Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Sulistyani
"

Tesis ini dilatarbelakangi oleh menangnya tersangka korupsi pada pilkada kabupaten Tulungagung tahun 2018. Jika di negara lain seperti Amerika, Meksiko, dan Spanyol kandidat dengan status tersangka korupsi akan berdampak negatif terhadap kandidat itu sendiri seperti penurunan suara atau rakyat akan menghukum dengan tidak memilihnya, namun hal tersebut tidak terjadi di Tulungagung. Penelitian ini akan menguji faktor kualitas dan kinerja kandidat tersangka korupsi dalam mempengaruhi perilaku memilih masyarakat pada pilkada Tulungagung tahun 2018. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori perilaku memilih, khususnya pendekatan psikologis dan rational choice. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan desain deskriptif dan inferensial, dengan jumlah sampel sebanyak 400 responden, tingkat kepercayaan 95% dan Margin of Error (MoE) 5%. Temuan di lapangan memperlihatkan bahwa; (1) status korupsi Syahri Mulyo tidak mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung, yaitu hanya 1.1%; (2) tingkat popularitas, figur kandidat, dan kualitas kandidat dalam faktor kandidat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung, namun figur kandidat paling berpengaruh yaitu sebanyak 31.0%; (3) masyarakat Tulungagung tidak rasional dalam menentukan pilihan politiknya saat pilkada atau Downs menyebutnya dengan “limited rational”; dan (4) Faktor eksternal yaitu adanya peran patronase dan klientelisme dalam  mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa studi perilaku memilih khususnya pendekatan psikologis dan rational choice masih relevan digunakan dalam kasus pilkada kabupaten Tulungagung tahun 2018.

 


The background of conducting this research is the winning-phenomenon of corruption suspect in Tulungagung local election 2018. While the candidates who become corruption suspect in other countries like, United States of America, Mexico, and Spain will obtain a negative impact of their carrier and be punished by society with do not vote them, this circumtances do not occurred in Tulungagung. This study will exemine factor of quality and candidate performance with corruption suspect status in affecting voting behaviour people in Tulungagung local election 2018. This study is using the theory of voting behavior, particularly rational choice approach. The method used is a quantitative method with descriptive and inferential design, with a total sample of 400 respondents, a confidence level of 95% and a Margin of Error (MoE) of 5%. Evidence as the result of research shows that; (1) the corruption status of Syahri Mulyo does not affect the people's voting behavior in Tulungagung, which is only 1.1%; (2) candidate factors such us level of popularity, candidate figure, and quality of candidates influence voting behavior the people of Tulungagung. By 31.0%, candidate figure is the most influential factor; (3) the Tulungagung society is irrational in determining their political choices when the elections, Downs call it "limited rational"; and (4) There were some external factors which influence the voting behaviour the people of Tulungagung called the role of patronage and clientelism. The theoretical implication shows that the psychology and rational choice approach can be applied in the case of Tulungagung local elections in 2018.

 

"
2019
T54356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Darry Abbiyyu
"

