakukan pada bulan nopember 2017. Disain yang digunakan adalah crosssectional jumlah sampel 160 orang pegawai yang diambil secara simplerandom sampling di RSCM. Variabel yang dikumpuli meliputi berat badan,lingkar lengan atas, lingkar pinggang, lingkar paha, lingkar betis, dan panjangbadan. Berat badan diukur dengan penimbangan dan lingkar lengan atas,lingkar pinggang, lingkar paha, lingkar betis dengan melingkari pita, panjangbadan dengan ukuran meteran. Hasil akhir dari penelitian menghasilkan modelprediksi berat badan untuk mendapatkan berat badan prediksi. Menghasilkan18 model prediksi berat badan memiliki nilai R square tinggi yaitu: 2 modelprediksi berat berat untuk laki-laki R2= 0,898, dan R2= 0,930, 9 model prediksiberat badan untuk perempuan R2=0,960, R2=0,952, R2=0,953, R2=0,956,R2=0,968, R2=0,949, R2=0,945, R2=0,963, R2= 0,944 dan 7 model prediksiuntuk gabungan laki-laki dan perempuan R2=0,949, R2=0,934, R2=0,893,R2=0,935, R2=0,914, R2=0,913, R2=0,929. Peneliti menyimpulkan bahwamodel prediksi berat badan yang dihasilkan akurat untuk memprediksi beratbadan dewasa. Namun perlu dilakukan penelitian kembali pada populasi yanglebih luas.Kata Kunci : Model Prediksi, Berat Badan, Lingkar Lengan Atas

ABSTRACT
Nama Utih ArupahNPM 1506787121Program Master of Public HealthJudul Weight Prediction Models Using Upper Arm CircumferencePredictor, Waist Circumference, Thigh Circumference, CalfCircumference and body LengthThe Weight measurement at Hospital is an objective parameter, however thereare only a few treated patients whose body weights can be measured withordinary scales. The reasons are mostly because of their inability to stand up bythemselves or because of certain disease so that the data results have lessreliability. Arm circumference, waist circumference, thigh circumference, calfcircumference and body length are one of the strongest anthropometry can beused to predict body weight. This research aims to develop a weight predictionmodel based on the upper arm circumference, waist circumference, thighcircumference, calf circumference and body length. This research wasconducted in November 2017. The design which used are cross sectional with160 samples of staffs which were taken by simple random in RSCM. Thecollected variables which consist of body weight, upper arm circumference,waist circumference, thigh circumference, calf circumference, and body length.Measurement of body weights can be done by weighing them. Measurement ofupper arm circumference, waist circumference, thigh circumference, calfcircumference can be done by using metering ribbon, and body length withstick meter. The final result of the research creates the formula of body weightprediction to get body weight rsquo s prediction. Producing 18 weight predictionmodels that have high lsquo R rsquo square value, that is 2 weight prediction models forman which are R2 0,898, and R2 0,930, 9 weight prediction models forwomen which are R2 0,960, R2 0,952, R2 0,953, R2 0,956, R2 0,968,R2 0,949, R2 0,945, R2 0,963, R2 0,944 and 7 weight prediction models ofmixed gender R2 0,949, R2 0,934, R2 0,893, R2 0,935, R2 0,914, R2 0,913,R2 0,929 . Scientists concluded that weight prediction models which wasdeveloped is accurate for predicting adult body weight. However, it needs to bere examined in the wider population.Keywords Prediction model, weight, upper arm circumference"
2018
T50922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetya Ismail Permadi
"Latar belakang: Pasien Talasemia Mayor (TM) anak menderita defisiensi nutrisi karena asupan nutrisi yang tidak mencukupi. Penghindaran makanan kaya zat besi seringkali bersamaan dengan pembatasan asupan protein. Asupan mikronutrien termasuk magnesium lebih rendah dibandingkan anak normal. Fungsi otot lebih awal terganggu akibat defisiensi nutrisi daripada massa otot. Penilaian massa otot dan Hand Grip Strength (HGS) menjadi penting untuk mengevaluasi status gizi. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang mengevaluasi hubungan antara HGS dengan asupan kalori, protein dan magnesium, LILA dan massa otot pasien anak TM.
Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang melibatkan 70 pasien TM anak, berusia 6-18 tahun di Pusat Talasemia RSUPN Cipto Mangunkusumo. Status gizi dievaluasi disertai pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Asupan kalori, protein dan magnesium diperoleh melalui metode analisis diet semi-kuantitatif Food Frequency Questionnaires (FFQ) dan Magnesium FFQ (MgFFQ). Kadar Mg serum dinilai dengan menggunakan metode enzimatik-kalorimetri. Massa otot diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dan HGS dinilai menggunakan Dinamometer tangan Jamar
Hasil: Status gizi berdasarkan LILA/U sebagian besar berstatus gizi baik 42,9% dan malnutrisi 57,1% yakni gizi kurang (30,0%), gizi buruk (25,7%), dan obesitas (1,4%). Rerata kecukupan energi pada anak TM lelaki 100% (SB 17), sedangkan anak perempuan sebesar 112% (SB 27). Rerata asupan protein dan magnesium pada kedua kelompok lebih tinggi dibanding kebutuhan AKG. HGS berkorelasi kuat dengan massa otot (r=0,82), berkorelasi sedang dengan LILA (r=0,60), dan berkorelasi lemah dengan asupan kalori (r=-0,27), protein (r=-0,33) dan magnesium (r=-0,23), serta kadar magnesium (r=0,26). Hipermagnesemia dijumpai pada 23% subyek penelitian. Simpulan: Lebih dari separuh anak Talasemia mengalami malnutrisi walaupun asupan cukup. HGS berkorelasi dengan asupan nutrisi, LILA, dan massa otot.

Background: Pediatric Thalassemia Major (TM) patients suffer from nutritional deficiencies due to insufficient nutritional intake. Avoidance of iron-rich foods often coincides with limiting protein intake. Micronutrient intake including magnesium is lower than in normal children. Muscle function is impaired earlier due to nutritional deficiencies than muscle mass. Assessment of muscle mass and Hand Grip Strength (HGS) is important for evaluating nutritional status. Until now there has been no research in Indonesia that evaluates the relationship between HGS and calorie, protein, and magnesium intake, LILA, and muscle mass in pediatric TM patients.
Methods: This research with a cross-sectional study design involved 70 pediatric TM patients, aged 6-18 years at the Thalassemia Center of RSUPN Cipto Mangunkusumo. Nutritional status is evaluated by measurement of mid-upper arm circumference (MUAC). Calorie, protein, and magnesium intake was obtained through semi- quantitative dietary analysis methods Food Frequency Questionnaires (FFQ) and Magnesium FFQ (MgFFQ). Serum Mg levels were assessed using the enzymatic calorimetric method. Muscle mass was measured using Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) and HGS was assessed using a Jamar hand dynamometer.
Results: Nutritional status based on LILA/U was mostly good nutritional status 42.9% and malnutrition 57.1%, namely undernutrition (30.0%), poor nutrition (25.7%), and obesity (1.4%). The average energy adequacy for TM boys is 100% (SD 17), while for girls it is 112% (SD 27). The average intake of protein and magnesium in both groups was higher than the RDA requirements. HGS is strongly correlated with muscle mass (r=0.82), moderately correlated with LILA (r=0.60), and weakly correlated with calorie intake (r=-0.27), protein (r=-0.33), and magnesium (r=-0.23), as well as magnesium levels (r=0.26). Hypermagnesemia was found in 23% of study subjects.
Conclusion: More than half of Thalassemia children experience malnutrition despite adequate intake. HGS correlates with nutritional intake, MUAC, and muscle mass.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetya Ismail Permadi
"Latar belakang: Pasien Talasemia Mayor (TM) anak menderita defisiensi nutrisi karena asupan nutrisi yang tidak mencukupi. Penghindaran makanan kaya zat besi seringkali bersamaan dengan pembatasan asupan protein. Asupan mikronutrien termasuk magnesium lebih rendah dibandingkan anak normal. Fungsi otot lebih awal terganggu akibat defisiensi nutrisi daripada massa otot. Penilaian massa otot dan Hand Grip Strength (HGS) menjadi penting untuk mengevaluasi status gizi. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang mengevaluasi hubungan antara HGS dengan asupan kalori, protein dan magnesium, LILA dan massa otot pasien anak TM.
Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang melibatkan 70 pasien TM anak, berusia 6-18 tahun di Pusat Talasemia RSUPN Cipto Mangunkusumo. Status gizi dievaluasi disertai pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Asupan kalori, protein dan magnesium diperoleh melalui metode analisis diet semi-kuantitatif Food Frequency Questionnaires (FFQ) dan Magnesium FFQ (MgFFQ). Kadar Mg serum dinilai dengan menggunakan metode enzimatik-kalorimetri. Massa otot diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dan HGS dinilai menggunakan Dinamometer tangan Jamar.
Hasil: Status gizi berdasarkan LILA/U sebagian besar berstatus gizi baik 42,9% dan malnutrisi 57,1% yakni gizi kurang (30,0%), gizi buruk (25,7%), dan obesitas (1,4%). Rerata kecukupan energi pada anak TM lelaki 100% (SB 17), sedangkan anak perempuan sebesar 112% (SB 27). Rerata asupan protein dan magnesium pada kedua kelompok lebih tinggi dibanding kebutuhan AKG. HGS berkorelasi kuat dengan massa otot (r=0,82), berkorelasi sedang dengan LILA (r=0,60), dan berkorelasi lemah dengan asupan kalori (r=-0,27), protein (r=-0,33) dan magnesium (r=-0,23), serta kadar magnesium (r=0,26). Hipermagnesemia dijumpai pada 23% subyek penelitian. Simpulan: Lebih dari separuh anak Talasemia mengalami malnutrisi walaupun asupan cukup. HGS berkorelasi dengan asupan nutrisi, LILA, dan massa otot.

Background: Pediatric Thalassemia Major (TM) patients suffer from nutritional deficiencies due to insufficient nutritional intake. Avoidance of iron-rich foods often coincides with limiting protein intake. Micronutrient intake including magnesium is lower than in normal children. Muscle function is impaired earlier due to nutritional deficiencies than muscle mass. Assessment of muscle mass and Hand Grip Strength (HGS) is important for evaluating nutritional status. Until now there has been no research in Indonesia that evaluates the relationship between HGS and calorie, protein, and magnesium intake, LILA, and muscle mass in pediatric TM patients.
Methods: This research with a cross-sectional study design involved 70 pediatric TM patients, aged 6-18 years at the Thalassemia Center of RSUPN Cipto Mangunkusumo. Nutritional status is evaluated by measurement of mid-upper arm circumference (MUAC). Calorie, protein, and magnesium intake was obtained through semi- quantitative dietary analysis methods Food Frequency Questionnaires (FFQ) and Magnesium FFQ (MgFFQ). Serum Mg levels were assessed using the enzymatic calorimetric method. Muscle mass was measured using Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) and HGS was assessed using a Jamar hand dynamometer.
Results: Nutritional status based on LILA/U was mostly good nutritional status 42.9% and malnutrition 57.1%, namely undernutrition (30.0%), poor nutrition (25.7%), and obesity (1.4%). The average energy adequacy for TM boys is 100% (SD 17), while for girls it is 112% (SD 27). The average intake of protein and magnesium in both groups was higher than the RDA requirements. HGS is strongly correlated with muscle mass (r=0.82), moderately correlated with LILA (r=0.60), and weakly correlated with calorie intake (r=-0.27), protein (r=-0.33), and magnesium (r=-0.23), as well as magnesium levels (r=0.26). Hypermagnesemia was found in 23% of study subjects.
Conclusion: More than half of Thalassemia children experience malnutrition despite adequate intake. HGS correlates with nutritional intake, MUAC, and muscle mass.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hapsari Mitayani
"Latar Belakang: Sarkopenia merupakan salah satu sindrom geriatri yang dapat menyebabkan luaran yang buruk. Dibutuhkan pemeriksaan yang lebih sederhana dibandingkan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) atau Dual energy X- ray Absorptiometry (DXA) untuk mengukur massa otot sebagai komponen penting sarkopenia. Namun, belum ada studi di Indonesia yang meneliti perannya dalam memprediksi massa otot pada pasien usia 60 tahun atau lebih.
