Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179051 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sisca Silvana
"Latar belakang: Saat ini tindakan intervensi transkateter banyak dilakukan pada PJB non-sianotik meskipun pada beberapa kasus tertentu tetap membutuhkan penanganan secara operasi jantung terbuka. Penilaian luaran jangka panjang anak dengan PJB non-sianotik seperti fungsi kognitif ditinjau dari perbedaan penanganannya baik secara intervensi transkateter maupun operasi terbuka masih sangat terbatas. Oleh karena itu, peneliti ingin mengevaluasi fungsi kognitif anak dengan PJB non-sianotik yang mendapatkan operasi terbuka dan tindakan intervensi transkateter berdasarkan tes intelegensi menurut skala Wechsler dan menilai EEG pasien setelah dilakukannya tindakan.Tujuan :Mengetahui skor IQ dan gambaran EEG pada pasien anak dengan penyakit jantung bawaan non-sianotik pascaoperasi jantung terbuka dan tindakan intervensi transkateter.Metode: Studi potong lintang pada anak usia 4 sampai 18 tahun dengan PJB non-sianotik yang sudah menjalani operasi jantung terbuka dan kelompok anak dengan PJB non-sianotik yang sudah menjalani tindakan intervensi transkateter. Penelitian dilakukan di poli jantung terpadu (PJT) dan poliklinik anak Kiara Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta mulai bulan Desember 2018 hingga Februari 2019.Hasil :Dari 76 anak dengan PJB non-sianotik yang berusia 4 hingga 18 tahun didapatkan 55,4% FSIQ normal pada kelompok operasi terbuka dan 44,6% FSIQ normal pada kelompok tindakan intervensi transkateter dengan nilai p=0,680. Pada pemeriksaan EEG didapatkan hasil 70,7% EEG normal pada kelompok operasi terbuka dan 51,4% EEG normal pada kelompok tindakan intervensi transkateter dengan nilai p=0,084. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok. Simpulan:Tindakan operasi terbuka maupun intervensi kateter yang dilakukan pada anak dengan PJB non-sianotik tidak memengaruhi skor IQ dan gambaran EEG. Tidak diperlukan pemeriksaan EEG sebelum dilakukan tindakan koreksi.
Background : Nowadays transcatheter intervention closure has been commonly done in acyanotic congenital heart diseases even though in some cases surgical closure are still needed. Long term evaluation in children with acyanotic congenital heart diseases such as cognitive function from different interventions especially after transcatheter intervention closure or surgical closure is limited. Therefore, we would like to evaluate the cognitive function of children with acyanotic congenital heart diseases who underwent transcatheter intervention closure compared to surgical closure, based on IQ test according to Wechsler scale and EEG result after intervention. Objective : To evaluate IQ score and EEG result after surgical closure and transcatheter intervention closure of acyanotic congenital heart diseases in children. Methods : A cross-sectional study was done to 4 -18 year old children with acyanotic congenital heart diseases who had surgical closure or transcatheter intervention closure. This study was undertaken in integrated cardiovascular services and pediatric neurology policlinic of Cipto Mangunkusumo National Hospital Jakarta since December 2018 until February 2019. Results : Seventy six children enrolled in the study. We found 55,4% normal FSIQ in surgical closure group and 44,6% normal FSIQ in transcatheter intervention closure group with p value 0,680. EEG examination showed 70,7% normal range in surgical closure group and 51,4% normal EEG in transcatheter intervention closure group with p value 0,084. Conclusion: There is no significant difference at IQ score and EEG result after cardiac surgical closure and transcatheter intervention closure of acyanotic congenital heart diseases in children. EEG examination is not needed before corrective intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, David Soeliongan
"Latar Belakang: Infeksi menjadi masalah pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB),
terutama pneumonia. Faktor risiko yang mendasari perjalanan pneumonia pada anak adalah:
usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI, berat lahir rendah, status imunisasi,
pendidikan orangtua, status sosioekonomi, penggunaan fasilitas kesehatan. Insidens
pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Tujuan: Mengetahui insidens pneumonia anak dengan PJB pirau kiri ke kanan dan faktor
risiko yang terkait.
