Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khariza Nararya
"Tujuan penelitian ini adalah melihat efek moderasi dari kedua faktor common dyadic coping terhadap hubungan antara kepuasan pernikahan dengan parenting stress pada orang tua dari anak dengan spektrum autisme di Indonesia. Penelitian dilakukan kepada 131 partisipan di Jabodetabek, Bali, dan Lampung. Penelitian menggunakan alat ukur Couples Satisfaction Index–Short Form, Parenting Stress Index, dan Dyadic Coping Inventory. Analisis data dilakukan dengan korelasi Pearson, analisis regresi linear, dan Hayes Macro Process. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress serta tidak ditemukan efek moderasi dari kedua faktor common dyadic coping terhadap hubungan kepuasan pernikahan dan parenting stress.

The aim of this study is to evaluate the moderating effect of the two factors of common dyadic coping in the relationship between marital satisfaction and parenting stress for parents of individuals with autism spectrum disorder in Indonesia. The study was conducted to 131 participants in Jabodetabek, Bali, and Lampung area. This study uses Couples Satisfaction Index–Short Form, Parenting Stress Index, and Dyadic Coping Inventory to measure the variables. Data is analyzed using Pearson correlation, linear regression analysis, and Hayes Macro Process. Findings of the study showed that there is a significant negative correlation between marital satisfaction and parenting stress, and there is no moderating effect from the two factors of common dyadic coping to that relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Azzahra Putri
"Orang tua dari anak dengan ASD mengalami stres pengasuhan yang lebih tinggi daripada anak tanpa ASD. Jika tidak diatasi dengan baik, maka stres pengasuhan bisa berdampak bagi penurunan kualitas pengasuhan, serta berkaitan dengan hubungan pasangan. Oleh karena itu, diperlukan strategi coping untuk menghadapi stres pengasuhan pada orang tua dari anak dengan ASD. Dyadic coping dapat digunakan untuk menghadapi stres pengasuhan dalam mengasuh anak dengan ASD. Dyadic coping terdiri dari positive dan negative dyadic coping. Positive dyadic coping terdiri dari supportive, delegated, dan common dyadic coping. Peneliti berfokus pada supportive dyadic coping karena menampilkan dukungan yang diberikan dan didapatkan pasangan dalam menghadapi stres pengasuhan. Tujuan penelitian adalah melihat hubungan antara supportive dyadic coping dan stres pengasuhan pada orang tua dengan anak ASD. Partisipan penelitian berjumlah 82 ayah atau ibu dari anak dengan ASD di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah subskala supportive dyadic coping (by partner dan by self) dari Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Parenting Stress Index-Short Form (PSI-SF). Hasil penelitian menampilkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara supportive dyadic coping dan stres pengasuhan pada orang tua dengan anak ASD (r=-.261, N=82, p<.01, one-tailed). Artinya, semakin tinggi supportive dyadic coping, maka semakin rendah stres pengasuhan orang tua dengan anak ASD.

Parents of ASD children experience higher parenting stress than those without ASD children. If it doesn't dealt properly, there is a chance that parenting stress has an impact on the quality of parenting and couple's relationship. Therefore, coping strategies are needed to deal with parenting stress for parents of ASD children. Dyadic coping can be used to deal with parenting stress in rearing ASD children. Dyadic coping consists of positive and negative dyadic coping. Positive dyadic coping consists of supportive, delegated, and common dyadic coping. This study focused on supportive dyadic coping because it displays the support by self and partner in dealing with parenting stress. The purpose of this study was to assess the relationship between supportive dyadic coping and parenting stress in parents of ASD children. There are 82 fathers or mothers of ASD children in Indonesia that participated in this study. The measurement tools used in this study were the supportive dyadic coping subscales (by partner and by self) of the Dyadic Coping Inventory (DCI) and the Parenting Stress Index-Short Form (PSI-SF). The results showed that there was a significant negative relationship between supportive dyadic coping and parenting stress in parents of ASD children (r=-.261, N=82, p<.01, one-tailed). That is, the higher the supportive dyadic coping, the lower the parenting stress of parents of ASD children."
Depok: Fakultas Psikologi Univeraitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadlun Nissa
"Kepuasan pernikahan yang rendah pada orang tua dari anak dengan spektrum autisme dapat menimbulkan dampak negatif terhadap individu maupun keluarga. Orang tua sering ditemukan mengalami parenting stress dalam mengasuh anak dengan spektrum autisme. Parenting stress yang berkepanjangan dapat memprediksi rendahnya kepuasan pernikahan orang tua. Akan tetapi, supportive dyadic coping diduga dapat mengurangi stres yang dirasakan orang tua, sehingga kepuasan pernikahan dapat tetap terjaga.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress serta efek moderasi dari supportive dyadic coping terhadap hubungan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress pada orang tua dari anak dengan spektrum autisme di Indonesia. Penelitian ini dilakukan kepada 134 partisipan di Jabodetabek, Lampung, dan Bali.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress serta tidak ditemukan efek moderasi dari supportive dyadic coping terhadap hubungan antara kepuasan pernikahan dan parenting stress.

