Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naya Prakasita Putri
"Biosurfaktan adalah agen aktif permukaan (surfaktan) yang dapat menurunkan tegangan permukaan minyak dan dapat digunakan dalam peningkatan perolehan minyak bumi secara hayati (Microbial Enhanced Oil Recovery / MEOR). Bakteri Halomonas meridiana BK-AB4 diharapkan dapat bertahan pada kondisi reservoir yang memiliki suhu dan salinitas tinggi sehingga cocok untuk digunakan dalam MEOR. Uji potensi dengan media agar darah menunjukkan hemolisis tipe alfa (α) yang menunjukkan adanya biosurfaktan yang diproduksi oleh bakteri Halomonas meridiana BK-AB4. Kultur starter optimum didapatkan setelah pertumbuhan selama 6 jam. Komposisi POME yang digunakan dianalisis dengan GC-MS dan didapatkan susunan utamanya adalah asam oleat dan asam palmitat. Kondisi optimum produksi biosurfaktan pada konsentrasi POME (v/v) 20%, suhu 65°C, pH 8 dan konsentrasi NaCl (w/v) 7% dengan nilai ODA 1,382 cm dan nilai IFT 1,817 dyne/cm. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya gugus asam karboksilat ataupun ester yang mengindikasikan jenis biosurfaktan asam lemak.

Biosurfactant is surface active agents (surfactant) that is able to reduce surface tension of oil and can be utilized for Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Halomonas meridiana BK-AB4 is a strain of microorganism that is able to survive in high temperature and salinity as in oil reservoirs, which will be suitable for MEOR. Hemolysis assay with blood agar showed alpha type hemolysis that indicated biosurfactant produced by Halomonas meridiana BK-AB4. The optimum starter culture is obtained after 6 hours of culitvation. Composition of POME is analyzed with GC-MS which primarily consisted of oleic acid and palmitic acid. Optimum biosurfactant production is at POME concentration (v/v) of 20%, 65°C temperature, pH 8 and NaCl concentration (w/v) of 7% with ODA value 1.382 cm and IFT 1,817 dyne/cm. FT-IR analysis showed functional groups of carboxylic acid or ester which indicated fatty acid class biosurfactant.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nanda Sari
"Indonesia saat ini mengalami penurunan produksi minyak seiring semakin tuanya sumur-sumur produksi. Salah satu lokasi sumur minyak tersebut adalah lapangan Rantau yang terletak di Aceh Tamiang. Banyaknya studi EOR yang terkait dengan karakter reservoirnya, menyebabkan lapangan ini dijadikan sebagai model untuk penelitian EOR.
Pada penelitian sebelumnya telah diteliti potensi Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan minyak zaitun yang menghasilkan biosurfaktan dengan karakteristik tahan pada konsentrasi garam dan suhu tinggi yang sesuai dengan karakteristik reservoir lapangan Rantau. Pada penelitian ini dilakukan uji lebih lanjut yang bertujuan untuk mengukur potensi biosurfaktan yang dihasilkan oleh Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk aplikasi EOR. Optimasi produksi
dilakukan menggunakan analisis single factor dan Response Surface Methodology (RSM) dengan parameter konsentrasi POME, konsentrasi NaCl, masa inkubasi dan pH terhadap
aktivitas biosurfaktan yang diukur berdasarkan nilai Oil Displacement Area (ODA).
