Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178762 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarisya Ramadhani Putriutami
"Ruang terbuka publik dalam sebuah kota harus dapat menjadi sarana rekreasi masyarakat kota. Sebagai sarana rekreasi, ruang terbuka publik menawarkan berbagai macam aktivitas outdoor yang terdiri dari passive recreation dan active recreation. Pelaksanaan aktivitas-aktivitas tersebut tentunya harus dapat diakomodasi oleh elemen fisik yang ada pada sebuah taman. Salah satu elemen fisik yang pasti ada dan dapat mengakomodasinya adalah tempat duduk. Tempat duduk pada ruang terbuka tidak hanya sebagai tempat untuk duduk tetapi juga dapat memicu terjadinya aktivitas-aktivitas lainnya. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori affordance bahwa suatu lingkungan menawarkan potensi-potensinya untuk makhluk hidup melakukan aktivitas dengan cara yang berbeda-beda. Taman Mal Bintaro Xchange dan Taman Lapangan Banteng merupakan dua taman yang menawarkan berbagai macam jenis tempat duduk untuk manusia melakukan berbagai macam aktivitas outdoor. Penulis menggunakan metode observasi dan wawancara pengunjung untuk mengetahui bagaimana manusia cara mengokupansi ruang pada tempat duduk di taman. Kemudian, penulis akan membahas bagaimana passive dan active recreation dapat terjadi pada tempat duduk di taman.

Public open space in a city must accommodate recreation activity for its citizen. As a recreation place, public open space offer many outdoor activity such as passive recreation and active recreation. The execution of those activities should be accommodate by the physical element at the park. One of the physical element that must be there and could accommodate the activity is sitting place. Sitting place in an open space is not only a place to sit but should triggered another activity to happen. This phenomenon could be explained by affordance theory that. Gibson (1986) said that affordance is how the environment provides a lot of possibility for human to do an activity with so many different ways. Taman Mal Bintaro Xchange and Taman Lapangan are two parks that have some kind of sitting place to accommodate outdoor activity. This study will be using literature review, observation and interviewing the park visitors to know how they occupied the space at the sitting place in park. This study examines how passive and active recreation could happen at the sitting place in park."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rex Rakhito Dio Tjemerlang
"Polusi suara yang terdapat disekitar kita cenderung berdampak buruk pada kegiatan kita sehari-hari, mulai dari kehilangan konsentrasi, sulit tidur, hingga dapat menyebabkan penyakit serius. Peredaman kebisingan menggunakan elemen peredam pasif terbukti dapat bekerja dengan sangat efektif, namun peredaman pasif memerlukan waktu pemasangan dan biaya yang tidak sedikit. Peredaman aktif mulai diminati dengan majunya teknologi digital yang memungkinkan pemerosesan sinyal secara cepat, orangorang bisa mendapat kesunyian dengan menggunakan sistem pengurai derau aktif yang terdapat pada earphone/headphone mereka. Pada penelitian ini dirancang sebuah sistem pengurai derau aktif yang bekerja pada ruang terbuka, dengan tujuan menciptakan zona keheningan lokal. Perancangan algoritma didasarkan pada algoritma Filtered-X Least Mean Square, karena dianggap memiliki laju konvergensi dengan daya pemerosesan paling efektif. Sistem pengurai derau aktif dirancang pada perangkat lunak Max untuk implementasi sistem pada dunia nyata. Hasil pengujian sistem menunjukkan peredaman efektif rata-rata sebesar 6.2 LUFS pada titik error mic, dengan peredaman maksimal sebesar 17.82 dB pada frekuensi ±19.800 Hz.

