Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138135 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elsha Fara
"

Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja termasuk di lingkungan pendidikan. Berbagai program untuk mengurangi kekerasan seksual telah dilakukan. Namun, kebanyakan hanya menargetkan kepada korban maupun pelaku. Di sisi lain, individu yang menjadi pengamat atau bystander bisa memiliki peran untuk dapat terlibat dalam pencegahan kekerasan seksual. Salah satu upaya untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus adalah melalui keterlibatan mahasiswa untuk menampilkan perilaku bystander yang aktif. Objektif studi ini untuk melihat perubahan perilaku bystander yang aktif pada mahasiswa melalui pelatihan intervensi bystander. Dengan metode penelitian single-group pre-post design, studi ini menggunakan mahasiswa (n = 11) dari Universitas Indonesia (UI). Instrumen yang digunakan untuk mengukur perubahan tingkah laku adalah Bystander Behavior Scale-Revised (BBS-R). Hasil uji beda menunjukkan peningkatan tingkah laku bystander signifikan (p = 0.05) setelah intervensi pelatihan bystander dijalankan. Diindikasikan bahwa intervensi memiliki efektivitas pada sampel mahasiswa UI tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu program di kampus yang berguna untuk dapat mencegah kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus.


The sexual violence can occur anywhere even in an educational environment. Various programs to reduce sexual violence have been carried out. However, the most programs targetting victims and perpetrators only. On the other hand, individuals who are observers or called bystander have a role to be involved in preventing sexual violence. So, one of the efforts to prevent sexual violence in the campus environment is through the involvement of students to show active bystander behavior. The objective of this study is to look at changes in active bystander behavior in students through bystander intervention training. With a single-group pre-post design research method, this study uses students (n = 11) from the University of Indonesia (UI). The instrument used to measure behavior change is the Bystander Behavior Scale-Revised (BBS-R). The results showed a significant increasing in bystander behavior (p = 0.05) after the bystander training intervention was carried out. It was indicated that the intervention had effectiveness in the sample of the UI`s students. It is hoped that this research can be one of the programs on campus that is useful to be able to prevent sexual violence on campus.

"
2019
T53208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutvia Aviva Naila Lantana
"Victim blaming atau tindakan menyalahkan korban sering terjadi dalam masyarakat ketika muncul kasus kekerasan seksual, salah satunya adalah ketika kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus. Film Penyalin Cahaya (2021) menjadi salah satu film yang menceritakan mengenai kekerasan seksual terutama di lingkungan kampus dan dunia digital, serta korban yang harus mengalami victim blaming karena mencoba untuk mengusut kekerasan seksual yang dialaminya. Penulis mengidentifikasi film menggunakan pendekatan kriminologi visual dan film tersebut memberikan representasi victim blaming serta menggambarkan perjuangan korban mendapatkan keadilan. Melalui viktimologi kritis, penulis mengidentifikasikan juga kalau Penyalin Cahaya memperlihatkan bagaimana kebijakan kampus tidak dapat melindungi korban kekerasan seksual dan adanya tumpang tindih kekuasaan yang dimiliki pelaku.

Victim blaming, or the act of blaming the victim, often occurs in society when cases of sexual violence arise, one of which is when sexual violence occurs on campus. The film Photocopier (2018) is one of the films that talk about sexual violence, especially in the campus environment and the digital world, as well as victims who must experience victim blaming for trying to investigate the sexual violence they experienced. The writer identifies the film using a visual criminology approach, and the film provides a representation of victim blaming and depicts the victim's struggle for justice. Through critical victimology, the author also identifies that the Photocopier shows how campus policies cannot protect victims of sexual violence and that there is an overlap of powers that the perpetrators have."
Depok: 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Hasanah Soejoeti
"Kekerasan seksual di kampus merupakan tindak kejahatan dengan tingkat pelaporan yang sangat rendah. Sementara itu, berdasarkan sejumlah penelitian terdahulu, diketahui bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah peristiwa traumatis yang sangat berdampak pada kesehatan mental dan fisik korbannya. Oleh karenanya, tesis ini membahas seputar permasalahan kriminologis kekerasan seksual di ranah perguruan tinggi, khususnya kebijakan pencegahan dan penanggulangan di Perguruan Tinggi X dan Y. Penelitian ini adalah penelitian kriminologi feminis dengan menggunakan pendekatan kritis. Hasil penelitian menyarankan bahwa model kebijakan yang ideal harus mencakup aspek Pelaporan, Penanganan, Pencegahan, Pendanaan, Monitoring dan Evaluasi.