Metode: Penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan cohort retrospective
berdasarkan penelusuran rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2015 -
2019, Jakarta. Diagnosis PJB pirau kiri ke kanan berdasarkan echocardiography. Dari hasil
yang ada, dilakukan analisis multivariat dan dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Dari 333 subyek dengan PJB pirau kiri ke kanan, 167 subyek mengalami pneumonia
(50,2%). Proporsi jenis PJB pirau kiri ke kanan terbanyak yang menyebabkan pneumonia
adalah defek septum ventrikel (VSD), yaitu 41,9%. Defek ukuran besar berhubungan dengan
angka kejadian pneumonia (p=0,001). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia
pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan antara lain: status gizi buruk [OR 5,152 (95% CI
2,363-11,234)], status imunisasi tidak lengkap [OR 9,689 (95% CI 4,322-21,721)], status
sosioekonomi rendah [OR 4,724 (95% CI 2,003-11,138)], dan ukuran defek yang besar [OR
5,463 (95% CI 1,949-15,307)].
Simpulan: Insidens pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan sebesar 50,2 %.
Tipe PJB dengan insidens pneumonia terbanyak adalah VSD. Status gizi, imunisasi, status
sosioekonomi dan ukuran besar defek mempengaruhi angka kejadian pneumonia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Christine
"ABSTRAK
Penyakit jantung bawaan (PJB) mengakibatkan morbiditas yang signifikan pada anak dan merupakan penyebab kematian utama dari antara kelainan kongenital lainnya. Usaha preventif PJB dengan cara identifikasi faktor risiko maternal diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas PJB.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) karakteristik (usia saat pertama kali terdiagnosis, jenis kelamin, status gizi, dan status ekonomi keluarga) penderita PJB anak di Poliklinik Kardiologi Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), (2) faktor risiko maternal yang diperkirakan mempengaruhi terjadinya PJB pada anak, yaitu: merokok aktif dan pasif selama kehamilan, diabetes melitus, obesitas, infeksi rubela saat kehamilan, usia saat kehamilan, dan pendidikan.
Metode. Penelitian kasus kontrol dengan consecutive sampling dilakukan di Poliklinik Kardiologi IKA RSCM pada bulan Januari-Maret 2014. Pemeriksaan klinis, ekokardiografi, dan wawancara dilakukan terhadap 68 subjek PJB (kelompok kasus) dan 68 subjek anak sehat (kelompok kontrol).
Hasil. Jumlah subjek penelitian sebanyak 136 subjek, dengan perbandingan kasus:kontrol adalah 1:1. Median (rentang) usia subjek saat diagnosis PJB adalah 5,5 (0,5-180) bulan, sebesar 80,9% terdiagnosis saat berusia kurang dari 1 tahun. Sebagian besar subjek PJB adalah perempuan (57,4%), mengalami malnutrisi (51,5%), dengan 7,4% di antaranya merupakan gizi buruk, dan memiliki status ekonomi keluarga menengah ke bawah (76,5%). Defek PJB non sianotik terbanyak adalah defek septum ventrikel (44,1%) dan PJB sianotik terbanyak adalah Tetralogi Fallot (14,7%). Faktor risiko maternal yang terbukti berhubungan bermakna dengan PJB anak adalah tingkat pendidikan ibu yang rendah. Faktor risiko merokok aktif dan pasif saat kehamilan, obesitas, dan usia ibu saat kehamilan tidak terbukti berhubungan dengan PJB anak, sedangkan faktor diabetes melitus dan infeksi rubela saat kehamilan tidak dapat dianalisis pada penelitian ini.