Penelitian ini membahas mengenai loyalitas dan peran kepala desa serta botoh sebagai broker politik pada kemenangan Syahri Mulyo-Maryoto Birowo di Pilkada Kabupaten Tulungagung tahun 2018. Beberapa studi menjelaskan sebuah kelaziman bahwa seorang kandidat menggunakan jasa broker politik sebagai bagian dari strategi pemenangan pada pilkada di Indonesia (misalnya Aspinall 2014 ; Aspinall dan As`ad 2015 ; Tawakkal dan Garner 2017 ; dan Darwin 2017). Beberapa penulis seperti Tawakall dan Garner (2017) dan Aspinall dan As`ad (2015) masih melihat masalah itu dari satu aspek bahasan seperti klientelisme. Dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan studi pustaka dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Saya beragumen bahwa kemenangan Syahri Mulyo-Maryoto Birowo tidak dapat dilepaskan dari penggunaan kepala desa dan botoh sebagai broker politik karena posisi yang tidak menguntungkan dari kandidat disebabkan jumlah koalisi partai pengusung sedikit dan ditetapkannya Syahri Mulyo sebagai tersangka oleh KPK menjelang hari pemilihan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas loyalitas broker politik kepada kandidat meskipun dalam posisi yang tidak menguntungkan dan peran broker dalam bagian strategi pemenangan kandidat. saya berpendapat bahwa loyalitas broker politik terhadap kandidat terjadi karena adanya kedekatan personal yakni jaringan kekerabatan dan juga sebagai bagian dari balas budi antara broker politik terhadap kandidat yang selama ini dianggap memiliki jasa kepada kepala desa dan botoh selain itu juga ada kedekatan emosional antara kandidat dengan broker politik menimbulkan semangat untuk memenangkan kandidat yang dalam istilah lokal disebut banteng ketaton karena ada anggapan bahwa kandidat merupakan korban politik setelah ditetapkan tersangka oleh KPK. Kemudian sebagai strategi pemenangannya kepala desa dan botoh sebagai broker politik ini memiliki tiga peranan yaitu berperan mempropaganda masyarakat mengenai kelebihan kandidat dan kekurangan kompetitor, melakukan mobilisasi massa, serta pembelian suara.


This study discusses the loyalty and role of the village head and botoh  as a political broker in the victory of Syahri Mulyo-Maryoto Birowo in Tulungagung Local Election in 2018. Several studies explain the prevalence that a candidate uses the services of a political broker as part of the local election strategy in Indonesia ( for example Aspinall 2014; Aspinall and As`ad 2015; Tawakkal and Garner 2017; and Darwin 2017). Some writers such as Tawakall and Garner (2017) and Aspinall and As`ad (2015) still see the problem from one aspect of discussion such as clientelism. By using qualitative methods, namely by literature study and collecting data through in-depth interviews. I argued that the victory of Syahri Mulyo-Maryoto Birowo could not be separated from the use of the village head and botoh as a political broker because the unfavorable position of the candidate was due to the number of coalition party bearers and the stipulation of Syahri Mulyo as a suspect by the KPK before election day. This study aims to discuss the loyalty of political brokers to candidates even in unfavorable positions and the role of brokers in the part of the candidate winning strategy. I argue that the loyalty of political brokers to candidates occurs because of personal closeness, namely kinship networks and also as part of reciprocity between political brokers to candidates who have been considered to have services to village heads and botoh are also in addition to emotional closeness between candidates and political brokers. provoked enthusiasm to win candidates who in local terms were called banteng ketaton because there was an assumption that candidates were political victims after the KPK had named the suspect. Then as a strategy for winning the village head and body as a political broker this has three roles, namely the role of propagating the community regarding the advantages of candidates and lack of competitors, mass mobilization and vote buying.

 

"
2019
T53056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Arum Nawang Wungu
"Tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana modal sosial dimanfaatkan dalam proses pemilihan calon gubernur perempuan di Pilkada 2018. Subjek penelitian adalah Karolin Margret Natassa calon gubernur Kalimantan Barat dan Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur. Fenomena ini perlu dikaji secara mendalam melalui paradigma konstruktif, untuk mengetahui bagaimana kedua perempuan ini membentuk dan menggunakan modal sosialnya untuk bisa menang sebagai gubernur, posisi yang jarang diisi perempuan sejak era Pilkada dimulai. Analisis modal sosial ditempatkan pada tingkat mikro (individu) dalam dimensi struktural (jaringan) menggunakan teori Modal Sosial Pierre Bourdieu dan Robert Putnam. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi jalur politik seperti apa yang membawa perempuan ke dalam kontestasi politik, dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi pola instrumentalisasi modal sosial mereka. Prosedur penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan kunci. Temuan ini semakin diperdalam dengan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karolin dan Khofifah memiliki jenis ikatan jejaring sosial yang berbeda dalam proses pemberdayaan modal sosialnya. Karolin merupakan tipe Bonding (dengan karakter keterikatan dan fokus pada penguatan intenal), sementara Khofifah merupakan tipe Bridging dan Linking, dimana kepercayaan yang diperoleh (earned trust) dipergunakan sebagai basis modal sosial yang berfungsi menjembatani kepentingan antar kelompok untuk kemudian diaktifkan sebagai instrumen menuju kepentingan pribadi. Hasil penelitian juga berhasil mengidentifikasi Karolin sebagai politisi dari jalur elit dan Khofifah sebagai politisi dari jalur akar rumput

