Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176879 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wartiningsih
"Hingga saat ini Indonesia masih menghadapi masalah korupsi atas keuangan negara yang masih tinggi meskipun upaya perbaikan sistem laporan keuangan yang berkualitas sudah diterapkan. Di sisi lain, dengan sistem desentralisasi dan pemilihan langsung atas lembaga legislatif dan eksekutif pemerintahan, divided government akan mendorong terjadinya proses checks and balances yang juga dapat mengurangi korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran sistem pelaporan keuangan sebagai bentuk dari good governance dan peran divided government terhadap korupsi. Dengan tidak menggunakan variabel korupsi yang berupa persepsi karena bersifat subjektif dan cenderung bias, studi ini menggunakan data korupsi yang bersifat inkracht sehingga dapat menggambarkan kasus korupsi yang sebenarnya terjadi.
Hasil studi menunjukkan bahwa good governance dengan indikator opini BPK yang diperoleh pemerintah kabupaten/kota belum bersifat substantif menggambarkan penggunaan keuangan negara. Akibatnya korupsi masih tetap terjadi pada wilayah yang sudah memperoleh opini terbaik. Sedangkan divided government yang seharusnya mendorong adanya checks and balances justru memunculkan ruang untuk negosiasi dan membuat peluang terjadinya korupsi semakin besar. Terlepas dari hal itu, upaya pemberantasan korupsi pada era pertama presiden Jokowi lebih baik dibandingkan periode sebelumnya.

Indonesia still faces the problem of corruption in the country's finances which are still high even though efforts to improve the quality of the financial report system have been implemented. Furthermore, with a decentralized and direct election system of the legislative and executive institutions, divided government will encourage the process of checks and balances which can reduce corruption. This study aims to investigate the role of financial reporting systems as a representation of good governance and the role of divided government against corruption. Instead of using corruption perception variables which are subjective and susceptible to be biased, this study uses inkracht corruption data that can describe corruption cases that actually occur.
The results of the study show that good governance approached by Audit Board of the Republic of Indonesia (Badan Pemeriksa Keuangan - BPK) opinion indicators obtained by district/city governments have not been substantively describing the use of state finances. As a result, corruption still occurs in the regions even for those which have obtained the best opinion. Whereas divided government, which should encourage checks and balances, promotes situations for negotiations and makes the chances of corruption occurring even greater. Despite on that fact, efforts to eradicate corruption in President Jokowi's first era were better than the previous government.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Zakariya
"Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Maka negara wajib menyediakan pendidikan bagi setiap warga negaranya. Oleh karena itu, setiap tahunnya, Pemerintah Indonesia menganggarkan dana pendidikan yang cukup besar dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara. Salah satu alokasi dana pendidikan tersebut untuk rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru di sekolah. Meskipun telah dianggarkan dalam jumlah besar, ruang kelas yang rusak di Indonesia masih tinggi. Hal tersebut karena tata kelola dalam proses rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas rentan terjadi praktik korupsi. Sehingga mempengaruhi kualitas bangunan yang dihasilkan. Sejak 2015, pendidikan juga menjadi sektor yang selalu masuk peringkat 5 besar terjadinya korupsi di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan dan penindakan praktik korupsi pada sektor ini. Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang dapat melakukan upaya pencegahan dan penindakan dengan kewenangannya. Oleh karena itu, dengan melakukan perbaikan tata kelola rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas di Indonesia, akan berdampak pada efektif dan efisiennya pembangunan pendidikan di Indonesia."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2020
364 INTG 6:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"A good model government is government that has a high level of organizational effectiveness related to policy formulation and policy implementation in reality. Therefore bureaucracy development as an implementer instution in order to achieve governemnt objective is an imperative necessity...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Prihatni Amrih Rahayuningtyas
"Penelitian ini mengevaluasi secara empiris pengaruh karakteristik tata kelola dan e-government terhadap probabilitas korupsi di Indonesia pada 172 sampel pemerintah daerah tahun 2011 hingga 2013. Karakteristik tata kelola dalam penelitian yaitu akuntabilitas, fairness, desentralisasi, transparansi, profesionalisme dan responsiveness. Variabel e-government diukur dengan Peringkat e-Government Indonesia. Metode penelitian menggunakan model logistik dengan program Stata12.
Hasil penelitian menunjukkan penerapan akuntabilitas, profesionalisme dan e-government berpengaruh menurunkan probabilitas korupsi. Sedangkan desentralisasi justru meningkatkan probabilitas korupsi, sehingga sistem pengawasan pemda harus ditingkatkan. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan pemerintah perlu menerapkan tata kelola secara komprehensif, karena terbukti secara empiris berpengaruh menurunkan probabilitas korupsi.

This study evaluated the effect of governance characteristics and e government on corruption probability in Indonesia, empirically. The study used 172 samples of local government rsquo s data on three years, i.e. 2011, 2012, and 2013. The governance characteristics consisted of accountability, fairness, decentralization, transparency, professionalism, and responsiveness. The e Government variables were measured by the e Government Rating PeGI. The data was processed using logistic method with Stata12.