Simpulan. Median (rentang) usia subjek saat diagnosis PJB adalah 5,5 (0,5-180) bulan, sebagian besar subjek terdiagnosis saat berusia kurang dari 1 tahun (80,9%). Sebagian besar subjek PJB adalah perempuan (57,4%), mengalami malnutrisi (51,5%), dan 7,4% di antaranya merupakan gizi buruk, dengan status ekonomi keluarga menengah ke bawah (76,5%). Faktor risiko maternal yang terbukti berhubungan bermakna dengan PJB anak adalah tingkat pendidikan ibu yang rendah.

ABSTRACT
Congenital heart defects (CHD) cause significant morbidities and are the leading cause of death among other congenital anomalies. Preventive measures with identification of maternal risk factors are expected to decrease morbidity and mortality rate in children due to CHD.
Objectives. This study aimed to define: (1) characteristics (age at diagnosis, gender, nutritional status, and family’s economy status) of CHD patients in Pediatric Cardiology Clinic Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH), (2) maternal risk factors that may influence CHD in children, namely: active and passive smoking in pregnancy, diabetes mellitus, obesity, rubella infection in pregnancy, age at pregnancy, and education.
Method. Case-control study with consecutive sampling was performed in Pediatric Cardiology Clinic CMH in January-March 2014. Clinical examination, echocardiography, and interview were performed in 68 CHD subjects (case group) and 68 healthy subjects (control group).
Results. Total subject in this study was 136, with ratio of case:control is 1:1. Median (range) of subject’s age at diagnosis was 5.5 (0.5-180) months, and 80.9% were diagnosed in the first year of age. Most of the subjects were female (57.4%), were malnourished (51.5%) with 7.4% were severe malnourished, and were from middle to low income family (76.5%). The most prevalent non cyanotic CHD was ventricle septal defect (44.1%), and the most prevalent cyanotic CHD was Tetralogy of Fallot (14.7%). Maternal risk factor that was significantly associated with CHD was low maternal education. Active and passive smoking in pregnancy, obesity, and maternal age at pregnancy were not associated with CHD, whereas diabetes mellitus and rubella infection in pregnancy could not be analyzed in this study.
Conclusion. Median (range) of subject’s age at diagnosis was 5.5 (0.5-180) months, and mostly were diagnosed in the first year of age (80.9%). Most of the subjects were female (57.4%), were malnourished (51.5%) with 7.4% were severe malnourished, and were from middle to low income family (76.5%). Maternal risk factor that was significantly associated with CHD was low maternal education."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nur Aini
"Latar belakang. Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyebab kelainan kongenital dengan 9 per 1.000 kelahiran hidup bayi dengan PJB per tahun. Angka kematian karena PJB sendiri mencapai 250.000 kematian per tahun di seluruh dunia. Pasien PJB memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi, terutama infeksi respirasi. Penyakit infeksi pada pasien PJB berisiko untuk berprogres menjadi komplikasi yang serius. Penyakit menular seperti pneumonia merupakan sumber utama morbiditas dan angka kematian pada anak-anak penderita PJB di bawah usia lima tahun, oleh karena itu, menghindari infeksi sangat penting bagi populasi PJB. Imunisasi merupakan salah satu strategi yang penting untuk mencegah timbulnya morbiditas dan mortalitas pada anak dengan PJB. Masih ditemukan banyak anak dengan PJB yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap. Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa cakupan imunisasi pada anak PJB hanya mencapai 34%. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kelengkapan imunisasi pada pasien PJB dan faktor yang berhubungan. Metode. Penelitian merupakan studi potong lintang yang melibatkan anak PJB berusia 6 bulan hingga 5 tahun yang berobat ke RSCM. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara, serta rekam medis. Analisis dengan regresi logistik dilakukan untuk mendapatkan akurasi pengaruh gabungan dari parameter yang diuji. Hasil. Penelitian melibatkan 127 pasien dengan PJB. Imunisasi yang lengkap didapatkan pada 26,77% subyek. Dari subyek yang memiliki imunisasi lengkap, 35,29% diantaranya diberikan imunisasi tepat waktu. Imunisasi dengan cakupan yang paling tinggi adalah Hepatitis B yang diberikan segera setelah lahir. Pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua terhadap imunisasi secara umum baik. Lama rawat, perilaku orang tua, dan penundaan imunisasi oleh tenaga kesehatan berhubungan dengan kelengkapan imunisasi. Simpulan. Kelengkapan dan ketepatan waktu imunisasi pada pasien PJB di Indonesia masih rendah. Rawat inap, perilaku orang tua terhadap imunisasi, dan penundaan oleh tenaga kesehatan merupakan faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi.

