Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chusna Meimuna
"Pembangunan sistem kesehatan merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Perlu adanya Standar Pelayanan Minimal sebagai acuan untuk mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan antar daerah terutama dalam kasus penemuan tuberkulosis. Tuberkulosis menjadi perhatian penting bagi dunia kesehatan, dimana Tuberkulosis merupakan penyumbang tingginya angka kematian di dunia. Jumlah angka penemuan kasus Tuberkulosis di Indonesia masih cukup tinggi didunia. Salah satu upaya penanggulangan penyakit tuberkulosis yaitu peningkatan penemuan kasus TBC melalui kerjasama lintas sektor. Kerjasama lintas sektor dapat diwujudkan melalui peningkatan koordinasi, komunikasi, sumberdaya kemampuan dan kekuatan bersama dalam upaya mencapai target program nasional dalam penanggulangan TBC, serta diperlukan komitmen dan membuka peluang untuk saling membantu. Untuk meningkatkan peran lintas sektor dalam penanggulangan TBC di Wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka dirumuskan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 28 tahun 2018 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Studi ini bertujuan untuk menganalisis peran lintas sektor terhadap implementasi peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Jakarta Barat dengan menggunakan model implementasi kebijakan Van Meter Van Horn. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik WM dan telaah dokumen. Hasil penelitian ini bahwa kerjasama sama pihak Puskesmas dengan pihak lintas sektor masih minim, masih terdapatnya ketidakjelasan pembagian peran yang mengakibatkan tidak konsisten dalam menjalankan program kerja, belum adanya pedoman yang mengatur mekanisme pelaksanaan, masih belum terdapatnya alokasi dana terkait kebijakan, masih mengalami kendala terhadap pada pengambilan data, masih kurang sosialisasi terhadap kebijakan, meski terdapat dukungan ekternal namun dalam pelaksanaanya masih belum optimal.Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran lintas sektor terhadap implementasi peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang penanggulangan tuberkulosis masih belum optimal. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilanjutkan dengan inovasi kebijkan dengan mempertimbangkan seperti telaah terkait peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang penanggulangan Tuberkulosis, perencanaan jadwal dan pelatihan untuk puskesmas dan lintas sektor, meningkatkan sosialisasi dan advokasi lintas sektor terkait peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Wilayah Jakarta Barat.

Health development system is an effort to improve the quality of life of people who wants to increase awareness, willingness, and ability of a person to live a healthy-life in order to achieve health status. Nowadays, TBC is an important issue for the world of health, where TBC is a contributor to the high mortality number in the world. The number of Tuberculosis cases in Indonesia is still quite high in the world. The way to tackle tuberculosis is to increase the discovery of TB cases through cross-sector collaboration. Cross-sector collaboration can be realized by doing the proper coordination, communication, resource capabilities and teamwork to achieve the targets of national program of TB, and needed commitment and opportunities to help each other. To increase the cross-sector role in TB control in the DKI Jakarta Province, they formulated the Regulation of the Governor of the Special Capital Region of Jakarta No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis. This study aims to analyze the role of cross-sector towards the implementation of Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis in West Jakarta Public Health Centre (Puskesmas) by using the implementation policy model of Van Horn Van Meter. This study is used qualitative methods with WM techniques and document review. The results of this study shows the collaboration among the public health centre with cross-sector parties are still minimal, still ambiguity in roles divsion which carrying inconsistent in the program schedule, no guidelines that regulate the implementation of mechanism programs, no allocation of funds related to the policy, constraints on data retrieval, insufficiency of policy dissemination, although there is external support, the implementation is still not optimal. We concluded that the role of cross-sector towards the implementation of Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning Tuberculosis Prevention is still not optimal. Therefore, this research needs to improve with policy innovation which consider the documents review regarding Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis, job planning and skill training for each element of public health centre and cross-sectoral, increasing socialization and advocation of cross-sectoral elements related to Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis in the West Jakarta Region."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Novi Anggraini