Noise pollution can cause many unwanted things in our everyday life, it starts with concentration lost, insomnia, to causing harmful diseases. Passive noise reduction, using passive element has been proven very effective, but also consuming a lot of time and money. Active reduction has been trending since digital era, when we could process signal in real-time. People now could get their own silence using active noise cancelling feature in their headphone/earphone. In this research, we design a active noise cancelling system for open space, with goals of creating local silence zone. The algorithm used are based on Filtered-X Least Mean Square algorithm, since it shown best convergence rate to processing power efficiency. The system is designed in Max to implement it to the real world. Testing showed that the system mean do 6.2 dB LUFS mean reduction in error mic point, with maximum reduction of 17.82 db at ±19.800 Hz."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wembi Syarif Chan
"ABSTRAK
Kebutuhan atas ruang rekreasi di perkotaan sangat sulit, terhimpit segala bentuk pembangunan yang tidak menyisakan ruang untuk aktivitas tersebut. Kawasan Situ Cikaret merupakan ruang yang sering digunakan warga Cibinong dan sekitarnya untuk berekreasi. Dengan pendekatan penelitian realistic phenomenology, didapatkan penggambaran ensensi-ensensi konstruksi ruang rekreasi dan motif, tindakan dalam berkegiatan rekreasi di Situ Cikaret. Ruang rekreasi Situ Cikaret adalah ruang diferensial yang merupakan representasi ruang dari warga perkotaan yang menciptakan ruang alternatif atas ruang perkotaannya. Kegiatan rekreasi berlangsung pada setting besar yang berupa ruang alam situ dan setting yang kecil berupa ruang yang diproduksi sesuai dengan motif kegiatannya. Dalam mereprestasikan ruangnya ke set kecilnya, pelaku membutuhkan sebuah atribut untuk mempertegas apa yang akan dilakukan dalam kegiatan meruangnya dan status sosialnya. Hubungan kepribadian para pelaku dalam merepresentasikan ruangnya, berada pada tingkat yang apathy (sikap acuh tak acuh), hubungan mereka bersifat taken for granted atau sesuatu yang apa adanya. Saat ini cenderungan membawa ruang diferensial kawasan Situ Cikaret mejadi ruang abstrak. Salah satu yang bisa dilakukan adalah penetapan zonasi ruang yang bertujuan untuk menempatkan ruang-ruang agar lebih tertata dan juga guna membatasi kegiatan pada wilayah tertentu di kawasan situ, agar lingkungan situ dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

ABSTRACT
The needs for recreation space in urban areas is very difficult, crushed all forms of development that does not leave room for the event. Cikaret Situ area is a room that is often used by people Cibinong and surrounding areas for recreation. With a realistic approach to phenomenology study, obtained seeing and describing of universal essences construction space and motif recreation activism in action in Situ Cikaret. Recreation space Situ Cikaret is a differential space is a representation space of urban residents who creates an alternative space on urban space. Recreational activities that take place on a large set of natural space and setting it in the form of a small manufactured in accordance with the motif activity. In the space to set his representation, actors need an attribute to reinforce what will be done in space activity and social status. Relationship represents the personality of the actors in space, is at levels apathy, their relationships are taken for granted. Current tendency to bring regional differential space Situ Cikaret becoming abstract space. One possible solution is to space zoning aims to put the spaces to be more organized and also to limit the activities of a specific region in the area Situ Cikaret, so that the neighborhood can be maintained and improved."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Wibowo Suryo
"Dalam skripsi ini, saya ingin membahas fenomena ruang pacaran dan keberadaannya di ruang terbuka publik lingkungan kampus. Pacaran adalah suatu bentuk aktivitas yang menjadi kebutuhan bagi manusia dalam menjalani hubungan romantis dengan lawan jenisnya. Ruang pacaran terbentuk melalui proses individu dan proses sosial sebagai salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan seksual dan psikis akan pacaran. Keberadaan ruang pacaran yang membutuhkan keintiman dan privasi di ruang terbuka publik, menunjukkan bagaimana seseorang dapat berbagi dan membagi ruang dengan orang lain tanpa melihat kondisi fisik ruang yang ditempatinya. Pengaruh pada perilaku pelaku pacaran justru dapat berasal dari faktor non-fisik berupa fungsi kontrol pada ruang terbuka publik lingkungan kampus.

