Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Okky Arif Rachmanputra
"ABSTRAK
Penelitian ini melihat pengaruh sudut pandang pada individu terjadap pemikiran
bias dalam kelompok agama. Variabel sudut pandang individu terbagi atas dua
variasi yaitu sudut pandang diri dan sudut pandang Ketuhanan. Pada studi pertama,
penulis ingin melihat perbedaan antara individu yang menggunakan sudut pandang
diri dengan sudut pandang Ketuhanan terhadap bias dalam kelompok agama. Pada
studi kedua, penulis ingin melihat moderasi persepsi keterancaman terhadap
hubungan sudut pandang terhadap bias dalam kelompok. Pada studi pertama,
sebanyak 81 mahasiswa Muslim orang yang secara acak dikelompokkan
berdasarkan sudut pandang diri dan sudut pandang Ketuhanan, menentukan
kesediaannya membantu kepada panti asuhan kelompok agama ingroup atau
kelompok agama outgroup dalam sebuah skenario. Hasil studi pertama
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh pada kelompok sudut
pandang diri dengan sudut pandang Ketuhanan terhadap pemikiran bias dalam
kelompok. Namun keaktifan organisasi berkorelasi positif dengan bias dalam
pemberian donasi kepada kelompok ingroup. Pada studi kedua, sebanyak 85
mahasiswa Muslim yang secara acak dikelompokkan berdasarkan kelompok sudut
pandang, menentukan kesediaannya membantu yayasan sosial dari kelompok agama
outgroup dalam sebuah skenario. Penulis juga mengukur persepsi keterancaman
partisipan. Hasil studi kedua menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
kelompok partisipan dengan sudut pandang diri dan Ketuhanan terhadap bias dalam
kelompok. Namun persepsi keterancaman memiliki korelasi yang positif terhadap
bias dalam pemberian donasi kepada kelompok outgroup. Perbedaan konteks
dimana keadaan kelompok tidak dalam keadaan berkonflik menjadi salah satu
alasan yang dapat menjelaskan hasil penelitian ini.

ABSTRACT
This study wanted to know whether the influence of the perspective to
ingroup bias. Perspective was divided into two variations, namely selfperspective
and the God perspective. In the first study, I wanted to see the
difference between individuals who use self-perspective and God perspective
on bias in religious groups. In the second study, I wanted to see the
moderation of perceived threat to the relationship of perspective to ingroup
bias. In the first study, 81 Muslims college students had randomly grouped
according to the self-perspective and viewpoint of Godhead. They decided to
help orphanage from their ingroup or outgroup religious groups in a scenario.
The results showed, there were no differences between groups of selfperspective
with the God perspective on ingroup bias. But organization
attendance had a significant correlation with bias in donating ingroup. In the
second study, 85 Muslim college students randomly grouped according to
perspective groups, determined their willingness to help non-profit
organizations from outgroup religious groups in a scenario. I also measured
the perceived threat to participants. The results showed that there was no
difference between participants with self-perspective and God perspective
toward ingroup bias. Differences in the context where the situation of the
group is not in the conflict were one reason that explained the results of this
study.
"
2019
T53800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnaeni Fajar
"ABSTRAK
Pengambilan perspektif Tuhan terbukti dapat mempengaruhi evaluasi bias pada outgroup Ginges, Sheikh, Atran, Argo, 2016 . Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek moderasi representasi Tuhan pada pengaruh pengambilan perspektif Tuhan terhadap evaluasi bias pada tiga target outgroup yang berbeda yaitu Tionghoa, non-Muslim, dan Tionghoa-non Muslim N = 219 . Partisipan diberikan skenario pemberian hukuman orang ketiga dimana mereka dapat memberikan hukuman pada outgroup dari perspektif diri dan Tuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perspektif Tuhan meningkatkan evaluasi bias pada outgroup jika dibandingkan dengan perspektif diri. Kemudian, individu cenderung menunjukkan evaluasi bias dari perspektif Tuhan yang lebih tinggi kepada outgroup non-Muslim. Akan tetapi, individu akan cenderung untuk menunjukkan evaluasi bias dari perspektif Tuhan yang lebih tinggi kepada outgroup Tionghoa pada konteks adil. Temuan ini menunjukkan bahwa konteks memiliki peran penting untuk mempengaruhi evaluasi bias pada outgroup.

