Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astrinia Ristia Putri
"Latar belakang: Anak penyandang sindroma Down mengalami keterlambatan perkembangan, terutama kemampuan kognitifnya. Hal ini menyebabkan rendahnya pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut. Metodeedutainmentdapat digunakan sebagai pendekatan khusus dalam mengedukasi kesehatan gigi dan mulut anak penyandang sindroma Down, menggunakan alat permainan edukatif busy book. Anak penyandang sindroma Down belajar dengan baik secara visual, oleh karena itu busy bookdapat dibuat sesuai dengan kondisi anak dalam memberikan edukasi kesehatan gigi dan mulut
Metode: Penelitian eksperimental klinis ini terdiri dari 30 anak penyandang sindroma Down dengan rentang usia 8-13 tahun; dengan 15 anak mendapatkan edukasi kesehatan gigi dan mulut menggunakan busy book, dan 15 anak mendapatkan secara verbal konvensional. Rentang umur subjek dipilih setelah disesuaikan dengan mental anak normal usia prasekolah. Penelitian ini dilaksanakan di tujuh Sekolah Dasar Luar Biasa di DKI Jakarta dan Yayasan POTADS. Delta skor pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak penyandang sindroma Down pada kelompok busy bookdan kelompok verbal konvensional dianalisis perbedaannya menggunakan independent T-test(nilai p<0.05).
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara delta skor pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak penyandang sindroma Down melalui edukasi dengan busy bookdan verbal konvensional.
Kesimpulan: Alat permainan edukatif busy bookdapat menjadi media pembelajaran efektif dalam mengedukasi kesehatan gigi dan mulut anak penyandang sindroma Down.

Introduction: Children with Down Syndrome are developmentally delayed particularly in cognitive ability, and it affects their oral health knowledge. An edutainment method can be used as special approach to educate them regarding the oral health knowledge, using the busy book. Down syndrome children has strength in visual memory, therefore the busy book has been customized for Down syndrome children to help them in learning the DHE.
Methods: This experimental clinical study included 30 Down Syndrome children (aged 8-13); 15 children had DHE using busy book (experiment group) and 15 children (control group) had conventional verbal DHE. The study was conducted in 7 special primary schools in Jakarta and POTADS foundation. This age range was chosen after adjustment of mental age of children without Down Syndrome. The scores of the dental health knowledge of children in experiment and control group were analysed and their differences measured using independent T-test (with p value <0.05)
Results: There is a statistically significant difference between delta score of dental health knowledge after DHE using busy book and after conventional verbal DHE (P<.05).
Conclusion: Busy book appears to be an effective learning tool for dental health education in Down Syndrome children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Viona Rizal
"Latar belakang: Anak penyandang sindroma Down memiliki oral hygiene yang buruk akibat terbatasnya kemampuan kognitif dan motoriknya dalam menyikat gigi, sehingga mereka membutuhkan edukasi kesehatan gigi dan mulut. Terdapat berbagai cara edukasi seperti dengan verbal konvensional ataupun dengan menggunakan alat permainan edukatif seperti busy book. Tujuan: Membandingkan perubahan OHI-S pada anak penyandang sindroma Down sebelum dan sesudah edukasi dengan busy book dan verbal konvensional. Metode Penelitian: 30 anak penyandang sindroma Down dibagi ke dalam dua kelompok masing-masing 15 anak dalam kelompok edukasi dengan busy book dan edukasi secara verbal konvensional. Penilaian oral hygiene dilakukan dengan menggunakan OHI-S yang dilakukan sebelum dan sesudah edukasi. Data statistik dianalisis menggunakan t-tes tidak berpasangan untuk membandingkan perubahan OHI-S antara kelompok edukasi dengan busy book dan verbal konvensional. Hasil: Secara substansi, kelompok edukasi dengan busy book (∆ = -0,72±0,44) lebih baik dari pada kelompok edukasi dengan verbal konvensional (∆ = -0,12±0,28). Secara statistik terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara delta OHI-S kelompok edukasi dengan busy book dan verbal konvensional. Kesimpulan: Edukasi dengan busy book pada kelompok anak penyandang sindroma Down lebih efektif dibandingkan dengan edukasi secara verbal konvensional.

