Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19611 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najib Imanullah
"ABSTRAK
The increases in cross-border trade has resulted in more companies with assets, business, and presence in multiple jurisdiction. When any of these companies face debt restructuring or insolvency, it confronts a myriad of complex issues in coordinating rescue proposals or winding up the businesses across jurisdictions. Prior to the 1997 economic crisis, insolvency laws in most state economies were generally out of date and irrelevant to the modern commercial needs, particulary the cross-border insolvency matters that has not been well regulated. ASEAN has initiated an integrated economy regional by launching an ASEAN Economic Community on late 2015. It aimed to establish a deeply integrated and highly cohesive ASEAN economy that would support sustained high economic growth and resilience in the face of global economic shocks and volatilities within ASEAN members. Unfortunately, ASEAN member has not prepared a regulation regarding cross-border insolvency matters which could restrains its aim to establish a fully integrated economy regional. Each state members has its own national insolvency laws and proceedings, but none have the schemes that could surpassed the national borders and simplified the procedures. The aspects of cross-border insolvency from both the International law and domestic law of Indonesia is already prepared to deal with foreign proceedings. Both could be adjusted to establish a cross-border regulation in ASEAN. Hence, there should be an in-depth harmonization of cross-border insolvency should be another priority upon ASEAN Economic Community to achieve a fully-integrated economy in ASEAN."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2018
340 UI-ILR 8:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Jongkers
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan daya saing ekspor Sumatera Utara sebelum implimentasi MEA. Penelitian ini menggunakan J metode deskriptif kuantitatif dan analisis revealid comparative advantage (RCA) untuk menganalisis kineija dan daya saing ekspor non migas Sumatera | Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; a) perekonomian Sumatera Utara menunjukkan ekonomi yang semakin terbuka dengan kontribusi perdagangan internasional diatas rata-rata Indonesia dengan kontribusi nilai ekspor antara 36 - 43 % dan impor antara 25 - 37% terhadap PDRB, b) Volume dan nilai ekspor Sumatera Utara meningkat pesat selama 13 tahun terakhir (2002 - 2014), diikuti dengan peningkatan surplus neraca perdagangan, c) pertumbuhan tertinggi ekspor Sumatera Utara terjadi pada kelompok barang minyak dan lemak nabati diikuti karet mentah, sintesis dan pugaran, d) Sumatera Utara memiliki daya saing yang kuat di kawasan ASEAN khususnya di negara Singapura dengan nilai RCA > 2 dalam 10 tahun terakhir, e) Singapura sebagai negara tujuan ekspor akan mengekspor lebih lanjut produk asal Sumatera Utara ke negara-negara industri yang akan menjadikannya bahan baku untuk menghasilkan barang olahan dan barang konsumsi (final/consumption good), f) Sumatera Utara memiliki posisi yang sangat bagus dalam menghadapi MEA dan berpeluang sebagai pemenang dalam pasar bebas ASEAN. Sesuai dengan hasil penelitian disarankan; a) Pemerintah Sumatera Utara agar meningkatkan pemberdayaan perkebunan sawit dan karet rakyat agar mampu meningkatkan produktivitasnya, b) mendorong investasi di industri pengolahan produk-produk berbahan baku minyak dan lemak nabati maupun karet/lateks karena pengembangan industri domestik akan meningkatkan permintaan lokal, sehingga volume ekspor meningkat."
Universitas HKBP Nonmensen, 2016
050 VISI 24:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnandar Prijadikusuma
"ABSTRAK
Tesis ini membahas share Indonesia yang rendah dalam perdagangan karbon internasional di pasar Protokol Kyoto dengan mekanisme pembangunan bersih / Clean Development Mechanism (CDM). Faktor internal Indonesia yaitu potensi sektor energi dan kehutanan, kepentingan serta kebijakan, dan faktor eksternal yaitu kepentingan negara Annex I dan responnya mempengaruhi posisi Indonesia dalam share perdagangan karbon internasional di pasar Protokol Kyoto tersebut. Hasil Penelitian menyarankan bahwa pertama konsistensi dan komitmen bersama para pihak baik negara-negara Annex I maupun negara-negara non-Annex I dalam menghadapi perubahan iklim, kedua diperlukan kapasitas yang memadai baik pemerintah, pengembang, konsultan, institusi yang berwenang, perbankan dan asuransi, ahli hukum dan LSM untuk suksesnya proyek CDM. Tanpa kesiapan yang memadai maka kebijakan yang dibuat akan berdampak pada kurang maksimalnya hasil yang diperoleh sesuai dengan kepentingan politik dan ekonomi nasional Indonesia pada tataran global.