ABSTRACT
God rsquo s perspective can influence evaluation bias towards outgroup Ginges, Sheikh, Atran, Argo, 2016 . This experiment aims to explore the moderation effect of God rsquo s representation in using God rsquo s perspective on three different outgroups, Tionghoa, non Muslim, and Tionghoa non Muslim N 219 . Participant were presented with third party punishment scenario which they could punish the outgroup with both self and God rsquo s perspective. Results show that God rsquo s perspective increase evaluation bias towards outgroup when compared to self perspective. Moreover, people tend to show higher evaluation bias from God rsquo s perspective towards non Muslim compared to Tionghoa. However, people tend to show higher evaluation bias from God rsquo s perspective towards Tionghoa in a fair context. These results indicate that context has an important role to influence evaluation bias towards outgroup. "
2017
T49215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zubaidi
"Berawal dari pendapat beberapa orang ahli psikologi dan amatan penulis terhadap perilaku sosial di kota-kota besar terutama di Jakarta, nampak bahwa perilaku sosial negatif kian berkembang, hal itu ditunjukkan oleh kesadaran seseorang akan haknya untuk mempertahankan diri semakin kuat, sementara kesadaran mereka akan kewajiban melemah akibat beban kehidupan di kota besar yang terus meningkat. Juga nampak kompetisi semakin kuat, kesibukan urusan pribadi, egoistis, acuh terhadap kejadian disekeliling, yang kesemuanya dianggap sebagai gambaran melunturnya rasa setiakawan.
Fenomena tersebut mengantar penulis pada pertanyaan, sampai seberapa jauh rasa tanggung jawab sosial warga kota besar dapat diwujudkan, khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di lokasi pemukiman tertentu, yang dalam penelitian ini pengkajiannya ditetapkan di lingkungan pemukiman rumah susun dan rumah konvensional Perum Perumnas, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tanggung jawab sosial yang dimaksud adalah perilaku yang mengarah pada kepedulian seseorang untuk mensejahterakan dan membantu orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan eksternal.
Dari telaah kepustakaan dan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa individu-individu yang berorientasi pada nilai-nilai religius cenderung bertindak prososial. Kesadaran religius yang tinggi mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Demikian pula halnya dengan mereka yang memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menerima orang lain dan punya rasa empati. Harga diri merupakan salah satu penentu bagi terwujudnya perilaku sosial positif dalam bentuk tanggung jawab sosial.
Atas dasar acuan tersebut, dalam penelitian ini diajukan dua buah hipotesis mayor untuk menguji keterkaitan variabel tanggung jawab sosial dengan variabel kesadaran religius dan variabel harga diri, serta menguji perbedaan tingkat tanggung jawab sosial warga yang berdomisili di lingkungan pemukiman tertentu dengan karakteristik yang berbeda. Dua buah hipotesis yang hendak diuji tesebut meliputi (1) ada hubungan positif antara Kesadaran Religius dan Harga Diri dengan Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, (2) ada perbedaan tingkat Tanggung Jawab Sosial antara penghuni komplek pemukiman Rumah Susun dengan tingkat Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Rumah Konvensional Perum Perumnas di Jakarta. Hipotesis mayor tersebut masing-masing kemudian dijabarkan dalam dua hipotesis minor sesuai dengan sub-variabelnya yang ditujukan pada tetangga dan orang lain yang tidak dikenal.
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi pemukiman yang dibangun oleh Perum Perumnas, masing-masing di komplek rumah susun Kebon Kacang Jakarta Pusat dengan 120 orang responden, dan 150 orang responden di komplek rumah konvensional Klender Jakarta Timur.
Pengumpulan data untuk mengungkap variabel tanggung jawab sosial, kesadaran religius dan harga diri menggunakan angket. Sementara untuk pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan uji statistik melalui program SPSS.