Background: Children with Down syndrome have poor oral hygiene due to their limitations in cognitive and motor development of brushing teeth. Therefore a dental health education by conventional verbal or busy book is needed. Busy book Ayo Sikat Gigi is an educated book designed to educate, improve creativity, cognitive, and fine motor skills of young children in tooth brushing. Objective: Comparing the effectiveness of education with busy book and conventional verbal to oral hygiene changes in children with Down syndrome. Methods: Thirty children with Down syndrome are divided into two groups, 15 children respectively busy book group and 15 children conventional verbal group. Assessment of oral hygiene before and after education was performed by using OHI-S. The data were analyzed using independent t-test for comparison OHI-S changes between busy book group and conventional verbal group. Result: There were a significant difference (p<0,05) of OHI-S between the busy book and conventional verbal group. Conclusion: In Down syndrome children, education by busy book is more effective than conventional verbal."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Tissalia
"Down Syndrome (Sindroma Down) merupakan suatu kelainan autosom kongenital akibat disjungsi kromosom 21 yang ditandai dengan keterbelakangan perkembangan fisik, mental serta intelektual. Penelitian menunjukkan prevalensi penyakit periodontal yang tinggi pada anak sindroma Down. 1 C-telopeptida merupakan penanda biologis yang ditemukan meningkat pada kerusakan tulang alveolar. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi C-telopeptida saliva pada anak sindroma Down dan anak normal dengan penyakit periodontal. Seluruh subyek dinilai tingkat keparahan penyakit periodontal (PBI= Papilla Bleeding Index) dan konsentrasi C-telopeptida pada salivanya. Hasil penelitian menunjukkan nilai PBI yang lebih tinggi pada kelompok sindroma Down dibandingkan dengan kelompok normal (p= 0.061). Konsentrasi C-telopeptida pada kelompok sindroma Down lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal (p=0.101). Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara konsentrasi C-telopeptida dan keparahan penyakit periodontal pada anak sindroma Down.

Down Syndrome is an autosome congenital disorder caused by disjunction of chromosome 21, which is characterized by growth retardation of physical, mental and intellectual. Research shows a high prevalence of periodontal disease in Down syndrome children. 1 C-telopeptide were a biological marker that found increased in alveolar bone resorption. This study aimed to determine differences in the concentration of salivary C-telopeptide in Down syndrome children and normal children with periodontal disease. All subjects assessed for the severity of periodontal disease (PBI = Papilla Bleeding Index) and the concentration of salivary C-telopeptide. The results showed a higher value of PBI in the Down syndrome group compared with the normal group (p = 0.061). Concentration of salivary C-telopeptide on child with Down syndrome was higher than the normal group (p = 0.101). This study shows there is a relationship between the concentration of C-telopeptide and severity of periodontal disease in Down syndrome children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luly Anggraini
"Anomali gigi merupakan gangguan tumbuh kembang yang umum dialami oleh penyandang sindroma Down, terdiri dari anomali jumlah, ukuran, bentuk dan struktur.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi anomali gigi pada penyandang sindroma Down di Jakarta.
Metode: Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional pada 174 penyandang sindroma Down usia 14 tahun ke atas yang dipilih dengan teknik purposive sampling.
Hasil: Anomali jumlah hipodonsia 80.90 , supernumerari 6.74 dan kombinasi hipodonsia dan supernumerari 12.36 . Anomali ukuran mikrodonsia 98.81 dan makrodonsia 1.19 . Anomali bentuk fusi 66.675 dan talon cusp 33.33 . Anomali struktur hipoplasia enamel 70.83 , hipokalsifikasi enamel 12.50 , kombinasi hipoplasia dan hipokalsifikasi enamel 4.17 dan diskolorasi gigi 12.50.