"Pendahuluan: Peraturan Daerah Jawa Barat No.5 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa merupakan salah satu dukungan pemerintah Jawa Barat bagi pelayanan kesehatan jiwa. Namun dalam pelaksanaannya, sistem perundang-undangan yang berlaku hingga saat ini masih belum cukup banyak membantu dalam hal peningkatan upaya layanan kesehatan jiwa. Kota Bandung yang merupakan bagian dari Kab/Kota Jawa Barat memilliki angka prevalensi depresi tertinggi ke dua, dan memiliki angka cakupan pengobatan yang paling rendah diantara Kab/Kota lainnya. Tujuan: Menganaslisis implementasi Peraturan Daerah Jawa Barat No.5 tahun 2018 tentang Pelayanan Kesehatan Jiwa. Metode: Penelitian analitik kualitatif yang menggunakan teori Van Meter Van Hotern sebagi teori pendukung analisis implementasi. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan informan Dinas Kesehatan Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kota Bandung, Dinas Sosial Kota Bandung, Puskesmas, dan Organisasi Pelayanan Sosial dan telaah dokumen. Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kebijakan belum dapat berjalan secara optimal, adanya perbedaan standar dan sasaran yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja instansi. Masih terdapat sumber daya yang belum mencukupi untuk mendorong implementasi pelayanan kesehatan jiwa dasar bagi masyarakat Kota Bandung. Kualitas Hubungan antar instansi pelaksana kebijakan sudah terlaksana cukup. Sudah tersedianya SOP pelayanan ODGJ bagi sektor kesehatan sehingga memudahkan dalam hal perujukan. Lingkungan eksternal yaitu masyarakat yang sudah mulai aktif melaporkan jika adanya kasus ODGJ di masyarakat. Namun terdapat beberapa aspek yang perlu untuk ditinjau kembali yaitu aspek anggaran dan SDM. Perlunnya diperimbangkan untuk membuat regulasi yang mendukung.

Introduction: West Java Regional Regulation No. 5 of 2018 concerning Mental Health Services is one of the West Java government's support for mental health services. The city of Bandung, which is part of the West Java Regency/City, has the second-highest depression prevalence rate, and the lowest treatment coverage rate among otherRegencies/Cities. Purpose: To analyze the implementation of West Java Regional Regulation No. 5 of 2018 concerningMental Health Services. Method: Qualitative analytic research that uses Van Meter Van Hotern's theory as a supporting theory for implementation analysis. This research was conducted by means of in-depth interviews with informants fromthe West Java Health Office, Bandung City Health Office, Bandung City Social Service, Health Centers, and Social Service Organizations and document review. Results: The results of the study show that policy implementation has notbeen able to run optimally, there are differences in standards and targets used in determining agency performance indicators. There are still insufficient resources to encourage the implementation of basic mental health services for the people of Bandung City. The quality of the relationship between the implementing agencies of the policy has beenimplemented sufficiently. The SOP for ODGJ services is already available for the health sector to make it easier in terms of referrals. The external environment is the community that has started to actively report cases of ODGJ in the community. However, there are several aspects that need to be reviewed, namely the budget and human resource aspects. The need to be considered to make regulations that support."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Apriliana
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi tantangan global. Dalam rangka menanggulangi penyakit Tuberkulosis, terbentuklah kerangka kerja oleh WHO untuk mengendalikan tuberkulosis, yang kemudian menjadi strategi global yaitu DOTS atau Directly Observed Treatment Short-Course. Salah satu yang menghambat kemajuan dari penanggulangan tuberkulosis adalah adanya kasus Multidrug Resistant Tuberculosis atau MDR-TB. Kasus MDR TB terjadi salah satunya disebabkan oleh belum maksimalnya implementasi dari strategi DOTS. Di Kota Depok, Puskesmas Pancoran Mas dan Puskesmas Rangkapan Jaya Baru adalah puskesmas dengan angka MDR-TB tertinggi. Dari dua puskesmas tersebut, gambaran akan manajemen atau pengelolaan dari pelaksanaan strategi DOTS pada program Penanggulangan TB khususnya dalam merespon MDR-TB  sangatlah menarik untuk dianalisis lebih jauh. Dengan metode kualitatif dan dengan pendekatan Logic Model, peneliti menelaah bagaimana keberlangsungan program di kedua puskesmas dari sudut pandang input, activity, dan output nya. Peneliti mengumpulkan data baik primer maupun sekunder, dengan melakukan telaah dokumen dan juga wawancara mendalam ke tiga belas informas.