Low marriage satisfaction in parents of children with the autism spectrum can have a negative impact on individuals and families. Parents are often encountered experiencing parenting stress in caring for children with the autism spectrum. Prolonged parenting stress can predict low satisfaction of marriages. However, supportive dyadic coping is thought to reduce parenting stress, so that marital satisfaction can be maintained.
This study aims to look at the relationship between marital satisfaction and parenting stress and the moderating effects of supportive dyadic coping on the relationship between marital satisfaction and parenting stress in parents of children with autism spectrum in Indonesia. This research was conducted on 134 participants in Jabodetabek, Lampung, and Bali.
The results showed that there was a significant negative relationship between marital satisfaction and parenting stress and no moderating effect of supportive dyadic coping on the relationship between marital satisfaction and parenting stress was found.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Dewianti Putri
"Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang jumlahnya terus bertambah termasuk di Indonesia. Masalah perkembangan tersebut membuat anak dengan spektrum autisme (SA) harus bergantung kepada bantuan dan pendampingan dari orang tuanya. Untuk menjaga kepuasan pernikahan meskipun dihadapkan oleh tantangan terkait simtom anak, orang tua dapat menghadapi permasalahan secara bersama atau yang biasa disebut dyadic coping. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya pada orang tua dari anak dengan SA. Partisipan merupakan 145 orang tua dari anak dengan SA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara kepuasan pernikahan dan dyadic coping serta masing-masing faktornya. Dari penelitian ini, diketahui bahwa faktor emotion-focused supportive dyadic coping merupakan faktor yang paling berkontribusi pada kepuasan pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Larasati
"Pengasuhan terhadap anak dengan ASD bukan suatu hal yang mudah dan seringkali dapat membuat tingkat stres yang tinggi pada orang tua (Shattnawi dkk., 2020; Bonis, 2016). Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan stres yang baik salah satunya dengan melakukan pemecahan masalah secara bersama dengan pasangan atau disebut common dyadic coping. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara penggunaan strategi common dyadic coping dengan stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan Autistic Spectrum Disorder. Penelitian dilakukan pada 94 partisipan orang tua yang memiliki anak dengan Autistic Spectrum Disorder. Alat ukur yang digunakan berupa Dyadic Coping Inventory (DCI) dan Parenting Stress Index Short Form (PSI-SF). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang negatif antara penerapan strategi common dyadic coping dengan stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan Autistic Spectrum Disorder (r = -0,291, n = 82, r2 = 0,0846). Penelitian ini dapat menjadi implikasi pada bidang psikologi dalam psikoedukasi terkait dengan common dyadic coping dan stress pengasuhan.