In this undergraduate thesis, I want to investigate "the space of dating" and it's existence in public open space. Dating is a kind of activity wich become a part of human romantic relationship. "The space of dating" formed through individual and social process as one of human effort to fullfill their sexual and psychological needs for dating. The existence of "the space of dating", wich needs intimacy and privacy, in public open space shows how a person can share and divide space with others regardless the physical appearance of the space. The significant effect for "dating actor's" behavior come from non-physical factor like the control function in campus public open space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S64332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titien Suryanti
"ABSTRACT
Kepadatan penduduk yang melampaui daya dukung lingkungan di kota, menyebabkan sejumlah masalah sosial, ekonomi, lingkungan, dan prasarana. Jumlah penduduk yang padat memberikan tekanan pada sumber-sumber yang terbatas di kota seperti tanah, kesempatan kerja, tersedianya potensi air bersih, sarana dan prasarana, serta ruang terbuka hijau. Akibatnya, ruang yang seharusnya dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau (RTH) dibangun guna memenuhi tuntutan pembangunan lain. RTH secara tidak langsung semakin menyempit yang dapat berakibat kualitas lingkungan menurun.
Berkurangnya RTH di wilayah perkotaan DKI dikatagorikan sudah cukup besar, yaitu 726,01 ha per tahun. Dengan semakin berkurangnya RTH akan menurunkan kualitas udara, dan ini akan menyebabkan penyakit yang disebabkan karena udara kotor. Penyakit yang diteliti adalah yang disebabkan oleh kondisi udara kotor di lingkungan permukiman padat, yaitu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). ISPA adalah penyebab nomor satu kesakitan pada bayi dan balita, dan menempati urutan teratas dalam statistik kesehatan. Kondisi udara kotor berkaitan Brat dengan kondisi tidak adanya atau kurangnya RTH.
Jumlah penderita ISPA di Kelurahan Duripulo termasuk yang tertinggi dibandingkan penyakit-penyakit yang ada, yaitu 28,35% (Laporan Tahunan Puskesmas Duripulo 1992). Kepadatan penduduk di Kelurahan Duripulo sebesar 522 jiwa/ha. Sedangkan ruang terbuka yang tersedia 0,15 m2/ jiwa, ini jauh lebih kecil dari standard kebutuhan RTH untuk lingkungan permukiman padat, yaitu 1,80 m2/jiwa.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh RTH terhadap kesehatan manusia di lingkungan permukiman padat, dengan tujuan khusus 1) meneliti pengaruh penggunaan RTH; 2) meneliti pengaruh jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH; 3) meneliti pengaruh luas RTH; 4) meneliti pengaruh jarak RTH.
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Duripulo Kecamatan Gambir Wilayah Jakarta Pusat, selama 3 bulan dari oktober 1991 sampai Januari 1992. Kelurahan Duripulo memiliki jumlah penduduk 36.436 jiwa dengan luas area 70,70 ha, kepadatan penduduk 522 jiwa/ha, dan RTH yang tersedia 0,5 ha.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan penentuan contoh secara merata. Jumlah responden sebanyak 100 KK diambil secara proporsional dari 4 RW. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan. Selanjutnya untuk melihat adanya hubungan antara luas dan keadaan RTH dengan jumlah balita penderita ISPA, digunakan analisis korelasi.
Hasil analisis statistik menunjukkan :
1. Penggunaan RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Uji korelasi antara penggunaan RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi negatif yang nyata yaitu - 0,6573, berarti semakin banyak penggunaan RTH semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat pada daerah kurang padat dengan penggunaan RTH besar yaitu 80% (RT 01, RW 10), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,33%.
Demikian pula pada daerah sangat padat dengan penggunaan RTH besar yaitu 60% (RT 02, RW 09), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Sedangkan pada daerah kurang padat dengan penggunaan RTH kecil yaitu 20% (RT 06, RW 11), jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 75%.
2. Jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Dari uji korelasi antara jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi positif yang nyata yaitu + 0,7619, berarti semakin besar jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH, semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Ini terbukti dari pengamatan di lapangan yaitu RT 08 RW 10 dengan derajat ketetapan tanaman sangat balk (4), jumlah balita penderita ISPA-nya rendah yaitu 37,50%. Sedangkan di RT 07 RW 05 dengan derajat ketetapan tanaman sedang (2), jumlah balita penderita ISPA-nya tinggi yaitu 71,43%.