ABSTRACT
This thesis discusses about the low share of Indonesia in international carbon trading at Protokol Kyoto Market with clean development mechanism (CDM). This condition is influenced by internal and external factors. The internal factors in Indonesia are potential of energy and forestry sector, Indonesia interests and policies, while the external factors are the interest of Annex I countries and its response that affect the share position of Indonesia in international carbon trading at Protokol Kyoto market. The first result of this study suggest that there must a consistency and commitment both from Annex I countries and non-Annex I countries to face of the climate change. The second is sufficient capacity was needed both from government, developers, consultants, institutional authorities, banking and insurance, legal experts and LSM to the success of this CDM project. Improper preparation would made the policy that has been made will make no significant result as the Indonesian national economical and political interest at the global level."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Parewangi, Andi Muh. Alfian
"Matriks Perdagangan Internasional (MIT) menggambarkan keseimbangan jaringan perdagangan internasional dari seluruh negara. Alat analisis ini memungkinkan kita untuk menganalisis paling tidak 2 tujuan dari tesisi ini; pertama, mengukur tingkat saling ketergantungan antara ekonomi melalui jaringan perdagangan internasional, dan kedua, melakukan simulasi dampak pertumbuhan satu atau sekelompok ekonomi terhadap ekonomi lainnya. Hal ini akan memberikan gambaran bagaimana strukutur perekonomian dan perdagangan dunia mempengaruhi distribusi dampak pertumbuhan tersebut MIT menghasilkan paling tidak 5 besaran kuantitatif yang menjadi pedoman analisis yakni, (i) trade linkage, (ii) field of influence, (iii) multiplier product matrix, (iv) multiplier yang dapat didekomposisi menjadi direct import requirement, indirect import reguirement, internal dan external propagation, dan (v) simulasi net foreign balance. Dengan menggunakan data 178 negara, hasil pertama penelitian ini mengkonfirmasi posisi teratas Singapura dan Malaysia diantara negara anggota ASEAN lain dalam perdagangan internasional. Kedua, hasil penelitian ini juga menunjukkan peran besar Amerika Serikat dan Jepang sebagai partner dagang penting untuk ASEAN. Ketiga, penelitian ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi di negara diluar ASEAN yang dinikmati oleh wilayah ASEAN ternyata jauh lebih kecil dibandingkan dampak pertumbuhan wilayah ASEAN yang dirasakan oleh negara-negara non-ASEAN. Kesimpulan keempat yang diperoleh dari perbandingan beberapa titik waktu analisis menunjukkan bahwa penyaluran dampak krisis ke negara lain, sangat tergantung pada pola perdagangan yang ada. Temuan ini memberikan beberapa implikasi cukup mendasar yakni (i) perlunya mempertimbangkan efek distribusi keuntungan perdagangan dalam pemilihan mitra dagang, (ii) pentingnya meningkatkan kapasitas produksi domestik untuk memenuhi permintaan domestik dan asing, perluasan wilayah pemasaran, pengurangan hambatan dan biaya non ekonomi serta (iii) perlunya upaya peningkatan keterbukaan dan peran Indonesia sebagai negara penghubung dalam jaraingan perdagangan global.