Results showed that accountability, professionalism, governance index and e government reduced the corruption probability, while the decentralization increased it. It was indicated that monitoring system should be improve and government should increase the implementation of comprehensive governance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T49722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Implikasi dari UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU Nomor 33 tahun 2004 adalah secara langsung mempengaruhi gerakan perubahan dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa dengan keterlibatan aktif masyarakat dalam mengambil keputusan khusunya pembangunan desa melalui aktivitas Musrengbangdes selama ini."
321 KYBER 2:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Khoirullah
"Indonesia Corruption Watch (ICW) merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi yang lahir pada masa bergulirnya reformasi pada Mei 1998. Kelahiran ICW tidak terlepas dari konteks perubahan sosial dan politik yang ada pada saat itu. Dan korupsi ini menjadi salah satu isu dari berbagai isu lainnya yang dihembuskan oleh kalangan mahasiswa dalam rangka melengserkan Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Selain itu, ICW sebagai salah satu aktor gerakan sosial yang menghendaki adanya perubahan sosial. Yaitu ingin menghilangkan praktek-praktek dan sistem pemerintahan yang penuh dengan nuansa koruptif.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui latar belakang kelahiran ICW dalam konteks perubahan sosial politik dan ingin mengetahui strategi gerakan anti korupsi yang dilakukan oleh ICW. Untuk perlu dipahami latar belakang kemunculan ICW. Selain itu, perlu diketahui juga arah, karakter dan aksi program ICW dalam mewujudkan perjuangannya yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia.
Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini, penyusun menggunakan kerangka konseptual, yaitu; teori gerakan sosial, konsep korupsi dan konsep LSM. Adapun yang dimaksud dengan gerakan sosial itu ialah sebagai upaya kolektif yang mengupayakan suatu kepentingan bersama atau menjamin suatu tujuan bersama melalui tindakan bersama di luar dari kelembagaan yang mapan. Sedangkan korupsi itu yaitu suatu monopoli kekuasaan dengan kewenangan yang dipegangnya tapi tanpa adanya akuntabilitas. Terus, LSM itu ialah organisasiorganisasi privat yang secara umum memperoleh atau mendapat dukungan keuangan dari lembaga-lembaga donor internasional dan yang mengkonsentrasikan diri mereka dalam merancang, memperlajari dan melaksanakan program dan projek di negara-negara berkembang.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ICW termasuk salah satu bentuk gerakan sosial yang ada di Indonesia. ICW dalam melaksankan visi dan misi organisasinya terdapat berbagai aksi program pemberantasan korupsi. Beberapa cakupan aktifitas ICW dapat dilihat dari pelaksanaan divisi monitoring pelayanan publik, divisi korupsi, dan divisi hukum dan monitoring peradilan. Sedangkan untuk strategi gerakan yang dipergunakan oleh ICW yaitu; aliansi, jaringan, publikasi, individu atau organisasi. Untuk pendekatan gearakannya yaitu penelitian, investigasi, advokasi, kampanye, altematif kebijakan. Secara tipologi, ICW tergolong dalam LSM advokasi dengan beberapa karakteristik, yaitu; pemantauan, terminasi dan penilaian. Dalam aksi program ICW banyak melakukan kontrol publik, baik terhadap negara maupun sektor swasta.
Tipologi ICW dimasukkan ke dalam kategori LSM advokasi. Hal ini sejalan juga dengan temuan-temuan dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa beragamnya pendekatan dan strategi yang dipergunakan ICW. Pada awal kelahiran ICW, lembaga ini berfungsi sebuah sebagai lembaga watchdog. Tapi dalam perkembangan selanjutnya terdapat pendekatan lainnya seperti riset dan kebijakan altematif. Sedangkan strategi ICW yaitu menggunakan jaringan (networking) dalam menjalankan perjuangan organisasinya. Secara teoritis, bila menggunakan tipologi Tim Lindsey tadi, maka ICW termasuk ke dalam tipe LSM advokasi. Namun dalam tipe advokasi juga terdapat berbagai macam variannya yaitu tipe advokasi supporter, tipe advokasi partner dan tipe advokasi main actor. Berdasarkan kerangka analisis dan temuan lapangan menunjukkan bahwa ICW masuk ke dalam tipe advokasi partner. Yaitu membuat jaringan dengan organisasi rakyat dan LSM lain. Demikian dapat disimpulkan bahwa ICW merupakan sebuah LSM anti korupsi-advokasi-partner.
Di dalam penelitian ini, penyusun menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Sedangkan untuk pengumpulan data dilakukan dengan cara, yaitu; Pertama, wawancara mendalam (indepth interview). Kedua. dokumen (documentation). Dan ketiga, observasi (observation). Untuk nara sumber dalam wawancara mendalam ini yaitu; dari pihak Pendiri ICW, Dewan Etik ICW dan Badan Pekerja ICW.