Campus sexual assault is the most underreported crime. Meanwhile, previous studies reveal that sexual violence is a traumatic event that has major impacts on the mental and physical health of its victims. Against that background, this thesis discusses the criminological problem of campus sexual assault, particularly the prevention and response policy aspect at University X and Y. This research is a criminology-feminist study using a critical approach. The result of the study suggests that the ideal policy model must include Reporting, Response, Prevention, Funding, Monitoring and Evaluation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Sekar Wijayanti
"Kampus merupakan lingkup akademik yang seharusnya bebas dari segala bentuk kekerasan seksual. Namun, realitanya ditemukan bahwa kekerasan seksual juga terjadi di kampus. Studi ini bertujuan untuk melihat respons kampus dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswa-mahasiswinya. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 32 kasus berita yang bersumber dari media di Indonesia dan juga pengakuan korban di media sosial dari tahun 2015 hingga 2021. Hasil temuan data menunjukkan bahwa kampus cenderung memberikan respons yang buruk kepada korban yang secara langsung melaporkan kasusnya ke pihak kampus. Respons buruk yang dilakukan kampus merupakan bentuk dari institutional betrayal. Hasil temuan dalam studi ini juga menemukan bahwa institutional betrayal yang dilakukan kampus menunjukan bahwa rape culture hadir dalam kampus melalui penutupan kasus yang dilaporkan korban. Selain itu, studi ini menggunakan teori viktimologi kritis untuk melihat respons institutional betrayal dan kekerasan seksual yang terjadi di kampus melalui adanya ideal victim dan mahasiswi yang rentan menjadi korban kekerasan seksual.

University as an academic setting should have been free from any form of sexual violence. However, it is found that sexual violence occurs in universities. This study aims to see campuses’ responses to sexual violence against their students. This study uses secondary data analysis from 32 cases from online news and the victims’ confessions on social media from 2015 through 2021. The data findings show that campuses tend to give inadequate responses to students who directly report their cases to the campus. The inadequate response by the campus is a form of institutional betrayal. This study also found that institutional betrayal by campuses showed that rape culture is present on campus with how they tend to deny the victims’ experience. In addition, this study uses critical victimology theory to see institutional betrayal responses and sexual violence that occurs on campus through the existence of ideal victims and female students who are more vulnerable to being victims of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Mutiarahmanika
"Tesis ini membahas tentang representasi kekerasan seksual terhadap anak perempuan dalam film Korea Selatan berjudul Hope, dan berfokus pada dampak dari kekerasan seksual, proses pemulihan korban, dan proses pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis teks semiotika. Penelitian ini menjadi relevan dalam menggali apakah film ini benar-benar menciptakan naratif alternatif yang memperkuat pengalaman perempuan atau hanya mengikuti pola konvensional yang masih terikat oleh male gaze. Selain itu, melihat upaya sinema dalam mengatasi dan merombak norma-norma dominan, penelitian ini dapat memberikan pandangan baru terhadap peran film dalam mengubah perspektif dan memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi dampak dari terjadinya kekerasan seksual dalam film Hope meliputi cedera fisik, trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri. Representasidampak pada orang tua korban yaitu menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa anak mereka, dan perasaan sedih yang mendalam. Pada proses pemulihan, representasi yang ditampilkan adalah korban mendapatkan bantuan dari seorang psikolog anak, dan penggunaan tokoh kartun favorit korban sebagai sumber kekuatan dan kenyamanan bagi korban. Representasi proses pemidanaan pelaku yang ditunjukkan meliputi proses identifikasi pelaku, persidangan, dan hasil putusan hukum.