Kondisi optimum untuk biokonversi POME menjadi biosurfaktan dengan metode curah berdasarkan analisis RSM diperoleh dalam medium yang mengandung POME 16% (v/v),
NaCl 4,7% (w/v), pH 6,7 dan waktu inkubasi 112 jam. Pada kondisi optimum ini diperoleh ekstrak kasar sekitar 3,98 g/L±0,18 kultur dengan nilai ODA 3,6 cm. Sifat fisikokimia biosurfaktan yang dihasilkan memiliki nilai Critical Micelle Concentration (CMC) sebesar 280 mg/L dengan penurunan tegangan permukaan sebesar 16,5 mN/m, serta nilai E24 tertinggi diperoleh pada minyak mentah CR-04 (Naphthenic–naphthenic) yaitu 76,33%±0,57. Hasil uji stabilitas dengan metode sebaran minyak diperoleh bahwa
surfaktan dapat bekerja optimal pada rentang pH 6-10, konsentrasi garam 15-20% (w/v), dan suhu 45-65 oC. Tipe biosurfaktan berdasarkan spektrum FT-IR dan LC-MS tergolong kedalam golongan asam lemak. Melalui uji EOR diperoleh nilai IFT terendah 0,03 mN/m pada uji stabilitas termal, tergolong kategori fase tipe III dengan karakter water-wet dari hasil uji kelakuan fasa dan kebasahan batuan. Kinerja faktor perolehan (recovery factor) skala laboratorium adalah 23,89% pada pengukuran imbibisi. Faktor perolehan yang didapat dengan metoda core flooding relatif terhadap persentase Saturated oil residue (Sor) adalah 7,7%, Saturated oil initial (Soi) adalah 5,1%. Berdasarkan data fisikokimia dan hasil uji EOR, biosurfaktan dari Halomonas meridiana BK-AB4 berpotensi dikembangkan lebih lanjut sebagai surfaktan EOR.

Indonesia is currently experiencing a decline in oil production as production wells are getting old. One of the locations for the oil well is the Rantau field, located in Aceh Tamiang. The number of EOR studies related to the character of the reservoir, causes this field to be used as a model for EOR research. In a previous study, the potential of Halomonas meridiana BK-AB4 using olive oil was investigated which produces biosurfactants with resistant characteristics at salt concentrations and high temperatures that are in accordance with the characteristics of the Rantau field reservoir. In this study, further tests were carried out aimed at measuring the potential of the biosurfactant produced by Halomonas meridiana BK-AB4 using Palm Oil Mill Effluent (POME) for
EOR applications. Production optimization was carried out using single factor analysis and Response Surface Methodology (RSM) with parameters of POME concentration,
NaCl concentration, incubation period and pH of biosurfactant activity measured based on the value of Oil Displacement Area (ODA). The optimum conditions for the
bioconversion of POME to biosurfactant by bulk method based on RSM analysis were obtained in a medium containing POME 16% (v/v), NaCl 4.7% (w/v), pH 6.7 and incubation time of 112 hours. At this optimum condition, crude extract was obtained about 3.98 g/L±0.18 culture with an ODA value of 3.6 cm. The physicochemical properties of the biosurfactants produced have a Critical Micelle Concentration (CMC) value of 280 mg/L with a decrease in surface tension of 16.5 mN/m, and the highest E24 value was obtained in crude oil CR-04 (Naphthenic–naphthenic) which was 76.33 %±0.57. The results of the stability test using the oil distribution method showed that the surfactant could work optimally in the pH range of 6-10, the salt concentration of 15-20% (w/v), and the temperature of 45-65 oC. The type of biosurfactant based on the FT-IR and LC-MS spectrum belongs to the fatty acid group. Through the EOR test, the lowest IFT value was 0.03 mN/m in the thermal stability test, belonging to the type III phase category with water-wet character from the results of phase behavior and rock wetness tests. The
performance of the laboratory scale recovery factor was 23.89% on the imbibition measurement. The recovery factor obtained by the core flooding method relative to the
