Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180612 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arini Ayatika Sadariskar
"First-degree relatives (FDR) dari pasien diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita DMT2 dan penyakit tidak menular lainnya. Selain disebabkan oleh faktor genetik, peningkatan risiko ini juga dapat disebabkan oleh agregasi familial dari berbagai perilaku kesehatan, beberapanya adalah pola diet dan aktivitas fisik.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pola diet dan aktivitas fisik antara FDR dan non-FDR yang normoglikemik dan normotensi di Jakarta, Indonesia. Melalui desain studi potong lintangyang melibatkan 59 FDR dan 59 non-FDR, data poladiet diukur menggunakan 24-hour recall dan data aktivitas fisik menggunakan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) bahasa Indonesia yang sudah tervalidasi, dan dikelompokkan ke dalam kategori sesuai rekomendasi dan tidak sesuai rekomendasi (rekomendasi AMDR Institute of Medicine untuk pola diet dan WHO untuk aktivitas fisik).
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa terdapat proporsi yang cukup besar pada pola diet yang tidak sesuai rekomendasi pada FDR (50,8%) dan non-FDR (45,8%). Sebagian besar subjek dengan ketidakseimbangan asupan memiliki asupan lemak yang berlebih, baik pada FDR (96,7%) maupun non-FDR (88,9%). Hasil yang serupa didapatkan untuk proporsi aktivitas fisik yang tidak sesuai rekomendasi pada FDR (52%) dan non-FDR (40%). Pada kelompok FDR, subjek perempuan memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih baik dibandingkan subjek laki-laki (OR 0,23; 95% CI 0,06-0,88; p = 0,026). Meski demikian, tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada pola diet dan aktivitas fisik antara FDR dan non-FDR.
Hasil penelitian ini mendorong evaluasi program nasional untuk pencegahan DMT2 pada kelompok berisiko dan peningkatan upay promotif dan preventif untuk meningkatkan kesehatan masyarakat pada umumnya.

First-degree relatives (FDR) of patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM) have a higher risk of developing T2DM and other non-communicable diseases. Besides genetic factors, this increased risk can also be caused by familial aggregation of various health behaviors, such as dietary patterns and physical activity.
This study compared diet and physical activity between normoglycemic and normotensive FDR and non-FDR in Jakarta, Indonesia. Through a cross-sectional design involving 59 FDR and 59 non-FDR, dietary data were collected using 24-hour recall and physical activity data were gathered using validated Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). These data were grouped into categories fulfilling and not fulfilling recommendations (AMDR Institute of Medicine recommendations for dietary patterns and WHO recommendations for physical activity).
Results showed that a considerable percentage of FDRs(50.8%) and non-FDRs(45.8%)did not consume their diets as recommended by the Institute of Medicine. Most of the subjects with intake imbalance had excessive fat intake, both among FDR (96.7%) and non-FDR (88.9%). The proportion of subjects with physical activity not meeting WHO recommendations was high among both FDR (52%) and non-FDR (40%). In the FDR group, female subjects had better levels of physical activity than male subjects (OR 0.23; 95% CI 0.06-0.88; p = 0.026). Overall, the differencesin dietary pattern and physical activity between FDR and non-FDR were not significant.
The results of this study encourage the evaluation of national programs to address T2DM in at-risk groups and the increase of efforts in health promotion and disease prevention to improve the health of the general public.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Andriyanto
"Diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang termasuk dalam kategori penyakit kronis dan diperkirakan akan mengalami peningkatan, sehingga dibutuhkan cara untuk melakukan pengendalian yang direkomendasikan oleh Kementrian Kesehatan berupa penatalaksanaan diabetes melitus secara cerdik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh edukasi, manajemen nutrisi, aktivitas fisik, pengelolaan stres terhadap kesadaran diri penderita diabetes melitus tipe 2 di Kabupaten Mojokerto. Jenis penelitian Quasi Experiment Pre-Post Test With Control Group Design selama 5 minggu, tanggal 19 Maret sampai dengan 30 April 2018. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu 47 kelompok intervensi dan 52 kelompok kontrol. Terdapat pengaruh edukasi, manajemen nutrisi, aktivitas fisik, pengelolaan stres terhadap kesadaran diri penderita diabetes melitus tipe 2 p value 0,001 < 0,05 . Peningkatan kesadaran diri diabetisi tipe 2 dibutuhkan untuk melakukan manajemen diri yang baik. Oleh karena itu, dibutuhkan peran perawat spesialis komunitas dalam memberikan intervensi sesuai dengan kebutuhan penderita diabetes melitus akan penatalaksanaan penyakit.