Background. Congenital heart disease (CHD) is a most common cause of congenital abnormalities, accounting for 9 per 1,000 live births each year. CHD causes 250,000 mortalities per year worldwide. CHD patients have an increased risk of infections, particularly respiratory infections. Infectious illnesses in CHD patients can lead to significant consequences. Infectious infections such as pneumonia are the leading cause of morbidity and mortality in children with PJB under the age of five; hence, avoiding infection is critical for the CHD patients. Immunization is an important strategy for reducing morbidity and mortality in children with CHD. There are still many children with CHD who have not been fully immunized. Studies in various countries show that the scope of immunization in children only reaches 34%. Objectives. This study aims to assess the completeness of immunization in PJB CHD and related factors. Method. This research was a cross sectional study of pediatric patients aged 6 months to 5 years who came to Cipto Mangunkusumo Hospital. Data were collected via questionnaires, interviews, and medical records. Analysis with logistic regression was used to determine of the combined effect of the parameters investigated. Result. The study involved 127 patients with CHD. Complete immunization was obtained in 26.77% of subjects. Of the subjects who had complete immunization, 35.29% were given timely immunization. The immunization with the highest coverage was Hepatitis B which was given immediately after birth. Parental knowledge, attitudes, and behavior towards immunization were generally good. Length of stay, parental practice towards immunization, and delays in immunization by health workers were associated with completeness of immunization. Conclusion. The completeness and timeliness of immunization in CHD patients in Indonesia are still low. Hospitalization length of stay, parents' attitude towards immunization, and delay by health workers are factors related to immunization completeness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Habibah Nur Alawiah
"Penyakit Jantung Bawaan (PJB) sering dikaitkan dengan malnutrisi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, penatalaksana yang tepat dapat menurunkan infeksi, lama rawat, bahkan kematian. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi kurang pada anak dengan PJB. Penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan case control.  Sampel penelitian berjumlah 114 anak PJB di Rumah Sakit Jantung Jakarta periode Juli 2020 hingga Juni 2023. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat BBLR, pemberian ASI eksklusif, jenis PJB dan penyakit penyerta terhadap status gizi kurang pada anak PJB, terdapat hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan status gizi kurang pada anak PJB (p value <0,05). Simpulan: dari penelitian ini yaitu faktor nutrisi dan organik tidak berhubungan dengan status gizi kurang anak PJB. Oleh karena itu pelayanan perlu memberikan perhatian terkait status nutrisi dan imunisasi disamping masalah jantung.