percentage of Saturated oil residue (Sor) was 7.7%, Saturated oil initial (Soi) was 5.1%. Based on the physicochemical data and EOR test results, the biosurfactant from Halomonas meridiana BK-AB4 has the potential to be further developed as an EOR surfactant.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nanda Sari
"Indonesia saat ini mengalami penurunan produksi minyak seiring semakin tuanya sumur-sumur produksi. Salah satu lokasi sumur minyak tersebut adalah lapangan Rantau yang terletak di Aceh Tamiang. Banyaknya studi EOR yang terkait dengan karakter reservoirnya, menyebabkan lapangan ini dijadikan sebagai model untuk penelitian EOR. Pada penelitian sebelumnya telah diteliti potensi Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan minyak zaitun yang menghasilkan biosurfaktan dengan karakteristik tahan pada konsentrasi garam dan suhu tinggi yang sesuai dengan karakteristik reservoir lapangan Rantau. Pada penelitian ini dilakukan uji lebih lanjut yang bertujuan untuk mengukur potensi biosurfaktan yang dihasilkan oleh Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk aplikasi EOR. Optimasi produksi dilakukan menggunakan analisis single factor dan Response Surface Methodology (RSM) dengan parameter konsentrasi POME, konsentrasi NaCl, masa inkubasi dan pH terhadap aktivitas biosurfaktan yang diukur berdasarkan nilai Oil Displacement Area (ODA). Kondisi optimum untuk biokonversi POME menjadi biosurfaktan dengan metode curah berdasarkan analisis RSM diperoleh dalam medium yang mengandung POME 16% (v/v), NaCl 4,7% (w/v), pH 6,7 dan waktu inkubasi 112 jam. Pada kondisi optimum ini diperoleh ekstrak kasar sekitar 3,98 g/L±0,18 kultur dengan nilai ODA 3,6 cm. Sifat fisikokimia biosurfaktan yang dihasilkan memiliki nilai Critical Micelle Concentration (CMC) sebesar 280 mg/L dengan penurunan tegangan permukaan sebesar 16,5 mN/m, serta nilai E24 tertinggi diperoleh pada minyak mentah CR-04 (Naphthenic–naphthenic) yaitu 76,33%±0,57. Hasil uji stabilitas dengan metode sebaran minyak diperoleh bahwa surfaktan dapat bekerja optimal pada rentang pH 6-10, konsentrasi garam 15-20% (w/v), dan suhu 45-65 oC. Tipe biosurfaktan berdasarkan spektrum FT-IR dan LC-MS tergolong kedalam golongan asam lemak. Melalui uji EOR diperoleh nilai IFT terendah 0,03 mN/m pada uji stabilitas termal, tergolong kategori fase tipe III dengan karakter water-wet dari hasil uji kelakuan fasa dan kebasahan batuan. Kinerja faktor perolehan (recovery factor) skala laboratorium adalah 23,89% pada pengukuran imbibisi. Faktor perolehan yang didapat dengan metoda core flooding relatif terhadap persentase Saturated oil residue (Sor) adalah 7,7%, Saturated oil initial (Soi) adalah 5,1%. Berdasarkan data fisikokimia dan hasil uji EOR, biosurfaktan dari Halomonas meridiana BK-AB4 berpotensi dikembangkan lebih lanjut sebagai surfaktan EOR.

Indonesia is currently experiencing a decline in oil production as production wells are getting old. One of the locations for the oil well is the Rantau field, located in Aceh Tamiang. The number of EOR studies related to the character of the reservoir, causes this field to be used as a model for EOR research. In a previous study, the potential of Halomonas meridiana BK-AB4 using olive oil was investigated which produces biosurfactants with resistant characteristics at salt concentrations and high temperatures that are in accordance with the characteristics of the Rantau field reservoir. In this study, further tests were carried out aimed at measuring the potential of the biosurfactant produced by Halomonas meridiana BK-AB4 using Palm Oil Mill Effluent (POME) for EOR applications. Production optimization was carried out using single factor analysis and Response Surface Methodology (RSM) with parameters of POME concentration, NaCl concentration, incubation period and pH of biosurfactant