The Matrix of International Trade describse the global trade linkage. The tools allow us to analyze the interdependency between economy and to simulate the impact of the economic growth. MIT provide 5 quantitative measurement namely (i) trade linkage, (ii) field of influence, (iii) multiplier product matrix, (iv) multiplier which can be decomposed into direct and indirect import requirement, internal and extemal propagation, and (v) simulation of the net foreign balance. The model is applied on the data set of 178 countries. Based on the 5 measurement aboves, our first conclusion is confonning the largest role of Singapore and Malaysia among other ASEAN member in inteniaiional trade. Second, we also conform the role of United States and Japan as the largest trading partner for ASEAN. Third, our result shows that the advantage received by non-ASEAN countries from the ASEAN growth is much larger than what ASEAN receive from the equal growth of the non-ASEAN countries. Fourth, the magnitude of the economic crisis transmitted to certain countries depends on the pattern of the global trade network. These results leads to at least 5 policy implication; (i), it is important to consider the gain of trade distribution on choosing the trading partner, (ii), it is important to increase the domestic capacity, to enlarge the market, and to reduce the trade barrier, (iii) we need to increase the role as connecting (hub) country in the global trade network."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26447
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deandra Ramadhan Purbokusumo
"Munculnya platform investasi baru berjenis Binary Option Trading dimana pada platform tersebut, penggunanya bisa mendapatkan keuntungan dari memprediksi naik atau turunnya harga suatu komoditas dan mata uang dalam waktu yang singkat. Hal ini menjadi berbahaya ketika platform Binary Option menggunakan jasa influencer untuk mempromosikan platform mereka kepada pengikut di sosial media dengan janji bisa mendapatkan keuntungan yang besar dengan modal yang kecil dalam jangka waktu yang singkat. Tulisan ini menganalisis bagaimana kedudukan influencer sebagai afiliator binary option berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan serta peran otoritas perlindungan konsumen produk investasi berupa binary option berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tulisan ini dususun dengan menggunakan metode pendekatan doktrinal. Kedudukan influencer sebagai afiliator binary option berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, berkaitan dengan kegiatan merekomendasikan saham, sebenarnya terdapat suatu profesi dalam pasar modal bernama Penasihat Investasi. Penasihat Investasi diatur pula dalam Pasal 34 ayat (1) yang menjelaskan bahwa penasihat investasi wajib telah memperoleh izin dari OJK dalam menjalankan usahanya. Influencer pada praktiknya sebagai affiliator tidak memiliki izin sebagai Penasihat Investasi serta mempromosikan platform investasi ilegal yang telah dilarang oleh Bappebti yang dapat merugikan masyarakat luas sehingga kedudukannya dapat dikatakan ilegal dan melawan hukum.

The emergence of a new investment platform called Binary Option Trading where users can profit from predicting the rise or fall of commodity and currency prices in a short period of time. This becomes dangerous when Binary Option platforms use the services of influencers to promote their platform to followers on social media with the promise of being able to earn huge profits with small capital in a short period of time. This paper analyzes how the position of influencers as binary option affiliates based on Law Number 4 of 2023 concerning Development and Strengthening of the Financial Sector and the role of the authority for consumer protection of investment products in the form of binary options based on Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. This paper is compiled using the doctrinal approach method. The position of influencers as binary option affiliators based on Law Number 8 of 1995 concerning Capital Markets, related to the activity of recommending shares, there is actually a profession in the capital market called Investment Advisors. Investment Advisors are also regulated in Article 34 paragraph (1) which explains that investment advisors must have obtained a license from OJK in carrying out their business. Influencers in practice as affiliators are not licensed as Investment Advisors and promote illegal investment platforms that have been banned by Bappebti which can harm the wider community so that their position can be said to be illegal and against the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parewangi, Andi Muh. Alfian
"Matriks Perdagangan Internasional (MIT) menggambarkan keseimbangan jaringan perdagangan internasional dari seluruh negara. Alat analisis ini memungkinkan kita untuk menganalisis paling tidak 2 tujuan dari tesisi ini; pertama, mengukur tingkat saling ketergantungan antara ekonomi melalui jaringan perdagangan internasional, dan kedua, melakukan simulasi dampak pertumbuhan satu atau sekelompok ekonomi terhadap ekonomi lainnya. Hal ini akan memberikan gambaran bagaimana strukutr perekonomian dan perdagangan dunia mempengaruhi distribusi dampak pertumbuhan tersebut. MIT menghasilkan paling tidak 5 besaran kuantitatif yang menjadi pedoman analisis yakni, (i) trade linkage, (ii) field of influence, (iii) muiliplier product matrix, (iv) multiplier yang dapat didekomposisi menjadi direct import requirement, indirect import requirement, internal dan external propagation, dan (v) simulasi net foreign baiance. Dengan menggunakan data 178 negara, hasil pertama penelitian ini mengkonfirmasi posisi teratas Siangapura dan Malaysia diantara negara anggota ASEAN lain dalam perdagangan internasional. Kedua, hasil penelitian ini juga menunjukkan peran besar Amerika Serikat dan Jepang sebagai partner dagang penting untuk ASEAN. Ketiga, penelitian ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi di negara diluar ASEAN yang dinikmati oleh wilayah ASEAN ternyata jauh lebih kecil dibandingkan dampak pertumbuhan wilayah ASEAN yang dirasakan oleh negara-negara non-ASEAN. Kesimpulan keempat yang diperoleh dari perbandingan beberapa titik waktu analisis menunjukkan bahwa penyaluran dampak krisis ke negara lain, sangat tergantung pada pola perdagangan yang ada. Temuan ini memberikan beberapa implikasi cukup mendasar yakni (i) perlunya mempertimbangkan efek distribusi keuntungan perdagangan dalam pemilihan mitra dagang, (ii) pentingnya meningkatkan kapasitas produksi domestik untuk memenuhi permintaan domestik dan asing, perluasan wilayah pemasaran, pengurangan hambatan dan biaya non ekonomi serta (iii) perlunya upaya peningkatan keterbukaan dan peran Indonesia sebagai negara penghubung dalam jaringan perdagangan global.