3. Luas RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Uji korelasi antara luas RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi negatif yang nyata yaitu - 0,7903, berarti semakin luas RTH, semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat dari wilayah dengan RTH yang luas dengan jumlah balita penderita ISPA-nya kecil, yaitu RT 08 RW 10 dengan luas RTH 297,81 m2 jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Sedangkan di RT 01 RW 10 dengan luas RTH 374,72 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,33%. Dan di RT 02 RW 09 dengan luas RTH 947,14 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Adapun di RT 06 RW 11 dengan luas RTH kecil yaitu 144,49 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 75%.
4. Jarak RTH berpengaruh terhadap jumlah balita penderita ISPA.
Uji korelasi antara jarak RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi positif yang nyata yaitu + 0,5234, berarti semakin dekat jarak RTH semakin kecil jumlah balita penderita ISPA, dan semakin jauh jarak RTH semakin besar jumlah balita penderita ISPA.
Hal ini dapat terlihat di daerah sangat padat dengan jarak RTH jauh (RT 06 RW 09), jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 66,67%. Sedangkan di daerah kurang padat dengan jarak RTH dekat (RT 05 RW 10), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,330. Demikian pula untuk daerah kurang padat dengan jarak RTH dekat (RT 06 RW 10) jumlah balita penderita ISPA nya kecil yaitu 33,33%.

ABSTRACT
Over population which exceeds beyond the carrying capacity in urban areas causes a number of problems in social economic, environment, and infra structure. Total number of the over population gives an emphasis on the limited city resources such as the land, job opportunity, fresh water supply, infra structure, and green open space. As the result, the area which should be used as a green open space have been converted to other utilizations. The green open space indirectly becomes narrow can result from the declining quality of environment.
The declining of green open space in the cities of Jakarta is classified to be large enough, that is 726.01 ha/year. By declining of the green open space will de-crease the quality of air, and this will easily cause the disease. The disease which is being observed is caused by condition of filthy air in densely populated settlement, namely the Acute Respiratory Infection (ARI). ARI was the first cause of illnesses on babies and children (under five years old). It occupies as the hundredth level in health statistic.
Total number of people who ARI suffer at Kampung Duripulo was considered higher, if compared with other illnesses, that is 28.35%. The population density at Kampung Duripulo was 522 persons/ha. While the green open space area which was provided is0.15 m2/person, this was less than the standard need for densely populated settlement, that is 1.80 m2/person.
This research is meant to prove that there is an effect of the green open space for human health in densely populated settlement with special purpose, 1) to research the effect of green open space utilization on the total number of children ARI suffer, 2) to research the effect of total number and variety of plants in the green open space on the total number of children ARI suffer, 3) to research the effect of green open space width on the total number of children ARI suffer, 4) to research the effect of green open space distance on the total number of children ARI suffer.
This research was done at Kampung Duripulo Gambir District Central of Jakarta, for three months from October 1991 until January 1992. The total number of population is 36,436 persons and width area 70.7 ha, the population density was 522 persons/ha, and the green open space which was provided was 0.54 ha.
This research is a descriptive analysis by determination of the examples evenly. Total number of respondents as many as 100 chiefs of families were taken proportionally from 4 RW at Kampung Duripulo. The datas were collected by using questionnaire, interview, and direct observation in the area. Then to see whether there was a relation between the width and condition of the green open space on children ARI suffer, by using correlative analysis.
The result of the statistic analysis showed :
1. The green open space utilization effected to the human health. Correlative test between the utilization of green open space and total number of children ARI suffer, showed a real negative correlation there was - 0,6573. Which meant that the more of green open space utilization, the total number of children ARI suffer becomes less.
This could be seen in the area which was less populated by using the green open space largely, namely 80% (RT 01 RW 10), the number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. It also happened, in the densely populated area by using the green open space largely, namely 60% (RT 02 RW 09), the number of children ARI suffer was small, namely 37.50%. In the other area which was less populated by using the green open space smallish, namely 20% (RT 06 RW 11), the number of children ARI suffer was large, namely 75%.
2. The total number and variety of plants in the green open space effected to the human health. Correlative test between total number of vegetation in the green open space and the number of children ARI suffer, showed a real positive correlation there was + 0,7619. Which meant that the more of total number and variety of plants in the green open space largely, the total number of children ARI suffer becomes less. It was proved by the observation in the area, namely RT 08 RW 10 with a very good level of plant determination (4), the total number of children ARI suffer was low, namely 37.50%.
