Ditemukan 126437 dokumen yang sesuai dengan query
Mutiara Noor Alya
"Dewasa ini, ruang-ruang publik telah mengalami transformasi, didorong pergeseran tren dan motif pada interaksi sosial. Di sisi lain, di bawah dominasi kapitalisme dan pasar bebas, kini ruang-ruang publik telah diperhitungkan sebagai suatu komoditas ekonomi. Walaupun muncul dalam fungsi yang beragam namun kesemuanya memiliki kesamaan, terkemas, bertema, juga dikomodifikasi untuk konsumsi dan hiburan dengan akses berdasarkan kemampuan untuk membayar (Gottdiener dalam Aurigi et al., 1997). Sementara etika perancangan kota adalah merancang ruang publik yang inklusif (Leclerq, 2018), ruang publik yang dikomodifikasi dapat mengarah pada eksklusivitas. Seperti yang kita ketahui, ruang yang diproduksi secara inheren merupakan alat produksi yang mengarah pada penciptaan ruang baru di mana hubungan kuasa dan kontrol ada (Lefebvre, 1991). Didefinisikan sebagai kendali atas, kuasa dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, seperti otoritas dan perwujudannya di lingkung bangun. Hal tersebut mengontrol baik ruang maupun perilaku pengguna yang ditandai dengan disahkannya kuasa melalui prosedur sah dan tidak adanya argumen. Dengan menggunakan teori the Production of Space oleh Lefebvre, Penulis tertarik untuk mengetahui mekanisme otoritas dan perwujudan yang terjadi di dalam ruang publik yang dikomodifikasi. Riset terkait komodifikasi ruang dan kajian ruang publik menggunakan teori the Production of Space oleh Henri Lefebvre telah banyak dilakukan sebelumnya. Namun, melihat otoritas dan perwujudan yang terjadi dalam konteks ruang publik yang dikomodifikasi adalah hal baru dari penelitian ini. Temuan pada penelitian ini mengungkapkan mekanisme otoritas dan perwujudan kuasa yang diterapkan dalam produksi ruang publik yang dikomodifikasi sebagai upaya untuk memahami dinamika lingkungan perkotaan.
Public spaces have transformed, driven by the dominion of capitalism and the world market. As public spaces now considered as an economic commodity, it might appear towards various functions but have similarities; packaged, themed, commodified for consumption and entertainment with access based on the ability to pay (Gottdiener in Aurigi et al., 1997). While the ethics of urban designer is to design an inclusive public space (Leclerq, 2018), commodified public spaces might lead to exclusivity. As commodification bounded to its production factor when it comes to public space sphere, space produced inherently is a means of production which leads to a new creation of space where power relations and control exist (Lefebvre, 1991). Defined as control over, power manifests itself in many forms-one of them is the authority. It controls space and its representation combined with control over the users behavior, characterized by the absence of arguments and legitimate through legal procedures. This research aims to know the dynamics of authority that occur in commodified public space, by using the theory of Production of Space by Lefebvre. Research related to the commodification of space and the study of public space using the theory of Production of Space has been done before. However, seeing the authority occurring in the context of commodified public space is the novelty of this research. The finding reveals the mechanism of power through objectification and authorization applied in the production of commodified public space as an attempt to understand the dynamics of the urban environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Erik Sutanto
"Keberadaan ruang publik di perkotaan dapat membantu terciptanya lingkungan yang sehat dan kesehatan masyarakat. Salah satu ruang publik yang berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat berada di Ruang Publik Kalijodo, Jakarta, Indonesia. Adanya fasilitas olahraga dan tempat bermain anak yang disediakan di Ruang Publik Kalijodo memicu tempat ini ramai dikunjungi sebagai tempat berolahraga, rekreasi dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pembentukan Ruang Publik Kalijodo, menganalisis persepsi masyarakat terhadap kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta menganalisis dampak keberadaan Ruang Publik Kalijodo terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method melalui metode kuisioner, wawancara, observasi, dan studi pustaka dengan jumlah sampel keseluruhan 152. Hasilnya menunjukkan bahwa proses pembentukan Ruang Publik Kalijodo dapat dilihat dari sejarah Kalijodo yang mencakup Kalijodo sebelum dibongkar, proses pembongkaran, dan Kalijodo pasca pembongkaran. Ruang Publik Kalijodo berhasil berperan