Analisis data untuk menguji hipotesis mayor satu serta hipotesis minornya menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesadaran religius dan harga diri dengan tanggung jawab sosial para penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, baik pada lokasi rumah susun maupun rumah konvensional. Nampak pula adanya pengaruh yang berarti antara kesadaran religius dan harga diri terhadap tanggung jawab sosial terhadap tetangga maupun terhadap orang lain yang tidak dikenal pada penghuni kedua komplek pemukiman yang di bangun oleh Perum Perumnas di Jakarta tersebut.
Sementara hasil pengujian hipotesis mayor dua beserta hipotesis minomya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara tanggung jawab sosial penghuni yang bermukim di komplek rumah susun dan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional. Nampaknya mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah susun. Bila dikaji lebih jauh, ternyata tidak nampak adanya perbedaan tanggung jawab sosial terhadap tetangga antara penghuni yang berdomisili di komplek rumah susun maupun di rumah konvensional. Dengan kata lain tidak cukup alasan untuk membedakan penghuni yang menempati rumah susun dari mereka yang menempati rumah konvensional sehubungan dengan tanggung jawab sosial mereka terhadap tetangga. Sementara tanggung jawab sosial terhadap orang lain yang tidak dikenal secara meyakinkan lebih tinggi dijumpai pada mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional dibandingkan dengan mereka yang menempati rumah susun."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Sukma, 1964-
Bandung: Abardin, 1989
327.2979 RIZ a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Permata Kusumastuti SR
"Pokok permasalahan penelitian ini adalah : bagaimanakah proses tahap-tahap hubungan (Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange) antara pasangan suami-istri berbeda budaya berlangsung, berdasarkan teori Penetrasi Sosial; bagaimanakah hasil pertukaran hubungan komunikasi yang terjadi di antara pasangan suami-istri tersebut dilihat dari ukuran kedalaman (depthness) dan keluasan (wideness) informasi yang dipertukarkan melalui proses pengungkapan diri ( self disclosure); dan bagaimanakah pasangan suami-istri berbeda budaya yang masing-masing membawa serta mempertahankan budayanya yang memiliki keunikan menjadi keintiman dalam mengadakan komunikasi antarpribadinya.
Penelitian komunikasi antarpribadi dan antarbudaya ini mengambil 4 (empat) pasangan menikah atau suami-istri yang berbeda budaya antara budaya Amerika dengan Indonesia. Yang diteliti adalah keanggotaan individu dalam dua kelompok budaya yang berbeda, yaitu kultur Amerika dengan kultur Indonesia. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata Cara adat maupun sistem kekeluargaannya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak memiliki konflik. Disamping itu, kedua budaya yang berbeda negara ini memiliki keunikan tersendiri pada kultur masing-masing serta dilihat dari dimensi komunikasi konteks rendah (Amerika) dan komunikasi dimensi konteks tinggi (Indonesia) nya Edward T. Hall (1977).
Pendekatan penelitian ini menggunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapan, yaitu Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997: 323 - 324).
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993 : 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri".
Hasil penelitian ini memperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami istri tersebut melalui tahapan-tahapan teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu bervariasi. Dimana terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/ keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional.
Kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, keempat pasangan sebagai informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini. Juga setidaknya ada pengaruh budaya pada masing-masing pasangan menikah atau suami-istri tersebut seperti misalnya dalam hal tata cara sopan santun, menjalankan agama, mendidik anak dan berbahasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Gemala
"Masa dewasa muda ditandai dengan tugas perkembangan intimacy vs isolation, yaitu individu membuat komitmen yang mendalam dcngan orang lain agar mereka tidak terisolasi (Enikson, dalam Papalia et al., 2001). Menurut Erikson, mengembangkan hubungan intim merupakan tugas yang krusial pada masa ini. Bagi sebagian besar manusia, pernikahan merupakan ekspresi utama/ultimate expression dalam suatu hubungan intim ( Brehm, 1992).
