Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154069 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuli Achmad Saputra Hartono
"Latar Belakang: Amenorea primer adalah kondisi di mana seorang perempuan belum mengalami haid pada usia 14 tahun, yang disertai dengan tidak tampaknya pertumbuhan serta perkembangan tanda-tanda seks sekunder, atau kondisi di mana seorang perempuan yang belum mengalami haid pada usia 16 tahun meski telah didapatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari tanda-tanda seks sekunder. Pada penderita Amenorea primer seringkali berakibat munculnya masalah kejiwaan seperti depresi, gangguan mood, sulit tidur, dan kegelisahan. Saat ini, belum terdapat program tatalaksana yang bersifat komperhensif untuk penderita amenorea primer yang melibatkan harapan dan perasaan penderita amenorea primer. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam pengalaman penderita amenorea primer, memahami pandangan penderita amenorea primer terhadap keadaan yang dialaminya, memahami kebutuhan penderita amenorea primer dan memahami pandangan penderita amenorea primer terhadap tatalaksana yang saat ini dilakukan sehingga pendekatan tatalaksana terhadap penderita amenorea primer dapat optimal. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi interpretatif, dengan wawancara mendalam, observasi langsung, dan catatan lapangan terhadap penderita amenorea primer di Poliklinik Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada bulan Mei 2018-Mei 2019. Hasil: Terdapat lima partisipan, usia bervariasi dari 21-28, dengan rerata 24 tahun. Tiga partisipan (60%) terdiagnosis dengan sindroma Turner, satu partisipan (20%) dengan DSD, dan satu partisipan (20%) dengan MRKH. Penderita amenorea primer cenderung merasakan perbedaan dengan perempuan lainnya, tidak menutup diri dengan lingkungan sekitar, tidak puas dengan perkembangan organ seks sekunder, mengalami masalah dengan partner, dan harapan terhadap pengobatan yang dilakukan, yaitu; ingin mendapatkan haid, terbebas dari obat, pertumbuhan organ seks yang normal, dan keinginan memiliki keturunan. Kesimpulan: Amenorea primer cenderung memiliki dampak negatif bagi penderitanya, terutama dalam segi kepercayaan diri. Penderita amenorea primer usia reproduktif cenderung tidak memiliki masalah dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Dengan mengetahui pandangan dan harapan penderita amenorea primer, tentunya tenaga medis dapat melakukan penatalaksanaan dengan pendekatan yang lebih komprehensif. Dibutuhkan tambahan variasi kasus atau sampel untruk dapat memenuhi aspek transferabilitas data.

Background: Primary amenorrhea is a condition in which a woman has not experienced menstruation at the age of 14 years, accompanied by no apparent growth and development of secondary sex signs, or a condition in which a woman has not experienced menstruation at the age of 16 despite growth and development normal from secondary sex signs. Primary amenorrhea often results in psychiatric disorders such as depression, mood disorders, insomnia, and anxiety. To date, there is no comprehensive treatment program that involves the hope and feelings of those with primary amenorrhea Objective: This study aims to explore more in the experience of primary amenorrhoea sufferers, understand the views of primary amenorrhoea sufferers on their condition, understand the needs of primary amenorrhoea sufferers and understand the views of primary amenorrhoea sufferers on the current management so that the management approach for patients with primary amenorrhea can be optimal. Methods: This study uses an interpretative phenomenology approach, with in-depth interviews, direct observation, and field notes on primary amenorrhoea sufferers at the Polyclinic of the Department of Midwifery and Gynecology at the Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital in MAy 2018-May 2019. Results: There were five participants, ages varied from 21-28, with a mean of 24 years. Three participants (60%) were diagnosed with Turner syndrome, one participant (20%) with DSD, and one participant (20%) with MRKH. Primary amenorrhoea sufferers tend to feel the difference with other women, were not satisfied with the development of secondary sex organs, experienced problems with their partners. Their hope for the treatment included wanting to have menstruation, be free from medical therapy, develop secondary sex organs, and desire to have children. Conclusions: Primary amenorrhea tends to have a negative impact on sufferers, especially in terms of self-confidence. Primary amenorrhea sufferers of reproductive age tend not to have problems in doing daily work. By knowing the views and expectations of primary amenorrhoea sufferers, of course medical personnel can carry out management with a more comprehensive approach. Additional variations of cases or samples are needed to meet the aspects of data transferability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Purwarini
"Kepuasan seksual perempuan dalam masyarakat, selama ini lebih banyak dipahami melalui aspek biologis dan psikologis, tanpa melibatkan pengalaman perempuan secara langsung. Hal ini berimplikasi pada pengabaian hak seksualitas perempuan seperti yang tercantum dalam ICPD 1994, dan hak keadilan hukum bagi perempuan yang mengeluarkan cairan di vagina pada kasus perkosaan. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pemaknaan kepuasan seksual perempuan secara konstekstual yang berkesetaraan gender, serta digunakan untuk aspek praktis terkait permasalahan kepuasan seksual perempuan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus berperspektif feminis dengan metode pengambilan data melalui wawancara mendalam, observasi dan pengamatan.