Diabetes mellitus is a non communicable disease that is included in the category of chronic diseases and is expected to increase, so it takes a way to perform controls recommended by the Ministry of Health in the form of management of diabetes melitus cleverly. This study aims to analyze effect of education, nutrition management, physical activity, stress management towards self awareness type 2 diabetes in Mojokerto Distict. Types of research Quasi Experiment Pre Post Test With Control Group Design for 5 weeks, 19 March to 30 April 2018. Samples were taken by purposive sampling technique, that is 47 intervention group and 52 control group. There is influence of education, nutrition management, physical activity, stress management to self awareness of type 2 diabetes p value 0,001 0,05 . Increased self awareness of type 2 diabetes is required to perform good self management. Therefore, the role of nurse specialist community in providing nursing intervention in accordance with the needs of people with diabetes will be the management of the disease.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Adiyasa
"Latar belakang: Penderita diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami karies gigi. Fosfat memegang peranan utama dalam kapasitas buffer unstimulated saliva sehingga kadar fosfat berhubungan dengan faktor risiko karies individu. Kondisi ketosis dan hiperparatiroidisme yang menyertai diabetes melitus tipe 2 dapat menyebabkan penurunan buffer fosfat tubuh yang kemudian menurunkan kadar fosfat dalam unstimulated saliva.
Tujuan: Menganalisis kadar fosfat dalam unstimulated saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Metode: Unstimulated saliva 15 subjek diabetes melitus tipe 2 dan 15 subjek non diabetes melitus dikumpulkan untuk kemudian diukur kadar fosfatnya dengan metode phosphomolydate pada alat UV-Vis Spectrophotometer.
Hasil: Terdapat perbedaan kadar fosfat yang bermakna (p < 0,05) antara subjek uji dan subjek kontrol.
Kesimpulan: Kadar fosfat dalam unstimulated saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2 (0,27 ± 0,05 mmol/L) lebih rendah jika dibandingkan dengan individu non diabetes melitus (2,16 ± 0,22 mmol/L) yang mana berdasarkan analisis statistik, hal tersebut berbeda bermakna secara signifikan.

Background: Type 2 diabetes mellitus patients have a higher risk to suffer from dental caries. Phosphate plays a primary role in buffer capacity of unstimulated saliva so that phosphate concentration is associated with individual caries risk factors. Ketosis and Hyperparathyroidism conditions that come within type 2 Diabetes Mellitus could decrease the phosphate buffer in the body which then will decrease the phosphate concentration in unstimulated saliva.
Objective: To analyze the phosphate concentration in unstimulated saliva of type 2 diabetes mellitus patients.
Method: Unstimulated saliva of 15 type 2 diabetes mellitus subjects and 15 non-diabetic subjects were collected and then the concentration of phosphate was measured by the phosphomolydate method on UV-Vis Spectrophotometer instrument.
Result: There were significant differences in the phosphate concentration (p <0.05) between test subjects and control subjects.
