Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risna Yuningsih
"

Pemasangan infus perifer merupakan tindakan yang dapat menimbulkan risiko komplikasi pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Angka kejadian flebitis pada BBLR memiliki presentase yang variatif. Penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor risiko terhadap kejadian flebitis pada BBLR diperinatologi.  Desain penelitian ini cross sectional dengan melibatkan 126 BBLR yang memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan sampel dengan tekhnik consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan sejak BBLR mulai terpasang infus sampai infus dilepas dengan alasan tertentu. Instrumen yang digunakan adalah skala flebitis INS dan skala nyeri neonatus (NIPS). Variabel yang berhubungan dengan kejadian flebitis dengan analisis bivariat adalah pengalaman klinis pemasang infus < 2 tahun (0,01), penggunaan pompa infus (p=0.0198), lokasi pemasangan infus (p=0,019), berat badan lahir neonatus (p=0.025) dan pemberian total parenteral nutrition (p=0.01). Faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian flebitis berdasarkan analisis multivariat adalah pengalaman petugas pemasang infus < 2 tahun  (OR=26,006). sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas perawat pemberi layanan di area perinatologi.

 

Kata Kunci: Infus perifer, BBLR, flebitis

 

 


Installation of peripheral infusion is an action that can cause a risk of complications in low birth weight babies (LBW). The incidence of phlebitis in LBW has a varied percentage. This study was to analyze risk factors for the incidence of phlebitis in LBW in clinical settings. The study design was cross sectional involving 126 LBW who met the inclusion criteria. Selection of samples by consecutive sampling technique. Data collection was carried out since the LBW started to infuse until the infusion was released for certain reasons. The instruments used were the scale of INS phlebitis and neonatal pain scale (NIPS). The variables associated with the incidence of phlebitis with bivariate analysis is clinical infusion installer <2 years (0.01), use of infusion pumps (p = 0.0198), location of infusion (p = 0.019), neonatal birth weight (p = 0.025) and total parenteral nutrition (p = 0.01). The risk factor most associated with the incidence of phlebitis based on multivariate analysis is the experience of infusion supervisors <2 years (OR = 26,006). so that it can be taken into consideration to improve the quality of care providers in the area of perinatology.

 

 

 

 

"
2019
T53277
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisan Zahra
"Latar belakang: Bayi BBLR berisiko lebih tinggi mengalami kematian dan memiliki masalah kesehatan selama periode tumbuh kembangnya, seperti stunting. Tren prevalensi BBLR menunjukkan adanya penurunan, tetapi penurunan rata-rata tahunan prevalensi BBLR di Indonesia baru mencapai 0,73% dan belum memenuhi target global dari WHO. Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi yang konsisten mengalami peningkatan persentase anak lahir hidup dengan BBLR sejak tahun 2021. Angka kematian bayi di Nusa Tenggara Timur (25,67 per 1.000 KH) juga masih lebih tinggi dibandingkan rerata nasional pada tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian bayi BBLR di Nusa Tenggara Timur dengan menekankan pada faktor sosiodemografi ibu dan lingkungan rumah tangga.
Metode: Penelitian ini menggunakan data Susenas tahun 2023 dengan total sampel penelitian sebanyak 1.599 bayi. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang. Data akan dianalisis secara univariat, bivariat dengan uji chi-square, dan multivariat dengan uji regresi logistik berganda.
Hasil: Berdasarkan analisis multivariat, faktor yang berhubungan dengan kejadian bayi BBLR di Nusa Tenggara Timur adalah usia ibu, status pekerjaan ibu, status pernikahan, tempat persalinan, kepemilikan asuransi, tempat tinggal, dan ketahanan pangan rumah tangga. Adapun faktor yang paling dominan adalah status pernikahan (p-value = 0,001; AOR = 1,476; 95% CI = 1,369 – 1,592).
Kesimpulan: Kelompok ibu yang berstatus tidak menikah perlu menjadi salah satu perhatian utama dalam upaya penurunan prevalensi BBLR di Nusa Tenggara Timur.