Subjek penelitian terdiri dari lima orang subjek utama dan satu orang subjek pendukung. Subjek utama dalam studi ini merupakan perempuan heteroseksual yang aktif melakukan hubungan seksual, sedangkan subjek pendukung adalah dokter perempuan yang pernah menangani kasus disfungsi seksual dan menjadi saksi ahli dalam kasus perkosaan, yang berada di Jakarta dan Tangerang. Dalam melihat kompleksitas pemaknaan kepuasan seksual perempuan, digunakan teori kepuasan seksual dalam perspektif medis Rosemary Basson, teori Politik Seksual Kate Millett, teori orgasme dalam perspektif feminis Anne Koedt, konsep seksualitas dalam perspektif psikologis dari Joan Rollins, serta konsep Sexual Compliance Impett dan Peplau.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa orgasme perempuan adalah sebuah kondisi yang terjadi pada aktivitas seksual yang diinginkan perempuan, yang ditandai dengan perasaan kenikmatan yang luar biasa dan tidak dapat dijelaskan secara tepat, tanpa perubahan ciri pada vagina dan bagian tubuh lainnya yang khas. Orgasme perempuan hanya dapat didefinisikan oleh perempuan yang mengalaminya, karena orgasme bersifat unik dan individual. Pemaknaan kepuasan seksual perempuan dipengaruhi oleh konstruksi sosial budaya yang ada di sekitarnya. Dalam hubungan seksual, perempuan membutuhkan orgasme, dan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkannya.

Women's sexual pleasure in society have been understood mostly through biological and psychological aspects, without involving direct experience of women. This has implications for the abandonment of women 39 s sexuality rights as stated in the ICPD 1994 and the right of legal justice for women who secrete vaginal fluids in cases of rape. This research is expected to contribute to the interpretation of women's sexual pleasure in the contextual of gender equality, and used for practical aspects related to women's sexual pleasure problem. This research uses qualitative approach of case study with feminist perspective and using in depth interview and observation methods to collecting data. The subjects consist of five main subjects and one supporting subject.
The main subjects in this study were heterosexual women who were sexually active, while the supporting subjects were female physicians who had treated sexual dysfunction and became expert witnesses in cases of rape, located in Jakarta and Tangerang. In looking at the complexity of the meaning of women's sexual pleasure, there are some theories used as analysis tool i.e. the sexual pleasure theories by Rosemary Basson in the medical perspective, Sexual Politics theory by Kate Millett, orgasm theory in the feminist perspective by Anne Koedt, the concept of sexuality in the psychological perspective by Joan Rollins, and the concept of Sexual Compliance by Impett and Peplau.