Tujuan: Mengetahui performa diagnostik lingkar betis untuk estimasi massa otot sebagai komponen sarkopenia pada pasien usia 60 tahun atau lebih.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik menggunakan desain uji potong lintang yang dilakukan di poliklinik geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM selama bulan April-Juni 2018. Pengukuran massa otot menggunakan DXA dan penentuan titik potong berdasarkan Asian Working Group of Sarcopenia (AWGS).
Hasil: Dari 120 subjek didapatkan 46 lelaki (38,3%) dan 74 perempuan (61,7%). Didapatkan titik potong lingkar betis kelompok lelaki dibawah 34 cm (sensitivitas 64.7%, spesifitas 79.3%, NDP 64.7%, NDN 79.3%, AUC 73.1%) dan 29 cm untuk perempuan (sensitivitas 71.4%, spesifitas 95.5%, NDP 62.5%, NDN 97.0%, AUC 96.4%).
Simpulan: Akurasi diagnostik lingkar betis cukup baik sebagai prediktor massa otot pada pasien perempuan usia 60 tahun atau lebih.

Background: Sarcopenia is one of the geriatric syndromes that lead to poor outcomes. A simpler method than Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) or Dual energy X- ray Absorptiometry (DXA) is needed to measure muscle mass as essential component of sarcopenia. Previous studies have shown calf circumference (CC) as surrogate marker of muscle mass. However there has been no study on the role of CC in predicting muscle mass in both gender of elderly outpatient.
Objectives: To investigate the diagnostic performance of CC to estimate muscle mass in elderly outpatient.
Methods: A cross sectional study was conducted at Geriatric Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta during April-June 2018, using DXA as a reference test for measuring muscle mass. Asian Working Group of Sarcopenia (AWGS) criteria was used to classify muscle mass as normal or low.
Results: Of the 120 subjects, 46 subjects were male (38.3%) and 74 were female (61.7%).The optimal Cut-off for CC that indicate low muscle mass was 34 cm for (sensitivity 64.7%, specificity 79.3%, PPV 64.7%, NPV 79.3%, AUC 73.1%) and 29 cm for female (sensitivity 71.4%, specificity 95.5%, PPV 62.5%, NPV 97.0%, AUC 96.4%).
Conclusion: CC can be used to estimate muscle mass in female elderly outpatient, with good diagnostic performance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Kalsum
"Disertasi ini membahas pengembangan indikator antropometri baru yaitu rasio LiLA terhadap panjang lengan atas (PLA) serta model prediksi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) suku Melayu. Disain studi cross sectional menggunakan sebagian data Riskesdas 2013 dan data primer. Sampel 1009 WUS berusia 18-49 tahun (tidak hamil) di Kota Makassar dan Kabupaten Tana Toraja, Selawesi Selatan. Hasil studi menemukan formula yang optimal adalah Rasio LiLA/ PLA < 4,25 untuk mendeteksi risiko KEK, lebih baik validitasnya (Sn= 80%; Sp=84%) dibandingkan validitas LiLA menggunakan baku Indeks Massa Tubuh. Prevalensi KEK pada WUS 9,9% (IMT< 18,5); Risiko KEK 22,4 % (Rasio LiLA/ PLA < 4,25). Validitas LiLA < 23,5 cm sudah baik (Sn= 76%; Sp=87,2%), tetapi titik potong optimal untuk skrining adalah <=24,0 cm (Sn= 90%; Sp= 77%) untuk mendeteksi risiko KEK WUS. Faktor risiko KEK: umur, paritas, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit infeksi, aktifitas fisik, pekerjaan, status kawin dan sosial ekonomi. Penyakit infeksi berat (POR= 2,79) sebagai faktor risiko dominan; sedangkan faktor protektif dominan adalah penggunaan alat kontrasepsi hormonal (POR= 0,43). Diperlukan komunikasi, informasi, edukasi pada WUS untuk menerapkan pedoman gizi seimbang, pola hidup sehat serta pencegahan penularan penyakit infeksi seperti TB, Malaria dan Hepatitis serta penanganan yang tepat untuk mencegah KEK.