Dari penelitian ini ditemukan hasil bahwa kedua Puskesmas sebenarnya telah mengimplementasikan strategi DOTS dengan baik yaitu salah satunya dengan melakukan pengobatan sesuai dengan standar, namun terdapat beberapa  kendala dalam pelaksananaan program tersebut yang dapat menjadi faktor pengahambat dari berjalannya program, baik masalah dari segi sumber daya seperti tidak adanya laboratorium disalah satu puskesmas, hingga dari segi pelaksanaan kegiatan, yang menyebabkan kedua puskesmas pada akhirnya tidak dapat mencapai target Penilaian Kinerja Puskesmas. Adanya berbagai macam kendala yang  berasal dari berbagai aspek menjadi faktor masih belum sempurnanya pelaksanaan program penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Pancoran Mas dan Rangkapan Jaya Baru. 

Tuberculosis is a disease that is still become a global challenge. In order to overcome tuberculosis, a framework was established by WHO to control tuberculosis, which later became a global strategy, called DOTS or Directly Observed Treatment Short-Course. One that inhibits the progress of tuberculosis control is the case of Multidrug Resistant Tuberculosis or MDR-TB. MDR-TB cases occur due to the lack of proper implementation of the DOTS strategy. In Depok City, Pancoran Mas Health Center and Rangkapan Jaya Baru Health Center are the health centers with highest MDR-TB cases. Of the two Public Health Centers, an overview of management or management of the implementation of the DOTS strategy in the TB control program, especially in response to MDR-TB, is very interesting to analyze further. With qualitative methods and with the Logic Model approach, the researcher examines how the program's sustainability in the two health centers is from the point of view of input, activity, and output. The researcher collected both primary and secondary data, by reviewing documents and also in-depth interviews with thirteen informants.
From this study, it was found that the two public health centers had actually implemented the DOTS strategy properly, one of which was to carry out treatment in accordance with the standards, but there were several obstacles in implementing the program which could be a limiting factor from the running of the program, both in terms of resources and in terms of the implementation of program activities, which resulted in the two public health centers being unable to reach the target of the Performance Assessment. The various kinds of obstacles that come from various aspects become a factor of the incomplete implementation of the tuberculosis program at the Pancoran Mas Health Center and Rangkapan Jaya Baru. 
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Ayu Pertiwi
"Data dari WHO tahun 2018 menempatkan Indonesia pada urutan ketiga negara penyumbang kasus kusta terbanyak. Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi dengan temuan kasus kusta yang cukup tinggi. Dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2019 didapatkan Provinsi Banten termasuk 10 besar provinsi dengan angka cacat tingkat 2. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.11 tahun 2019 tentang penanggulangan kusta. Penelitian ini bertujuan mengetahui kesiapan implementasi kebijakan penanggulangan kusta di Provinsi Banten agar tercapai target eliminasi kusta. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Data primer didapatkan melalui wawancara mendalam dan data sekunder melalui telaah dokumen. Penelitian ini menggunakan teori analisis kebijakan Van Meter dan Van Horn dengan variabel ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang memengaruhi implementasi kebijakan. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran dan tujuan kebijakan telah jelas namun belum ada peraturan turunan, sumber daya sudah cukup siap, standar operasional prosedur yang belum merata, komunikasi sudah cukup siap namun belum optimal, disposisi pelaksana menerima kebijakan ini, lingkungan ekonomi dan sosial yang cukup mendukung namun tetap masih ada stigma di masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kesiapan implementasi kebijakan penanggulangan kusta di Provinsi Banten sudah cukup siap namun ada beberapa hal yang dapat ditingkatkan. Penelitian ini merekomendasikan dibuatnya peraturan turunan, sosialisasi, meningkatkan kedisiplinan dalam pelaporan.