Congenital Heart Disease (CHD) is often associated with malnutrition which is influenced by various factors resulting in increased morbidity and mortality, appropriate management can reduce infection, length of stay, and even death. This research was conducted to identify factors associated with malnutrition status in children with CHD. This study used an analytical observational with a case control design. The research sample consisted of 114 CHD children at the Jakarta Heart Hospital for the period July 2020 to June 2023. The result of this study showed that there was no relationship between age, gender, history of LBW, exclusive breastfeeding, type of CHD and comorbidities on malnutrition status in CHD children, there is a relationship between complete immunization and malnutrition status in CHD children (p value <0.05). Conclusion from this research, nutritional and organic factors are not related to the malnutrition status of CHD children. Therefore, services need to pay attention to nutritional status and immunization in addition to heart problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Setiorini
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) didapatkan pada 40-50% pasien sindrom Down, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Salah satu manifestasi tambahan lain selain PJB adalah hipertensi pulmoner. Faktor-faktor risiko yang berperan untuk terjadinya PJB, terjadi pada periode perikonsepsi yaitu 3 bulan sebelum kehamilan hingga trimester pertama kehamilan. Beberapa penelitian mengenai faktor risiko PJB yang telah dilakukan memiliki hasil yang tidak konsisten baik dalam populasi sindrom Down sendiri, maupun apabila dibandingkan dengan populasi umum.
Tujuan: Mengetahui prevalens PJB dan hipertensi pulmoner, jenis PJB yang banyak didapatkan, dan faktor risiko PJB pada sindrom Down.
Metode: Studi potong lintang observational analytic pada pasien sindrom Down berusia ≤5 tahun di RSCM. Data diambil dari wawancara dengan orangtua subyek yang datang langsung ke poliklinik rawat jalan RSCM Kiara, Departemen Rehabilitasi Medis, dirawat di Gedung A RSCM, IGD, perinatologi maupun orangtua dari subyek yang tercatat di rekam medis dengan diagnosis sindrom Down atau memiliki International Classification of Disease (ICD) 10 Q90.9 sejak Januari 2012 hingga Desember 2015.
Hasil penelitian: Sebanyak 70 subyek sindrom Down memenuhi kriteria inklusi. Median usia subyek adalah 16,5 bulan. Penyakit jantung bawaan didapatkan pada 47,1% subyek. Defek septum atrium dan duktus arteriosus paten merupakan PJB terbanyak yang didapatkan yaitu masing-masing 30,3%. Penyakit jantung bawaan lain yang didapatkan adalah defek septum atrioventrikel dan defek septum ventrikel yaitu sebesar 18,2 dan 21,2%. Hipertensi pulmoner didapatkan pada 17,1% subyek dengan 10/12 subyek terjadi bersamaan dengan PJB. Usia ibu ≥35 tahun [p= 0,77; OR 0,87 (0,34-2,32)], usia ayah ≥35 tahun [p= 0,48; OR 1,44 (0,52-4,01)], febrile illness [p= 0,72; OR 0,81 (0,25-2,62)], penggunaan obat-obat yaitu antipiretik [p= 0,71; OR 0,60 (0,14-2,82)], antibiotik (p=0,91; OR 1,13 (0,15-8,5)], jamu/obat herbal [p=0,89; OR 0,89 (0,22-3,60)], keteraturan penggunaan asam folat [p= 0,27; OR 0,58 (0,22-1,50)], ibu merokok (p= 0,34), dan pajanan rokok [p= 0,89; OR 0,94 (0,36-2,46)] saat periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan terjadinya PJB pada sindrom Down.