This thesis aims to see how social capital is utilized in the process of selecting female gubernatorial candidates in the 2018 election. The research subjects were Karolin Margret Natassa of West Kalimantan and Khofifah Indar Parawansa of East Java. This phenomenon needs to be studied through a constructive paradigm, to find out how these two women formed and used their social capital to win as governors, a position that has rarely been filled by women since the direct local election era began. A social capital analysis is placed at the micro (individual) level in the structural (network) dimension using the Social Capital theory of Pierre Bourdieu and Robert Putnam. This research also wanting to identifies what kind of political pathways lead women into political contestation, and how it can affect the instrumentalization pattern of their social capital. The research procedure was carried out using qualitative methods where data collection was carried out through in-depth interviews with key informants and then deepened by literature studies. The results showed that Karolin and Khofifah have different types of social network ties in the process of utilizing their social capital. Karolin is a Bonding type (Same identity with strong ties characteristic and more focusing on internal traits), while Khofifah is a Bridging and Linking type, where the earned trust is used to bridge the interests of groups and later to be activated as a ladder to her political interests. The results of the study also identified Karolin as a politician from the elite route and Khofifah as a politician from the grassroots route"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Pradana
"Proses perebutan kekuasaan di tingkat lokal sering kali membentuk rivalitas antar elite yang bersaing. Namun, elite tidaklah selalu menjadi rival. Adakalanya para elite yang sebelumnya merupakan rival kini bekerjasama demi meraih tujuannya masing-masing. Hal ini tergambar dari penelitian ini yang melihat rivalitas dan kerjasama antara Khofifah Indar Parawansa dengan Soekarwo pada Pemilihan Gubernur Provinsi Jawa Timur tahun 2008, 2013 dan 2018. Dengan menggunakan metode kualitatif serta teori Higley & Burton (2006), penelitian ini memperlihatkan perubahan dari elite. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori dari Best (2010) dan Higley (1991) untuk menjelaskan faktor-faktor mengapa elite dapat berkonsensus

The power struggle at the local level often creates rivalries between competing elites. However, the elite are not always rivals. Sometimes the elites who were previously rivals now work together to achieve their respective goals. This is illustrated by this research which looks at the rivalry and cooperation between Khofifah Indar Parawansa and Soekarwo in the Election of Governor and Vice Governor of East Java Province in 2008, 2013 and 2018. Using qualitative methods and the theory of Higley & Burton (2006), this study shows changes from the elite. In addition, this study also uses the theory of Best (2010) and Higley (1991) to explain the factors why elites can be a consensus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhamad Busro Asmuni
"Studi ini bermaksud menguji faktor politik uang dalam memengaruhi perilaku memilih masyarakat pada Pilkada Temanggung tahun 2018. Di dalam studi perilaku memilih di Indonesia terdapat faktor-faktor yang memengaruhi perilaku memilih yaitu agama, identifikasi partai, hubungan etnik, kualitas dan kinerja kandidat, dan faktor lain, dengan menggunakan pendekatan sosiologis, psikologis dan rational choice. Fokus studi ini mengenai politik uang sebagai faktor dalam memengaruhi perilaku memilih dengan menggunakan pendekatan teori rational choice. Studi ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis deskriptif, jumlah sampel sebanyak 400 responden, tingkat kepercayaan 95% dan margin of error (MoE) 5%, menemukan bahwa praktik politik uang pada Pilkada Temanggung 2018 terjadi dengan menggunakan pemberian uang tunai oleh tim sukses atau kandidat sebelum pemilihan. Temuan menunjukkan ada pengaruh positif politik uang terhadap perilaku memilih masyarakat Temanggung pada Pilkada
2018. Data survei menyebutkan pengaruh faktor politik uang terhadap perilaku memilih masyarakat pada pilkada Temanggung 2018 adalah sebesar 40,5 persen. Penelitian ini menyimpulkan studi perilaku memilih khususnya pendekatan rational choice sangat relevan digunakan dalam mempelajari praktik demokrasi elektoral di dalam kasus pilkada kabupaten Temanggung tahun 2018.