The results of this study found that women's orgasm is a condition that occurs in the desired sexual activity of women, characterized by a feeling of pleasure that is extraordinary and can not be described precisely, without typical change from the characteristics of vagina and other body parts. Women's orgasm can only be defined by women who experience it, because orgasm is unique and individual. The meaning of sexual pleasure of women is influenced by socio cultural constructions that surround it. In sexual relationships, women need orgasm, and make every effort to get it.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T51338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Destianita
"Latar belakang: Ibu menyusui yang kembali bekerja biasanya akan menghadapi dilema untuk terus menyusui bayinya karena pemikiran tidak adanya fasilitas di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggali faktor-faktor yang berperan terhadap penyelenggaraan program Ruang ASI di tempat kerja di wilayah kegiatan Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif (GP2SP) di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian kualitatif pada tahun 2016 berupa studi kasus di tiga perusahaan di Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat Indonesia dengan pendekatan fenomenologi. Pemilihan tempat dan informan penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data pendapat dan pengalaman perempuan pekerja tentang penggunaan Ruang ASI di tempat kerja dilaksanakan dengan tiga kelompok focus group discussion yang terdiri dari 5-6 orang. Pengumpulan data tentang pelaksanaan program Ruang ASI di perusahaan dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 6 informan wakil manajemen Perusahaan. Data tentang pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ASI di tempat kerja dilakukan dengan wawancara mendalam kepada 10 informan pemerintah daerah.
Hasil: Pemerintah telah memiliki peraturan tentang ASIE dan kewajiban perusahaan untuk menyediakan Ruang ASI di tempat kerja dari sisi kesehatan maupun ketenagakerjaan. Fungsi pembinaan dan pengawasan oleh pemda masih minimal, pendekatan yang dilakukan hanya berupa himbauan dan belum ada law enforcement. Penyelenggaraan program Ruang ASI di tempat kerja di ketiga perusahaan masih beragam. Belum semua manajemen perusahaan memberikan dukungan yang memadai untuk program ini. Dokter di perusahaan yang diteliti masih belum dilibatkan dalam pembuatan kebijakan kesehatan di perusahaan. Stakeholder (manajemen, buyer dan non-government organizations) menjadi pendorong utama bagi perusahaan untuk menyelenggarakan program ini. Belum semua pekerja perempuan menggunakan Ruang ASI di tempat kerjanya, hal ini terutama dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan tentang manajemen laktasi dan dukungan dari perusahaan.
Kesimpulan: Penyelenggaraan program Ruang ASI di tempat kerja dipengaruhi oleh fasilitas yang diberikan oleh tempat kerja dengan faktor pendorong yang dominan berasal dari stakeholder.

Background: Breastfeeding mothers who return to work usually will face a dilemma to continue breastfeeding because of the lack of breastfeeding facilities in the workplace. The aim of this study is to determine the factors that contribute to the implementation of breastfeeding room program at the workplace at the region Healthy and Productive Women Worker Movement (HPW2M) in Indonesia.
Methods: This study is qualitative case study with phenomenological approach in three companies in Subang and Sumedang district conducted on January 2016. The places and informants of this study were selected using purposive sampling. The data of women worker perceptions and experiences using the breastfeeding room in the workplace are taken by using three focus group discussion consist of 5-6 women workers per group. The data of the implementation breastfeeding room program in the workplace is taken by using depth interview to six informants from workplace management. The data of coaching and oversight of this program are taken by using depth interview to 10 informants from local government.
Result: The government has some regulations of breastfeeding and the company responsibility to provide breastfeeding room in the workplace from both health and menpower sides. The function of coaching and oversight by the local government are still minimal, the approaching through appeals with no law enforcement. The implementation of breastfeeding room program in three companies are varied. Not all the manajements provide adequate support for this program. The doctors in the studied companies are not involved yet in making health policies in the companies. The stakeholders (management, buyer and non-government organizations) become the main thrust for companies to implement this program. Not all women worker use breastfeeding room in the workplace due to lack of management lactation knowledge and company supports.