Kesimpulan: Penyandang sindroma Down di SLB C Jakarta menampilkan prevalensi anomali gigi yang cukup tinggi dengan hipodonsia dan mikrodonsia sebagai anomali paling sering terjadi serta menunjukkan kecenderungan pada laki-laki.

Dental anomaly is a common developmental disorder experienced by people with Down syndrome consisting of number, size, shape and structure anomalies.
Aim: This research aims to describe the frequency distribution of number, size, shape and dental anomalies structure in people with Down syndrome aged 14 years and above in Jakarta.
Method: The method of this research is descriptive with cross sectional design done on 174 people with Down syndrome aged 14 years and above chosen with purposive sampling technique.
Result: Anomalies of number hypodontia 80.90, supernumerary 12.36 and combination of hypodontia and supernumerary 12.36. Anomalies of size microdontia 98.81 and macrodontia 1.19. Anomalies of shape fusion 66.67 and talon's cusp 33.33 Anomalies of structure enamel hypoplasia 70.83 , enamel hypocalcification 4.17, combination of enamel hypoplasia and hypocalcification 12.50 and tooth discoloration 12.50.
Conclusion: People with Down syndrome in SLB C Jakarta showed a high prevalence of dental anomalies with hypodontia and microdontia as the most common anomalies that have a tendency in boys.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Sari Tuani R.
"Sindroma Down merupakan keadaan luar biasa yang disebabkan oleh kelainan genetik kromosom (Payne & Patton, 1981). Kelainan kromosom inilah yang menyebabkan anak-anak Sindroma Down memiliki keterbatasan-keterbatasan pada kemampuan intelektual dan fisiologisnya, serta memiliki sejumlah masalah dalam kesehatan dan perilakunya. Untuk itu diperlukan berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri anak-anak Sindroma Down ini. Salah satu layanan yang bertujuan menumbuhkembangkan potensi dan kemampuan secara maksimal anak-anak Sindroma Down ini adalah layanan pendidikan luar biasa.
Salah satu kunci keberhasilan menumbuhkembangkan kemampuan dan potensi yang ada dalam diri anak-anak Sindroma Down dalam layanan pendidikan luar biasa adalah melalui pembinaan hubungan yang kolaboratif antara orangtua dan guru. Hubungan yang kolaboratif ini merupakan hubungan rekan kerja yang sejajar antara orangtua dan guru yang sifatnya saling melengkapi dengan saling berkomunikasi dan bekerjasama (Porter & McKenzie, 2000). Dengan hubungan yang kolaboratif ini maka terjadi komunikasi dua arah antara orangtua dan guru. Di satu sisi guru menjadi kolaborator dengan para orangtua sebagai pemberi informasi dan pemecahan masalah (Turnbull, Turbiville, & Turnbull, 2000). Di sisi lain orangtua dapat diberdayakan menjadi fasilitatorlpenghubung pendidikan anak antara lingkungan sekolah dan lingkungan rumah (Porter, 2002), karena orangtua pada dasarnya adalah pengasuh bagi anaknya, yang berperan menjadi guru, pelatih, dan juga sekaligus sebagai pengarah kemampuan sosial anaknya (Hanson, 2003).
Oleh karena itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini untuk melihat gambaran hubungan antara orangtua dan guru dalam layanan pendidikan Iuar biasa khususnya bagi anak-anak Sindroma Down. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi panting bagi para orangtua dan pihak sekolah, betapa pentingnya peran serta orangtua dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Hasil penelitian ini berupa data demografis subjek penelitian, gambaran kemampuan komunikasi dan sikap guru, gambaran hubungan rekan kerja yang sejajar antara orangtua dan guru, gambaran dukungan sosial yang diberikan guru, dan gambaran keterlibatan orangtua dalam program pendidikan anak. Data-data ini diperoleh dengan menggunakan desain non-experimental dengan metode kualitatif secara in-depth interview terhadap 3 orang subjek orangtua yang memiliki anak Sindroma Down yang sedang menjalani pendidikan luar biasa selama kurang dari 6 tahun, dimana ketiga orangtua tersebut memiliki tingkat pendidikan terakhir setara dengan sarjana dan terlibat langsung dalam penanganan anak-anaknya dalam menjalani kegiatan-kegiatan sekolah anaknya.