Data from the WHO in 2018 placed Indonesia in third place that contributed to the most leprosy cases. Banten Province is one of the provinces with high cases of leprosy. In Indonesia's 2019 health profile, Banten Province was included in the top 10 provinces with a level 2 disability rate. The government issued Minister of Health Regulation No. 11 of 2019 regarding the prevention of leprosy. This study aims to determine the readiness to implement leprosy control policies in Banten Province to achieve the leprosy elimination target. The study was done using the qualitative method. Primary data was obtained through in-depth interviews and secondary data through document review. This study uses Van Meter and Van Horn's policy analysis theory with variables of policy size and objectives, resources, characteristics of implementing agencies, inter-organizational communication, implementing dispositions, and the economic, social and political environment that influence policy implementation. The results of this study are the size and objectives of the policy are clear. Still, there are no derivative regulations. The resources are quite ready; the standard operating procedures are not evenly distributed, the communication is quite prepared but not optimal, the disposition of the implementer accepts this policy, the economic and social environment is adequate to support. However, there's still a stigma in society. This study concludes that the readiness for implementing leprosy control policies in Banten Province is quite ready, but Banten Province can improve several things. This study recommends making derivative regulations, socializing, increasing discipline in reporting."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Noor Chasannah Bya
"Salah satu visi Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam sektor pertanahan adalah melakukan pemetaan skala nasional melalui kegiatan pendaftaran tanah. Berdasarkan buku realisasi legalisasi asset diketahui bahwa penerbitan sertifikat dan redistribusi tanah sejak tahun 2015 hingga 2017 adalah mencapai 2,8 juta bidang dari seluruh Indonesia sedangkan untuk tahun 2018 ditargetkan sertifikasi tanah harus mencapai 7 juta bidang. Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap diadakan tidak hanya untuk menghadirkan kepastian dan perlindungan hukum tetapi juga untuk mendapatkan pemetaan skala nasional dan menekan serta mengurangi terjadinya konflik dan sengketa pertanahan. Atas dasar tujuan kebijakan PTSL, maka dari itu penting untuk dilakukan suatu penelitian tentang bagaimana kegiatan PTSL tahun 2018 dilakukan dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaannya. Dalam tesis ini, peneliti telah menganalisisnya dengan menggunakan konsep implementasi kebijakan Goggin 1990 dan Van Meter Van Horn 1975. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif antara lain hasil verbatim wawancara dan dokumentasi. Dalam tesis ini peneliti juga memberikan kesimpulan dan rekomendasi dan menjabarkan mengenai manfaat apa yang telah dan yang belum dirasakan oleh masyarakat.

One of the visions of Joko Widodo and Jusuf Kalla in the land sector is to conduct national scale mapping through land registration activities. Based on the book realization of legalization of assets, it is known that the issuance of certificates and redistribution of land from 2015 to 2017 is reaching 2.8 million fields from all over Indonesia while for 2018 it is targeted that land certification must reach 7 million fields. Complete Systematic Land Registration activities are held not only to bring legal certainty and protection but also to obtain national scale mapping and suppress and reduce conflicts and land disputes. Based on PTSL policy objectives, it is therefore important to conduct a study of how PTSL activities in 2018 are carried out and what factors influence their implementation. In this thesis, researchers have analyzed it using the concept of implementing the Goggin 1990 policy and Van Meter Van Horn 1975. This research was conducted with a post positivist approach with qualitative data collection techniques including verbatim interviews and documentation. In this thesis the researcher also gives conclusions and recommendations and describes what benefits have been and have not been felt by the community."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Octaviani Dyah Puspita Rini
"Kementerian Kesehatan melaksanakan program peningkatan kinerja sumber dayakesehatan melalui pendidikan dan pelatihan; khususnya pelatihan tenaga pelayanankesehatan tradisional; melalui pelatihan pelayanan akupresur bagi Puskesmas; namunpelayanan akupresur belum berjalan di Puskesmas. Di Kota Jakarta Selatan Puskesmasyang sudah menyelenggarakan pelayanan akupresur hanya dua 2 . Penelitian ini adalahpenelitian kualitatif; dan bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan implementasipelaksanaan pelayanan akupresur di Puskesmas serta hambatannya. Informan dalampenelitian berjumlah 11 orang; yaitu Kementerian Kesehatan; Sudinkes Jakarta Selatan;Kepala Puskesmas; Dokter poli; pelaksana program. Metode pengumpulan data melaluiWM dan telaah dokumen.