Conclusion: The implementation of breastfeeding room program in the workplace is mostly affected by facilities provided by the companies with the main thrust factors come from the stakeholders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laitupa, Sitti Asma Kurniyati
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laitupa, Sitti Asma Kurniyati
"ABSTRAK
Organ reproduksi perempuan merupakan salah satu organ tubuh yang rentan mengalami infeksi. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan kuman patogen yang berlebihan dalam vagina karena perawatan kurang tepat. Studi kualitatif deskriptif dipilih untuk mengeksplorasi cara perawatan organ reproduksi perempuan di kabupaten Merauke. Data diperoleh melalui wawancara semi struktur terhadap 15 partisipan yang dipilih dengan metode purposive sampling. Hasil wawancara kemudian dianalisis menggunakan analisis konten. Penelitian ini menemukan enam tema yakni persepsi, alasan, manfaat dan metode perawatan organ reproduksi serta masalah dan cara mengatasi masalah organ reproduksi yang dialami. Mayoritas partisipan menganggap merawat organ reproduksi berarti membersihkan dengan cara membersihkan ekstravagina, membersihkan intravagina, penyisipan intravagina, duduk di atas sumber panas dan minum jamu. Penggunaan bahan herbal dan metode perawatan yang semakin beragam lebih ditemukan pada perawatan nifas. Kesimpulannya partisipan menganggap bahwa perawatan organ reproduksi berarti merawat organ reproduksi eksternal dengan cara membersihkan. Rekomendasi perlunya sosialisasi tentang perawatan organ reproduksi secara utuh dan benar.

ABSTRACT
Abstract Female reproductive organs are one of the organs of the body susceptible to infection. One cause is the growth of pathogenic germs that are excessive in the vagina because the treatment is less precise. A descriptive qualitative study was selected to explore the ways in which female reproductive organs were treated in Merauke district. Data were obtained through semi structural interviews on 15 selected participants with purposive sampling method. Interview results are then analyzed using content analysis. This study found six themes of perception, reason, benefits and methods of reproductive organ care and problems and how to overcome the problem of reproductive organs experienced. The location of the reproductive organs and the time of care performed determine the ways and materials used in the treatment. Postpartum care uses more diverse natural ingredients and a variety of external treatments. In conclusion, participants consider that reproductive organ care means taking care of external reproductive organs by cleaning. Recommendation of the need for socialization on the treatment of reproductive organs as a whole. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Imelda Indri
"Kesejahteraan remaja perlu mendapat perhatian, agar tercapai sosok remaja yang sehat secara fisik dan psikologis, berprestasi, dan bermoral, sehingga mereka siap menghadapi masa depannya dengan l^k. Para ahli mengatakan tahap perkembangan penting untuk dilewati dengan baik karena beipengaruh pada tahap selanjutnya. Masa remaja menipakan periode *i>adai dan tekanan" masa yang stressful!, karena ada perubatian fisik d^ biologis serta penibafaan tunohitan dari lingkvmgan, sehingga ^'perlukan suatu proses penyesuaian diii dari remaja. Remaja mengalami perubahan secara primer (menarche pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki) dan perubahan secara sekunder (perubahan suara, tinggi badan, otot tubuh, dan Iain-lain). Perubahan primer yang dialami remaja menghasilkan efek psikologis, sepeiti adanya efek psikologis daii menarcAe (Sprinthall, 1995).
Remaja periu memberikan peihatian teihadap kesehatan leproduksinya dan mengenal tubuhnya sejak dini. Kesehatan reproduksi menipakan satu keadaan di mana lisik, mental, dan sosial berlangsung baik, serta tidiik hanya absennya penyakit namun berhubun^n dengan sistem reproduksi beserta fimgsi dan prosesnya. Dengan demikian dihi^kan dapat mencegah penlaku-peiilaku kenakalan remaja (seks bebas,aborsi,d!l). Selain kasus-kasus kenakalan remaja yang b^yak teij^ pada remaja puteri, para ahli juga berpendapat bahwa salah satu ciri khas wamta adalah sistem reproduksinya. Seorang anak perempuan yang memasuki masa lemaia akan ditandai dengan menarche, dan temyata ada penghayatan emosionil dari remaja puteri terhadap hal itu. Penelitian terhadap reaksi [»ikologis dan remaja puteri teihadap menarche banyak dilakukan di luar Indonesia dan dan salah satu penelitian diketahui gadis-gadis mengalami menstruasi pertamanya sebagai peristiwa yang menggangpf Han menakutkan serta memalukan (Atwater, 1983). Untuk itu penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang ingin menggali perasaan dan harapan remaja puteri saat memasnki menarche.