This study examine the effect of money politics on people's voting behavior in the 2018
Temanggung local election. In the studies of voting behavior in Indonesia there are factors
to voting behavior, including religion, party identification, ethnic relations, candidate
quality and performance, and other factors using sociological, psychological and rational
choice approaches. The focus of this study is on vote buying as a factor in influencing
voting behavior using the rational choice theory approach. This study uses a quantitative
method with descriptive analysis, a sample size of 400 respondents, a 95% confidence
level and a 5% margin of error (MoE), found that the practice of vote buying in the 2018
Temanggung local elections occurred using the cash giving by campaign teams or
candidates before election. The findings show that there is a positive effect of vote buying
on the voting behavior of the Temanggung people in the 2018 local election. The survey
found that the effect of vote buying on voting behavior in the 2018 Temanggung election
is 40.5 percent. This research concludes that the study of voting behavior, especially the
rational choice approach, provides valuable information on the practice of electoral
democracy in the case of the 2018 Temanggung local election.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh Rofiie
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan kemunculan peran elite lokal dalam perpolitikan sebagai konsekuensi diberlakukannya sistem desentralisasi yang memberikan hak kepada daerah-daerah untuk mengelola daerah secara mandiri, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Karenanya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksistensi dan signifikansi peran para elite lokal dalam masyarakat, dalam hal ini yaitu peran kiai, belater, dan juragan di Kabupaten Pamekasan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Status dan Peran (Linton, 1936), Teori Local Strongmen/Local Bossism (Migdal, 1988; Sidel, 2005), dan Teori Patron-Klien (Scott, 1972). Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data deskriptif-analitis. Dalam proses pengumpulan data menggunakan dua metode, yaitu studi literatur dan wawancara mendalam kepada para narasumber yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pemenangan Baddrut Tamam pada Pilkada Pamekasan 2018. Temuan penelitian ini menguatkan penelitian terdahulu tentang keberadaan orang-orang kuat lokal seperti kiai, belater, dan juragan terkait perannya dalam masyarakat, utamanya dalam perpolitikan tingkat lokal. Mereka memiliki kelebihan dan cara-cara tersendiri dalam memengaruhi masyarakat untuk mengikuti keinginannya. Keterlibatan mereka dalam Pilkada Pamekasan 2018 dipengaruhi oleh faktor agama, eksistensi, dan ekonomi. Bentuk peran mereka dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan kekuatan relasi, ekonomi, bahkan dengan cara koersif. Implikasi teoritis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa peran kiai, belater, dan juragan memperkuat teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teori Status dan Peran menunjukkan bahwa peran kiai, belater, dan juragan dalam perpolitikan merupakan dampak dari status yang dimilikinya. Dalam teori ini terdapat hubungan yang berkelindan antara individu pemilik peran dan masyarakat. Teori Local Strongmen/Bossism menjelaskan bahwa kiai, belater, dan juragan berperan dalam berbagai jenis kepentingan dalam hidup masyarakat, utamanya dalam kepentingan politik. Teori Patron-Klien menguatkan pola relasi antara kiai, belater, dan juragan dengan masyarakat.