The Matrix of International Trade describse the global trade linkage. The tools allow us to analyze the interdependency between economy and to simulate the impact of the economic growth. MIT provide 5 quantitative measurement namely (i) trade linkage, (ii) field of influence, (iii) multiplier product matrix, (iv) multiplier which can be decomposed into direct and indirect import requirement, internal and extemal propagation, and (v) simulation of the net foreign balance. The model is applied on the data set of 178 countries. Based on the 5 measurement aboves, our first conclusion is conforming the largest rofe of Singapore and Malaysia among other ASEAN member in intemational trade. Second, we also conform the role of United States and Japan as the largest trading partner for ASEAN. Third, our result shows that the advantage received by non-ASEAN countries from the ASEAN growth is much larger than what ASEAN receive from the equal growth of the non-ASEAN countries. Fourth, the magnitude of the economic crisis transmitted to certain countries depends on the pattern of the global trade network. These results leads to at least 5 policy implication; (i), it is important to consider the gain of trade distribution on choosing the trading partner, (ii), it is important to increase the domestic capacity, to enlarge the market, and to reduce the trade barrier, (iii) we need to increase the role as connecting (hub) country in the global trade network."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26922
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen of Home Affairs The Republic of Indonesia, 2008
332FREI001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Yuwandono
"Industri produk elektronik dan otomotif adalah sektor yang termasuk dalam kategori medium and high technology industry yang juga menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024 dengan tujuan agar memiliki daya saing regional yang ditunjukkan dengan peningkatan ekspor. Hal tersebut didukung dengan adanya kerjasama dalam bentuk ASEAN+3 di sisi perdagangan yang diharapkan dapat mendorong harmonisasi regulasi yang kemudian mendorong perdagangan. Seberapa jauh harmonisasi peraturan non-tariff measures (NTMs) antara Indonesia dengan negara ASEAN+3 serta pengaruhnya dapat dianalisis menggunakan metode regulatory distance. Jenis NTMs technical barriers to trade (TBT) memiliki coverage ratio terbesar sehingga menjadi fokus penelitian untuk menganalisis pengaruh regulatory distance terhadap ekspor produk elektronik dan otomotif dari Indonesia ke ASEAN+3. Studi ini menggunakan unit observasi komoditas produk elektronik dan produk otomotif yang diekspor dari Indonesia ke negara ASEAN+3 dalam rentang waktu 2010-2018 menggunakan model gravity yang diestimasi dengan metode poisson pseudo-maximum likelihood (PPML). Selain itu, dengan menggunakan metode multidimensional scaling diperoleh pola regulatory distance antara Indonesia dengan negara ASEAN+3. Hasil studi menunjukkan bahwa nilai regulatory distance NTMs jenis TBT antara Indonesia dengan negara di ASEAN+3 pada produk elektronik tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010, tetapi pada produk otomotif mengalami kenaikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa regulatory distance NTMs jenis TBT memiliki efek menghambat perdagangan pada ekspor produk elektronik dan otomotif dari Indonesia ke ASEAN+3.