Background: LBW infants are at higher risk of death and health problems during their developmental period, such as stunting. The trend of LBW prevalence shows a decrease, but the annual average decrease in LBW prevalence in Indonesia has only reached 0.73% and has not met the global target set by WHO. East Nusa Tenggara is a province that has consistently experienced an increase in the percentage of children born alive with LBW since 2021. The infant mortality rate in East Nusa Tenggara (25.67 per 1,000 KH) is also still higher than the national average in 2020. This study aims to identify the determinants of the incidence of LBW infants in East Nusa Tenggara by highlighting maternal sociodemographic and the household environment factors.
Methods: This study used secondary data (Susenas 2023) with a total study sample of 1,599 infants. Data will be analyzed univariate, bivariate with chi-square test, and multivariate with multiple logistic regression test.
Results: Based on multivariate analysis, factors associated with the incidence of LBW babies in East Nusa Tenggara are maternal age, maternal employment status, marital status, place of childbirth, insurance ownership, place of residence, and household food security. The most dominant factor was marital status (p-value = 0.001; AOR = 1.476; 95% CI = 1.369 - 1.592).
Conclusion: The group of unmarried mothers needs to be one of the main concerns in efforts to reduce the prevalence of LBW in East Nusa Tenggara.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Salsabila
"Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) merupakan bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR menjadi salah satu penyumbang Angka Kematian Bayi (AKB) baik di Indonesia maupun dunia. Menurut WHO, bayi dengan BBLR mempunyai persentase 60-80% dari total seluruh kematian neonatus. Secara global persentase BBLR yaitu sebesar 15-20% dari total kelahiran di dunia. Sedangkan menurut data Riskesdas pada tahun 2018, angka BBLR sebesar 6,2%.  Penyebab BBLR antara lain yaitu berasal dari faktor ibu, faktor obstetri dan faktor janin. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian BBLR sehingga program pengendalian angka BBLR menjadi lebih terarah dengan mengetahui faktor risikonya. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data SDKI 2017. Sampel dari penelitian ini yaitu bayi yang lahir pada periode 5 tahun sebelum survei dengan berat lahir terdata dan tidak terdapat missing data. Variabel Independen yang diteliti antara lain yaitu usia melahirkan ibu, pendidikan ibu, tempat tinggal, status ekonomi, status merokok, jumlah paritas, komplikasi kehamilan, kepatuhan konsumsi tablet Fe (TTD), jumlah ANC, jenis kelamin bayi, dan kehamilan ganda. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kejadian BBLR yaitu status ekonomi rendah (p=0.002; OR = 1.32; 95% CI= 1.105-1.586), pernah mengalami komplikasi kehamilan (p=0.000; OR=1.896; 95% CI= 1.557-2.308), frekuensi ANC buruk (< 6 kali) (p=0.000; OR=1.673; 95% CI= 1.355-2.065), tidak patuh konsumsi tablet Fe (<90 tablet) (p=0.001; OR=1.896; 95% CI= 1.557-2.308), serta kehamilan ganda (p=0.000; OR=31.601; 95% CI= 19.023-52.494).

A baby with a Low Birth Weight (LBW) is a baby who has a birth weight less than 2500 grams. LBW is one of the contributors of the Infant Mortality Rate (IMR) both in Indonesia and the world. According to WHO, infants with LBW have a percentage of 60-80% of the total of all neonatal deaths. Globally, the percentage of LBW is 15-20% of the total births in the world. Meanwhile, according to Riskesdas data in 2018, the LBW rate was 6.2%. The causes of LBW include maternal factors, obstetric factors and fetal factors. This study aims to determine what factors associated with the incidence of LBW so that the LBW rate control program becomes more focused on knowing the risk factors. This study uses a cross-sectional study design using the 2017 DHS data. The sample of this study was babies born in the 5-year period before the survey with birth weight recorded and no missing data. The independent variables studied included maternal age at birth, mother's education, place of residence, economic status, smoking status, number of parity, pregnancy complications, adherence to Fe tablet consumption (TTD), number of ANC, sex of the baby, and multiple pregnancies. The results showed that the variables associated with the incidence of LBW were low economic status (p = 0.002; OR = 1.32; 95% CI = 1.105-1.586), had experienced pregnancy complications (p = 0.000; OR = 1.896; 95% CI = 1.557- 2,308), poor ANC frequency (< 6 times) (p=0.000; OR=1.673; 95% CI= 1.355-2.065), non-adherence to Fe tablet consumption (<90 tablets) (p=0.001; OR=1.896; 95% CI = 1,557-2,308), and multiple pregnancies (p = 0.000; OR = 31.601; 95% CI = 19,023-52.494).