Hasil menunjukkan bahwa hubungan orangtua - guru khusus dalam layanan pendidikan Iuar biasa bagi anak-anak Sindroma Down pada umumnya sudah baik dalam berkomunikasi dan dalam pembinaan hubungan rekan kerja yang sejajar namun belum menunjukkan hubungan yang kolaboratif karena orangtua merasa belum diberdayakan sebagai penghubunglfasilitator pendidikan anak mereka antara lingkungan sekolah dan lingkungan rumah, sehingga para guru masih berperan sebagai pengajar dan pelaksana isi kurikulum, serta sebagai pemberi laporanlevaluasi atas basil proses pembelajaran anak didiknya kepada pihak orangtua.
Penelitian ini juga menunjukkan tidak diikusertakannya para orangtua dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pendidikan individual anak. Faktor utama tidak diikusertakannya para orangtua dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pendidikan individual anak disebabkan karena adanya sistem pendidikan luar biasa di Indonesia yang secara khusus tidak mengadakan program pendidikan anak secara individual balk dalam pelaksanaannya maupun dalam perencanaannya. Oleh karena itu program pendidikan bagi anak-anak sudah ditentukan dalam suatu kurikulum pendidikan luar biasa yang telah ditetapkan oleh Depdiknas, sehingga para guru ini hanya berperan sebagai pengajar dan pelaksana isi kurikulum tersebut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Murti Ramadhani
"Down Syndrome adalah salah satu ragam disabilitas terbanyak di Indonesia yang jumlahnya terus bertambah berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (“Riskesdas”) tahun 2018. Demi menunjang kualitas hidup yang baik, Penyandang Down Syndrome memerlukan pelayanan kesehatan rehabilitatif yang dapat memberikan kesempatan untuk dapat hidup secara mandiri. Dalam hal ini, Penyandang Down Syndrome sebagai kelompok rentan dan Warga Negara Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rehabilitatif untuk membantu dan meningkatkan kualitas hidup mereka agar dapat produktif secara sosial dan ekonomis. Permasalahan yang dianalisis oleh peneliti dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab dan peran pemerintah, secara khusus Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan dalam hal pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan rehabilitatif bagi Penyandang Down Syndrome. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan penelitian deskriptif, serta menggunakan data sekunder melalui penelusuran studi kepustakaan dan wawacara. Berdasarkan metode penelitian tersebut, didapatkan hasil penelitian bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan rehabilitatif, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan terkait dengan sosialisasi, kompetensi tenaga kesehatan, serta perlu dibentuk mekanisme khusus untuk mempermudah pelayanan kesehatan rehabilitatif bagi Penyandang Down Syndrome. Selain itu, untuk mewujudkan hasil maksimal, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, yaitu pihak swasta, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat.

According to Basic Health Research, Down Syndrome is one of the most common disabilities and still continues to rise its number in 2018. In order to enhance a better life quality, persons with Down Syndrome need to receive rehabilitative health care that can provide opportunities to live independently. In this case, as a vulnerable group and Indonesian citizens, persons with Down Syndrome have the right to proper rehabilitative health care that can help and improve their quality of life so that they can be socially and economically productive. The problems analyzed by the author in this study are regarding the responsibilities and roles of the government, in particular Ministry of Health, The Provincial and District/City Health Division, and Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan in terms of fulfilling the right to rehabilitative health care for persons with Down Syndrome. This research was conducted in juridical-normative method, a descriptive research approach, and secondary data obtained through library research and interviews. Based on the research method, it shows that the government has made various efforts to fulfill the right to rehabilitative health care, but there are still a number of things that can be improved related to the socialization, the competence of health workers, and it is necessary to establish a special mechanism to facilitate rehabilitative health care for persons with Down Syndrome. In addition, to realize the maximum results, collaboration from various parties are required, namely the private sector, community organizations, and the community."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annastasia Dinny S.
