Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kevin Anggara Kridahutama
"Tindakan Restrain merupakan tindakan yang mempunyai resiko tinggi sehingga memerlukan 'Informed Consent'. Tindakan Restrain biasanya diberikan kepada pasien gangguan jiwa dengan kondisi amuk. Kondisi amuk ini tidak dapat diprediksi kapan terjadinya.  Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam penerapan 'Informed Consent 'pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa serta bagaimana peranan 'Informed Consent 'dalam tindakan restrain pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah hubungan antara dokter dan pasien dalam 'Informed Consent' pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa adalah berdasarkan hubungan transaksi terapeutik. Selain itu, 'Informed Consent' dalam tindakan restrain pada pasien gangguan jiwa di Rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tidak diatur dalam formulir tersendiri, melainkan diatur secara umum pada formulir  'General Consent'.
Penulis memberikan saran bahwa apabila tindakan restrain di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor memang diatur secara umum pada 'General Consent', maka jenis persetujuannya berupa 'Presumed Consent' dan pada saat pelaksanaan 'General Consent 'tersebut, dokter harus memberitahukan kepada pihak keluarga bahwa sewaktu-waktu apabila diperlukan pasien akan diberikan tindakan restrain oleh dokter. Selain itu, Menteri Kesehatan perlu membuat peraturan berupa PERMENKES mengenai tindakan restrain agar dokter dan masyarakat mendapatkan kepastian hukum terkait tindakan restrain yang hendak dilakukan.

Restraint is an action that posses high-risk so it needs an Informed Consent. Restraint often given to the Mental Disorders Patients with tantrums. Tantrums, could not be predicted in any way. This  thesis  consisting how law relating between doctors and patients in conditioning Informed Consent on Mental Disorders Patient at Mental Health Hospital and also how Informed Consent play a role of restraint at Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital Bogor. This thesis used juridical-normative method with literature study and interview. This thesis also used descriptive method.
This thesis showed that the Informed Consent relations between doctors and Mental Disorders Patients at Mental Health Hospital are based on tereapeutik transaction. Other than that, Informed Consent in Mental Disorders Patients at Mental Health Hospital's restraint are not regulated on designated form, but in more general form of General Consent.
Writer suggest that if restraint in Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital Bogor is regulated generally through General Consent, then the agreement will be presumed consent and when it comes to the implication of General Consent, doctors should inform to the patient's family that when it is necessary patient will be given the restraint from doctors. Moreover, the ministry of health need to enact the rule such as PERMENKES regarding restraint so that doctors and people get their law certainty associated to the actions will be done.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnanza Zulkarnaini
"Informed consent merupakan persetujuan dari pasien terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap dirinya, setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap tentang tindakan kedokteran tersebut, termasuk melakukan tindakan medis berupa perluasan operasi. Persetujuan dalam tindakan perluasan operasi sebaiknya dilakukan secara tertulis karena informed consent berperan untuk melindungi dokter dan pasien. Informed consent harus memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: cakap, sepakat, hal tertentu, sebab yang halal. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa informed consent yang digunakan RSUD Dr. Abdul Moeloek pada tindakan operasi atau perluasan operasi adalah informed consent secara tertulis dan tidak tertulis. Dalam keadaan gawat darurat informed consent tidak diprioritaskan, karena prioritas utama adalah keselamatan jiwa pasien.