activity measured based on the value of Oil Displacement Area (ODA). The optimum conditions for the bioconversion of POME to biosurfactant by bulk method based on RSM analysis were obtained in a medium containing POME 16% (v/v), NaCl 4.7% (w/v), pH 6.7 and incubation time of 112 hours. At this optimum condition, crude extract was obtained about 3.98 g/L±0.18 culture with an ODA value of 3.6 cm. The physicochemical properties of the biosurfactants produced have a Critical Micelle Concentration (CMC) value of 280 mg/L with a decrease in surface tension of 16.5 mN/m, and the highest E24 value was obtained in crude oil CR-04 (Naphthenic–naphthenic) which was 76.33 %±0.57. The results of the stability test using the oil distribution method showed that the surfactant could work optimally in the pH range of 6-10, the salt concentration of 15-20% (w/v), and the temperature of 45-65 oC. The type of biosurfactant based on the FT-IR and LC-MS spectrum belongs to the fatty acid group. Through the EOR test, the lowest IFT value was 0.03 mN/m in the thermal stability test, belonging to the type III phase category with water-wet character from the results of phase behavior and rock wetness tests. The performance of the laboratory scale recovery factor was 23.89% on the imbibition measurement. The recovery factor obtained by the core flooding method relative to the percentage of Saturated oil residue (Sor) was 7.7%, Saturated oil initial (Soi) was 5.1%. Based on the physicochemical data and EOR test results, the biosurfactant from Halomonas meridiana BK-AB4 has the potential to be further developed as an EOR surfactant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salih Muharam
"

Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak terdapat dalam air buangan industri kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent, POME). POME menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen kimia dan berdampak kepada kerusakan ekosistem di perairan. Pada penelitian ini, asam palmitat dalam sistem emulsi air-etanol dan satu fasa (air) dengan pH basa digunakan sebagai model limbah cair POME untuk di elektrooksidasi menggunakan anoda Boron-Doped Diamond (BDD) secara kontinu dan batch. Karakterisitik kinerja anoda BDD di amati melalui siklik voltametri dan kronoamperometri, sedangkan penurunan asam palmitat dimonitor dengan pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD) dan LCMS-MS pada setiap waktu elektrooksidasi. Selain itu, untuk melihat umur pakai anoda BDD dan stabilitas struktur BDD pada elektrolisis asam palmitat telah dipelajari juga penggunaan potensial tinggi. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa elektrooksidasi asam palmitat pada sistem campuran air-etanol maupun tanpa etanol terjadi secara tidak langsung melalui pembentukan radikal hidroksida pada daerah dekat pembebasan oksigen. Indikator penurunan asam palmitat dalam sistem emulsi air-etanol baik secara kontinu dan batch ditunjukan oleh penurunan COD yang berturut-turut mencapai 75,91% dan 75.46% selama 1 jam elektrooksidasi pada potensial +10,0V. Penurunan COD dipengaruhi oleh besarnya potensial yang diberikan dan lama waktu elektrooksidasi. Pada metoda kontinu, potensial yang diterapkan +10,0V dan lama waktu elektrookasidasi 4 jam tercapai penurunan COD sebesar 87,61%, sedangkan pada metoda batch, potensial yang diterapkan +3,0V dan lama waktu elektrooksidasi sama yaitu 4 jam tercapai penurunan COD tertinggi sebesar 85,75%. Sedangkan penurunan asam palmitat dalam sistem tanpa etanol dan potensial yang diterapkan +5,0V selama 5 menit elektrooksidasi menunjukan efisiensi yang rendah yaitu 37,16% dan bertambahnya waktu penurunan COD konstan. Studi stabilitas struktur BDD menunjukan bahwa penerapan potensial tinggi dan lama waktu elektrooksidasi 4 jam telah menyebabkan penurunan kualitas struktur BDD.