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Dhorkas Dhonna Ruth
"Pendahuluan. Indonesia merupakan negara yang masih banyak layanan kesehatannya terletak di daerah perifer dengan fasilitas minim dan jarang memiliki tenaga ahli untuk memprediksi berat bayi saat dilahirkan.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Kriteria inklusi ibu melahirkan anak terakhir, bayi lahir hidup, dan bayi tunggal, didapatkan sampel sebanyak 23.689.
Hasil. Variabel yang menjadi faktor risiko kejadian BBLR adalah usia kehamilan (POR 2,01), umur (POR 1,28), paritas (POR 1,56), tinggi ibu (POR 1,48), komplikasi (POR 1,46). Analisis ROC didapatkan area under curve untuk mengidentifikasi kejadian BBLR sebesar 0,602. Nilai titik potong untuk skoring prediksi 4 dan sensitivitas 59,8%.
Kesimpulan. Usia kehamilan, umur, paritas, tinggi ibu, dan komplikasi merupakan faktor risiko dan dapat digunakan untuk memprediksi bayi yang akan dilahirkan berisiko BBLR.

Introduction. Indonesia is a country that still many health services located in peripheral areas with minimal facilities and rarely have experts to predict the weight of the baby at birth.
Methods. This study using cross sectional study design. The inclusion criteria maternal last child, a baby was born alive, and a single baby, obtained a sample of 23.689.
Results. Variables are a risk factor for LBW is gestational age (POR 2,01), age (POR 1,28), parity (POR 1,56), maternal height (POR 1,48) and complications (POR 1,46). ROC analysis obtained an area under the curve to identify the LBW of 0,602. Value cut-off point for scoring 4 prediction and sensitivity of 59,8%.
Conclusion. Gestational age, age, parity, height, and complications are risk factors and can be used to predict the baby to be born at risk of LBW
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Aliyah Muthi
"Kejadian BBLR di Kab. Kuningan cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2016-2018. RSUD 45 Kab. Kuningan merupakan Rumah Sakit rujukan dan memiliki kejadian BBLR cukup tinggi, menduduki peringkat ke 2 dari 10 besar penyakit pada tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR dan mengetahui hubungan faktor ibu, faktor obstetrik, faktor janin dan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian BBLR. Jenis penelitian adalah kuantitatif menggunakan desain case control. Penelitian dilakukan dengan melihat data sekunder berupa rekam medis pasien. Jumlah sampel sebanyak 192 dengan perbandingan 1:1, sehingga total sampel sebanyak 384. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji statistic Chi Square dan analisis multivariat menggunakan Regresi Logistik Ganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara jarak persalinan, usia kehamilan, komplikasi kehamilan dan bayi kembar dengan kejadian BBLR dan tidak ada hubungan antara penyakit kronis, paritas dan jenis kelamin dengan kejadian BBLR.