dalam pembentukan kesehatan lingkungan dan menyehatkan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil persepsi masyarakat yang kuat terhadap kesehatan lingkungan di Ruang Publik Kalijodo mencapai 65,7. Pencapaian kesehatan lingkungan yang kuat juga diikuti oleh kesehatan masyarakat yang kuat. Pencapaian kesehatan masyarakat yang kuat dapat dilihat dari hasil persepsi kesehatan masyarakat dari aspek fisik, mental dan sosial. Keberhasilan ruang publik tersebut juga diperkuat dari dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar berupa kondisi lingkungan yang mencakup meningkatnya kesehatan masyarakat, tingkat kriminalitas menurun, manfaat dari segi ekonomi, dan terjadinya kondisi keguyupan antar warga akibat dari hasil interaksi yang terjadi melalui aktifitas kegiatan-kegiatan ditempat ini. Keberhasilan pembentukan kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat di Ruang Publik Kalijodo serta perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan ini membantu merubah citra yang melekat di kawasan Kalijodo dari negative menjadi positif. Hal tersebut kemudian juga dapat membantu merubah citra kota Jakarta menjadi lebih sehat.
Abstract. The existence of public space can help create a healthy environment and public health. One of the public spaces which is influential environmental health and public health located be in Kalijodo Public Spaces, Jakarta, Indonesia. The existence of sports facilities and children 39 s playground provided in Kalijodo Public Space trigger this place visited as a place of sports, recreation and social activities.This study aims to describe the formation of Kalijodo Public Space, analyzing people 39 s perceptionsthe environmental health impact and public health in Kalijodo Publik Space, and analyze the impact of Kalijodo Public Space to the surrounding community. The approach used in this study is a mixed method with questionnaires, interviews, and literature study with the total sample size 152. The results show that the process of forming Kalijodo Public Space can be seen from Kalijodo 39 s history which includes Kalijodo before being dismantled, process demolitionof Kalijodo, and Kalijodo post demolition. Kalijodo Public Space succeeded in play a role in the formation of environmental health and nourish the community. This can be seen from the results of perception of society to environmental health a strong in Kalijodo Public Spaces reached 65.7. Achieving strong environmental health is also followed by strong public health. Attainment public health a strong can be seen from physical, mental and social outcomes. The success of the public sphere this also strengthens from the impacts are felt by surrounding community in the form of environmental conditions that include increased public health, decreased crime rates, economic benefits, and the occurrence of harmony among citizens as a result of interactions that occur through activities activities in this place. The success of the formation of environmental health and public health in Kalijodo Public Space as well as changes occurring in the region helped to change the inherent image of the Kalijodo region from negative to positive that matter can help change the image of Jakarta to be healthier."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T50189
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Azalia Maritza
"Fenomena nongkrong pada convenience store adalah sebuah gambaran ketika ruang komersial bertemu dengan budaya nongkrong yang diminati oleh anak muda. Convenience store merupakan ruang komersial yang tertuju pada jenis transaksi jual beli yang berlangsung dengan cepat. Namun, penyediaan area duduk pada convenience store memberikan peluang terjadinya kegiatan nongkrong yang semakin dominan sehingga orang tidak lagi datang untuk bertransaksi dengan cepat. Pada dasarnya, ruang komersial tidak tertuju sebagai ruang publik karena pada ruang komersial diberlakukan syarat yang menjadikan ruang tersebut lebih privat. Pada kasus di atas ruang komersial dan ruang publik tidak lagi dapat dilihat secara terpisah.
Kegiatan nongkrong yang terjadi pada ruang komersial menyebabkan keduanya memiliki suatu irisan. Kegiatan nongkrong pada ruang komersial merupakan sebuah bentuk pemaknaan yang menjadikan ruang tersebut sebagai tempat atau placemaking. Placemaking pada ruang komersial tidak hanya menjadikannya sebatas ruang yang lebih publik, namun menjadikannya sebagai destinasi nongkrong itu sendiri. Dengan adanya kegiatan nongkrong pada ruang komersial, maka akan diperoleh kemungkinan ruang komersial dengan derajat kepublikan yang lebih tinggi.