This research is motivated by the development of the emergence of the role of local elites in politics as a consequence of the enactment of a decentralization system which gives rights to regions to manage their regions independently, including in the holding of Regional Head Elections (Pilkada). Therefore, this research was conducted to determine the existence and significance of the role of local elites in society, in this case, namely the role of kiai, belater, and juragan in Pamekasan Regency. The theories used in this research are Status and Role Theory (Linton, 1936), Local Strongmen/Local Bossism Theory (Migdal, 1988; Sidel, 2005), and Patron-Client Theory (Scott, 1972). This research method uses a qualitative approach and descriptive-analytical data analysis techniques. In the process of collecting data using two methods, namely literature study and in-depth interviews with informants who were directly or indirectly involved in the process of winning Baddrut Tamam in the 2018 Pamekasan Pilkada. The findings of this study corroborate previous research on the existence of local strongmen such as kiai, belater, and juragan regarding their role in society, especially in local-level politics. They have their own advantages and ways of influencing people to follow their wishes. Their involvement in the 2018 Pamekasan Pilkada was influenced by religious, existential, and economic factors. The form of their role is carried out directly or indirectly by utilizing the strength of relations, the economy, even in a coercive way. The theoretical implications of this research show that the roles of kiai, belater, and juragan strengthen the theory used in this research. Status and role theory shows that the role of kiai, belater, and juragan in politics is the impact of their status. In this theory there is an intertwined relationship between the individual owner of the role and society. The Local Strongmen/Bossism theory explains that kiai, belater, and juragan play various types of interests in society, especially in political interests. The Patron-Client theory strengthens the pattern of relations between kiai, belater, and juragan to the community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Khairul Ichwan
"Penelitian ini ingin menganalisis kekalahan Ratu Ati Marliati pada pilkada Cilegon dan kemenangan Ratu Tatu Chasanah pada pilkada Kabupaten Serang. Padahal kedua petahana dari dua dinasti politik di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang memiliki beberapa kesamaan, baik latar belakang keluarga maupun dukungan politik. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang menyebabkan mereka berbeda nasib dalam pilkada serentak pada 2020 di kedua wilayah ini. Penelitian menggunakan teori boundary control Gibson (2012), dan dilengkapi dengan analisis strategi informal dan ilegal dari Buehler (2018) dan permainan tertutup (closed game) dari Behrend. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini memperlihatkan bahwa faktor kekalahan Ratu Ati disebabkan kegagalan dalam menerapkan strategi boundary strengthening, yang kemudian diiringi dengan keberhasilan oposisi menerapkan strategi boundary opening. Faktor-faktor yang menyebabkan kekalahan itu adalah ketiadaan aktor utama, konflik kepentingan elit partai, kontrol politik yang lemah, mesin politik tidak bekerja optimal, tidak ada akses terhadap elit partai di pusat, dan banyaknya kompetitor. Sedangkan faktor kemenangan Tatu Chasanah karena dia berhasil menerapkan boundary strengthening. Hal ini tampak dari besarnya dukungan partai politik, memobilisasi dukungan baik dari birokrasi maupun dari kelompok-kelompok masyarakat, sehingga mampu mengubah arena permainan menjadi tidak kompetitif. Hal ini memperkuat teori dari Gibson mengenai strategi boundary strengthening dan strategi boundary opening di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang

This study wants to analyze the defeat of Ratu Ati Marliati in the regional elections in Cilegon and the win of Ratu Tatu Chasanah in the regional elections of the Serang Regency. Even though the two incumbents from these two political dynasties have several things in common, both from family backgrounds and political support. This happened due to several factors that caused them to have different fates in the simultaneous local elections in 2020 in these two regions. The research uses Gibson's boundary control theory (2012) and is complemented by an analysis of informal and illegal strategies from Buehler (2018) and closed games from Behrend. Using a qualitative method, this research shows that Ratu Ati's defeat was caused by the failure to apply the boundary-strengthening strategy, which was followed by the success of the opposition in implementing the boundary-opening strategy. The factors that led to the defeat were the absence of the main actors, the conflict of interests of the party elites, weak political control, the political machine did not work optimally, there was no access to party elites at the center, and there were many competitors. Besides, Tatu Chasanah's winning factor because she succeeded in implementing boundary strengthening. This can be seen from the huge support of political parties, mobilizing support from both the bureaucracy and community groups, to turn the playing field into an uncompetitive one. This strengthens Gibson's theory regarding the boundary strengthening strategy and the boundary opening strategy in Cilegon City and Serang Regency"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eca Lacantika
"Partai Golkar merupakan partai politik dengan basis pendukung terbesar di Indramayu. Hal tersebut tercermin dari jumlah dewan Partai Golkar yang mendominasi dalam DPRD Indramayu selama berturut-turut periode kepengurusan. Sama seperti empat periode sebelumnya, Partai Golkar kembali mengusung kandidat cabup dan cawabup tanpa berkoalisi pada Pilkada Indramayu 2020, yakni Daniel Mutaqien Syafiuddin dan Taufik Hidayat. Sejak pertama kali pilkada dilaksanakan di Indramayu, kandidat usungan Partai Golkar selalu berhasil memenangkannya dengan mendulang suara mayoritas penduduk. Akan tetapi, pada Pilkada Indramayu 2020, Partai Golkar kalah memenangkan kompetisi. Skripsi ini meneliti tentang bagaimana faksionalisme yang terjadi dalam DPD Partai Golkar Indramayu berpengaruh terhadap kegagalan Daniel-Taufik dalam Pilkada Indramayu 2020.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana faksionalisasi internal menyumbang faktor kegagalan memenangkan Partai Golkar pada Pilkada Indramayu 2020 yang merupakan wilayah basis pendukungnya. Fenomena ini dikaji menggunakan kerangka teori faksionalisme dari Boucek. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faksionalisme degeneratif yang terjadi dalam DPD Partai Golkar Indramayu membawa dampak-dampak negatif seperti kemunduran partai, disintegrasi partai, dan melemahnya legitimasi partai yang pada akhirnya berimplikasi pada kekalahan Daniel-Taufik sebagai kandidat usungan Partai Golkar dalam Pilkada Indramayu 2020.
Kata Kunci: Pilkada, Faksionalisme, Partai Golkar, Indramayu