Kesimpulan: Faktor risiko lingkungan periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan kejadian PJB pada sindrom Down."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Trantika
"Pemberian air susu ibu ASI merupakan bentuk pemberian makanan yang paling disarankan untuk semua bayi, termasuk bayi dengan kebutuhan medis khusus seperti penyakit jantung bawaan. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perilaku pemberian ASI pada 165 ibu yang memiliki bayi penderita penyakit jantung bawaan. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner pemberian ASI dan kuesioner perilaku pemberian ASI yang dimodifikasi dari penelitian Rickman 2017. Pemberian ASI eksklusif pada bayi penderita penyakit jantung bawaan hanya sebesar 36,4. Responden berusia 21-39 tahun tidak memberikan ASI eksklusif, begitupun dengan responden berpendidikan tinggi, tidak bekerja, berpendapatan cukup, multipara, dan berpengetahuan baik. Berdasarkan riwayat persalinan, responden yang melahirkan di fasilitas kesehatan, melahirkan secara sesar, melakukan inisiasi menyusu dini IMD. dan yang dirawat gabung tidak memberikan ASI eksklusif. Pada variabel dukungan sosial, responden yang mendapat dukungan suami dan ibu/mertua tidak memberikan ASI ekslusif. Sebanyak 62,2 bayi penderita kelainan asianotik dan 65,3 bayi penderita kelainan sianotik tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kondisi medis bayi yang menyebabkan kendala menyusu pada bayi merupakan faktor utama tidak berhasilnya pemberian ASI eksklusif pada bayi penderita penyakit jantung bawaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan motivasi dan dukungan pada responden untuk memberikan ASI secara eksklusif. Hasil studi ini dapat menjadi informasi untuk menerapkan konseling ASI yang efektif dan tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan dukungan dan motivasi pada ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

Breastfeeding is the most recommended feeding for all infants, including infants with special medical needs such as congenital heart disease. This study aims to describe the breastfeeding behavior in 165 mothers who have infants with congenital heart disease. This research method used. quantitative descriptive survey. Data were collected using. modified breastfeeding and breastfeeding behavior questionnaire from Rickman 2017 study. Exclusive breastfeeding in infants with congenital heart disease is only 36.4. Respondents aged 21 39 years old did not provide exclusive breastfeeding, as did high educated, unemployed, fair income, multiparent, and knowledgeable respondents. Based on the history of labor, respondents who gave birth at. health facility, delivered by cesarean section, initiated breastfeeding, and who were treated together with their infants did not provide exclusive breastfeeding. In social support variables, respondents who have the support of husband and mother mother in law did not provide exclusive breastfeeding. As many as 62.2 of infants with asianotic abnormalities and 65.3 of infants with cyanotic abnormalities were not exclusively breastfed. The infant 39. medical condition that causes breastfeeding difficulties in infants is. major factor in the failure of exclusive breastfeeding in infants with congenital heart disease. The results also show that health workers less motivation and support to respondents to exclusively breastfeed. The results of this study can become an information to implement effective breastfeeding counseling and health workers are expected to provide support and motivation in mothers to exclusively breastfeed their babies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Hernisa
"ABSTRAK
Latar belakang: Kardioplegia merupakan komponen penting dalam proteksi miokard operasi jantung. Meskipun telah banyak penelitian yang mencoba membuktikan keunggulan kardioplegia darah dibanding kardioplegia kristaloid, namun kesepakatan kardioplegia terbaik untuk operasi jantung bawaan asianotik belum tercapai. Metode: Penelitian eksperimental dengan simple randomization pada 54 populasi pasien VSD, AVSD dan gangguan katup mitral yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 24 pasien kelompok crystalloid cardioplegia CC sebagai kontrol, dan 30 pasien kelompok blood cardioplegia BC . Dilakukan pemeriksaan selisih kadar laktat darah arteri dan sinus koronarius, serta ekstraksi oksigen koroner segera, menit ke-15 dan menit ke-30 setelah CPB dihentikan. Dilakukan observasi terhadap durasi ventilasi mekanik, penggunaan inotropik, aritmia jantung, lama rawat icu dan lama rawat rumah sakit. Hasil: Selisih kadar laktat darah dan ekstraksi oksigen koroner tidak berbeda bermakna p>0,05 . Pada pasien tutup VSD, penggunaan intoropik lebih sedikit pada kelompok BC. Pasien tanpa inotropik kelompok BC dan CC yaitu 9/25 dan 2/22, 1 jenis inotropik 12/25 dan 13/22, dan lebih dari satu jenis inotropik 4/25 dan 7/22