Low Birth Weight incidence in Kuningan Regency tends to increase from 2016-2018. Regional General Hospital 45 Kuningan District is a referral hospital and has a high incidence of LBW, ranked 2nd out of the top 10 diseases in 2017. This study aims to describe the factors related to LBW incidence and find out the relationship between maternal factors, obstetric factors, fetal factors and dominant factors associated with LBW incidence. This type of research is quantitative using a case control research design. The study was conducted by looking at secondary data in the form of patient medical records. The number of samples is 192 with a ratio of 1:1, so the total sample is 384. Analysis of the data using univariate analysis, bivariate analysis with Chi Square statistical tests and multivariate analysis using Multiple Logistic Regression. The results showed that there was a correlation between labor distance, gestational age, pregnancy complications and twins with the incidence of LBW and there was no relationship between chronic disease, parity and sex with LBW incidence."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Nirwana Handayani
"Bayi berat lahir rendah (BBLR) memiliki ukuran vena yang sangat kecil sehingga memiliki resiko dilakukan pemasangan akses intravena perifer dengan beberapa kali penusukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pemasangan akses intravena perifer berulang pada BBLR. Desain penelitian menggunakan cross sectional melibatkan 211 responden di salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta dengan teknik consecutive sampling. Hasil uji korelasi Spearman menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pemasangan akses intravena perifer berulang pada BBLR dengan peningkatan nyeri, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan frekuensi nafas, penurunan saturasi oksigen, penurunan suhu tubuh, durasi menangis bayi, keterlambatan terapi, durasi pemasangan dan tingginya biaya perawatan dengan nilai (p<0,001). Pada penelitian ini, sebagian besar responden memiliki usia gestasi 32-36 minggu, berat lahir 1501-2499 gram, dan berjenis kelamin laki-laki. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan tindakan preventif untuk mengurangi dampak pemasangan akses intravena perifer berulang pada bayi berat badan lahir rendah.

Low birth weight babies (LBW) have a very small size of vein so that they have the risk to do peripheral intravenous access by multiple insertion. This research aims to determine the impact of multiple insertion on intravenous access to LBW. The research design uses a cross sectional  involving 211 respondents in a referral hospital in Jakarta with consecutive sampling. The Spearman correlation test results show that there is a significant relation between multiple insertion on intravenous parifer in LBW with increased pain, increased pulse frequency, increased breath frequency, decreased oxygen saturation, decreased body temperature, duration of crying babies, delay in therapy, duration of installation and high cost of treatment with value (p<0,001). In this research, most of respondent have gestational age about 32-36 weeks, 1501-2499 grams of birth weight, and male sex. This research is expected to be used as a basis for developing preventive measures to reduce the impact of the multiple insertion on peripheral intravenous access for low birth weight babies."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmalia Lusida
"Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Kejadian BBLR sebesar 6,2% di Indonesia memiliki dampak jangka panjang yang sangat serius dan kompleks. Penelitian di dunia menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara faktor di tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat dengan kejadian BBLR. Penelitian ini bertujuan untuk melihat interaksi antara ketiga tingkat tersebut secara bersamaan menggunakan analisis multilevel. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan analisis regresi logistik multilevel. Variabel paritas, jumlah kunjungan ANC, dan komplikasi kehamilan di tingkat individu memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia, sedangkan variabel tingkat rumah tangga dan tingkat masyarakat tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Hasil analisis multilevel didapatkan responden yang memiliki risiko (paritas 1 atau ≥4, ANC < 4, memiliki komplikasi kehamilan, terdapat anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, dan memiliki akses fasilitas kesehatan yang sulit) memiliki peluang 1,618 kali (MOR = 1,618) melahirkan BBLR. Variabel yang menjadi determinan kejadian BBLR yaitu kunjungan ANC pada tingkat individu dengan AOR sebesar 3,096 (95% CI = 1,655 – 5,792). Pelaksana program diharapkan dapat menyediakan kunjungan rumah bagi ibu yang tidak melaksanakan ANC sesuai jadwal atau bagi ibu yang tergolong berisiko dan belum pernah melakukan ANC.