The Golkar Party is the party with the largest supporters in Indramayu. That is reflected with its domination in the number of Golkar Party boards that dominate the Indramayu legislature. Just like the previous four periods, the Golkar Party has again brought up  candidates without forming a coalition in the Indramayu Local Leaders Election 2020, namely Daniel Mutaqien Syafiuddin and Taufik Hidayat. Since the first Local Leaders Election was held in Indramayu, the Golkar Party candidates have always managed to win the competition by gaining the majority of the population's votes. However, in the Indramayu Local Leaders Election 2020, Golkar Party lost the competition. This study attempts to answer the problem of How did the factionalism in the Regional Leadership Council of the Golkar Party in Indramayu affect the failure of Daniel-Taufik in the Indramayu Local Leaders Election 2020.
The purpose of this study is to find out how internal factionalization contributed to the failure of the Golkar Party in the Indramayu Local Leaders Election 2020 which is the area of its support base. This study case is analysed using the theoretical framework of Boucek's factionalism. This study uses qualitative research methods with in-depth interview techniques.
This study results show that the degenerative factionalism occurred in the Regional Leadership Council of the Golkar Party in Indramayu brought negative impacts such as party decline, party disintegration, and weakening of party legitimacy which ultimately had implications for Daniel-Taufik's defeat as the candidate for the Golkar Party in the Indramayu Local Leaders Election 2020.
Key Words: Local Leaders Election, Factionalism, Golkar Party, Indramayu
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Setiawan Yodi
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena non petahana dalam Pilkada dengan Calon Tunggal tahun 2020 di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Wonosobo. Studi-studi terdahulu tentang Pilkada dengan calon tunggal pada umumnya menjelaskan bahwa terlampau besarnya keunggulan petahana dari segi finansial, elektabilitas, atau popularitas menyebabkan petahana kerap tampil sebagai calon tunggal. Menggunakan metode penelitian kualitatif dan dengan dikerangkai Teori Partai Kartel yang dikemukakan Katz dan Mair (1995) serta Teori Pilihan Strategis yang dikemukakan Collier dan Norden (1991), penelitian ini menunjukkan bahwa petahana dapat tereksklusi dalam proses pencalonan kepala daerah ketika mayoritas partai telah mengalami proses kartelisasi. Dengan komunikasi politik sebagai basis utama pilihan strategisnya, partai politik dapat mengeksklusi petahana dalam proses pencalonan kepala daerah jika non petahana dianggap lebih memiliki kapasitas finansial yang dapat membiayai kampanye serta membantu keuangan partai ke depannya, sementara petahana dinilai tidak memiliki kapasitas finansial yang sepadan dengan non petahana. Petahana juga dapat terekslusi dari proses pencalonan meskipun memiliki kapasitas finansial yang tinggi, namun tidak memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan partai politik dan selama menjabat sebagai bupati tidak memberikan keuntungan secara elektroal maupun finansial terhadap partai pengusungnya.

This study aims to explain the phenomena of non incumbent in the 2020 simultaniously local election with a sole candidate in Kebumen and Wonosobo regency. Many studies had taken place before stated that the main reasons from the sole candidacy phenomenon in Indonesian Local Elections was because the incumbent had more advantages such as financial capacity, electablity, and popularity compared to the challengers. Using qualitative research methode and guided with the party cartel theory which introduced by Katz and Mair (1995) and also with strategic choice theory which introduced by Collier and Norden (1991), this study find that the incumbent could be excluded from the candidacy process when the majority of political parties had cartelized. Political parties using political communication as the main strategic choice to exclude the incumbent when the non incumbent candidate deemed had more financial capacity to help financing the campaign and also the party after elections, while the incumbent had not. The incumbent with huge financial capacity also could be excluded from candidacy process by political parties while the incumbent could not build good communication with political parties and did not give the financial or electoral advantages to political parties in the region when he was in the office."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Adib Rofiudin
"ABSTRAK
Studi ini membahas interaksi Kiai Nahdlatul Ulama (NU) dengan NU dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Kabupaten Tegal yang melatarbelakangi Preferensi Politik Habib Bagir kepada pasangan calon Enthus Susmono dan Umi Azizah pada Pilkada Kabupaten Tegal 2013. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti menggunakan teori preferensi endogen dan patron klien untuk menganalisis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan warga nahdliyin dan NU serta PKB dengan Habib masih bersifat patron-klien yang kuat. Interaksi politis Habib Bagir dengan NU dan PKB mempengaruhi pilihannya saat Pilkada Kabupaten Tegal 2013. Beberapa faktor yang mempengaruhi preferensi politik Habib Bagir kepada pasangan Enthus Susmono dan Umi Azizah yaitu pertama, kedua pasangan ini dianggap mewakili kultur dan kepentingan NU dan memiliki loyalitas serta dedikasi tinggi untuk NU. Kedua, kesamaan visi misi karena kedekatan personal. Faktor ketiga adanya transmisi nilai kultural patron klien dalam pola hubungan interaksi antara Habib Bagir dengan NU dan PKB yang menjunjung tinggi pertimbangan ulama. Keempat, adalah peran sebagai ulama patron untuk mengayomi pengikutnya mengemban tanggung jawab menjadi pedoman memilih."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>