ABSTRACT
Backgrounds Cardioplegia is an important myocardial protection in cardiac surgery. Many studies conducted to prove blood cardioplegia rsquo s superiority to crystalloid cardioplegia, but no agreement established for which cardioplegia is the best for acyanotic cardiac surgery. Methods Experimental study with simple randomization in 54 VSD, AVSD, and mitral valve disease patients, 24 crystalloid cardioplegia CC , and 30 blood cardioplegia BC . Lactate levels in arterial blood and coronary sinus, also coronary oxygen extractions were measured immediate, 15 and 30 minutes after CPB deactivated. Postoperative mechanical ventilation durations, inotropic administrations, arrhytmias, ICU and hospital length of stay were observed. Results No significant difference in the difference of lactate levels and coronary oxygen extractions immediate, 15 and 30 minutes after CPB P 0.05 . Less inotropics needed in VSD closure patients in BC group. No inotropic needed in 9 25 BC group to 2 22 in CC group, 1 inotropic needed in 12 25 BC group to 13 22 in CC group, and more than 1 intropic needed in 4 25 BC group to 7 22 in CC group p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Komalasari
"Latar belakang: Bedah jantung terbuka pada anak merupakan pembedahan dengan tingkat stress respon yang tinggi. Salah satu komplikasi tersering adalah infeksi pascabedah yang berkaitan dengan hiperglikemia yang terjadi pascabedah dan diperberat oleh resistensi insulin yang terjadi akibat respon stress dan perubahan neurohormonal akibat pembedahan dan puasa. Salah satu cara yang dipikirkan dapat mengurangi resistensi insulin dan kadar gula darah pascabedah adalah pemberian karbohidrat oral prabedah. Beberapa penelitian telah membuktikkan pemberian karbohidrat oral prabedah dapat mengurangi respon stress tubuh akibat puasa dan mengurangi resistensi insulin pascabedah. Pemberian karbohidrat oral prabedah akan meningkatkan kadar insulin pada kadar tidak puasa sehingga menurunkan resistensi insulin yang terjadi pascabedah. Namun, belum ada penelitian pada bedah jantung terbuka pada anak.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui efek pemberian karbohidrat oral prabedah dalam mengurangi resistensi insulin dan kadar gula darah pascabedah jantung terbuka pada anak. Terdapat 19 subjek pada masing-masing kelompok. Kedua kelompok menjalani puasa 6 jam prabedah, kelompok pertama mendapatkan maltodekstrin 12,5% dan kelompok kedua mendapatkan air putih hingga 2 jam prabedah. Dilakukan pengukuran HOMA-IR, kadar gula darah, procalcitonin dan pencatatan lama ventilasi mekanik. Hasil: Median kadar HOMA IR kelompok karbohidrat oral prabedah didapatkan selalu lebih tinggi dibandingkan kelompok air putih pada pengukuran saat prabedah, setelah induksi, dan 24 jam pascabedah, namun tidak bermakna secara statistik. Didapatkan perbedaan bermakna penggunaan ventilasi mekanik pada kelompok kontrol dibanding kelompok perlakuan (p=0,001). Kadar prokalsitonin 24 jam pascabedah didapatkan lebih tinggi pada kelompok kontrol (p=0,018). Simpulan: Karbohidrat oral prabedah dapat menurunkan infeksi dan lama penggunaan ventilasi mekanik pascabedah, namun tidak terbukti menurunkan resistensi insulin pascabedah.

Background: Open heart surgery in children causes metabolic stress and insulin resistance lead to postoperative complication such as infection and prolonged mechanical ventilation. These can be exacerbated by preoperative fasting. One of the measures to improve postoperative outcome is preoperative oral carbohydrate (OCH). Preoperative OCH changes the patient from a fasted state to a fed state and minimize insulin resistance. Many studies have evaluated the effect of preoperative oral carbohydrate on postoperative outcomes, but no study yet on open heart surgery in children. This study was designed to examine the effect of postoperative oral carbohydrate on postoperative insulin resistance, blood sugar level, and postoperative outcome including infection and mechanical ventilation time. Methods: 38 children undergoing elective cardiac surgery were randomly allocated into 2 groups. The control group receive water and the study group receive maltodextrin 12,5% 10 cc/kgBW 2 hours before induction. Blood glucose and HOMA-IR were measured before fasting, after induction, 6 hour and 24 hours postoperative. Procalcitonin as a marker for infection was measured 24 hours after surgery. Time for extubation was recorded.