Conclusion: The phosphate concentration in unstimulated saliva of type 2 diabetes mellitus patients (0.27 ± 0.05 mmol / L) is lower than individuals without diabetes mellitus (2.16 ± 0.22 mmol / L), which is significantly different by statistical analysis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmawati
"Latar Belakang: Sepsis merupakan disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat disregulasi respon tubuh terhadap infeksi (Singer et al., 2016). Sepsis menyebabkan mikroganisme menghasilkan toksin atau zat beracun di dalam darah dan memunculkan manifestasi dari mikroganisme tersebut seperti demam, leukositosis, dan terganggunya sistem sirkulasi yang membutuhkan penanganan dengan segera (Singer, Deutschman, Seymour, 2016). Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar gula (glukosa) dalam darah yang disebabkan kelainan dalam sekresi insulin,kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Pasien dengan diabetes melitus tipe 2 memiliki peningkatan resiko terjadi infeksi dan sepsis sekitar 20,1-22,7 % dari semua pasien sepsis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan diabetes melitus tipe 2 dan mortalitas sepsis di IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2017.
Metode Penelitian: Desain penelitian ini adalah kohort retrospekstif menggunakan data rekam medis pasien sepsis. Sampel penelitian adalah pasien sepsis usia ≥ 18 tahun di IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2017 berdomisili di Jabodetabek, yaitu sebanyak 357 pasien.
Hasil Penelitian: Hubungan antara DM tipe 2 dan mortalitas sepsis memiliki hubungan signifikan dengan RR sebesar 0,55 (95% CI: 0,35-0,87) sedangkan RR adjusted sebesar 0,75 setelah dianalisis multivariat tidak signifikan berbeda dengan RR crude pada analisis bivariate sebesar 0,55 yang berarti kedua analisis tersebut membuktikan bahwa hubungan DM tipe 2 dengan mortalitas bersifat protektif.

Background: Sepsis is a life-threatening organ dysfunction due to dysregulation of the bodys response to infection (Singer et al. 2016). Sepsis causes microorganisms to produce toxins or toxic substances in the blood and give rise to manifestations of microorganisms such as fever, leukocytosis, and disruption of the circulatory system that requires immediate treatment (Singer, Deutschman, Seymour, 2016). Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases characterized by high levels of sugar (glucose) in the blood caused by abnormalities in insulin secretion, insulin work or both (PERKENI 2015). Patients with type 2 diabetes mellitus have an increased risk of infection and sepsis in approximately 20.1-22.7% of all sepsis patients. This study aims to determine the relationship between type 2 diabetes mellitus and sepsis mortality in the emergency department of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2017.
Methods: The design of this study is a retrospective cohort using medical records of septic patients. The study sample was septic patients aged ≥ 18 years in the emergency room at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2017 is domiciled in Jabodetabek, which is 357 patients
Result: The relationship between type 2 DM and sepsis mortality has a significant relationship with RR of 0.55 (95% CI: 0.35-0.87) while the adjusted RR is 0.75 after
multivariate analysis was not significantly different from RR crude at bivariate analysis of 0.55 which means the two analyzes prove that the association of type 2 DM with mortality is protective."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmawati Fadlin
"Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi pada diabetes melitus, salah satunya adalah nefropati diabetik. Pendeteksian nefropati diabetik dapat dilakukan dengan menghitung nilai eLFG maupun UACR. Di sisi lain, senyawa 8-iso-Prostaglandin F2? yang merupakan salah satu biomarker stres oksidatif sedang diteliti sebagai penanda awal gangguan fungsi ginjal.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kadar 8-iso-Prostaglandin F2? dengan bertambahnya durasi DM tipe 2 dan korelasinya dengan nilai eLFG. Subjek penelitian terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok pasien DM tipe 2 n = 48 dan kelompok subjek non DM n = 13 di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Kadar 8-iso-Prostaglandin F2? diukur dengan menggunakan ELISA dan nilai eLFG dihitung menggunakan persamaan CKD-EPI.
Hasil uji beda rerata menunjukkan terdapat perbedaan kadar 8-iso-Prostaglandin F2? p = 0,010 tetapi tidak terdapat perbedaan nilai eLFG p = 0,610 pada pasien DM tipe 2 tahun 2016-2017. Hubungan antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2? dengan eLFG berdasarkan persamaan CKD-EPI pada sampel DM tipe 2 r = 0,293; p = 0,043 . Sehingga diketahui bahwa terdapat hubungan positif bermakna antara kadar 8-iso-Prostaglandin F2? dengan nilai eLFG pada pasien DM tipe 2 tahun 2016-2017.

Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with characteristics of hyperglycemia. Hyperglycemia can lead to various complications in diabetes mellitus, one of them is diabetic nephropathy. Detection of diabetic nephropathy can be done by calculating both eLFG and UACR values. On the other hand, the 8 iso Prostaglandin F2 compound which is one of the oxidative stress biomarkers is being investigated as an early marker of impaired renal function.
The objective of this study was to analyze the level of 8 iso Prostaglandin F2 with increasing duration on T2DM patients and its correlation with eGFR. Samples were divided into two groups, which was T2DM patients n 48 and non DM subjects n 13 at Pasar Minggu Community Health Center. 8 iso Prostaglandin F2 concentrations were measured using ELISA and eGFR were calculated using CKD EPI equation.
The result of mean different test showed there was difference of 8 iso Prostaglandin F2 concentration p 0,010 but there was no difference of eGFR value p 0,610 on T2DM patients in 2016 2017. The correlation between 8 iso Prostaglandin F2 and eGFR in T2DM samples r 0,293 p 0,043 . The results showed that there was a significant positive correlation between 8 iso Prostaglandin F2 concentration and eGFR CKD EPI equation on T2DM patients in 2016 2017.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misella Elvira Farida
"Kualitas tidur yang buruk pada pasien diabetes melitus tipe 2 akan berdampak pada kualitas hidupnya. Kualitas tidur yang buruk disebabkan oleh tanda dan gejala serta komplikasi diabetes melitus yang diakibatkan oleh status kontrol gula darah yang buruk. Kadar HbA1c dapat menggambarkan status kontrol gula darah pasien dalam tiga bulan terakhir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kadar HbA1c dengan kualitas tidur pada pasien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian ini adalah analisis korelatif dengan pendekatan cross sectional, reponden pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 sebanyak 110 pasien di Poli Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengambilan samel dengan teknik consecutive sampling. Data kadar HbA1c diambil dari hasil pemeriksaan HbA1c responden dalam tiga bulan terakhir dan kualitas tidur diukur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan kualitas tidur responden (p=0,000) dimana responden dengan kadar HbA1c pada kategori diabetes memiliki peluang 45 kali untuk memiliki kualitas tidur yang buruk dibandingkan responden dengan kadar HbA1c pada kategori normal.
Penelitian ini merekomendasikan kepada perawat agar memberikan edukasi mengenai manajemen diabetes melitus sehingga pasien dapat mempertahankan status kontrol gula darah yang baik dan mendapatkan kualitas tidur yang baik.

Poor sleep quality in patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM) will have an impact on their quality of life. Poor sleep quality is caused by signs and symptoms and complications of diabetes mellitus caused by poor glycemic control. HbA1c level describes the patient's glycemic control in the last three months.
This study aims to identify the relationship between HbA1c level and sleep quality in patients with T2DM. The study was using a cross sectional approach, 110 patients with T2DM at the Endocrine Polyclinic of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Referal Hospital Jakarta were recruited by consecutive sampling technique. HbA1c level was taken from the results of HbA1c examination of respondents in the last three months and sleep quality was measured by the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
The results of this study indicated that there was a significant correlation between HbA1c level and the sleep quality of respondents (p = 0,000). The respondents with HbA1c level in the diabetes category have a 45 times greater chance of experiencing poor sleep quality compared to respondents with levels HbA1c in the normal category.
This study recommends the nurses to provid education and encourage patients with T2DM to maintain their glycemic control to promote healthy sleep among diabetic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Wisdhanorita
"Prevalensi diabetes melitus di Indonesia meningkat sebanyak 90.9% persen dari tahun 2007. Perilaku merokok yang diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes melitus juga mengalami peningkatan sebesar 6,14% (Riskesdas, 2013). Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan diabetes melitus tipe 2 (Cho dkk, 2014; Sairenchi dkk, 2004; Shi dkk, 2013; Papier, 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Perilaku Merokok Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kecamatan Bogor Tengah. Desain penelitian menggunakan kohort retrospektif. Sampel terdiri dari 1804 responden yang berasal dari studi kohort faktor risiko PTM.  Responden diamati selama 6 tahun. Insidens rate diabetes melitus adalah 4,13%. Hasil analisis multivariat dengan cox extended setelah dikontrol dengan jenis kelamin dan IMT menunjukan bahwa perilaku merokok memiliki nilai HR 1,122 (95% CI: 0,869-1,447) dengan nilai p 0,377, p value > α, hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 tidak terbukti signifikan secara statistik.