Whereas RT 07 RW 04 with a medium level of the plant determination (2), the total number of children ARI suffer was high, namely 71.43%.xvi
3. The width of green open space effected to the human health. Correlative test between the width of green open space and the number of children ARI suffer, showed a real negative correlation there was - 0,7903. Which meant that the more width of green open space, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the RT 08 RW 10 with the width of green open space 297.81 in, the total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. And RT 02 RW 09 with the width of green open space 947.14 m2, total number of children ARI suffer was small, namely 37.50%.
Whereas RT 06 RW 11 with the width of green open space 144.49 m2, total number of children ARI suffer was high, namely 75%.
4. The distance of green open space effected to the human health. Correlative test between the distance of green open space and the total number of children ARI suffer, showed a real positive correlation there was + 0,5234. Which meant that the nearer of green open space, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the densely populated area (RT 06 RW 09) with a distant of green open space, the total number of children ARI suffer was high, namely 66.67%. Whereas the less populated area with a near of green open space (RT 05 RW 10), the total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. It also happened in the less populated area with a near of green open space (RT 06 RW 10), total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roeqsana
"Place bukan hanya sekedar ruang dengan batas, bentuk, ketinggian, warna, serta segala sesuatu yang mendefinisikan identitasnya melalui 'keberadaan' benda lain, melainkan lebih merupakan sesuatu yang keberadaannya dapat dikenali melalui berbagai macam hubungan dan keterkaitannya dengan apa yang ada di alam. Pada dasarnya place merupakan kesatuan makna dari 'apa' yang hidup yang ada di dalamnya. Place didiami oleh manusia dan benda lain serta diberikan makna dan nilai. Interaksi manusia dengan lingkunganlah yang dapat menciptakan suatu makna dan nilai. Bentuk, kondisi fisik serta image merupakan elemen lain yang terkait dengan manusia sehingga suatu ruang tersebut dapat berubah menjadi sebuah place. Manusia sebagai pelaku ruang tersebut adalah subjek pokok yang menentukan apakah ruang tersebut merupakan place atau bukan. Dengan demikian, penciptaan atau pembentukan suatu place dapat dilihat dari 'apa' yang terjadi di dalamnya yakni keseluruhan rangkaian peristiwa yang melibatkan manusia dan benda. Pengalaman akan suatu peristiwa merupakan hal yang sangat penting untuk menunjukkan suatu esensi dari sebuah tempat. Dan manusia cenderung mengenali suatu tempat dari adanya rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam suatu ruang yang terjadi secara berulang.

Place is not merely constructed by placing boundaries, form, height, colour, also everything that define its identity through other things' counterposition to other, but it is more, it's precisely as a thing that can be recognized through the plural of links and interconnections to that. Basically, place is a unity of meaning from what lives beyond. Place is occupied by a person or a thing and it is imbued with meaning and value. It is the interactions of people with this environment that gives it a meaning and value so it distinct from other place. Form, physical setting and image are other elements that interrelate with a human being so space can be a place. Human as a primer subject who decides, whether a space is a place or not. Thus, creation or construction of a p/ace can be seen from 'what' appened beyond, it is all events that involve human and things that combined. The experience of an event is a very important thing to point out a sense of a place. And a person inclined to recognize a place by its all events that happened continously."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revianti Oksinta
"Remaja mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan kelompoknya dalam mengisi waktu luang mereka. Kelompok remaja yang berkegiatan di kota memiliki tujuan untuk bertemu dengan kelompok remaja lainnya serta masyarakat luas sehingga mereka dapat menunjukkan identitas mereka bersama kelompoknya sekaligus belajar dari masyarakat kota itu sendiri. Kegiatan berkumpul yang dilakukan pada suatu ruang publik kota ini disebut sebagai kegiatan hang out. Umumnya kegiatan hang out ini dilakukan dengan disertai pengekspresian semangat dan ciri budaya populer melalui kegiatan atau ciri yang ditampilkan oleh mereka.