The hang out phenomenon that occurs in convenience stores is a description of how commercial space meet the so-called ?hang-out? culture, which interested the young generation. A convenience store itself is a commercial space that fixed to sales transaction that moves quickly. However, the provision of seating areas in convenience stores provides for increasingly dominant hangout activities so that people no longer come to transact quickly. Basically, commercial space is not fixed as a public space because the requirements imposed on commercial space makes the space more private. On that case, the commercial space and public space can no longer be viewed separately. The hangout activities that occur in commercial space yield an intersection between the two spaces, the commercial space and public space. The hangout activities in commercial space is a form of meaning that makes the space as a place or placemaking. Placemaking in the commercial space not only will make the space more public, but also will make it as a destination for the hangout activities itself. Therefore, the occurrence of hangout activities in commercial space will obtain itself the possibility to become a commercial place with higher degree of publicness."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S760
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Dwi Rina Paramitha
"Program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Kota Administrasi Jakarta Timur mulai dilaksanakan pada tahun 2015 dengan RPTRA Cililitan sebagai RPTRA pertama. Program ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal. Namun setelah hampir tiga tahun berjalan, terdapat beberapa masalah seperti fasilitas RPTRA yang dianggap minim di beberapa lokasi. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Kota Administrasi Jakarta Timur studi kasus RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, dan Permata Intan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi dan studi literatur. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi, peneliti menggunakan teori Edward III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam implementasi Program RPTRA di Kota Administrasi Jakarta Timur studi kasus RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, dan Permata Intan. Namun terdapat faktor yang tidak berpengaruh, seperti belum terdapatnya Buku Pedoman Pengelolaan di beberapa RPTRA di Jakarta Timur, termasuk Cililitan dan Permata Intan, dan belum terdapatnya Standard Operational Procedurs SOP yang baku di Program RPTRA.
The Child Friendly Integrated Public Space Program RPTRA in East Jakarta Administrative City was started in 2015 with RPTRA Cililitan as the first one. This program aims to guarantee the fulfillment of children 39 s rights so that children can live, grow, develop, and participate optimally. But after almost three years running, there are some problems such as RPTRA with minimal facilities in some locations. Based on these problems, this study aims to explain the factors that affect the implementation of Child Friendly Integrated Public Space Program RPTRA in East Jakarta Administration City Case of RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, and Permata Intan.This research uses post positivist approach with qualitative data collection technique through in depth interview, observation and literature study. In analyzing the, the researcher uses Edward III theory. The results showed that there are two factors that significantly affect the implementation of RPTRA Program in East Jakarta Administration City case study RPTRA Cililitan, Kebon Pala Berseri, and Permata Intan. However, there are no influential factors, such as the absence of Management Manual in some RPTRA in East Jakarta, including Cililitan and Permata Intan, and the absence of Standard Operational Procedures SOP in this Program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67655
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Violla Putri
"Pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2011-2031 ditetapkan bahwa ruang terbuka hijau adalah 30%. Namun ruang terbuka hijau yang tersisa hanya 12%. Skripsi ini membahas tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 dan faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah tersebut. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini adalah implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Kota Bekasi belum berjalan dengan maksimal dan faktor yang mempengaruhi jalannya implementasi peraturan daerah tersebut adalah komunikasi, sumber daya manusia, anggaran, struktur birokrasi dan partisipasi masyarakat.