"Kecemasan gigi merupakan respon rasa cemas pasien terhadap hal yangberhubungan dengan bidang kedokteran gigi dikarenakan kurangnya edukasitentang kesehatan gigi mulut sehingga dapat menyebabkan masalah saatpemeriksaan gigi mulut. Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untukkondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam inderapenglihatan sehingga mempengaruhi kemampuan mereka dalam memperolehedukasi tentang kesehatan gigi mulut, memiliki kecemasan yang tinggi dan statuskesehatan gigi mulut yang rendah.Tujuan: Memberikan edukasi kesehatan gigi mulut pada anak tunanetramenggunakan leaflet-dental-braille LDB dan audio-dental AD untukmengurangi kecemasan dental Disain penelitian: adalah studi eksperimental klinisVariabel yang dihubungkan adalah tingkat kecemasan dental setelah LDB padaanak tunanetra serta tingkat kecemasan dental setelah AD pada anak tunanetra.Kuisioner untuk mengukur tingkat kecemasan menggunakan Modified Dentalanxiety Scale MDAS yang diubah menjadi huruf brailleHasil:uji T test tidak berpasangan menunjukkan terdapat perbedaan bermaknatingkat kecemasan dental pada anak tunanetra setelah mendapat edukasi denganmetode AD p0.05 Disimpulkan bahwa menguji keefektifan alatLDB dan AD sebagai metode edukasi non tatap muka tentang kesehatan gigi mulutanak tunanetra dengan indikator tes kecemasan dental.

Dental anxiety is patient rsquo s anxious response to dentistry due to lack of educationabout dental health care therefore causing problems while doing dental check up.Visually impairment is a common term for individual who has disturbance orobstacle of sense of sight which influence the ability to obtain dental healtheducation, Aim this individual also having high anxiety and low dental healthstatus. Leaflet dental braille LDB and audio dental AD are tools to approachvisually impaired child to facilitate dental health education. Method clinicalexperimental study. The variables are dental anxiety level after LDB and AD invisually impaired child. Questionnaire that is used to measure dental anxiety isModified Dental Anxiety Scale MDAS in braille letter. Result Unpaired T teststatistical analysis showed significance difference of dental anxiety in visuallyimpaired children after receiving dental health education using MD method p0.05 . In conclusion, effectiveness test on LDB and AD toolsas a non face to face education method for visually impaired children in receivingdental health education with dental anxiety as indicator."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Wahyu Saputri
"Media diperlukan untuk membantu proses pembelajaran. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek penggunaan aplikasi DHESTA dan flipchart sebagai media edukasi dilihat dari peningkatan dan retensi pengetahuan. Pada 30 siswa SD N Menteng 01 dan 30 siswa SD N Menteng 02 diberi tes pra perlakuan menggunakan kuesioner kemudian tiap kelompok diberi edukasi menggunakan media yang berbeda. Tes paska perlakuan dilakukan 20 menit, 1 hari, 6 hari, dan 14 hari setelah perlakuan.
Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna peningkatan pengetahuan (p = 0,000) dan penurunan retensi pengetahuan (p = 0,05) pada kedua kelompok. Aplikasi DHESTA menghasilkan peningkatan pengetahuan yang lebih rendah namun retensi pengetahuan yang dihasilkan lebih baik daripada flipchart.

Media is needed to assist the learning process. The research aimed to determine the effects of using DHESTA application and flipchart as seen from the increase of knowledge and knowledge retention. 30 student of SD N Menteng 01 and 30 SD N Menteng 02 were given a pre-test questionnaire and then each group was given dental health education using different media. Then post-test given 20 minutes, 1 day, 6 days, and 14 days after learning.