POME causes high chemical oxygen demand and impacts on the damage to the ecosystem in the waters. In this study, palmitic acid in a emulsion system of water ethanol and one-phase system of water and alkaline pH was used as a model of POME liquid waste to be electrooxidated using Boron-Doped Diamond (BDD) anodes continuously and in batches. The performance characteristics of BDD anodes are observed through voltammetry cyclic and chronoamperometry, whereas the decrease in palmitic acid is monitored by the measurement of Chemical Oxygen Demand (COD) and LCMS-MS in every time of electro-oxidation. In addition to looking at the life span of BDD anodes and the stability of BDD structures, high potential use in palmitic acid electrolysis has also been studied. The results of the study indicated that the electro-oxidation of palmitic acid in the water-ethanol emulsion system and the without ethanol occurs indirectly through the formation of hydroxide radicals in the area near oxygen evolution. Indicators of a decrease in palmitic acid in water-ethanol mixture system both continuously and in batch are shown by a decrease in COD which respectively reached 75,91% and 75,46% for one hour of electro-oxidation at a potential of +10,0V. The decrease in COD is influenced by the magnitude of the potential given and the time length of electro-oxidation. In the continuous method, when the potential applied was + 10,0V and the time length was four hours of electro-oxidation, it achieved a COD reduction to 87,61%, while in the batch method, the potential applied was +3,0V and the time length of electro-oxidation was the same that is ie 4 hours, it achieved the highest COD reduction into 85,75%. On the other hand, the decrease of palmitic acid in the solution system without ethanol and the potential applied +5,0V for 5 minutes of electro-oxidation showed a low efficiency of 37,16% and increased time to decrease COD constant. The study of BDD structure stability showed that the application of high potential and the time length of electro-oxidation of 4 hours has caused a decrease in the quality of BDD structure.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Indonesia merupakan negara penghasil Crude Palm Oil terbesar di dunia. Pada proses produksi CPO akan dihasilkan sejumlah besar limbah cair (Palm Oil Mill Effluent) yang mengandung banyak unsur hara seperti N, P, K, Mg, dan Ca. Pada penelitian ini akan ditinjau potensi dari POME sebagai media kultivasi bagi Chlorella vulgaris. Pengamatan dilakukan pada C. vulgaris yang dikultivasi pada medium Walne serta medium POME dari kolam aerob dan fakultatif. Penelitian ini menunjukkan C. vulgaris yang dikultivasi dalam POME dari kolam aerob memiliki rata-rata laju pertumbuhan spesifik, kandungan protein (8,52%), dan kandungan klorofil tertinggi (0,165%). Sedangkan C. vulgaris yang dikultivasi dalam POME dari kolam fakultatif memiliki kandungan lipid tertinggi (3,90%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa POME memiliki potensi untuk dimanfaatkan menjadi medium.

Indonesia is the largest Crude Palm Oil producer in the world. On CPO production, there will generate large amount of Palm Oil Mill Effluent that contain a lot of nutrients, namely N, P, K, Mg, and Ca. This research will review the potential of POME as a medium of C. vulgaris. An observation is applied on C. vulgaris that cultivated on a medium Walne and POME which come from aerobic and facultative pond. This study showed that C. vulgaris that cultivated in POME from aerobic pond have the higest specific growth rate, protein content (8.52%), and chlorophyll content (0.165%). Whereas C. vulgaris that cultivated in POME from facultative pond have the highest lipid content (3.90%). This study propose that POME has a potential to be utilized as a medium.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferina Ihsani Ekawati
"Palm Oil Mill Effluent (POME) merupakan produk samping dari kegiatan pengolahan kelapa sawit yang berpotensi mencemari lingkungan jika dibuang secara langsung karena tingginya nilai Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), dan Total Suspended Solid (TSS). Walau demikian, POME mengandung kandungan organik yang mendukung habitat bakteri anaerobik penghasil hidrogen. Fermentasi gelap merupakan salah satu pendekatan dalam pengolahan POME di mana dalam prosesnya mampu menghasilkan biohidrogen selain mengatasi masalah limbah. Biohidrogen merupakan sumber energi hijau dan berkelanjutan karena tidak melepaskan produk samping yang berbahaya bagi lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan studi pengaruh konsentrasi karbon:nitrogen:fosfor (C:N:P) dalam meningkatkan produksi biohidrogen menggunakan bakteri Enterobacter aerogenes. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi produktivitas bakteri dan hasil total hidrogen adalah sumber nutrien C:N:P dan konsentrasinya. Media yang digunakan adalah POME steril dengan pH 7, fruktosa sebagai sumber karbon, NH4Cl sebagai sumber nitrogen, KH2PO4 sebagai sumber fosfor, dan 5% inokulum bakteri Enterobacter aerogenes dengan inkubasi (24-96 jam, anaerobik, tanpa agitasi, suhu 37oC).  Konsentrasi C:N:P optimum diperoleh pada konsentrasi 5000:500:50 ppm dengan persentase H2 sebesar 1,91%, 12,27%, 18,16%, and 21,33% pada waktu inkubasi 24, 48, 72, dan 96 jam. Terdapat penyisihan nilai COD, BOD, dan TSS terbesar pada POME hasil degradasi bakteri Enterobacter aerogenes, pada variasi konsentrasi C:N:P optimum dengan persentase masing-masing yaitu 89,92%, 84,97%, dan 86,12% pada waktu inkubasi 96 jam.