Hasil penelitian dari komponen input sudah berjalan; adanyadukungan Kepala Puskesmas; SOP pelayanan; dan SK penugasan namun belum optimalrotasi staf menjadi salah satu kendala; komponen output dan outcome belum optimal.Aspek komunikasi kejelasan dan konsistensi belum efektif tentang informasi regulasikebijakan yang ada dari penentu kebijakan kepada pelaksana; aspek pembiayaan belumdidukung peraturan daerah; aspek birokrasi masih kurang koordinasi dan sosialisasikebijakan dari Dinas Kesehatan ke Sudinkes dan Puskesmas.

The Ministry of Health is implementing programs to improve the performance of healthresources through education and training; especially training of traditional health careworkers; through the training of acupressure services for Primary Health Care; butacupressure service has not been run in Primary Health Care. In South Jakarta; PrimaryHealth Care that have been providing acupressure service are only two 2. Thisresearch is a qualitative research; and aims to analyze the policy and implementation ofacupressure service in Primary Health Care and its obstacles. Informants in the studyamounted to 11 people; namely the Ministry of Health; Sudinkes South Jakarta; Head ofPrimary Health Care; Doctor; program implementer. Methods of data collection throughWM and document review.
The result of research of input component have beenrunning; existence of support of Head of Puskesmas; service SOP; and SK ofassignment but not optimal rotation of staff become one of obstacle; component ofoutput and outcome not yet optimally. The communication aspect clarity andconsistency has not been effective about the existing policy regulation informationfrom the policy makers to the implementers; the financing aspect has not been supportedby local regulations; the bureaucratic aspects are still lacking coordination and thepolicy socialization from the Health Service to tribe of health service and PrimaryHealth Care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pensa Resta Grahmidri
"Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 disebutkan bahwa puskesmas harus melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar. Saat ini belum semua puskesmas memenuhi standar pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepatuhan implementasi standar pelayanan kefarmasian di puskesmas Kota Bekasi sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan agar pelayanan kefarmasian di puskesmas berjalan sesuai standar. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan unit analisis pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan resep, pelayanan informasi obat, dan konseling. Untuk memperkuat pembahasan dilakukan pengumpulan data kualitatif. Sampel sebanyak 100 pelayanan kefarmasian diambil dari 10 puskesmas di Kota Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan, pengisian lembar kuesioner, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan hasil bahwa puskesmas telah melaksanakan pelayanan resep dan pelayanan informasi obat namun belum sesuai standar sedangkan konseling belum dilaksanakan di semua puskesmas. Puskesmas yang memiliki apoteker sebagai penanggung jawab, fasilitas kefarmasian yang baik, standar prosedur operasional, uraian tugas dan mendapatkan komunikasi kebijakan dan supervisi yang baik lebih patuh terhadap standar pelayanan kefarmasian.
Pemerintah disarankan untuk merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, menetapkan apoteker sebagai tenaga kesehatan strategis, program internsip dan kebijakan pegawai tidak tetap untuk apoteker. Dinas Kesehatan Kota Bekasi disarankan untuk melakukan advokasi kebijakan penempatan apoteker di puskesmas sesuai analisis beban kerja, pelatihan berkelanjutan, sosialisasi kebijakan kepada tenaga kefarmasian di puskesmas, penyusunan petunjuk teknis pelayanan farmasi klinik, supervisi rutin, dan menetapkan sistem penilaian kinerja perorangan untuk pemberian kompensasi dan sanksi. Puskesmas disarankan untuk merencanakan kebutuhan apoteker sesuai analisis beban kerja, menempatkan apoteker sebagai penanggungjawab pelayanan kefarmasian, menyediakan fasilitas kefarmasian sesuai standar, menyusun standar prosedur operasional, menyusun uraian tugas, supervisi internal, dan menerapkan penilaian kinerja perorangan dan memberikan insentif berbasis kinerja perorangan.