This thesis discusses the representation of sexual violence against girls in a South Korean film titled Hope, and focuses on the impact of sexual violence, the victim's recovery process, and the criminalization process of sexual violence perpetrators. This research is a qualitative study with a semiotic text analysis method. This research becomes relevant in exploring whether this film really creates an alternative narrative that strengthens women's experiences or only follows conventional patterns that are still bound by the male gaze. In addition, seeing cinema's efforts to overcome and overhaul dominant norms, this research can provide new insights into the role of film in changing perspectives and fighting for more inclusive and just representations. The results show that the representation of the impact of sexual violence in Hope includes physical injury, psychological trauma and loss of self-confidence. The representation of the impact on the victim's parents is self-blame for what happened to their child, and feelings of deep sadness. In the recovery process, the representation shown is the victim getting help from a child psychologist, and the use of the victim's favorite cartoon character as a source of strength and comfort for the victim. The representation of the criminalization process of the perpetrator shown includes the process of identifying the perpetrator, the trial, and the results of the legal decision."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Ashriana
"Kekerasan seksual merupakan tindakan pelanggaran hak asasi yang dilatarbelakangi oleh budaya patriarki. Akhir-akhir ini, kasus kekerasan seksual cukup tinggi dan cenderung menuai banyak kesalahpahaman yang membuat korban disalahkan dan pelakunya hanya dibiarkan. Dalam empat cerpen Kelam Kelamin, Laviaminora menyuarakan potret dan pengaruh kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma pada korban. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bentuk kekerasan seksual dan bentuk trauma yang terdapat pada karya Laviaminora tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dan kajian psikoanalisis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan identifikasi dan analisis terhadap masing-masing tokoh cerpen, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat berbagai bentuk kekerasan seksual yang memengaruhi timbulnya beragam bentuk gejala trauma. Bentuk trauma tersebut bergantung pada bagaimana tokoh memaknai, memproses, dan menanggapi tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.

Sexual violence is an act of violation of human rights caused by a patriarchal culture. Lately, cases of sexual violence are quite high and tend to reap a lot of misunderstandings that make the victim blamed and the perpetrators are left alone. In the four short stories Kelam Kelamin, Laviaminora voiced the portrait and influence of sexual violence that traumatized the victim. This study aims to reveal the forms of sexual violence and forms of trauma contained in Laviaminora's work. To achieve the aim, this study uses a literary psychology approach and psychoanalytic studies. The research method used a descriptive qualitative method. Based on the identification and analysis of each character in the short story, it is concluded that various forms of sexual violence affect the emergence of various forms of trauma symptoms. The form of trauma depends on how the characters interpret, process, and respond to the acts of sexual violence they experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Kristanti
"ABSTRAK
Premarital sexual compliance merupakan fenomena yang cukup lazim ditemukan pada perempuan dan kecenderungan ini dipengaruhi oleh sosialisasi peran gender. Salah satu hal yang dapat mengurangi kecenderungan sexual compliance perempuan adalah apabila ia asertif secara seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas intervensi kognitif-perilaku untuk meningkatkan asertivitas seksual pada perempuan yang menunjukkan premarital sexual compliance. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental dengan pretest-posttest nonequivalent control group design. Masing-masing kelompok terdiri dari lima orang yang diperoleh lewat purposive sampling. Partisipan dalam kelompok intervensi mengikuti lima kali sesi individual serta satu kali pra-sesi dan satu kali sesi follow-up. Sementara itu, partisipan dalam kelompok kontrol diberikan buku psikoedukasi tanpa sesi tatap muka. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif menggunakan adaptasi alat ukur Sexual Assertiveness Questionnaire for Women SAQ-W serta data kualitatif tentang perubahan kognisi dan perilaku partisipan sebelum dan sesudah mengikuti intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi kognitif-perilaku dapat meningkatkan asertivitas seksual pada perempuan yang menunjukkan premarital sexual compliance. Partisipan pada kelompok intervensi juga menjadi dapat mengidentifikasi batasan seksual mereka, memodifikasi pikiran yang menghalangi perilaku asertif secara seksual, dan menerapkan teknik behavioral yang dapat memfasilitasi munculnya perilaku asertif dalam konteks seksual.