Informed consent is an agreement from the patient for performing medical actions towards him, after the patient is being given a complete explanation about it, including medical action of operations expansion. Approval of the act of expanding operations should be done in written informed consent in order to protect doctors and patients. Informed consent must meet the elements of Article 1320 of Indonesia Civil Code, such as: competent, agreed, certain things, and legal. The results of this study concluded that informed consent which is applied in Dr. H. Abdul Moeloek Hospital for surgery or expanding operations is written and unwritten form. In emergency situations, informed consent is not a priority, because the priority is the safety of patients' lives.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynika Ashfahani
"Skripsi ini membahas mengenai Informed consent dalam tindakan medis yang merupakan program pemerintah. Terdapat pengecualian informed consent dalam keadaan khusus yaitu persetujuan tindakan kedokteran tidak perlu bagi tindakan medis yang dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis penerapan informed consent pada tindakan imunisasi yang mana merupakan salah satu program pemerintah di bidang kesehatan. Penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder dan dengan teknik pengumpulan data yang bersifat kualitatif. Persetujuan dapat berbentuk secara tertulis dan lisan. Dalam imunisasi, persetujuan yang diberikan oleh orang tua merupakan persetujuan yang diberikan secara tersirat dan dipersamakan dengan persetujuan lisan. Pemerintah perlu membuat suatu peraturan lebih lanjut mengenai frasa dari tidak diperlukannya persetujuan tindakan kedokteran dalam tindakan medis yang dilakukan sesuai dengan program pemerintah.
This thesis discusses Informed consent in medical treatment which is a government program. There is an exception for informed consent in special circumstances, namely approval of medical treatment is not necessary for medical actions carried out in accordance with government programs. The purpose of writing this thesis is to analyze the application of informed consent to immunization action which is one of the government programs in the health sector. The research for writing this thesis is a research that uses a juridical-normative approach by using secondary data and with qualitative data collection techniques. Consent can be in written and oral form. In immunization, the consent given by parents is an implied consent and is equated with verbal consent. The government needs to make a further regulation regarding the phrase that there is no need for approval of medical treatment in medical actions carried out in accordance with government programs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Erdiawati
"Seseorang atau pasien datang kepada bidan, baik bidan yang berpraktik pada sarana kesehatan atau praktik perorangan, bertujuan untuk mendapatkan, atau memenuhi kebutuhannya dalam bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dari seorang bidan, yang diharapkan oleh seseorang atau pasien yang mendatanginya, diantaranya meliputi, pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam hubungan antara bidan dengan pasien, sebelum bidan melakukan sesuatu tindakan terhadap pasien dikenal istilah informed consent. Maksud dari informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan bagi pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu. Informed consent, merupakan toestemming (kesepakatan/perizinan sepihak) dari pasien kepada bidan, dimana persetujuan atau izin itu dilandasi oleh suatu informasi yang cukup dari bidan kepada pasien. Cara memberi informasi, isi dari informasi, pihak-pihak yang berhak menerima informasi maupun cara meminta persetujuan dan pihak yang berhak memberikan persetujuan adalah hal yang harus mendapat perhatian dari bidan. Tanpa adanya informasi yang sah dan cukup serta adequat mengenai tindakan yang akan diambil terhadap diri pasien serta tanpa adanya persetujuan terhadap tindakan tersebut, maka transaksi tersebut tidak akan terjadi. Bila bidan tetap melakukan suatu tindakan terhadap diri pasien yang tidak ada persetujuan pasien, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum,baik hukum perdata,hukum pidana maupun hukum administrasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Alviniola
"Skripsi ini membahas mengenai informed consent secara lisan dalam tindakan medis. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perlindungan hukum bagi pasien terhadap informed consent secara lisan, tanggung jawab bagi dokter dan rumah sakit dalam pelaksanaan informed consent secara lisan, dan analisis penerapan informed consent secara lisan dalam Putusan No. 287/Pdt.G/2011/PN.JKT.PST., No. 350/PDT/2012/PT.DKI., dan No. 215 K/PDT/2014. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami bagaimana informed consent secara lisan dapat diterapkan dalam suatu tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa informed consent secara lisan hanya dapat diterapkan dalam tindakan medis yang tidak berisiko tinggi dan tidak bersifat invasif. Dokter dalam melaksanakan informed consent baik secara lisan maupun tulisan harus memperhatikan serta menghargai kepentingan pasien karena informed consent merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh pasien.

This thesis examines the legal protection for patient towards oral informed consent, the responsibilities for the doctors and the hospitals in the implementation of oral informed consent, and the analysis the implementation of oral informed consent in Court Decisions Number 287 Pdt.G 2011 PN.JKT.PST, Number. 350 PDT 2012 PT.DKI, and Number 215 K PDT 2014. The objective of this thesis is to understand how oral informed consent can be implemented on a medical conduct that is done by doctor to patient. This research is in the form of juridical normative research with the type of descriptive analytic. The result of this research is that the oral informed consent can only be implemented on a high risk medical conduct and not invasive. To conduct the informed consent both in oral or in writing, the doctor should consider and respect the patients interest since informed consent is one of the human rsquo s right had by the patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.

Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjokorda Istri Anom Saturti
"ABSTRAK
Nama : Tjokorda Istri Anom SaturtiProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul :Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan InformedConsent Tindakan Bedah Di Ruang Rawat Inap Bedah RSUPSanglahDenpasar Tahun 2017Pembimbing : Prof. DR. Dr. Adik Wibowo,MPH.Informed consent bukanlah suatu pemberian tandatangan pada formulir,melainkan sebuah proses komunikasi di mana pasien diberi informasi tentangpilihannya untuk tes kesehatan, perawatan, atau prosedur, dan kemudian memilihopsi yang paling sesuai untuk tujuan dan nilainya. Informed consent sangatpenting untuk hubungan terapeutik antara dokter dan pasien. Proses inimemungkinkan pasien, atau mereka yang bertanggung jawab secara hukum atasperawatan mereka, untuk membuat keputusan berdasarkan informasi tentangperawatan atau prosedur yang dimaksud. Di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun2016, tingkat kepatuhan pengisian informed consent masih rendah yaitu 58 ,tingkat ketidakpatuhan penulisan singkatan sebanyak 42 . Tujuan dari penelitianini adalah untuk mengetahui gambaran kelengkapan terhadap persetujuan setelahpenjelasan informed consent pada tindakan bedah secara menyeluruh di ruangrawat inap bedah RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2017. Metode penelitian inimerupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan retrospektifdan crossectional. Jumlah sampel dokter bedah yang menjadi subjek penelitianterdiri dari 57 dokter bedah, 647 informed consent dan tiga orang informan untukpengumpulan data secara kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan bahwakelengkapan informed consent tindakan bedah di ruang rawat inap bedah RSUPSanglah pada tahun 2017 hanya mencapai 30 . Hasil penelitian ini menunjukkanadanya hubungan signifikan antara jumlah kasus yang ditangani dan prosespemberian informed consent yang baik dengan kelengkapan pemberian informedconsent tindakan bedah dengan p-value berturut-turut 0,02 dan 0,01. Daripenelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelengkapan pemberian informed consentberhubungan dengan jumlah kasus yang ditangani dan proses pemberian informedconsent yang baik.Kata kunci: faktor-faktor, kelengkapan, informed consent,

ABSTRACT
Name Tjokorda Istri Anom SaturtiStudy Program Kajian Administrasi Rumah SakitTitle Factors Influencing Completeness of Surgery InformedConsent in Sanglah Surgical Ward 2017Consellor Prof. DR. Dr. Adik Wibowo,MPHInformed consent is not a signature on a form, but a communication process inwhich patients are informed of their choice for a health, care, or procedure test,and then choose the option that is most appropriate for its purpose and value.Informed consent is essential for therapeutic relationships between physiciansand patients. This process allows patients, or those who are legally responsiblefor their care, to make informed decisions about the treatment or procedure inquestion. In RSUP Sanglah Denpasar in 2016, compliance level of informedconsent is still low ie 58 , non compliance rate of writing abbreviation as muchas 42 . The purpose of this study was to know the description of the completenessof informed consent to the overall surgical procedure in surgical hospitalizationof Sanglah Hospital Denpasar in 2017. This research method was a quantitativeand qualitative research with retrospective and crossectional approach. Thenumber of samples of surgeons who were the subjects of the study consisted of 57surgeons, 647 informed consents and 3 informan for qualitative study. From thisresearch it is found that the completeness of informed consent of surgery insurgical hospitalization of Sanglah Hospital in 2017 only reach 30 . The resultsof this study indicate a significant relationship between the number of caseshandled and the process of providing good informed consent with thecompleteness of the surgical informed consent provision with p value 0,02 and0,01. From this study it can be concluded that the completeness of the informedconsent provision relates to the number of cases handled and the process ofproviding good informed consent.Keywords factors, completeness, informed consent,"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Ratna Kartika Wulan
"Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, mengakibatkan perubahan sistem penilaian masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kelengkapan pengisian formulir Informed Consent. Indikator Informed Consent yang lengkap adalah kelengkapan pengisian tanda tangan Informed Consent oleh dokter dan keluarga pasien. RSU Karawang adalah rumah sakit kelas C dan rumah sakit pendukung industri kelas B, seyogyanya petugas yang menangani tindakan bedah menyelenggarakan pelayanan dengan baik.
Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan penandatanganan Informed Consent untuk tindakan bedah besar di RSU Karawang telah dilakukan penelitian cross sectional dengan telaah berkas formulir Informed Consent dari tanggal 1 Januari 1997 sampai dengan tanggal 31 Desember 1997 secara retrospektif untuk memperoleh gambaran kelengkapan Informed Consent serta wawancara dengan dokter spesialis.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa didapatkan pengisian Informed Consent yang tidak lengkap sebesar 76,8% untuk jenis tindakan bedah besar di RSU Karawang. Hal ini disebabkan oleh karena tidak lengkapnya pengisian tanda tangan dokter (69%) dan pengisian tanda tangan keluarga pasien (23,2%). Karakteristik dokter yang berhubungan dengan kelengkapan Informed Consent adalah pendelegasian wewenang dengan beban kerja jumlah pasien yang ditangani operasi tiap bulan.
Perlu adanya peraturan tentang tata tertib Informed Consent di RSU Karawang yang dapat membantu penyelenggaraan kelengkapan Informed Consent. Penandatanganan Wormed Consent tidak boleh dilakukan pendelegasian oleh dokter ke perawat, Wormed Consent harus ditandatangani dokter dan keluarga pasien adalah bukti pertanggungjawaban hukum jika nantinya ada gugatan dari keluarga pasien.