The prevalence of diabetes mellitus in Indonesia increased by 90.9% percent from 2007. Smoking behavior which is thought to be one of the factors causing diabetes mellitus also increased by 6.14% (Riskesdas, 2013). Various studies have shown that there is a relationship between smoking behavior and type 2 diabetes mellitus (Cho et al., 2014; Sairenchi et al., 2004; Shi et al., 2013; Papier, 2016). This study aims to determine the relationship between smoking behavior and the incidence of type 2 diabetes mellitus in Bogor Tengah sub-district. Study design is retrospective cohort. The sample consisted of 1804 respondents from the non communicable disease cohort study. Respondents were observed for 6 years. The incidence of diabetes mellitus rate is 4.13%. The results of multivariate analysis with extended cox after being controlled by sex and BMI showed that smoking behavior had an HR 1.122 (95% CI: 0.869 - 1.447) with p value  0.377, p value> a, the relationship between smoking behavior and the incidence of type 2 diabetes mellitus not statistically significant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pertiwi Puji Lestari
"Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit yang menyebabkan morbiditas tinggi, mortalitas, komplikasi penyakit, dan peningkatan biaya kesehatan. Prolanis bertindak sebagai perawatan kesehatan upaya penderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan efektif dan biaya pelayanan kesehatan yang efisien. Namun, kepatuhan pasien DM tipe 2 yang rendah adalah a faktor yang membuat program Prolanis kurang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan deskripsi kepatuhan prolanis pada pasien DM tipe 2 di Bojonggede Perawatan Kesehatan Utama. Ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Data Teknik pengumpulan adalah wawancara mendalam, observasi, dan tinjauan dokumen. Itu hasil 7 pasien dengan DM tipe 2 menunjukkan bahwa faktor predisposisi untuk kepatuhan adalah kurangnya pengetahuan tentang DM tipe 2 masih pada tingkat terendah tahu. Bala bantuan Faktor tersebut dari tenaga kesehatan, seperti kegiatan kunjungan rumah masih belum optimal. Sementara
dukungan keluarga telah diberikan, tetapi sebagian kecil dari penderita DM tipe 2 masih kurang dukungan keluarga. Faktor yang memungkinkan kepatuhan prolanis untuk aksesibilitas telah terjangkau, namun fasilitas untuk senam, pendidikan, buku pemantauan kesehatan, dan masih kurang. Faktor persepsi kepatuhan adalah kecemasan tentang DM tipe 2, takut konsekuensi yang akan terjadi, dan adanya manfaat berpartisipasi dalam program prolanis, dan juga hambatan kepatuhan seperti hujan, waktu program implementasi, aktivitas kerja, fasilitas dan infrastruktur.

Type 2 diabetes mellitus is a disease that causes high morbidity, mortality, disease complications, and increased health costs. Prolanis acts as a health care effort for sufferers of chronic diseases to achieve optimal quality of life in an effective and cost efficient health service. However, low compliance with type 2 DM patients is a factor that makes the Prolanis program less than optimal. The purpose of this study is to determine the description of prolanal adherence in type 2 DM patients in Bojonggede Primary Health Care. This is a qualitative research with a case study design. Data collection techniques are in-depth interviews, observations, and document reviews. The results of 7 patients with type 2 DM showed that the predisposing factor for adherence was the lack of knowledge about type 2 DM still at the lowest know level. Reinforcements These factors from health workers, such as home visits are still not optimal. While family support has been provided, but a small proportion of sufferers of type 2 diabetes still lack family support. Factors that allow prolanis compliance for accessibility have been reached, but facilities for gymnastics, education, health monitoring books, and still lacking. Perceived factors of compliance are anxiety about type 2 diabetes, fear of the consequences that will occur, and the benefits of participating in prolanis programs, and also obstacles to compliance such as rain, program implementation time, work activities, facilities and infrastructure.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ledya Octaviani
"Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah akibat kelainan pada sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. Tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan pada beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, jantung, saraf, dan pembuluh darah. Kadar glukosa darah pada penderita diabetes dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti asupan, aktivitas fisik, dan lainlain.