Penelitian ini menggunakan Focus Group Discussion (diskusi kelompok terarah) karena remaja sudah terbiasa dengan metode diskusi yang informal dan sikap merefca untuk lebih terbuka kepada kelompok-kelompok teman sebaya. Dengan menggunakan Focus Group Discussion selama I jam, dimana jumlah subyek dalam penelitian adalah 18 remaja puteri dari SLTP Charitas (Jakarta) yang berusia 12-13 tahun dan mengalami haid pertama tidak lebih dari 6 bulan, maka diperoleh basil sebagai berikut, bahwa sebelum mengalami haid pertama, sebagian dari subyek belum mendapatkan persiapan sebelumnya; perasaan negatif (takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung dan merasa direpotkan) lebih banyak ditampilkan oleh subyek. dlhandingkan dengan perasaan posirif saat memasuki menarche; remaja puteri juga mengalami kee«nasan selelah pengjdanian menarche-nya (terhadap tingkat pemerkosaan, perilaku Ictrmn-tcman dan lawan jenis terhadap keadaan saat menstruasi. sikap keluarga terhadap mereka, dan adanya ketidaknormalan saat mengalami menstruasi); subyek juga memiliki harapan-harapan setelah mengalami menarche (terhadap orang tua, diri sendiri, dan pentingnya pendidikan seks bagi mereka serta terhadap perilaku teman-teman sebaya); variabel lainnya adalah subyek juga merasakan adanya perubahan terhadap fisik, perilaku dan lingkungan setelah mengalami menstruasi; selanjutnya subyek merasakan adanya efek mentruasi terhadap risik, emosi dan perilaku mereka; dan dari hasil penelitian diketahui pula kurangnya pengetahuan subyek mengenai menstruasi.
Melihat dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan hendaknya untuk penelitian selanjutnya Jumlah sampel yang digunakan lebih banyak perlunya memberikan pendidikan seks secara dini kepada remaja, perlunya memb^ konseling kepada anak-anak perempuan sebelum menarche serta penyuluhan bagi orang tua dan guru serta pihak-pihak yang teikait agar mereka mampu membantu petmasalaihan yang dihadapi remaja selama masa perkembangannya; dan dapat pula dilakukan penelitian terhadap usia yang lebih awal dari pada usia yang digunakan dalam penelitian ini, mengingat sekarang ini usia anak perempuan yang kurang dari 12 tahun j uga telah mengalami menarche."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Purbani Widya Mahati
"Masa remaja suatu tahap dalam perkembangan manusia, merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yang diawali dengan pubertas. Pubertas ditandai dengan perubahan besar pada biologis yang menjadikan remaja makhluk seksual dan mampu bereproduksi. Pada remaja pria, perubahan yang terjadi adalah peristiwa ejakulasi pertama (spermarche) dan juga perubahan seks sekunder, seperti kumis, suara yang menjadi lebih besar dan dalam, rambut di kemaluan, wajah, dan ketiak, kulit berminyak, dan sebagainya.
Pubertas merupakan periode yang singkat, namun bagi sebagian orang dianggap sebagai periode yang sulit bagi remaja dan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis remaja di masa selanjutnya. Sehingga membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Di Indonesia, pentingnya pemberian pendidikan seks pada remaja masih dipengaruhi mitos tradisional yaitu dapat meningkatkan perilaku seksual. Sedangkan Kuther (2000), menyatakan persiapan secara psikologis yang diberikan pada remaja sebelum mereka memasuki masa pubertas menentukan sikap dan perasaan mereka terhadap peristiwa yang teijadi pada masa tersebut. Selain itu, ketika kita membicarakan pubertas, anak perempuan cenderung untuk memperoleh perhatian yang lebih besar. Ini terlihat dari penelitian ataupun pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pubertas remaja pria yang hampir tidak ada tidak ada.