This study examined the development of new anthropometric indicator was the ratio of MUAC to upper arm length (UAL) and the prediction model of the risk of Chronic Energy Deficiency (CED) in Malay women of reproductive age. Crosssectional study design using part of the data Riskesdas 2013 and primary data. Samples were 1009 women aged 18-49 years (not pregnant) in Makassar and Tana Toraja South of Sulawesi. The study found that the optimal formula was MUAC/ UAL <4.25 to detect a risk of CED, better validity (Sn= 80%; Sp= 84%) compared to MUAC with the gold standard was Body Mass Index (BMI). Prevalence of CED on women of reproductive age 9.9% (BMI <18.5); Risk of CED 22.4% (MUAC/ UAL <4.25). The validity of MUAC <23.5 cm was good but the optimal cut point for screening the risk of CED was <=24 cm (Sn= 76%; Sp= 87.2 %). CED risk factors were age, parity, contraceptive use, infectious diseases, physical activity, job, marital status and socioeconomic. The dominant risk factor was severe infectious disease (POR= 2.79) while the dominant protective factor was the use of hormonal contraceptives (POR= 0.43). It needs communication, information and education to applying balanced nutrition guidelines, healthy lifestyles and the prevention of transmission of infectious diseases such as TB, Malaria and Hepatitis as well as adequate treatment to prevent CED."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1917
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyyatul Khaira
"

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan titik potong lingkar lengan atas pada posisi berbaring. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil dari rekam medis pasien poliklinik radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (n=207) dan dilakukan pengukuran antropometri pada pasien. Titik potong lingkar lengan atas diperoleh dari kurva ROC dan indeks Youden tertinggi. Dari penelitian ini didapatkan perbedaan rata-rata antara lingkar lengan atas pada posisi berdiri dan terlentang adalah 0,13 ± 0,33 cm (p<0,001). Lingkar lengan atas dari keseluruhan subjek memiliki korelasi yang kuat dan signifikan dengan indeks massa tubuh (r=0,932; p<0,001). Nilai AUC lingkar lengan atas untuk mendeteksi malnutrisi adalah 0,97 (95% CI 0,947-0,992; p<0,001). Lingkar lengan atas <23,4 cm menunjukkan sensitivitas 94,7% dan spesifisitas 95,6% untuk pria, dan sensitivitas 95% dan spesifisitas 89% untuk wanita. Sebagai kesimpulan, lingkar lengan atas <23,4 cm dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengukuran untuk mendeteksi malnutrisi, terutama bila indeks massa tubuh tidak dapat diukur.


This study aims to establish a cut-off point for mid-upper arm circumference in the supine position. This is a cross-sectional study. Data were taken from patients at the radiotherapy clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (n=207) by medical records, and anthropometric measurements were performed. The cut-off point of the mid-upper arm circumference was obtained from the ROC curve and the highest Youden’s index. This study found that the mean difference between mid-upper arm circumference in the standing and supine positions is 0.13±0.33 cm (p<0.001). The mid-upper arm circumference from all subjects strongly and significantly correlates to body mass index (r=0.932; p<0.001). The area under the curve of the mid-upper arm circumference for detecting malnutrition was 0.97 (95% CI 0.947–0.992; p<0.001). The mid-upper arm circumference of <23.4 cm presents a sensitivity of 94.7% and a specificity of 95.6% for men, and a sensitivity of 95% and a specificity of 89% for women. In conclusion, the mid-upper arm circumference of <23.4 cm can be used as an alternative measurement to detect malnutrition, particularly when body mass index cannot be measured.
 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrinilla Alresna
"Latar Belakang: Rapid Emergency Medicine Score (REMS) merupakan sistem skor yang sudah tervalidasi dengan baik dalam memprediksi mortalitas selama rawat untuk pasien non bedah yang mengunjungi instalasi gawat daruat (IGD). Namun penggunaanya pada populasi usia lanjut yang umumnya menunjukkan tanda vital normal walaupun kondisi medik berat masih belum diketahui. Kami bertujuan untuk mengevaluasi performa REMS dengan menambahkan nilai kadar natrium dan lingkar lengan atas yang rendah dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit pada pasien usia lanjut non bedah yang datang ke IGD.
Tujuan: Untuk mengetahui nilai tambah kadar natrium dan lingkar lengan atas pada skor REMS dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit pada pasien usia lanjut non bedah yang datang ke IGD.