Pria dan wanita biasanya menikah atas dasar cinta dan memiliki anak adalah ekspresi dari cinta mereka kepada satu sama lainnya (Duvall & Miller, 1985). Cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang terdapat dalam hubungan intim (Baron & Bymc, 2000).
Stcrnberg mendefinisikan cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy, commitment, dan passion (Stemberg & Barnes, 1988). Intimacy, yang merupakan komponen emosional, adalah perasaan dekat, terikat yang dirasakan seseorang dalam hubungan cinta. Passion, yang merupakan komponen motivasional, adalah dorongan-dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan iisik, dan seksual. Komponen yang terakhir yaitu commiirnenl yang merupakan komponen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai seseorang (jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut (iangka panjang).
Dalam suatu hubungan, tidak selalu terdapat keseimbangan dalam ketiga komponen cinta sebagaimana yang diketemukakan oieh Stemberg. Geometri pada segitiga cinta tergantung pada intensitas dan keseimbangan dari cinta (Stemberg &. Bames, 1988). lntensitas cinta dalam suatu hubungan dapat dilihat dari area atau ukuran dari segitiga cinta, yakni semakin besar intensitas cinta yang dirasakan seseorang terhadap orang lain maka scgitiga cintanya pun akan semakin besar. Sedangkan keseimbangan cinta dalam suam hubungan dapat dilihat dari bentuk segitiga cinta. Hubungan yang seimbang (dalam ketiga komponen cinta) akan dipresentasikan dalam segidga yang seirnbang. Sedangkan hubungan yang tidak seimbang direpresentasikan dalam bentuk segitiga yang tidak sama sisi, yang didalamnya terdapat salah satu komponen yang paling besar atau dominan.
Dalarn suatu hubungan, tidak hanya terdapat segitiga yang
menggambarkan cinta terhadap orang lain (bentuk nyata), namun juga merepresentasikan bcntuk yang ideal dalam hubungan terscbut (bentuk ideal). Semakin besar perbedaan pada ukuran maupun bentuk dari segitiga cenderung diasosiasikan dengan rendah atau berkurangnya tingkat kepuasan dalam suatu hubungan (Stemberg & Bames, 1988).
Dalam rangka membantu pasangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hubungan mereka terkait dengan komponen-komponen cinta, maka Stemberg mcngembangl-can suatu skala yang disebut The Triangular Love Scale (Stemberg, 1988). Skala ini ditujukan untuk mengukur masing-masing komponen dari cinta, namun juga memiliki dua aplikasi praktis. Pertama, dengan adanya skaia ini, dapat membantn pasangan mendapatkan basil yang lebih baik dalam hubungan mereka. Kedua, skala ini juga merumuskan perbedaan-perbedaan di antara pasangan sehingga dapat disarankan perubahan-perubahan apa yang mungkin diperlukan untuk membuat hubungan menjadi Iebih berhasil Pasangan juga dapat mcnjadi lebih dekat atau setidaknya mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mercka satu sama lain.
Melihat kedua fungsi dari Stemberg's Triangular Love Scale. maka dirasakan sangat bermanfaat bila skaia ini diaplikasikan dalam penelitian mengenai gambaran cinta terkait dengan keseimbangan ketiga komponen cinta Stemberg. Dengan mengetahui gambaran dan keseimbangan dari komponen cinta Sternberg, maka dapat juga diiihat bagaimana kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut akan hubungan yang rnereka jalani dengan pasangan. Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan sebagai pengembangan alat tes psikologi, yaitu dengan melakukan validasi alat tes hanya pada individu dewasa muda. Validasi yang dilakukan adalah dengan meiihat validitas dan reliabilitas dari Slemberg’s Triangular Love Scale. Selain validasi alat tes, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran cinta pada individu dewasa muda yang menikah, dengan memberikan skala pada sampel yang cukup bcsar, yaitu 100 subjek yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Sebagai ilustrasi akan dilakukan wawancara dengan sepasang suami istri dewasa muda untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara segitiga cinta mereka dengan kepuasan dalam hubungan mereka.