At the Regional Regulation No. 13 Year 2011 Bekasi City Spatial Plan Year 2011-2031 established that green space is 30%. But now the rest of the green open land in Bekasi only 12%. This research discusses the implementation of the Regional Regulation No. 13 Year 2011 and the factors that affect the implementation of local regulations. Research is a qualitative study using in-depth interviews with several informant.The results of this research is the implementation of the Regional Regulation No. 13 Year 2011 Kota Bekasi not run with the maximum and the factors that influence the course of the implementation of local regulations is communication, human resources, budget, bureaucratic structures and public participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52651
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sri Indah Susilowati
"Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengamanatkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari wilayah kota. Sedangkan RTH yang dimiliki oleh Jakarta baru mencapai 9.6 %. Pada kota-kota besar yang terlanjur sudah berkembang seperti Jakarta sulit memenuhi target tersebut termasuk di dalamnya RTH Pemakaman. Jakarta mengalami krisis lahan pemakaman dimana sudah banyak areal pemakaman yang penuh dan terjadi alih fungsi guna lahan. Hal ini menuntut penelitian untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam implementasi kebijakan penataan ruang pada RTH dengan fokus areal pemakaman di Jakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan positivism/ kuantitatif. Pengumpulan data sekunder dan wawancara mendalam dilakukan pada pihak pemerintah, swasta dan masyarakat. Faktor-faktor diperoleh dalam proses penelitian adalah ketersediaan anggaran, regulasi penataan ruang, struktur organisasi dan dukungan politik. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketersediaan anggaran terbatas, regulasi penataan ruang menyimpang, struktur organisasi belum mendukung, dan dukungan politik tidak konsisten dalam membela kepentingan umum.
The Law Number 26 of the Year 2007 on space management mandates that the proportion of the green open space in the city area is at least 30% out of the city area. Meanwhile, the Green Open Space (GOS) owned by Jakarta only reaches 9.6%. In the big cities which have been developed like Jakarta, it is difficult to accomplish the target, including the target on the Cemetery GOS. Jakarta suffers from the cemetery land crisis as many cemetery areas are full, and the function of some of these cemetery areas has been altered. This situation requires research to seek for factors influencing the implementation of the space management policy on the GOS with the focus of the cemetery area in Jakarta. This research uses the positivism/quantitative approach. The secondary data collection and the in-depth interview were conducted to the government, the private sector, and the society. The factors obtained in the research process are the budget availability, the space management regulations, the organizational structure, and the political support. The research results show that the budget availability is limited, the space management regulations deviate, the organizational structure has not supported, and the political support is not consistent in defending public interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35415
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yumeldasari,author
"Penelitian ini berfokus pada keberadaan dua pasar malam di Jalan Puri KelurahanKembangan Selatan Kecamatan Kembangan Jakarta Barat dengan unit analisisnyaadalah pedagang pengunjung pendukung dan Pemerintah Kota Jakarta Barat sertapihak pihak lain yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengankeberadaan pasar malam di lokasi ini Keberadaan pasar malam di Jalan Puri Moleksejak tahun 2009 merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan di tengahpesatnya pertumbuhan pusat perbelanjaan modern seperti mal Para pelaku yangberada di pasar malam Jalan Puri Molek yang berasal dari berbagai latar belakang memaknai pasar malam tersebut tidak hanya sebagai tempat belanja tetapi lebihsebagai ruang publik bagi mereka untuk berinteraksi dan menjalin keakraban satusama lain serta kesempatan memperoleh pekerjaan dan tempat untuk mendapatkanhiburan yang murah meriah khususnya bagi masyarakat ekonomi kelas menengah kebawah Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode instrumental casestudy Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan parapelaku yang ada di kedua pasar malam di Jalan Puri Molek yaitu pasar malam ldquo PuriWalk rdquo dan pasar malam ldquo CNI rdquo serta melakukan observasi dan juga mengumpulkandata data sekunder baik data institusional bahan bahan kepustakaan berupa bukubukureferensi artikel karya ilmiah dan sumber sumber internet serta foto foto yangdiambil selama melakukan penelitian Dari analisis diketahui 1 selain karena letaknya yang sejak dulu menjadi lokasiwarga berkumpul dan berinteraksi keberadaan pasar malam di Jalan Puri Molek jugatidak lepas dari adanya kekuatan komuniti yaitu kekuatan para pedagang denganfaktor etnisitas patron klien situasi nilai tawar dan kesamaan nasib ataukepentingan kepentingan para pengunjung dengan faktor hiburan proximity danmedia interaksi serta peluang dari pendukung dengan faktor kekuatan kekuasaan eksistensi kelompok dan penghasilan 2 kedua pasar malam dapat bertahandikarenakan komuniti yang berada di dalamnya memiliki posisi yang lebih kuatdibandingkan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat yang lebih fokus padapembangunan pusat belanja modern sehingga penyediaan fasilitas publik bagimasyarakat miskin kota seperti pasar malam terabaikan.