Regulation of the Minister of Health Number 74 of 2016 states that primary health centers must perform pharmaceutical services according standard. Currently, not all community health centers meet the standard of pharmaceutical service. This study aims to analyze the compliance in the implementation of pharmaceutical services standard in primary health centers in Bekasi so it is expected to provide an input to the pharmaceutical services at primary health centers in order to be implemented in accordance with the standards. This research was conducted with quantitative approach with pharmaceutical services as unit of analysis which including prescription service, drug information service, and counseling. To strengthen the results discussion then in this study also conducted qualitative data collection. Samples of 100 pharmaceutical services were taken from 10 in primary health centers in Bekasi. The data were collected by observation, filling in questionnaire, and in depth interviews. The results showed that the primary health center had performed prescription and medication services but not yet meet with the standard while counseling had not been implemented in all primary health centers. Primary health center that have pharmacists, good pharmacy facilities, standard operating procedures, job descriptions and good policy communication and supervision are more obedient to the standard of pharmaceutical services.
The Government is advised to revise Regulation of the Minister of Health Number 75 of 2014 on Primary Health Center and Regulation of the Minister of Health Number 74 of 2016 on Standard of Pharmaceutical Service in Primary Health Center, establishing pharmacist as strategic health officer, internsip program and non permanent employee policy for pharmacist. Bekasi City Distric Health Office is advised to advocate placement of pharmacist in community health center policy according to work load analysis, continuing professional development, policy communication to pharmacy staff at community health center, preparation of clinical pharmaceutical services technical guidance, routine supervision, and set individual performance appraisal system for reward and punishment. Primary health centers are advised to plan the pharmacist 39 s needs in accordance with workload analysis, placing pharmacists as responsible pharmaceutical services, providing pharmaceutical facilities according to standards, developing standar operating procedures, preparing job descriptions, internal supervision, and applying individual performance assessments and give incentive based on individual performance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Dewayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Peraturan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Puskesmas di Wilayah Jakarta Timur Tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam sisi komunikasi, sumber daya, serta pelaksanaan untuk mencapai indikator kinerja. Peneliti menyarakan agar dilakukan upaya perbaikan dalam hal sosialisasi, peninjauan ulang mengenai beban kerja dan pembagian tugas, membuat SOP khusus untuk kegiatan Prolanis, pelatihan rutin untuk dokter, membuat anggaran khusus Prolanis, serta pembuatan kebijakan khusus terkait pelayanan bagi peserta yang bukan terdaftar di Puskesmas yang dituju.

This research aims to find out the implementation of Performance Based Capitation Regulation in Primary Helalth Care in East Jakarta Region, 2017. This research is a qualitative study with data collection through interviews, observation, and document review. This study shows that there are problems in communication, resources, and implementation to achieve performance indicators. The researcher suggested that improvement efforts should be made in the case of socialization, review of workload and task division, make SOPs for Prolanis activities, routine training for doctors, make allocation budget for Prolanis, and policy making related to services for participants who are not registered in Primary Health Care Addressed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pujayanti
"Implementasi integrasi angkutan pengumpan ke dalam sistem BRT dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan karena dapat meningkatkan mode share pengguna transportasi publik dengan memperluas jaringan pelayanan.Skripsi ini bertujuan menganalisis implementasi integrasi angkutan pengumpan ke dalam sistem BRT berdasarkan pada Peraturan Gubernur Nomor 96 Tahun 2018, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dan metode penelitian kualitatif. Mengacu pada 8 kriteria integrasi dalam integration ladder yang dikemukakan oleh Preston, Marshall, dan Tochtermann (2008) menunjukan bahwa semua kriteria integrasi transportasi publik telah dilakukan meskipun beberapa kriteria masih belum sempurna penerapannya. Kriteria yang paling menonjol dari implementasi integrasi angkutan pengumpan ke dalam sistem BRT ini dapat dilihat dari penerapan sistem pembayaran yang terpadu melalui kartu Jak Lingko dan pengelolaan informasi yang komprehensif. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut, mengacu pada teori Bhuyan (2010), salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam imlementasi ini adalah masih terdapat kesenjangan pemahaman kebijakan (Peraturan Gubernur Nomor 96 Tahun 2018) antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Selain itu, Operator Angkutan Pengumpan selaku mitra Transjakarta masih perlu diberikan pemahaman mengenai bisnis transportasi dan bagaimana proses kerja administrasi. Untuk itu, salah satu saran yang diberikan peneliti adalah perlu dilakukan penguatan sistem pada birokrasi pelaksana untuk mengurangi gap pemahaman sehingga birokrasi pelaksana dapat tetap stabil dan tidak bergantung pada satu kepengurusan