Globally, low birth weight (LBW) is a public health problem. In Indonesia, increasing the prevalence of LBW by 6.2 percent has a very substantial and complex long-term consequence. Worldwide research has established a relationship between individual, household, and community-level factors and the occurrence of LBW. The purpose of this study was to examine the relationship between the three levels simultaneously through multilevel analysis. This study used a cross-sectional approach and multilevel logistic regression analysis. Parity, number of ANC visits, and pregnancy problems in individual level all correlate with the incidence of LBW in Indonesia, however household and community characteristics do not correlate with the incidence of LBW in Indonesia. Multilevel analysis revealed that respondents at risk (parity 1 or 4, ANC ≤4, pregnancy problems, family members who smoke in the house, and limited access to health services) have a 1.618 times chance of LBW (MOR = 1.618). ANC visits at the individual level were determinant factor of LBW, with an AOR of 3.096 (95% CI = 1.655–5.792). Program implementers were expected to be able to conduct home visits for mothers who do not complete ANC on schedule or who were categorized as at risk but have never received ANC."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahraeni
"Kejadian BBLR merupakan penyebab terbanyak kematian perinatal dan neonatal terutama dinegara berkembang. Di Indonesia khususnya di RS Benyamin GuluhKabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Penelitian ini melihat pengaruh paritas dan faktor-faktor lain terhadap kejadian BBLR, melalui pendekatan kuantitatif dengan disain case control. Sampel terdiri dari 88 kasus BBLR dan 352 kontrol pada tahun 2011-2012. Data dianalisis menggunakan uji Chi Square dan analisis regresi logistik ganda.
Hasil yang terbukti signifikan berpengaruh secara statistik adalah jarak kelahiran, usia, pre-eklampsia, dan jenis kelamin. Faktor paling berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah jarak kelahiran (OR=3,5). Disarankan peningkatan pelayanan konseling KB, menunda kehamilan sebelum berusia 20 tahun dengan tidak menikah muda, menjarangkan kehamilan dan Metode Amenorea Laktasi.

Low Birth Weight is cause of death number one for perinatal and neonatal mortality, especially for developing countries. Indonesia such as Benjamin Guluh Kolaka Hospital Southeast Sulawesi. This study discusses the influence of parity and other factors on the incidence of low birth weight, through a longitudinal study casecontrol design. Sample were 88 LBW cases and 352 controls in 2011-2012. Data were analyzed through Chi Squared test and multiple logistic regression analyses.
The result were proved to have statistically significant effects on birth spacing, age, pre-eclampsia and gender. The most influential factor on the incidence of LBW was birth spacing (OR=3,5). It was suggested to have a family planning counseling, delayed pregnancy before age 20 years by not being married in toung age, pregnancy spacing and family planning programs Lactation Amenorrhoea Method.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52954
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitra
"Disertasi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deviasi positif pertumbuhan sampai usia lima bulan dan mengali perilaku penyimpang positif pada keluarga dengan status ekonomi rendah. Jenis penelitian adalah perpaduan penelitian kuantitatif (kohort prospektif) dengan penelitian kualitatif (Rapid Assesment Procedure). Besar sampel adalah 61 bayi BBLR (2000-2499 gram) yang lahir cukup bulan. Sampel diperoleh dari 5 rumah sakit 7 klinik bidan di Kota Pekanbaru. Hasil menunjukkan bahwa pada usia lima bulan terjadi deviasi positif pertumbuhan sebesar 65,6%. Faktor yang berpengaruh adalah pemberian ASI, kesehatan bayi dan lingkungan pengasuhan. Perilaku positif deviants adalah frekuensi pemberian ASI dalam 24 jam lebih dari 12 kali, memeriksa kesehatan bayi setelah satu minggu dilahirkan, ibu menjaga kebersihan rumah, ayah turut mengasuh bayi, keputusan bersama ibu dan nenek dalam pemberian makanan pada bayi.