This research is focused on existence between two night market at Jalan Puri Molek Kelurahan Kembangan Selatan Kecamatan Kembangan West Jakarta With theseller customer supporter and the government as the analysis unit and include otherparties who related directly or indirectly with the existence of night market at thislocation Since 2009 the existence this night market at Jalan Puri Molek is aphenomenon that can not be overlooked in the midst of the rapid growth of a modernshopping center such as shopping mall The subject are in Jalan Puri Molek nightmarket from different backgrounds to interpret the night market not only as places toshop but rather as a public space for them to interact and establish familiarity witheach other as well as an opportunity to get a job and a place to get cheapentertainment especially for the lower middle class economy This research used a qualitative approach with an instrumental case study method Data was collected through in depth interviews with the subject who are on the twonight market in Jalan Molek Puri the night market Puri Walk rdquo and the night market CNI as well as observation and also collect secondary data whether the datainstrumental library materials such as reference books articles scientific papers andinternet resources as well as the photographs taken during the research From this analysis it could be conclude that 1 aside because it was long a crowdgather and interact where the night market in jalan molek puri also can not beseparated from the local community strength specifically the strength of the traderswith the ethnicity patron client the value of bargaining situation and the fatesimilarities or interests the interests of the visitors to the entertainment factors proximity and interaction of media as well as the opportunity of supporting thepower of power factor the existence of groups and income 2 The two night marketcan survive because the local community who are in it have a stronger position thanWest Jakarta administration city government which is more focused on theconstruction of a modern is more focused on the construction of a modern shoppingcenter so that the provision of public facilities for the urban poor such as the nightmarket neglected "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Risha Aisyah
"Taman kota sebagai bagian dari ruang terbuka publik, memiliki peran penting dalam menyelaraskan pola kehidupan kota yang sehat. Taman kota memiliki fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi estetika, yang memberikan manfaat yaitu sebagai wadah aktivitas sosial, paru-paru kota, dan juga memperindah wajah kota. Kebayoran Baru merupakan kota taman (Garden City) pertama di Indonesia yang dirancang oleh arsitek lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas taman kota di Kecamatan Kebayoran Baru, baik sebagai fungsi sosial maupun sebagai fungsi estetika serta untuk melihat hubungan kualitas taman kota dengan karakteristik lokasi pelayanan publik, yang dilihat dari locational efficiency, locational accessibility, dan personal accessibility dari taman tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan keruangan.
Hasil penelitian didapatkan kualitas taman kota sebagai ruang publik di Kecamatan Kebayoran Baru, sebagian besar memiliki kualitas fungsi sosial dan kualitas fungsi estetika yang termasuk kategori sedang. Hubungan kualitas taman kota dengan karakteristik lokasi pelayanan publik beragam. Hal ini disebabkan kualitas fungsi sosial juga terpengaruh dari kualitas fungsi estetikanya. Namun, kualitas fungsi estetika yang baik saja tidak cukup untuk menjadi penentu keberhasilan taman sebagai fungsi sosial, apabila tidak disertai dengan lokasi yang efisien dan mudah dicapai oleh pengguna ruang publik.