Ruang publik kota yang digunakan dalam melakukan kegiatan hang out mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis dan sosial mereka sebagai remaja. Karakteristik tersebut bisa diklasifikasikan berdasarkan empat aspek, yaitu: aspek ukuran, batas, aksesibilitas dan lokasi, serta dimensi kegiatan. Sebagai studi kasus dilakukan survey untuk menelusuri kondisi pemanfaatan ruang publik terbuka oleh remaja pada tiga ruang publik terbuka di Jakarta, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, yaitu ruang luar GOR Bulungan, Taman Situ Lembang dan Taman Surapati.
Berdasarkan hasil survey dan analisis, ketiga tempat tersebut memiliki karakter serta kondisi pemanfaatan yang berbeda satu sama lain. GOR Bulungan merupakan contoh dari ruang publik yang bisa memfasilitasi remaja dalam berkegiatan hang out sekaligus mengekspresikan budaya populer mereka dalam berbagai aktivitas terutama olahraga dan seni sehingga kondisi pemanfaatannya oleh remaja pun bisa dikatakan bervariasi. Sedangkan pada Taman Surapati, sesuai dengan sifatnya sebagai one dimensional space, sangat sedikit dikunjungi. Kondisi yang bertentangan terlihat pada Taman Situ Lembang sebagai one dimensional space yang tidak sesuai dengan karakteristik ruang publik bagi remaja, tetapi justru pada kenyataannya tempat ini ramai dikunjungi oleh kelompok-kelompok remaja.
Dari kondisi yang terjadi pada beberapa ruang publik di Jakarta sehubungan dengan pemanfaatannya oleh remaja, dapat disimpulkan bahwa tidak semua karakteristik dari suatu ruang publik kota bagi remaja mutlak harus dipenuhi supaya menjadi area publik yang ramai oleh remaja.

Teenagers have tendency to crowd around their peer groups during their leisure time. Groups of teenagers who crowd in the city have purpose to meet other peer groups and wide society so they can show their group identity and also learn from the society itself. This kind of gathering activity takes place in the city public space and is called hang out. Generally, in this hang out activity, teenagers do not only gathered, but also express themselves by doing the activity and showing the feature of popular culture.
The city public space that is used by teenagers has several characteristics due to the teenager's physical, psychological and social condition. As a case study, surveys are done to three public spaces in the city of Jakarta, which are outdoor space of GOR Bulungan, Taman Situ Lembang and Taman Surapati.
Based on the surveys and analysis, these three public spaces have different characters and also different condition of the usage by the teenagers. Outdoor space of GOR Bulungan is one example of public space that can facilitate teenagers in hang out activities and the expression of popular culture, especially sport and art, all at once. Meanwhile, Taman Surapati as a one dimensional space, is less visited by the teenagers. In contradiction, Taman Situ Lembang, as a one dimensional space that is not suitable for the characteristic of public space for teenagers, is visited by many of groups of teenagers.
From these conditions, we can conclude that in Jakarta, public space doesn't have to fulfill all of the characteristics of suitable public space for teenagers in order to be a teenager's place for hang out.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Hafidaty Rahma Kautsar
"Pembangunan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ditahun 1970-an meningkat dratis karena didukung pemerintah melalui Nota Dinas Gubernur DKI Jaya (DKI Jakarta), sehingga banyak taman (ruang terbuka hijau atau RTH) dialihfungsikan menjadi SPBU. Kini untuk memenuhi target RTH (13,94% RTH berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2010), kebijakan tersebut berubah melalui Keputusan Gubernur Nomor 728 tahun 2009 dan Instruksi Gubernur Nomor 75 tahun 2009. Tercatat 27 unit SPBU harus dikembalikan fungsi lahannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alihfungsi SPBU-Taman menjadi RTH berdasarkan pendekatan site and situation. Penelitian dibatasi pada SPBU-SPBU yang belum sepenuhnya menjadi RTH. Metode yang digunakan adalah kombinasi metode AHP dan metode rangking. Site untuk variabel rawan banjir, luas dan status SPBU, status tanah. Situation untuk variabel ruang publik lain, ketersediaan SPBU lain, pelayanan SPBU, segmen jalan, dan proporsi ruang terbangun. Analisa penelitian menggunakan analisa deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan tiga dari lima SPBU sesuai dialihfungsikan menjadi taman (RTH).