Palm Oil Mill Effluent (POME) contains organic substances that support the habitat of hydrogen-producing anaerobic bacteria and a by-product of palm oil processing with potential environmental pollution if disposed directly due to its high Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), and Total Suspended Solid (TSS) value. Dark fermentation is one of the approaches in POME processing to produce biohydrogen in addition to overcome waste problem. Biohydrogen is a green and sustainable energy source because does not release harmful by-products for environment. In this research, the effect of carbon:nitrogen:phosphorus (C:N:P) concentrations in order to increase biohydrogen production by using the bacterium Enterobacter aerogenes was conducted. One of the main factors affecting bacterial productivity and total hydrogen yield is the source of C:N:P nutrients and concentrations. The media used were sterilized POME with pH 7, fructose as a carbon source, NH4Cl as a nitrogen source, KH2PO4 as a phosphorus source, and 5% of Enterobacter aerogenes inoculum with incubation (24-96 hours, anaerobic, without agitation, temperature of 37oC). The optimum concentration of C:N:P was obtained at a concentration of 5000:500:50 ppm with the proportion of H2 of 1.91%, 12.27%, 18.16% and 21.33% at incubation times of 24, 48, 72 and 96 hours. The highest removal of COD, BOD, and TSS in POME degradation of Enterobacter aerogenes bacteria, with respective percentage of 89,92%, 84,97%, and 86,12% on the 96th hours of incubation time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafian Awaludin
"Minyak bumi kian hari kian mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena sumur produksi yang sudah tua. Untuk mengatasi itu, diperlukan teknologi yang digunakan dalam perolehan minyak bumi dengan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Dewasa ini, perkembangan teknologi EOR mengarah kepada bidang bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme yang kita kenal sebagai Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Di dalam MEOR, injeksi biosurfaktan merupakan teknik yang paling efisien dalam perolehan minyak bumi. Biosurfaktan yang paling efektif adalah rhamnolipid yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara minyak bumi dengan air. Dalam produksi biosurfaktan oleh bakteri ini, diperlukan substrat sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi. Sumber karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah glukosa, gliserol, molase, kulit pisang, dan minyak jelantah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber karbon yang paling optimum dalam menghasilkan biosurfaktan dari Pseudomonas aeruginosa dengan menggunakan busnell hass medium sebagai media cair pertumbuhan bakteri. Produksi biosurfaktan yang dihasilkan adalah 74mg/L dari glukosa; 63mg/L dari kulit pisang; 66mg/L dari gliserol; 85mg/L dari minyak jelantah; dan 64mg/L dari molase dengan penurunan tegangan permukaan berturut-turut: 33,55 mN/m dari glukosa; 32,51 mN/m dari kulit pisang; 27,55 mN/m dari gliserol; 22,46 mN/m dari minyak jelantah; dan 31,49 mN/m serta memiliki penurunan tegangan antarmuka dari glukosa; kulit pisang; glisero; minyak jelantah; dan molase berturut-turut adalah 15,2 mN/m; 13,78 mN/m; 8,15 mN/m; 0,14 mN/m; dan 11,2 mN/m.

Petroleum nowadays is decreasing due to the decrepitude of production wells. Regarding to this, to solve the problem, it is needed to use the technology in obtaining the petroleum with Enhanced Oil Recovery (EOR). Today, the development of EOR technology moves to the field of biotechnology by using microorganisms known as Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). In MEOR, the biosurfactant’s injection is acknowled as the most efficient technique in the acquisition of petroleum. The most effective biosurfactant is rhamnolipid produced by Pseudomonas aeruginosa, the bacteria which can lower the interfacial tension between the petroleum and water. In biosurfactant’s production thanks to these bacteria, the substrate as the source of carbon in the fermentation process is needed. The source of carbon used in this study are glucose, glycerol, molasses, banana peels, and waste cooking oil.