Metode: Studi kohort prospektif dengan subjek penelitian pasien usia ³60 tahun, non bedah, yang datang ke IGD RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) periode September- Oktober 2018. Subjek diikuti sampai diketahui luaran selama rawat di rumah sakit. Uji Hosmer-Lemeshow dan kurva ROC digunakan untuk mengetahui performa kalibrasi dan diskriminasi dari REMS dan modifikasi REMS.
Hasil: Dari 272 subjek, median usia adalah 66 tahun (rentang 7). Insiden kematian selama rawat di rumah sakit sebesar 22,1%. Nilai Area Under Curve (AUC) untuk REMS adalah 0,72 (95% CI 0,56-0,74), dan modifikasi REMS dengan menambahkan kadar natrium dan lingkar lengan atas adalah 0,79, p=,000 (IK95% 0,72-0,85), dengan nilai performa kalibrasi menggunakan uji Hosmer-Lemeshow yaitu p=0,759.
Simpulan: Kadar natrium dan lingkar lengan atas memiliki nilai tambah pada skor REMS dalam memprediksi mortalitas selama rawat di rumah sakit pada pasien usia lanjut non bedah yang datang ke IGD RSCM.

Background. Rapid Emergency Medicine Score (REMS) is a well validated scoring system in predicting in-hospital mortality for non-surgical patients visiting Emergency Department (ED). None has been known about its use in elderly population who frequently shows normal vital signs despite of severe condition. We aim to evaluate the performance of REMS by adding value of sodium level and mid-upper arm circumference (MUAC), to predict in hospital mortality of elderly visiting ED in Indonesia.
Objective. To evaluate added value of sodium serum level and mid-upper arm circumference to REMS in predicting in-hospital mortality for non-surgical elderly patients visiting Emergency Department (ED).
Methods. A prospective cohort study in non-surgical elderly aged 60 years or older visiting ED of Cipto Mangunkusumo hospital (RSCM) between September to October 2018 was performed. Subjects were followed during hospitalization for outcome assesment. Hosmer-Lemeshow test and area under receiving operating characteristic (ROC) curve were used to determine the calibration and discrimination of REMS and modified REMS.
Results. From the 272 partcipants, the median age was 66 years (range 10). The incidence of in-hospital mortality was 22.1%. The area under curve (AUC) score of REMS was 0,72 (95% CI 0.65-0.80), and the modified REMS by adding sodium level and mid-upper arm circumference was 0.79, p=.000 (IK95% 0.72-0.85), with calibration performance using Hosmer-Lemeshow test showed p=0,759.
Conclusion. Serum sodium level and mid-upper arm circumference have added value to REMS in predicting in-hospital mortality of non-surgical elderly patient visiting RSCM ED.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tran Thi Hai
"ABSTRAK
Malnutrisi akut merupakan risiko tinggi kematian pada anak usia dibawah lima
tahun. Vietnam memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan ambang
batas optimal ukuran Lingkar-Lengan-Atas (LILA) guna meningkatkan akurasi
indikator LILA pada screening anak kurus usia 6-59 bulan. Survei telah dilakukan
di 16 kecamatan pada empat provinsi Midlands Utara dan daerah pegunungan.
Data dari 4764 subjek anak menunjukkan bahwa ambang batas LILA optimal
adalah 13,5 cm. Hal ini memungkinkan masuknya 65% anak-anak dengan skor-Z
berat-untuk-tinggi (WHZ) kurang dari -3SD. LILA kurang dari 13,5 cm perlu
dipertimbangkan untuk menentukan anak kurus selain ukuran berat-untuk-tinggi
(WHZ) kurang dari -3SD.

ABSTRACT
Acute malnutrition remains extreme risk of mortality among children under five. Vietnam
needs further study to establish the optimal Mid-Upper-Arm Circumference (MUAC) cutoff
to improve the accuracy of MUAC indicator in screening wasting children aged 6-59
months. A survey was conducted at all 16 sub-districts across four provinces in Northern
midlands and mountainous area. The data of 4764 children showed that the optimal
MUAC cut-off 13.5 cm would allow inclusion of 65% of children with a Weight-for-
Height z-score (WHZ) less than -3SD. MUAC less than 13.5 cm should be considered to
measure in parallel an in addition to WHZ less than -3SD"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>