As a part of public open space, city parks have an important role in aligning the pattern of a healthy city life. City park has double functions those are social function and aesthetic function, which provide various benefits such as a place for doing social activities, city lungs, and also beautify the city faces. Kebayoran Baru is a first garden city in Indonesia who designed by local architect. This study aims to determine the quality of the city parks in the District of Kebayoran Baru, both as social function and aesthetic function, and also to see the correlations of city parks quality with characteristics of public services location, which is explored from ‘locational efficiency, locational accessibility, and personal accessibility’ of the parks. This research is a descriptive study using a spatial approach. The study results showed the quality of city parks as public spaces in the District of Kebayoran Baru, mostly have quality both of the social function and aesthetic function are classified as moderate quality. The correlations between quality of city parks and characteristics of public services locations are diverse. This is due to the quality of social function was also detracted from the quality of aesthetic function. However, the good quality of aesthetic function alone is not enough to be a determinant of successful parks as social function, if not accompanied by an efficient location and easily accessible by public space users."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44301
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Cyntia Claudia
"Tulisan ini membahas mengenai ruang transit merupakan bagian yang penting saat ini pada kota kontemporer yang muncul dari ruang-ruang pergerakan oleh mobilitas masyarakat urban. Ruang transit merupakan ruang yang berada di antara asal dan tujuan, dihidupi dan disinggahi dalam waktu sementara. Sayangnya, ruang ini kurang didesain sebagai ruang yang penting, dimana memungkinkan segala aktivitas manusia untuk muncul dan berkembang. Hal ini dikaji lewat keberadaan ruang transit saat ini serta pemaknaannya oleh para pengguna. Keberadaan ruang transit mencakup fungsi ruang dan bagaimana ruang digunakan. Sedangkan pemaknaan dilihat lewat aktivitas yang aktor lakukan, penggunaan rambu maupun tanda, serta motivasi interaksi. Sehingga dengan mengaitkan keseluruhan elemen tersebut dapat dihasilkan analisis yang komprehensif terhadap keberadaan ruang transit dan pemaknaannya.
Berdasarkan studi kasus yang dibahas, fungsi utama ruang transit sebagai ruang sirkulasi dan pergerakan tetap menjadi yang terutama. Tetapi, ruang transit ternyata juga dimaknai lebih dari itu lewat kemunculan aktivitas yang berkembang saat terdapat aksi pause dan stop. Hal ini menunjukkan adanya motivasi lain yang terbentuk. Hanya saja, saat ini ruang-ruang ini kurang memberikan kualitas yang sepadan untuk pemaknaan di luar sirkulasi sehingga munculnya interpretasi berbeda untuk rambu dan tanda pada ruang transit untuk mendukung aktivitas tersebut.
Nowadays, transit space has a very important role in the contemporary city which is appeared from space of movement by urban society's mobility. Transit space is a space located in between the arrival and destination point, lived and stayed for a temporary period. Unfortunately, this space lacks of design intentions as a potential space which allows all human activities to develop. This concern is assessed through the existence of the current transit space and synthesizing its meaning. These are done by examining the function and how it is used, while the meaning seen through the actor's activities, the use of signs or marks, and motivational interactions. So that by linking all the elements, a comprehensive analysis of the existence of transit space and its significance can be produced.Based on the case studies discussed, the primary functions of the transit space as circulation and movement space remain still. However, the transit space is also interpreted more than that. It is proven from the variety of activities which emerge when there is any pause and/or stop action. However, current transit space does not provide the quality that meets for other activities outside circulating, thus reinterpretation towards sign or elements that inhabit the transit space is unavoidable."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54881
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nila Nuswantari
"
ABSTRAKTulisan ini membahas tentang implementasi kebijakan dalam konteks proses produksi dan reproduksi ruang di salah satu RPTRA yakni di Duri Pulo, Jakarta Pusat. Konsepsi ruang publik yang digagas pemerintah cenderung homogen sementara publik pun memiliki kebebasan untuk memaknai ruang publik dengan cara mereka masing-masing. Saya menggunakan teknik pengamatan, wawancara serta melibatkan diri dalam keseluruhan prosesnya untuk membantu dalam pengumpulan data secara holistik dari berbagai sudut pandang. Internalisasi nilai melalui praktik governmentality ternyata bergesekan dengan pemaknaan masyarakat yang mempersepsikan ruang sebagai embodied space mereka. Hal ini memunculkan fakta bahwa publik tidak bisa disimplifikasi menjadi satu entitas yang seragam dan ruang bukanlah perihal teknis belaka.
ABSTRACTThis paper is intended to discuss about policy implementation in production and reproduction process context at one of the Child Friendly Integrated Public Spaces RPTRA at Duri Pulo, Central Jakarta. Public spaces conception which initiated by the government tend to be homogeneous meanwhile public has a freedom to interpret public space on their own. I used observation techniques, interviews and engaged myself in whole process to assist in the data collection holistically from various points of view. Values internalization through the governmentality practice apparently against the public rsquo s meaning of public space that perceived space as their embodied space. This raises the fact that public cannot be simplified into unified entity and space is not merely a technical matter."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library