ABSTRACT
Premarital sexual compliance is a common phenomenon among women and is influenced by gender role socialization. Sexual assertiveness is found to reduce the likelihood of women engaging in sexual compliance. This study aimed to identify effectiveness of cognitive behavioral intervention to enhance sexual assertiveness in women who exhibit sexual compliance. This was a quasi experimental study conducted with pretest posttest nonequivalent control group design. Each group consisted of five participants recruited through purposive sampling. Participants in the intervention group participated in five individual sessions, preceded by a pre session and followed by a follow up session. Meanwhile, participants in the control group was given psychoeducation books without any face to face session. Analysis was conducted by comparing quantitative data obtained by Indonesian adaptation of Sexual Assertiveness Questionnaire for Women SAQ W and qualitative data showing changes in participants rsquo cognition and behavior before and after the intervention took place. This study showed that cognitive behavioral intervention can succesfully enhance sexual assertiveness in women who exhibit sexual compliance. Participants in intervention group were able to identify what they want and do not want in sexual situation, modify their maladaptive thoughts that lead to unassertive behaviors, and apply behavioral techniques that may facilitate the occurence of assertive behaviors in sexual context."
2017
T48728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umanitya Fitri Hanryana
"Internalisasi misoginisme berdampak serius terhadap diskriminasi perempuan. Bukti nyata dari internalisasi misoginisme dapat dilihat dalam kasus kekerasan seksual saat perang yang digunakan untuk mengintimidasi, meneror, dan menghancurkan perempuan baik secara fisik maupun martabat kemanusiaanya. Hal ini sering berujung pada femisida atau pembunuhan perempuan karena identitasnya. Perempuan dalam situasi perang juga mengalami ketidakadilan yang berlapis baik karena gendernya maupun karena etnis, kebangsaan, maupun agamanya. Contoh kasus kekerasan seksual saat perang dapat kita lihat dalam konflik di Rwanda, Ukraina, Kongo, dan Yugoslavia. Tulisan menyajikan pandangan komprehensif mengenai bagaimana internalisasi misoginisme dapat menjadi bagian dari kekerasan seksual dalam peperangan dan bagaimana membayangkan upaya penyelesaian kasus kekerasan seksual di zona peperangan. Metode kritis feminis digunakan untuk membongkar adanya ketidakadilan yang dialami perempuan di zona konflik. Penulis juga melakukan pembacaan kritis terhadap wawancara kualitatif. Dari refleksi filosofis permasalahan ini, ditemukan bahwa terdapat normalisasi terhadap kekerasan akibat dari internalisasi misoginisme. Ini dikarenakan hak asasi manusia secara konseptual masih meluputkan soal partikularitas hak asasi perempuan. Untuk itu diperlukan upaya rekognisi terhadap kekerasan yang dialami perempuan dalam situasi perang guna mencapai keadilan bagi perempuan.

The internalization of misogyny has serious implications for the discrimination against women. Concrete evidence of the internalization of misogyny can be seen in cases of sexual violence during wars, which are used to intimidate, terrorize, and degrade women both physically and in their human dignity. This often leads to femicide or the murder of women based on their identity. Women in wartime situations also experience layered injustices based on their gender, ethnicity, nationality, or religion. Examples of sexual violence during war can be observed in conflicts in Rwanda, Ukraine, Congo, and Yugoslavia. This text presents a comprehensive view of how the internalization of misogyny can be part of sexual violence in warfare and how to envision efforts to address cases of sexual violence in war zones. Critical feminist methods are employed to expose the injustices experienced by women in conflict zones. The author also critically analyzes qualitative interviews. Through philosophical reflection on this issue, it is found that there is a normalization of violence resulting from the internalization of misogyny. This is because human rights, conceptually, still overlook the particularities of women's rights. Therefore, recognition efforts are needed to address the violence experienced by women in war situations in order to achieve justice for women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabiela Tenriummu Ramly
"“Standar ganda seksual” merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan adanya penilaian negatif oleh masyarakat patriarki kepada perempuan yang tidak tunduk dengan ekspektasi peran gender. Bentuk penerimaan diri para perempuan pendukung gerakan body positivity dilihat secara seksual dan dinilai negatif, khususnya di media sosial TikTok. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus untuk menjelaskan fenomena serangan “standar ganda seksual” terhadap perempuan content creator yang mendukung gerakan body positivity pada media sosial TikTok sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang siber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangan “standar ganda seksual” hadir dan melanggengkan sistem patriarki yang memaksa perempuan untuk bungkam dan patuh dengan standar yang tidak realistis yang dikonstruksikan oleh ekspektasi masyarakat patriarki. Teori feminis radikal juga menjelaskan bagaimana serangan balik kepada perempuan pendukung gerakan body positivity dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang menimbulkan beberapa dampak dan juga berusaha untuk membungkam para perempuan yang melakukan perlawanan atas tuntutan sistem patriarki.

“Sexual double standards” is a concept that explain the negative assessment by patriarchal society of women who do not obey the expectations of the gender roles. Messages voiced by women through the content of the body positivity movement are viewed sexually and viewed negatively, especially on TikTok. This qualitative research will use case study method to explain the phenomenon of "sexual double standards" as a backlash against female content creators who promote the body positivity movement on TikTok as a form of sexual violence against women in cyberspace. The results of this study show that the "sexual double standards" attack exists and perpetuates a patriarchal system that forces women to remain silent and comply with unrealistic standards constructed by the expectations of a patriarchal society. Radical feminist theory also explains how the backlash against women who support the body positivity movement to be a form of sexual violence against women which has several impacts and also tries to silence women who fight against the demands of the patriarchal system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>