This dissertation aims to determine the factors that influence the occurrence of a positive deviation of growth until the age of five months and experience the positive deviant behavior in families with low economic status. The research type is a combination of quantitative research (prospective cohort) with qualitative research (Rapid Assessment Procedure). The sample size was 61 infants of low birth weight (2000-2499 g) were born at term. Samples were obtained from 5 hospitals 7 midwife clinics in the city of Pekanbaru. The results showed that at the age of five months of positive growth deviation of 65.6%. Factors that influence breastfeeding, infant health and caring environment. Positive Deviants behavior is the frequency of breastfeeding within 24 hours more than 12 times, check the health of babies born after one week, mother to keep the house, father helped care for infants, a decision with his mother and grandmother in infant feeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Fitria Zain
"Di Indonesia proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram pada bayi umur 0-59 bulan masih cukup tinggi, yaitu 6,2% di tahun 2013-2018. Padahal kondisi BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan mortalitas dari pada bayi dengan berat badan normal. Salah satu masalah terbesar yang sering dialami BBLR adalah peningkatan risiko untuk terserang infeksi maupun sepsis, sehingga obat yang paling banyak digunakan di unit perawatan intensif neonatus adalah dari golongan antibiotik. Oleh sebab itu, diperlukannya peran Apoteker dalam melakukan praktik profesi berupa Pemantauan Terapi Obat (PTO) dalam proses pengobatan agar dapat membantu dalam mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki sehingga prognosisnya dapat menjadi lebih baik. Pelaksanaan PTO dilakukan pada tanggal 15-24 September 2020 bertempat di ruang perinatologi 2B di gedung bougenville RSUP Fatmawati berdasarkan laporan kasus yang bersifat kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi. Data yang diperoleh kemudian diidentifikasi terkait Drug Related Problems (DRPs) menurut Cipolle dan dianalisis rasionalitasnya pada domain antibiotik dengan metode Gyssens. Dari analisa yang dilakukan ditemukan beberapa masalah DRP menurut Cipolle yaitu terkait lama pemberian obat meropenem yang terlalu panjang; pemberian dosis yang terlalu rendah pada obat fluconazole dan ketorolac; pemilihan obat bactesyn yang tidak rasional; adanya interaksi obat fluconazole dengan omeprazole yang bersifat moderat, serta interaksi obat gentamicin dengan bactesyn yang bersifat minor jika digunakan secara bersamaan. Sementara hasil evaluasi menggunakan metode Gyssens pada penggunaan antibiotik menunjukkan obat meropenem termasuk kategori IIIa (penggunaan antibiotik terlalu lama); gentamicin termasuk kategori 0 (penggunaan antibiotika tepat/bijak); bactesyn termasuk katagori IVa (ada antibiotik lain yang lebih efektif) dan katagori IIa (penggunaan antibiotik tidak tepat dosis) apabila tetap dipertahankan penggunaannya.

In Indonesia, the proportion of Low Birth Weight Babies (LBW) <2500 grams in infants aged 0-59 months is still quite high at 6.2% in 2013-2018. In fact, LBW conditions have a greater risk of experiencing morbidity and mortality than babies with normal weight. One of the biggest problems that are often experienced by LBW is the increased risk for infection and sepsis, so the most widely drugs used in neonatal intensive care units are from the antibiotic class. Therefore, a pharmacist's role is needed in carrying out professional practice with Drug Therapy Monitoring (DTM) in order to help optimize the effect of therapy and minimize unwanted effects, so the prognosis can be better. The implementation of DTM was carried out on September 15-24, 2020 at the perinatology room 2B in the bougenville building of RSUP Fatmawati based on qualitative case reports by direct observation. Then the data was identified using the Drug Related Problems (DRPs) classification according to Cipolle and analyzed their rationality in the antibiotic domain using the Gyssens method. From the analysis conducted, it was found that several DRP problems were related to the the long duration of administration of meropenem; too low a dose of fluconazole and ketorolac; irrational choice of bactesyn; There is a moderate drug interaction between fluconazole and omeprazole, as well as a minor drug interaction between gentamicin and bactesyn when used concurrently. Meanwhile, the results of the evaluation using the Gyssens method on antibiotic use showed that meropenem was included in category IIIa (the use of antibiotic is too long); gentamicin was included in category 0 (the use of antibiotics is appropriate/wise); bactesyn was included category IVa (there are other antibiotics that are more effective) and category IIa (the use of antibiotics is not in the right dose) if its use is maintained."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>