Oleh karena itu, agar dapat memberikan informasi sebagai persiapan memasuki pubertas yang tepat dan sesuai kebutuhan remaja, perlu diketahui perasaan dan harapan yang timbul pada mereka saat memasuki pubertas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perasaan dan harapan remaja pria yang timbul saat mereka memasuki pubertas. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode wawancara. Subyek penelitian adalah remaja pria yang telah memasuki usia pubertas dalam kurun waktu hingga dua tahun, sehingga diharapkan mereka telah mengalami spermarche dan perubahan seks sekunder. Selain itu subyek mendapat pendidikan seks, sebelum ataupun setelah memasuki pubertas. Pada umumnya, selain terjadi perubahan biologis dan fisik, terjadi juga perubahan psikologis, yaitu sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka (Sprinthall, 1995). Selain itu perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh perasaan yang timbul dalam diri mereka mengenai peristiwa yang dialami saat memasuki pubertas, seperti perasaan yang positif, negatif, ataupun gabungan dari kedua perasaan tersebut. Setelah memasuki pubertas, dalam diri mereka juga timbul harapan, yang merupakan keinginan untuk mencapai tujuan atau keadaan tertentu.
Hasil penelitian ini secara umum, meskipun subyek telah mendapat pendidikan seks, pengetahuan mereka tentang seksualitas remaja kurang. Subyek juga merasa kurang dipersiapkan sebelum memasuki pubertas. Perasaan yang timbul terhadap spermarche pada setengah jumlah subyek adalah perasaan negatif berupa perasaan takut, bingung, dan cemas. Sedangkan pada sebagian subyek lainnya adalah perasaan positif, karena tanda mulai dewasa. Subyek merasakan adanya perubahan sikap dan perilaku setelah memasuki pubertas. Pada umumnya perubahan sikap dan perilaku yang terjadi timbul karena dipengaruhi oleh perubahan perlakuan yang diterima subyek dari lingkungan sekitar mereka. Subyek juga tidak merasa terganggu dengan keadaan mereka yang early atau late maturers, seperti yang dikemukakan dalam beberapa literatur, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja pria di luar Indonesia. Harapan yang dikemukakan oleh sebagian besar subyek lebih berorientasi pada diri sendiri dan lingkungan terdekat mereka seperti keluarga, teman dan sekolah.
Dari penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan untuk memberikan pendidikan seks pada remaja pria, sebelum mereka memasuki pubertas sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pemberian penyuluhan pada orangtua dan pendidik dalam memberikan pendidikan seks pada remaja pria juga disarankan agar mereka mengetahui pentingnya pendidikan seks dan dapat memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan remaja. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat perasaan dan harapan orangtua saat anak memasuki pubertas dan persiapan mereka menghadapi pubertas anak. Penelitian juga dapat diperluas dengan membandingkan remaja pria dari tingkat sosial ekonomi yang berbeda, serta meneliti cara remaja pria mengatasi dorongan seks yang timbul dan perilaku seksnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3071
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Aji Subakti
"Latar belakang : Intervensi koroner perkutan primer (IKPP) telah berhasil menurunkan mortalitas dan morbiditas pada pasien Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA EST), namun masih tingginya kejadian gagal jantung pada pasien yang berhasil bertahan hidup menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pencegahan remodeling melalui jalur inhibisi metalloproteinase (MMPs) merupakan target terapi dari doksisiklin. Biomarker fibrosis miokard pada proses remodeling adalah Soluble suppression of tumorigenicity-2 (sST2). Efek doksisiklin terhadap kadar ST2 pada pasien IMA EST yang dilakukan IKPP belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek doksisiklin terhadap penurunan kadar ST2 sebagai biomarker pasca IKPP.
Metode: Pada pasien IMA-EST sesuai dengan kriteria inklusi yang menjalani IKPP dimasukkan kedalam populasi penelitian dengan metode acak ganda tersamar. Dilakukan pemeriksaan laboratorium ST2 sebelum tindakan IKPP dan 24 jam paska tindakan IKPP.Subyek penelitian akan mengkonsumsi kapsul penelitian A atau B, sebanyak dua kali sehari selama 7 hari. Parameter ekokardiografi diukur pada 24 jam pertama setelah tindakan IKPP dan pada hari kelima atau sebelum pulang dari rumah sakit dan dilakukan pencatatan kejadian kematian, lama rawat, dan gagal jantung selama perawatan.