Hasil uji validitas per item menunjukkan bahwa hampir semua item memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total dimensinya, kccuali pada item no.2 dan 5 pada dimensi intimacy, yang memiliki tingkat korelasi lebih tinggi dengan komponen passion (item no.2) dan komponcn commilmem (item 1105). Kedua item ini tidak valid karena saling tumpang tindih antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, dan hal ini dapat dilihat dari tingkat korelasi yang signifikan antar dimensi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dengan perkembangan sosial anak usia 1-3 tahun (toddler). Desain penelitian yang di gunakan adalah deskripif korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai perawat yang mempunyai anak usia 1-3 tahun (toddler) di Rumah Sakit Siloam Graha Medika dengan jumlah sampel 40 orang.
Instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, terdiri dari kuesioner demografi (A) dan kuesioner tentang perkembangan sosial anak toddler (B) dan kuesioner tentang peritaku ibu bekerja dalam menstimulus perkembangan sosial anak toddler (C).
Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dalam menstimulus perkembangan sosial toddler dengan perkembangan sosial anak usia toddler. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5323
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Andini Larasati
"Penelitian terbaru menunjukkan tren isolasi dan penurunan kualitas hubungan interpersonal, meskipun hubungan interpersonal sangat penting untuk kesehatan mental pada dewasa (Keefer, Landau, & Sullivan, 2014). Fenomena ini dihipotesiskan sebagai disfungsi Object Relations (Mukherjee & Sanyal, 2014), di mana perkembangan fungsi tersebut terkait dengan attachment kepada orangtua (Twomey, Kaslow, & Croft, 2000).
Perkembangan attachment kepada Tuhan sebagai perpanjangan dari orangtua, sebagaimana dijelaskan dalam hipotesis Correspondence dan Compensation, juga diprediksi dapat memengaruhi fungsi Object Relations (Tisdale, 1997). Terkait attachment kepada Tuhan, kebutuhan untuk terus-menerus mempersepsi kehadiran fisik dari Tuhan sebagaimana tersimbolisasi dalam NO-WAR (Non-Obligatory Worn Attribute of Religion) juga diperkirakan sebagai rendahnya adaptabilitas Object Relations terhadap ketidak-hadiran fisik objek (Bell, 1995).
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis mengaplikasikan Analisis Multilevel untuk mengetahui pengaruh attachment kepada Tuhan dan attachment kepada orangtua terhadap Object Relations dalam urutan hierarkis, di mana pengaruh kedua variabel tersebut bervariasi pada kelompok dengan NO-WAR dan tanpa NO-WAR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian NO-WAR meningkatkan prediksi attachment kepada Tuhan terhadap fungsi Object Relations yang lebih adaptif, sementara pengaruh tersebut tidak ditemukan pada prediksi attachment kepada orangtua terhadap fungsi Object Relations. Model keseluruhan akhir yang diperoleh sesuai dengan model hierarki yang dihipotesiskan penulis.

Latest findings showed isolation and derivation trends of interpersonal relations among cultures, despite the importance of interpersonal relations for adults? mental health (Keefer, Landau, & Sullivan, 2014). This phenomenon is hypothesized to be a dysfunction of Object Relations (Mukherjee & Sanyal, 2014), which development intertwined with attachment built to parents (Twomey, Kaslow, & Croft, 2000).
In the other hands, development of God attachment as the extension of parental attachment figure is expected to impact one's Object Relations (Tisdale, 1997), as explained in Correspondence and Compensation Hypothesis. Urge for physical presence of God as symbolized in NO-WAR (Non-Obligatory Worn Attribute of Religion), is expected to be a sign of Object Relations? lack of adaptability to the physical absence of others (Bell, 1995).
Building on this work, the author proposed the Multilevel Analysis in determining the effect both parental attachment and God attachment to Object Relations function in hierarchical order, where the effects are nested within the NO-WAR and Non-wearer group.
Results showed that NO-WAR elevated the effect of God attachment to better Object Relations, while none is found in the effect of parental attachment. The overall model fit the hierarchical model hypothesized by author.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Qalam, 2005
231 OTH t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>