Factors Correlated with Signature Completed of Informed Consent Form in Major Surgery, Karawang Hospital, January 1- December 31, 1997. Rapid advances in the medical science and technology and improvement in social economic conditions and education increase public awareness for high quality health care. Good health care quality in hospital is reflected by signature completed of Informed Consent form, Signature in Informed Consent form must be completed from physician and patient family. Karawang Hospital is a class C and hospital of industry support in class B, it should maintain in high completed Informed Consent.
To obtain overview correlating factors of signature completed of Wormed Consent to major surgery in Karawang hospital. A cross sectional retrospective study of the Informed Consent performed from January 1 through December 31, 1997. This effort is directed towards determining the correlation between signature completed of Informed Consent form and the characteristics of health personnel involved (physician).
It is concluded from study that about 76,8% Informed Consent form the signature not completed, majority of which (69%) is caused by physician and 23,2% by patient family. Characteristics of physician, correlated with completed of Informed Consent form is delegating with workload physician in surgery every month.
It is recommanded that there should be a rule of Informed Consent in Karawang Hospital can help Informed Consent completed. The signature of Informed Consent form don't delegated from physician to nurse. Informed Consent should be completed by physician and patient family , because Informed Consent is an evidence of legal accountability is tomorrow has plaintiff from patient family.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhatu Anggraini Dangkeng
"Pendahuluan: Salah satu penilaian akreditasi adalah hak dan kewajiban pasien membuat keputusan medis. Penelitian dilakukan untuk mengetahui mutu kelengkapan dan ketepatan pelaksanaan persetujuan tindakan medis di Rumah Sakit Royal Taruma sebagai bentuk hak pasien dan kewajiban rumah sakit.
Metode: menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode cross sectional. Data primer wawancara 11 orang pihak rumah sakit. Data sekunder random sampling, 96 sampel rekam medis ditelaah didalamnya 4 jenis persetujuan tindakan medis (tindakan anestesi, operasi, darah dan produk darah, tindakan berisiko tinggi), didapatkan total 174 sampel persetujuan tindakan medis.
Hasil dan kesimpulan: dari telaah dokumen pada 5 aspek dalam formulir persetujuan tindakan medis, yaitu bagian identifikasi pasien, identifikasi dokter, identifikasi pemberi persetujuan, informasi penting dan autentikasi masih ditemukan ada beberapa bagian dalam persetujuan tindakan medis yang terlewat dan tidak diisi dengan lengkap. Rata-rata identifikasi pasien terisi 86.59% dan tidak terisi 13.41%. Rata-rata identifikasi dokter terisi 83.91% dan tidak terisi 16.09%. Rata-rata 78.44% identifikasi pemberi persetujuan terisi dan 21.56% tidak terisi. Rata-rata 52.11% informasi terisi dan 47.89% tidak terisi. Rata-rata 86.98% bagian autentikasi terisi, namun masih terdapat 13.02% bagian yang tidak terisi. Regulasi serta desain formulir yang berlaku mengacu pada undang-undang dan standar akreditasi, namun masih perlu diperbaiki. Dokter dan karyawan rumah sakit royal taruma mengetahui dan bersikap positif terhadap persetujuan tindakan medis. Cara komunikasi dokter dalam pelaksanaan persetujuan tindakan medis sudah sesuai dengan aturan tata cara. Kendala yang dikeluhkan oleh dokter adalah tingkat pemahaman pasien dan penundaan pemberian keputusan oleh pasien atau keluarga pasien.

Introduction: one of accreditation judgement point is patient rights and obligations to make a medical decisions. this study done to know quality of completeness and
implementation accuracy of medical informed consent in Royal Taruma Hospital as patient right and hospital obligation.
Methode: this study use qualitative and quantitative approachment with cross sectional methode. primary data by interviewed 11 hospital employer. Secondary data done by random sampling, 96 medical records reviewed inside by 4 type of informed consent (anesthetic procedure, operation procedure, blood dan blood product, and high risk procedure) to total 174 sample of informed consent form.
Result and conclusion: from 5 aspects in medical procedures approval form reviewed,
identification of patients, identification of doctor, approver identification, important
information and autentication was still not with completed. The average identification
patients 86.59% filled and 13.41% not filled. The average doctor identification 83.91% filled and 16.09% not filled. The average identification approver occupied 78.44% filled
and 21.56% did not filled. The average health information filled 52.11% and 47.89 % did not filled. The average 86.98% autentication filled but 13.02% did not filled. Regulation
and form design made based on stated bills and accreditation standart, but still need to fix. Doctor and employer have knowledge and show positif reaction toward informed consent regulation. Doctors communication on implementation informed consent are refer to hospital regulation. Obstacles that are complained by doctors are patients level of understanding and postponement decision by the patient or the patient family.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>