The electronics and automotive industry are sectors in the medium and high technology industry category. Both are included as priority in the 2020-2024 Medium Term Development Plan with the aim of having regional competitiveness as indicated by increased exports. This is supported by cooperation in the form of ASEAN+3 on the trade side which is expected to encourage regulatory harmonization which then encourages trade. How far and the effect of the harmonization of non-tariff measures (NTMs) between Indonesia and ASEAN+3 countries can be analyzed using the regulatory distance method. The type of NTMs technical barriers to trade (TBT) has the largest coverage ratio so that it is the focus of research to analyze the effect of regulatory distance on exports of electronic and automotive products from Indonesia to ASEAN+3. This study uses a unit of observation for the commodities of electronic products and automotive products exported from Indonesia to ASEAN+3 countries during 2010 – 2018 using the gravity model which is estimated using the Poisson pseudo-maximum likelihood (PPML) method. In addition, by using the multidimensional scaling method, the regulatory distance pattern is obtained between Indonesia and ASEAN+3 countries. The results of the study show the regulatory distance of TBT-type NTMs between Indonesia and countries in ASEAN+3 for electronic products in 2018 has decreased compared to 2010, but has increased for automotive products. This study also shows that regulatory distance of TBT-type NTMs have a trade-inhibiting effect on exports of electronic and automotive products from Indonesia to ASEAN+3."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naifah Uzlah Istya Putri
"Peningkatan urgensi isu perubahan iklim dalam sistem internasional tidak terlepas dari peran aktor-aktor pasar, sehingga memunculkan solusi iklim berbasis pasar — terutama dalam bentuk perdagangan karbon. Negosiasi dalam Protokol Kyoto hingga Perjanjian Paris turut membahas konsep perdagangan karbon, dan realisasinya telah diimplementasikan dan direncanakan di berbagai yurisdiksi. Dengan melakukan penelusuran terhadap literatur berskala internasional yang telah melalui peer-review, tinjauan pustaka ini berupaya untuk memetakan dan menganalisis 52 literatur yang relevan dengan menggunakan metode taksonomi. Tulisan ini akan menjawab rumusan permasalahan utama, yakni bagaimana perkembangan perdagangan karbon dikaji dalam literatur dan kerangka pemikiran hubungan internasional? Hasil pemetaan literatur menunjukkan adanya konsensus mengenai diskursus iklim dan lingkungan, aspek ekonomi, posisi Uni Eropa, serta sikap skeptis terhadap integritas lingkungan dalam konteks perdagangan karbon. Sementara itu, terdapat perdebatan di antara para akademisi mengenai evaluasi perdagangan karbon sebagai kebijakan lingkungan, potensi linking, peran sektor swasta, dan posisi negara berkembang. Analisis penulis menghasilkan sebuah sintesis umum bahwa pembahasan tentang perdagangan karbon dalam hubungan internasional telah melebur dalam diskursus iklim, dengan kekhasan perdebatan tentang hubungan Utara-Selatan, aspek ekonomi dan pembangunan, serta peran aktor non-negara. Penulis juga menemukan adanya celah penelitian berdasarkan tema dan konteks waktu penulisan, tema yurisdiksi yang dibahas, dan paradigma pemikiran yang digunakan.

The increasing urgency of the climate change in the international system is inseparable from the role of market actors, giving rise to market-based climate solutions — especially in the form of carbon trading. Negotiations in the Kyoto Protocol to the Paris Agreement have also incorporated the concept of carbon trading, and its realization has been implemented and planned in various jurisdictions. By conducting a search of peer- reviewed international literatures, this literature review seeks to map and analyze 52 relevant literatures using the taxonomic method. This paper will answer the formulation of the main problem, namely, how is the development of carbon trading studied in the literature and framework of international relations? The results of the literature mapping show that there is a consensus regarding the climate and environmental discourse, economic aspects, the position of the European Union, and skepticism about environmental integrity in the context of carbon trading. Meanwhile, debate among academics have revolved around the evaluation of carbon trading as an environmental policy, the potential of linking, the role of the private sector, and the position of developing countries. The author's analysis results in a general synthesis that discussions about carbon trading in international relations have merged into the climate discourse, with the particularity of debates on North-South relations, economic and development aspects, and the role of non-state actors. The author also finds that there are several research gaps based on the theme and context of writing, the jurisdictional themes that have been discussed, and the thought paradigms being used."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>