This research aims to determine the most optimum carbon sources to produce biosurfactant from Pseudomonas aeruginosa by using busnell hass medium as a liquid medium of bacterial growth. Biosrufaktant production’s result are; 74mg/L from glucose; 63mg/L from banana peels; 66mg/L from glycerol; 85mg/L from waste cooking oil; and 64mg/L of molasses with the decreasing surface’s tension in a row: 33.55 mN/m from glucose; 32.51 mN/m from banana peels; 27.55 mN/m from glycerol; 22:46 mN/m from waste cooking oil; and 31.49 mN/m from molases,,and also the decresing of interface tension of glucose; banana peels; glycerol; waste cooking oil; and molases in a row as follow : 15.2 mN/m; 13.78 mN/m; 8:15 mN/m; 0:14 mN/m; and 11.2 mN/m.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kitosan adalah polielektrolit organik semulajadi yang berjisim molekul dan
berketumpatan caj yang tinggi, diperoleh dari deasetilasi kitin. Kajian ini meneroka potensi dan
keberkesanan kitosan sebagai pengental utama dan flokulan, dibandingkan dengan aluminium
sulfat (alum), untuk rawatan awal sisa kilang kelapa sawit (POME). Siri ujian pengentalan dan
flokulasi kelompok telah dikendalikan di bawah keadaan yang berbeza seperti dos dan pH untuk
menentukan keadaan optimal bagi pengental kitosan dan alum. Prestasi diuji berdasarkan
penurunan nilai kekeruhan, kandungan pepejal terampai (TSS) dan keperluan oksigen kimia
(COD). Kitosan menunjukkan penurunan parameter yang lebih baik dengan keperluan dos yang
lebih rendah berbanding alum, walaupun pada pH sampel yang asal, iaitu 4.5. Pada pH 6, dos
optimal kitosan pada 400 mg/L mampu menurunkan nilai kekeruhan, kandungan pepejal
terampai (TSS) dan keperluan oksigen kimia (COD) sebanyak 99.90%, 99.15% dan 60.73% masing-masing. Pada pH ini, pengentalan POME oleh kitosan dibawa oleh kombinasi
mekanisme peneutralan cas dan titian polimer. Alum merekodkan dos optimal pada 8 g/L dan pH
optimal pada pH 7 dengan penurunan nilai kekeruhan, kandungan pepejal terampai (TSS) dan
keperluan oksigen kimia (COD) sebanyak 99.45%, 98.60% dan 49.24% masing-masing.
Kombinasi kitosan dan alum menunjukkan peningkatan kecekapan yang amat kecil dibandingkan
dengan menggunakan kitosan sendirian. Daripada keputusan yang diperolehi, dapat dicadangkan
bahawa mekanisme titian polimer oleh kitosan adalah lebih dominant berbanding alum dan dos
alum juga dapat dikurangkan."
620 MJCE 19:2 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stefano Enrico
"Sejak tahun 2006, Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Perkembangan industri minyak kelapa sawit yang meliputi perluasan lahan bukan tanpa halangan. Pembukaan lahan baru selalu bertentangan dengan isu lingkungan hidup. Dalam penelitian sebelumnya di Malaysia, pembukaan lahan kelapa sawit baru berimplikasi negatif terhadap produksi minyak kelapa sawit dalam jangka panjang. Tesis ini membahas tentang hubungan antara luas lahan tanam, harga minyak kelapa sawit dan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia dengan pendekatan kuantitatif menggunakan data tahunan yang meliputi luas lahan tanam, harga dan produksi minyak kelapa sawit Indonesia dari tahun 1980-2014. Data tersebut diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan. Model yang digunakan adalah vector error correction model. Empat tahap analisis dalam penelitian ini meliputi uji stasioneritas, uji kointegrasi Johansen, VECM dan kausalitas Granger. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa luas lahan tanam dan harga berpengaruh positif pada produksi dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, luas lahan tanam dan harga berpengaruh negatif terhadap produksi. Melalui kausalitas Granger terlihat bahwa luas area perkebunan memicu produksi dan produksi memicu harga. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menganjurkan agar melibatkan variabel-variabel lain yang terkait seperti ekspor minyak kelapa sawit, harga minyak kelapa sawit dunia dan harga barang substitusi.