Skripsi ini bertujuan untuk melihat perbedaan proporsi kadar glukosa darah pada penderita diabetes berdasarkan aktivitas fisik dan faktor lainnya. Penelitian ini dilakukan pada penderita diabetes di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu pada bulan April 2018. Desain penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah sampel 110 orang. Kadar glukosa darah diketahui melalui catatan medik responden, aktivitas fisik dan asupan diketahui melalui kuesioner aktivitas fisik GPAQ dan Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire SFFQ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 57,3 penderita diabetes memiliki kadar glukosa darah terkontrol. Uji chi-square menyatakan bahwa variabel aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, asupan serat, durasi penyakit, dan stres memiliki perbedaan bermakna dengan kadar glukosa darah. Untuk meningkatkan angka kadar glukosa darah terkontrol pada penderita diabetes, disarankan untuk diberikan edukasi mengenai aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, asupan serat, dan manajemen terhadap stres apabila diperlukan kepada penderita diabetes.

Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by high blood glucose levels due to abnormalities in insulin secretion, insulin action, or both. High blood levels in diabetics are associated with long term damage, dysfunction, and failure of some organs, especially the eyes, kidneys, heart, nerves, and blood vessels. Blood glucose levels of diabetics can be influenced by various factors such as intake, physical activity, and others.
This study aims to see the differences proportion of blood glucose levels in diabetics based on physical activity and other factors. The study was conducted on diabetics at Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu on April 2018. The design of this study is cross sectional with a total sample of 110 people. Blood glucose levels are known through the medical records of respondents, physical activity and intake are known through physical activity questionnaires GPAQ and Semi quantitative Food Frequency Questionnaire SFFQ.
The results showed that 57.3 of diabetics had controlled blood glucose levels. Chisquare test showed that physical activity, medication adherence, fiber intake, duration of disease, and stress have significant differences with blood glucose levels. To increase the rate of controlled blood glucose in diabetics, it is recommended to be educated about physical activity, fiber intake, and management of stress if necessary in diabetics.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsan
"Dukungan keluarga diperlukan untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan diidentifikasinya hubungan dukungan keluarga klien diabetes melitus tipe 2 dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Tebet Juni 2018. Desain dalam penelitian analitik cross sectional dengan jumlah sampel 100 klien DM tipe 2. Analisa data menggunakan korelasi Chi-Square. Hasil penelitian didapatkan hubungan antara dukungan keluarga klien DM dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan p value 0.000, ? : 0.05 . Perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan meningkatkan dukungan keluarga klien dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendidikan kesehatan terstruktur, mengembangkan konsep dukungan keluarga klien DM Tipe 2 dalam kaitannya dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dan puskesmas kecamatan harus mendukung keberhasilan program PTM yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat agar dapat mengatasi masalah kesehatan lebih lanjut.

Family support is needed to use of health service facilities. This study aims to identify the relationship of family support for type 2 diabetes mellitus clients with the use of health service facilities in Tebet district in June 2018. Design in cross sectional analytical research with sample size of 100 DM type 2 clients. Data analysis using Chi Square correlation. The result of the research shows the correlation between family support DM client with the use of health service facility p value 0.000, 0.05 . Nurses are expected to provide optimal nursing care and improve client 39 s family support in the use of health care facilities with structured health education, developing the concept of family support DM Type 2 clients in relation to the use of health care facilities and district health centers must support the success of the PTM program that has been proclaimed by central government in order to address further health problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>