The integration of feeder transport into the BRT system is intended to solve congestion because it can increase public transport users by expanding the service network.This thesis aims to analyze the implementation of the integration of feeder transportation into the BRT system based on Governor Regulation No.96/2018 and to determine the factors that influence the implementation of that policy. This study uses a post-positivist approach and qualitative research methods. Referring to the 8 integration criteria in the "integration ladder" proposed by Preston, Marshall, dan Tochtermann (2008), it shows that all the criteria for integration of public transportation have been implemented even though some of the criteria are still not perfectly applied. The most prominent criteria for implementing the integration of feeder transport into the BRT system can be seen from the implementation of an integrated payment system through the Jak Lingko card and comprehensive information management. There are several factors that influence the implementation of the policy (Governor Regulation No.96/2018), referring to the theory of Bhuyan (2010), one of the factors that have a big influence in this implementation is that there is still a gap in understanding of policy between policymakers and policy implementers. In addition, Feeder Transport Operators as Transjakarta partners still need to be given an understanding of the transportation business and how the administrative work process work. For these reason, one of the suggestions given by researcher is that it is necessary to strengthen the system in the policy implementersto reduce the gap of understanding so that the policy implementerscan remain stable and do not depend on one management."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Andina Suladiah
"Pendahuluan: Anemia pada remaja putri mempunyai dampak yaitu menurunkan produktivitas dan prestasi remaja Depkes, 2003. Pemerintah menindaklanjuti dengan melakukan program pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dengan cara pemberian Tablet Tambah Darah TTD Direktorat Gizi Masyarakat, 2016.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri di Puskesmas Kelapa Dua di Kabupaten Tangerang dengan teori logic models yang terdiri dari resources input, proses, dan output.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan melibatkan satu informan stakeholder Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dan tiga informan stakeholder Puskesmas Kelapa Dua sebagai informan kunci. Sedangkan yang menjadi informan adalah guru PIK-R SMA Negeri 23 Kabupaten Tangerang dan remaja putri kelas XI yang mengalami anemia berat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam. Teknik pengolahan data dilakukan dengan menyusun transkrip, pengkodean, membuat matriks, dan menganalisis data.
Hasil: Pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan anemia dilihat dari sisi resources input masih perlu ditingkatkan sumber daya manusianya dan perlu adanya kebijakan di tingkat Kabupaten yang dapat menjadi payung hukum tentang pemberian TTD, serta mempunyai komitmen yang tinggi dari para lintas sektor untuk membantu pelaksanaan program. Dari sisi proses masih banyak melakukan upaya kuratif daripada upaya preventif dan promotif seperti pemberdayaan masyarakat dan peran orang tua dalam mendukung cakupan program anemia yang ada di outputs serta kepatuhan remaja putri dalam minum TTD.

Introduction: Anemia in adolescent girls has an impact on reducing teenagers 39 productivity and achievement MOH, 2003. The government followed up with anemia prevention and prevention programs in young women by giving Tablet Added Blood TTD Directorate of Community Nutrition, 2016.
Objective: This study aims to find out the description of the implementation of anemia prevention and prevention programs in young women at Kelapa Dua Public Health Center in Tangerang Regency with logic models theory consisting of resources input, process, and output.
Method: This study used a qualitative approach involving one stakeholder informant of Tangerang District Health Office and three stakeholder informants of Kelapa Dua Public Health Center as a key informant. While the informants are teachers PIK R SMA Negeri 23 Kabupaten Tangerang and teenage girls of class XI who have severe anemia. Data collection is done by in depth interview. Data processing techniques are done by compiling transcripts, coding, creating matrices, and analyzing data.
Results: Implementation of anemia prevention and prevention programs in terms of resources inputs still needs to be improved human resources and the need for policy at the district level that can be a legal umbrella about the provision of TTD, and have a high commitment from the cross sector to assist the implementation of the program. In terms of process, there are still many curative efforts rather than preventive and promotive efforts such as community empowerment and the role of parents in supporting the coverage of anemia programs in outputs and adolescent adherence in drinking TTD.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>