Sedangkan rekomendasinya yaitu sebagai berikut Pertama, untuk menambah daya dorong dalam gerakan anti korupsi di Indonesia, ICW perlu terus menggalang kekuatan rakyat secara massif dalam pemberantasan korupsi. Kedua, di dalam memperkuat dan menjaga kesinambungan kelembaagaan ICW dapat melakukan penggalangan dana dari masyarakat sebagai salah satu bentuk peran aktif dalam gerakan anti korupsi.. Ketiga, ICW perlu juga melakukan kajian-kajian tentang strategi dan pendekatan gerakan anti korupsi lainnya dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain. Keempat, ICW perlu membangun juga jaringan dengan kalangan perguruan tinggi. Ini dapat membangun kerja sama yang sinergis terutama dalam tinjauan akademik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Ariestya
"This final assignment is observing about government system and institutions relationship in Indonesia, since Soeharto?s era until Reformation era. Its research is focused on presidentialism practice in Indonesia, study case of SBY-JK government (October 2004 ? March 2008). This objective study is based on the theories of presidentialism, democracy, political party, and presidential leadership especially in the third world with qualitative literature approach.
Executive and legislative institution in Indonesia, had a dynamic relationship since Soeharto?s era. That situation made a problem in presidentialism practice. Within Soeharto?s power, new order era succeed to make executive heavy on the system. It means, Soeharto controlled the government system and became a centralistic of authority. On the other hand, legislative was powerless. This executive heavy caused dissatisfaction on the accountability, transparency, and mandate for the people. President is voted by legislative but in practical, executive was so powerful. Many people had realized then, if there were a disappointment on the government and political practice for 32 years of Soeharto?s era. After that, General economic distress was happened on 1997 in Indonesia within global monetary crisis. In addition, the government was controlled by corruption, collusion, and nepotism politician. As a result, people pushed the reform in 1998.
Reformation 1998, has made a renewal in institutional relationship between executive, legislative, and judicative, especially President - House of Representative. With amendment UUD 1945, liberalization of political parties was occurred, House of Representative?s authority has been empowered, and all of the problems were started to be fixed. In the next four generation of President (B.J. Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY), Indonesia had implemented those reform, but still adjusted. Until the election in 2004 and almost 10 years, reformation still has had a problem in presidentialism practice.
The election in 2004 (within separated election and multiparty) was the new era for President who would be more powerful because of the direct election, but on the contrary, the combination between presidentialism and multiparty was a complicated combination. President faced with coalition party, minority president, and cohabitation in executive leadership. The fact, SBY-JK controls the government with weak management/policy and leadership of SBY-JK inside. So that, many problems which are faced by the government cannot be solved effectively/efficiently, at least during this research is being done."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nurtjahjo
"lndependent state auxiliaries agencies status, may it be as lembaga (state institution), badan (state auxiliary body), or komisi (state commission) on its applications has long been a major problem, especially afar amendment of 1945 Constitution it should be clear whether it is an auxiliary or main institution, and its independency as well that mentioned in the scope of constitution. In constitutional and administrative law reform need to put emphasis on the solution focused that must be viewed as achievable and clarity by constitutional and administrative lawyers. This article focuses on the arising problems regarding position and categorization of state auxiliary or main institution, which have been interpreted roughly within the scope of interpretation of l 945 Constitution (amendment)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-3-(Jul-Sep)2005-275
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Dinoroy Marganda
"The problem of corruption in Indonesia is related to the opportunities of public officials to abuse the authority in their own scope of position. In Indonesia, this condition exists at every level of public administration and public position. In order to reduce abusive and corruptive behavior, Parliament (DPR) and President through legislation have made some standard procedures to temporarily remove public officials accused of having committed corruption. But in many cases, practically, this problem amounts some legal difficulties. One of which is related to the constitutionality of the dismissal norm. In legal culture perspective, resigning temporarily when being accused for doing a shameful behavior is not a popular option; this is because of the presumption of innocent principles? requirement of the legal basis in criminal law. This article tried to analyse some parts of these problems.

Masalah korupsi di Indonesia berkaitan dengan peluang pejabat publik dalam menyalahgunakan kewenangan didalam lingkup posisi mereka sendiri. Di Indonesia, kondisi ini ada pada setiap tingkat administrasi publik dan jabatan publik. Dalam rangka untuk mengurangi perilaku koruptif, Parlemen (DPR) dan Presiden melalui undang-undang telah membuat beberapa prosedur standar untuk sementara memberhentikan pejabat publik yang dituduh melakukan korupsi. Namun dalam banyak kasus, praktik, masalah ini dalam jumlahnya mengalami beberapa kesulitan hukum. Salah satunya berkaitan dengan undang-undang norma pemecatan. Dalam perspektif budaya hukum, mengundurkan diri sementara ketika dituduh untuk melakukan perilaku memalukan bukanlah pilihan yang populer, karena kebutuhan dari prinsip praduga tak bersalah sebagai dasar hukum dalam hukum pidana. Artikel ini mencoba untuk menganalisis beberapa bagian dari masalah ini."
School of Public Administration, National Institute of Public Administration, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>