Hasil: Terdapat 94 subyek yang dianalisa pada studi ini. Pemberian doksisiklin dibanding placebo tidak terbukti bermakna dalam menurunkan ST2 pada jam ke 24. Terdapat perbedaan bermakna yang baik pada insiden gagal jantung kelompok kontrol dengan ST2 > 35 ng/ml dan ST2 < 35 ng/ml dengan nilai p = 0,007. Terdapat peningkatan nilai ejeksi fraksi bermakna dibandingkan kelompok kontrol (4,5±10,4 vs 0,3±10,3 %, p = 0,05) dengan rerata peningkatan sebesar 4,2 (95% IK 0,04-8,46) %.
Kesimpulan : Doksisiklin sebagai agen anti remodeling tidak terbukti menurunkan kadar ST2 secara bermakna pada pasien IMA EST yang dilakukan IKPP

Background : Primary percutaneous coronary intervention (PPCI) has succeeded in reducing mortality and morbidity in patients with Acute Myocardial Infarction With the new ST Segment Elevation (STEMI), but the high incidence of heart failure in patients who have survived causes increased morbidity and mortality. Prevention of remodeling through the metalloproteinase inhibition pathway (MMPs) is the therapeutic target of doxycycline. Biomarker of myocardial fibrosis in the remodeling process are soluble suppression of tumorigenicity-2 (sST2). The effect of doxycycline on ST2 levels in STEMI patients performed by PPCI is unknown.
Objective : To determine the effect of doxycycline on decreasing ST2 levels as a biomarker after PPCI.
Methods: STEMI patients according to the inclusion criteria who underwent PPCI were included by double randomized control trial method. ST2 laboratory is carried out before PPCI and 24 hours after PPCI. The subject will consume capsules A or B,twice a day for 7 days. Echocardiographic parameters were measured in the first 24 hours after PPCI and on the fifth day or before discharge from the hospital. The incidence of death, length of stay, and heart failure during hospitalization were recorded.
Results: There were 94 subjects analyzed in this study. The Doxycycline compared to the placebo was not proven in decreasing ST2 at 24 hours. There was higher incidence of heart failure related to ST2 > 35 ng / ml than ST2 <35 ng / ml with p = 0.007. There wasimprovementejection fraction among control group (4.5 ± 10.4 vs 0.3 ± 10.3%, p = 0.05) with an increase in the mean of 4.2 (95% CI 0.04-8 , 46)%.
Conclusion : Doxycycline as an anti-remodeling agent was not proven to reduce ST2 levels in STEMI patients after PPCI
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Kusumaswari
"Sejalan dengan perkembangan teknologi masa kini, penggunaan internet untuk kegiatan seksual, dimana pornografi termasuk di dalamnya semakin marak. Sejauh ini, penelitian mengenai aktivitas mengakses pornografi masih lebih berfokus pada laki-laki, walaupun aktivitas mengakses pornografi pada perempuan dilaporkan meningkat. Lebih lanjut, banyak penelitian mengenai pornografi memiliki dampak yang buruk terhadap perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi aktivitas mengakses pornografi dan sexual well-being pada perempuan, serta pandangan terkait dengan mengakses pornografi sebagai seorang perempuan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan wawancara terfokus pada enam perempuan dewasa muda yang mengakses pornografi di internet, dan menemukan bahwa partisipan mengakses pornografi secara rutin dengan alasan utama karena kebosanan, mengisi waktu luang, memuaskan hasrat, dan mencari referensi. Partisipan juga melaporkan pandangan yang cenderung positif terkait dengan aktivitas yang dilakukannya, Lebih lanjut, partisipan juga menyadari konten kekerasan pada pornografi di internet namun memiliki cara tersendiri dalam menyikapinya.