Since 2006, Indonesia is the biggest palm oil producer in the world. Palm oil industry advancement which includes clearing is not without a hitch. Clearing is always contradict with environmental issues. In a previous study in Malaysia, increasing total area planted have negative implication towards palm oil production. This thesis examines the relationship between total area planted, palm oil price and palm oil production in Indonesia using quantitative approach with annual data of Indonesian total area planted, palm oil price and production from 1980 to 2014. The data obtained from Directorate-General of Plantation. The model used in this research is vector error correction model. Four stages of analyses which are involved are stationerity test, Johansen cointegration test, VECM and Granger causality. The findings showed that total area planted and palm oil price have positive effect on palm oil production in the long run. In the short run, total area planted and palm oil price have negative impact on palm oil production. Granger Causality shown that total area planted triggers production and production triggers price. For future studies, researcher recommends to include other related variables such as palm oil export, palm oil world price and substitute price."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T46499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Vanessa
"Pemerintah Indonesia menargetkan PLTBg dapat mencapai kapasitas 55.000 MW tahun 2025 untuk mendukung target bauran energi, sedangkan realisasinya baru mencapai 731,5 MW. Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan investasi pada proyek pembangunan PLTBg berbahan baku limbah cair kelapa sawit sebagai salah satu solusi untuk tercapainya target Pemerintah Indonesia. Pada penelitian ini, enam skema kombinasi dari teknologi pengolahan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas dan teknologi PLTBg disimulasikan menggunakan SuperPro Designer. Kelayakan investasi keenam skema kemudian dianalisis dengan menghitung parameter keekonomian proyek yang menghasilkan skema terbaik berupa skema kombinasi antara teknologi CSTR dan pembangkit listrik tenaga gas dan uap berporos ganda, dengan produksi listrik sebesar 45.919 kWh/day, nilai NPV sebesar IDR 78.886.977.772, IRR sebesar 85,5%, LCoE sebesar 1,40 sen/kWh, dan PBP selama 1,7 tahun. Parameter keekonomian pada skema terbaik sensitif terhadap fluktuasi harga jual produk. Analisis risiko yang dilakukan dengan studi hazard identification (HAZID) dan hazard identification and operability (HAZOP) mengidentifikasi 5 bahaya berisiko tinggi, 9 bahaya risiko sedang, dan 6 bahaya berisiko rendah. Studi dengan bow tie diagram menghasilkan kesimpulan dari bahaya berupa biogas yang mengarah pada terjadinya kejadian utama berupa kebocoran biogas dari CSTR, terdapat 6 ancaman dengan 16 kontrol preventif, serta 6 konsekuensi yang dapat terjadi dengan 17 kontrol mitigasi yang dapat dilakukan.

Indonesian government sets target for biogas power plant to reach 55.000 MW capacity by 2025 to support the nation’s energy mix target, meanwhile in reality it only reached 731,5 MW. Because of that, this research will conduct investment feasibility study for the construction of a biogas power plant from palm oil mill effluent as one of the solution to reach the Indonesian government’s target. There are six technology schemes that combined palm oil mill effluent processing technologies and biogas power plant technologies in this research, that simulated using SuperPro Designer software so the result would be analyzed to see the feasibility by calculate the economical parameter. The best scheme is combination between CSTR and combined cycle gas turbine multishaft that produce 45. 919 kWh/day, with net profitability index value of IDR 78.886.977.772, and the internal rate of return is 85,5%, the levelized cost of energy is 1,40 cent/Kwh, the payback period is 1,7 years. The best scheme economical parameter is more sensitive to selling price fluxtuation. The risk analysis using hazard identification study (HAZID) and hazard identification and operability study (HAZOP) identified 5 high risk hazards, 9 moderate risk hazards, dan 6 low risk hazards. The bow tie analysis concluded that biogas as a high risk hazard can cause the top event occurs, which is biogas leak from CSTR, with 6 possible causes and 16 preventive controls, plus 6 concequences with 17 mitigative controls."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>