The construction of public refueling stations (gasoline stations) in 1970 increased drastically due to the government support through a Memorandum Office of the Governor of DKI Jaya (DKI Jakarta), which lead to a number of the park (green open space or RTH) converted into a gasoline station. Now, to meet the target of RTH (13.94% RTH based RTRW DKI Jakarta 2010), the policy was replaced by Decree No. 728 of 2009 and Governor Instruction No. 75 of 2009. It was recorded that land function of 27 gasoline stations unit must be returned.
The aim of this study is to determine the suitability of change of function of gasoline stations-Park with green open space using site and situation based approach. The method used is a combination of AHP and ranking method. Site for flood-prone variable, space of the gasoline station, the status of the land. Situation for variables of other public space, the availability of other gasoline stations, service gasoline stations, road segments, and the proportions of the room built. Analysis of the research used quantitative descriptive analysis. The results showed that three of the five gasoline stations were suitably to be converted into a green open space (RTH).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Wirastomo
"Kota Tua Jakarta di tengah fungsinya seba gai tempat hidup manusia dalam melakukan kegiatan kota, juga menjadi tempat kegiatan-kegiatan perayaan. Hal ini terjadi karena Kota Tua Jakarta berisi oleh peninggalan-peninggalan arsitektur kolonial dan kebudayaannya pada masa itu sehingga menarik minat manusia untuk melakukan kegiatan wisata, salah satunya kegiatan perayaan. Tempat kegiatan perayaan yang berlangsung di ruang-ruang terbuka umun dan frekuensi kegiatannya yang tidak berlangsung setiap hari menimbulkan permasalahan perancangan sehingga perlunya ada sebuah usulan mengenal ruang yang bersifat fieksibel yang mampu menampung kegiatan perayaan, sekaligus dapat berfungsi kembali sebagai ruang kehidupan keseharian manusia di Kota.

Jakarta Old Town (Kota Tua Jakarta) has been a place for daily-urban-living. It also a place for festival activities. This is because Jakarta Old town is fulfilled by colonial architecture heritage which attracted people to do activities there, festival activity is one of them. The Festival activities are placed in public and outdoor areas and happen only on special occasions. That will cause a architectural problem which has to be solved with a flexible place that has two functions, a place for festival and every-day-living.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ganishtasya Endhys Saputri
"Tulisan ini membahas proses sebuah in-between space yang awalnya dianggap sebagai ruang sisa dapat beralih sebagai sebuah place yang memiliki nilai di dalamnya. Tujuan dari penulisan ini untuk memahami bahwa hadirnya manusia dan kualitas ruang fisik memengaruhi transformasi tersebut. In-between space sebagai ruang sisa sendiri merupakan ruang yang terbentuk secara tidak terencana dan berada diantara elemen urban lain. Uniknya, ruang tersebut tetap memungkinkan beragam aktivitas hadir. Kehadiran makna dan sense of place lah yang memicu proses place-making. Dalam memahami konsep transformasi in-between space, skripsi ini menggunakan kasus Kolong Jembatan Slipi yang dianalisis berdasarkan tiga aspek: 1) identifikasi kualitas fisik dan ruang in-between space sebagai ruang sisa; 2) proses kehadiran aktivitas manusia di dalam in-between space; 3) sense of place yang hadir melalui beragam aktivitas. Melalui analisis tersebut menunjukkan bahwa kualitas ruang in-between space dan hadirnya aktivitas manusia memicu perubahan in-between space dari ruang sisa menjadi sebuah place.

This paper discusses about an in-between space that was originally considered as a lost space can turn into a place that has meaning and value in it. The purpose of this paper is to understand that the presence of humans and the quality of physical space influence the transformation. In-between space as lost space is a space that is formed unplanned and is located between other urban elements. These activities are influenced by the characteristics of the physical space between spaces as lost space and also by different human perceptions. In understanding the concept of transformation of the in-between space, this paper uses the case of Kolong Jembatan Slipi, which determines based on three aspects: 1) identification of the physical quality of the in-between space as lost space; 2) the process of the presence of human activities in the in-between space; 3) the emergence of meaning and a sense of place from the connection between human activity and the physical space between spaces. So, it can be said that this paper wants to show that the quality of the in-between space and the presence of human activity triggers the change in the in-between space from as lost space to a place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>