In line with today's technological developments, the use of the internet for sexual activities, including pornography, is increasingly widespread. So far, research on the activity of accessing pornography is still more focused on men, although the activity of accessing pornography among women has been reported to increase. Furthermore, many studies on pornography have negative impact on women. Therefore, this study explores the activities of accessing pornography and sexual well-being in women and views related to accessing pornography as a woman. This study was conducted with a qualitative method using focused interviews on six emerging adult women who accessed pornography on the internet and found that participants access pornography regularly with the main reasons being boredom filling their free time, satisfying desires, and looking for references. Participants also reported positive views regarding pornographic viewing. Furthermore, participants are also aware of violent content in pornography on the internet but have their way of dealing with it."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Regar
"Latar Belakang: Akses yang baik ke sakus lakrimal sangat penting dalam prosedur DCR endoskopik pada kasus obstruksi duktus nasolakrimal. Struktur ini dapat terhalangi oleh keberadaan agger nasi, yang juga dapat mempersulit prosedur operasi dan meningkatkan angka kegagalan.
Tujuan: Untuk menentukan variasi anatomi agger nasi dalam hubungannya dengan sakus lakrimal menggunakan CT scan dan membandingkannya dengan pembukaannya. Metode: Studi ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada 11 subjek yang didiagnosis dengan sumbatan saluran air mata hidung terperoleh primer. Subjek menjalani CT scan untuk menilai keberadaan agger nasi dan penempatannya terhadap sakus lakrimal. Subjek kemudian menjalani dakriosistorinostomi endoskopik, dan operator menilai apakah agger nasi perlu dibuka atau tidak untuk mengakses sakus lakrimal. Analisis statistik menggunakan Cohen's Kappa dilakukan untuk mengevaluasi kesepakatan antara kedua temuan tersebut.
Hasil: Dari 13 subjek, 12 adalah perempuan. Agger nasi ditemukan pada 12 dari 13 subjek. Pada pemeriksaan radiologi, 8 dari 12 subjek menunjukkan penempatan sakus lakrimal dengan agger nasi. Pada intraoperatif, agger nasi dibuka pada 9 subjek. Terdapat kesepakatan yang substansial dengan κ = 0,800; p = 0,005. Satu pasien tidak menunjukkan penempatan, namun agger nasi dibuka karena kesulitan mengakses sakus lakrimal yang disebabkan oleh sudut proses frontal maksila.
Kesimpulan: Evaluasi aposisi agger nasi terhadap sakus lakrimal dapat dilakukan secara rutin. Terdapat kesepakatan yang substansial antara pemeriksaan radiologi dan temuan intraoperatif mengenai pembukaan agger nasi.

Background: Proper access to the lacrimal sac is crucial in endoscopic DCR procedures in nasolacrimal duct obstruction. This structure can be obstructed by the presence of the agger nasi, which may complicate the surgery and increasing failure rate.
Objectives: To determine the anatomical variations of the agger nasi in relation to the lacrimal sac using CT scan and comparing it with its opening.
Methods: This study is a cross-sectional study conducted on 11 subjects diagnosed with primary acquired nasolacrimal duct obstruction. The subjects underwent CT to assess the presence of the agger nasi and its apposition to the lacrimal sac. Endoscopic dacryocystorhinostomy was performed, and the operator assessed whether the agger nasi needed to be opened or not to access the lacrimal sac. Statistical analysis using Cohen's Kappa was conducted to evaluate the agreement between the two findings.
Results: Out of the 13 subjects, 12 out of 13 were female. Agger nasi was found in 12 out of 13 subjects. In radiological examination, 8 out of 12 subjects showed apposition of the lacrimal sac with the agger nasi. Intraoperatively, the agger nasi was opened in 9 subjects. There was substantial agreement with a κ = .800; p = .005. One patient did not show apposition, however agger nasi was opened due to difficulty in accessing the lacrimal sac caused by the angulation of the frontal process of the maxilla.
Conclusion: Evaluation of the apposition of the agger nasi to the lacrimal sac can be routinely performed. There is substantial agreement between radiological examination and intraoperative findings regarding the opening of the agger nasi.
"
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>