The results showed there were significant differences in the increase of knowledge (p = 0.000) and decrease retention of knowledge (p = 0.05) in both groups. DHESTA application can increase knowledge lower than flipchart however knowledge retention is better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frascilly Grasia
"Down syndrome merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan keterbatasan perkembangan. Adanya keterbatasan ini membuat anak down syndrome membutuhkan caregiver untuk membantu mereka melaksanakan aktivitas seharihari. Caregiver dapat mengalami dampak negatif akibat merawat anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu dampak negatifnya adalah caregiver strain. Caregiver strain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dukungan sosial. Caregiver strain dapat berkurang jika caregiver mendapatkan dukungan sosial, khususnya perceived social support.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan perceived social support. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah pengisian kuesioner dan melakukan probing terhadap item dalam kuesioner caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Kemudian partisipan diminta untuk mengisi kuesioner perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara caregiver strain dan perceived social support dengan r=-.174, namun tidak signifikan dengan p>0,05. Pada penelitian ini, partisipan ditemukan memiliki caregiver strain yang relatif rendah dan perceived social support yang relatif tinggi.

Down syndrome is condition related with developmental impairment. These impairments make the child with Down syndrome needs caregiver to help them carry out their daily activities. Caregiver may be negatively impacted due to caring for family members with special needs. One of the negative impacts is caregiver strain. Caregiver strain is influenced by several factors. One factor that influence caregiver strain is social support. Caregiver strain can be reduced if the caregiver get social support, especially perceived social support.
This study aimed to examine the correlation between caregiver strain and perceived social support. Method of data collection was questionnaires and do some probing to the items in the questionnaire caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Then participants were asked to complete a questionnaire perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
The results showed a negative relationship between caregiver strain and perceived social support with r = - .174, but not significant with p> 0.05. In this study, participants were found to have relatively low caregiver strain and perceived social support were relatively high.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Eydietha Puspa Arsanty
"Anak-anak dan remaja dengan down syndrome berisiko mengalami overweight dan obesitas dibandingkan populasi umum. Studi ini bertujuan untuk menggambarkan pola asupan energi dan zat gizi, praktik pemberian makan serta perilaku makan mereka. Sebanyak 25 anak dan remaja dilibatkan dalam pengukuran antropometri dan pencatatan riwayat asupan dengan metode 24-hour food recall untuk menilai status gizi dan asupan zat gizi mereka. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk memahami praktik pemberian makan orang tua dan perilaku makan anak. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap sekelompok orang tua anak down syndrome berstatus gizi normal berdasarkan indeks IMT/U. Wawancara mendalam juga dilakukan dengan ahli gizi dan dokter spesialis anak. Ditemukan bahwa walaupun sebagian besar (80%) anak dan remaja berstatus gizi normal, rerata asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak lebih rendah dari rekomendasi AKG yang berpotensi disebabkan oleh upaya orang tua untuk mengontrol asupan kalori anak mereka secara dominan. Hal ini diperkuat dengan temuan kekhawatiran serius terhadap pertumbuhan anak, laporan rendahnya kontrol anak terhadap sinyal kenyang, serta sensitivitas tekstur. Penilaian pemberian makanan pada setiap kunjungan harus dilakukan, dengan mempertimbangkan aspek karakteristik down syndrome yang dapat mempengaruhi penerimaan makanan mereka.

Children and adolescents with down syndrome are at risk of being overweight and obese than the general population. This study aims to assess their energy and nutrient intake, feeding practices and eating behaviour. A total of 25 children and adolescents were included in anthropometric measurements and 24-hour food recall to assess their nutritional status and dietary intake. To understand parents' feeding practices and their child's eating behaviour, a qualitative approach was taken. A focus group discussion (FGD) was conducted with a group of parents of a child with down syndrome and had normal growth status based on BMI-for-age. In-depth interviews were also conducted with a registered dietician and paediatrician. Although the majority (80%) of children and adolescents had normal nutritional status, their average intake of energy, protein, carbohydrates, and fat were lower than the AKG recommendation, which were potentially caused by parents' predominant control of child's calorie intake. This is later confirmed by parents’ great concerns about child’s growth, reports of child’s low satiety responsiveness, and texture sensitivity. Feeding assessment at any visit should be addressed, taking into account down syndrome's characteristics that may influence their food acceptance."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>