Results: HOMA-IR in CHO group were higher than control group before fasting, after induction and 24 hours after surgery but not statistically different. Procalcitonin level was significantly lower in OCH group (23.1[0.66-212.8] vs 83.82[0.7-553] (p=0,0180). Patient from treatment group had shorter mechanical ventilation time 1380 [300-14000] vs 5460 [900-17200] (p=0,001).
Conclusion: Preoperative oral carbohydrate in children undergoing cardiac surgery reduce infection and length of mechanical ventilation postoperative. But does not decrease insulin resistance postoperative.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah kelainan kongenital dengan insidens tertinggi dan memerlukan pemantauan berkala. Pemeriksaan ekokardiografi memerlukan fasilitas dan tenaga ahli yang belum tersedia secara luas di Indonesia. Troponin I merupakan biomarker spesifik jantung yang terdeteksi pada awal terjadinya kerusakan miokardium. Data mengenai penggunaan biomarker jantung pada pasien anak dengan PJB masih terbatas.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar troponin I dengan parameter hemodinamik pasien PJB asianotik dengan pirau kiri ke kanan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 53 subyek dengan PJB asianotik pirau kiri ke kanan yang berobat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk menilai jenis PJB, ukuran defek, dan parameter hemodinamik yaitu Qp/Qs, tekanan sistolik arteri pulmoner, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE). Kadar troponin I dinilai melalui enzyme linked fluorescent assay (ELISA) dengan sampel darah diambil pada hari yang sama dengan ekokardiografi..
Hasil: Median usia subyek adalah 16 (3-135) bulan dengan jenis kelamin perempuan 54,7% (n=53). Diagnosis PJB terbanyak adalah ASD (45,3%), dengan proporsi terbanyak defek berukuran sedang (43,4%). Peningkatan kadar troponin I didapatkan pada 7 (13,2%) subyek. Tidak ada perbedaan bermakna kadar troponin I pada berbagai jenis PJB. Ada korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (r=-0,391, p=0,002).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif lemah antara kadar troponin I dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri, sementara tidak ada korelasi bermakna dengan parameter hemodinamik lainnya

Background: Congenital heart disease (CHD) is the most frequent congenital abnormality and requires regular monitoring. Echocardiographic examination requires facilities and experts which are not widely available in Indonesia. Troponin I is a heart-specific biomarker that is detected early in myocardial damage. Data regarding the use of cardiac biomarker in pediatric CHD patients are still limited.
Objective: To determine the correlation between troponin I level and hemodynamic parameters in acyanotic CHD patients with left-to-right shunts.
Methods: A cross-sectional study of 53 subjects with left-to-right shunt acyanotic CHD as inpatient or outpatient at dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Hospital. Echocardiography was performed to assess the type and size of CHD, as weel as hemodynanic parameters (Qp/Qs, pulmonary artery systolic pressure, left ventricular ejection fraction/EF, and tricuspid annular plane systolic excursion/TAPSE). Troponin I level was determined by enzyme linked fluorescent assay (ELISA) with blood samples taken on the same day as echocardiography.
Results: The median age of the subjects was 16 (3-135) months, with 54.7% female (n=53). Most prevalent of the CHD type was ASD (45.3%), most of the defect were medium-sized (43.4%). Increased troponin I levels were found in 7 (13.2%) subjects. There was no significant difference in troponin I level in various CHD types. There was a weak negative correlation between troponin I level and EF (r=-0.391, p=0.002).
Conclusion: There was a weak negatif correlation between troponin I level and EF, while there was no significant correlation with other hemodynamic parameters.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>