Taking care of children with Autistic Spectrum Disorder can be quite challenging, often leading to high levels of stress in parents (Shattnawi et al., 2020; Bonis, 2016). Therefore, an effective stress management in parents is essential, such as engaging in joint problem-solving with a partner, which is referred to as common dyadic coping. This study aims to examine the relationship between the use of common dyadic coping strategies and parenting stress in parents who have children with Autistic Spectrum Disorder. The study was conducted on 94 parents who had children with Autistic Spectrum Disorder. Dyadic Coping Inventory (DCI) and Parenting Stress Index Short Form (PSI-SF) are used to measure common dyadic coping and parenting stress in parents. The results showed that there was a negative relationship between the implementation of common dyadic coping strategies and parenting stress in parents who have children with Autistic Spectrum Disorder (r = -0.291, n = 82, r2 = 0.0846). This research can be implication in the field of psychology related to common dyadic coping and parenting stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Dewianti Putri
"Pada periode transisi menjadi orang tua baru, individu seringkali dihadapkan dengan kondisi yang menimbulkan stres. Berdasarkan penelitian sebelumnya, stres yang dialami memiliki hubungan dengan well-being dari orang tua. Dengan demikian, dibutuhkan strategi yang tepat agar well-being orang tua tetap terjaga meskipun stres pengasuhan tidak dapat dihindari. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran common dyadic coping sebagai moderator dalam hubungan parenting stress dan well-being dalam periode transisi menjadi orang tua baru. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini meliputi Parental Stress Scale (PSS), The PERMA-Profiler, dan Dyadic Coping Inventory (DCI). Data diperoleh dari 342 partisipan (N perempuan = 307, M usia = 27.97, SD usia = 3.988). Hasil analisis data menggunakan Hayes PROCESS menunjukkan bahwa emotion-focused common dyadic coping dapat secara signifikan memoderasi hubungan antara parenting stress dan well-being (b=0.1529, t=3.6358, p<0.001), sedangkan problemfocused common dyadic coping tidak signifikan memoderasi hubungan antara parenting stress dan well-being (b=0.0875, t=1.9146, p>0.05). Temuan ini meningkatkan pentingnya peran dukungan dari pasangan dalam bentuk menghibur, menenangkan satu sama lain dan berkegiatan bersama untuk menjaga well-being orang tua dari dampak negatif stres pengasuhan.

During the transition period of becoming first-time parents, individuals often face stressful conditions. Previous research has shown that the stress experienced is related to the well-being of parents. Therefore, effective strategies are needed to maintain the well-being of parents even though parenting stress is inevitable. This study aims to examine the role of common dyadic coping as a moderator in the relationship between parenting stress and well-being during the transition to becoming first-time parents. The measurements used in this study include the Parental Stress Scale (PSS), The PERMA-Profiler, and the Dyadic Coping Inventory (DCI). Data were obtained from 342 participants (N female = 307, M age = 27.97, SD age = 3.988). Data analysis using Hayes PROCESS showed that emotion-focused common dyadic coping can significantly moderate the relationship between parenting stress and well-being (b=0.1529, t=3.6358, p<0.001), while problem-focused common dyadic coping does not significantly moderate the relationship between parenting stress and well-being (b=0.0875, t=1.9146, p>0.05). This finding highlights the importance of the role of support from partners in the form of comforting, consoling each other, and engaging in activities together to protect the well-being of parents from the negative impact of parenting stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Shaliha Nurisman
"Orang tua dengan anak ADHD merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami parenting stress sehingga dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk menurunkan keadaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dyadic coping dan parenting stress pada orang tua dengan anak ADHD. Partisipan terdiri dari 69 suami dan/atau istri yang mempunyai anak ADHD dibawah 18 tahun. Parenting stress diukur melalui PSI-SF oleh Abidin (1995), sedangkan dyadic coping diukur melalui DCI oleh Bodenmann (2008). Penelitian ini menggunakan analisis korelasi pearson dan spearman melalui SPSS ver 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi negative dyadic coping yang berhubungan negatif signifikan dengan parenting stress, sedangkan dimensi common, delegated, dan supportive tidak berhubungan. Penelitian ini menyarankan untuk memperhatikan penggunaan negative dyadic coping pada orang tua dengan anak ADHD.

Parents of children with ADHD are prone to parenting stress, indicating a method is needed to tackle this condition. This study aimed to examine the relationship between dyadic coping and parenting stress among parents of children with ADHD. The participants consisted of 69 husbands and/or wives with children diagnosed with ADHD under the age of 18. PSI-SF by Abidin (1995) was used to measure parenting stress, while the DCI by Bodenmann (2008) was used to measure dyadic coping. Pearson and Spearman correlation analyses were conducted using IBM SPSS Statistics 26. The results showed that (1) there was no association between positive dyadic coping, including common, supportive, and delegated dyadic coping, and parenting stress, and (2) there was a significant positive correlation between negative dyadic coping and parenting stress among parents of children with ADHD, with a medium effect size. This study suggests the need to pay attention to the use of negative dyadic coping among parents of children with ADHD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Primaciptadi
"Tesis ini membahas pemanfaatan neurofeedback (NF) pada anak dengan gangguan spektrum autisme (GSA) di Indonesia, yang selama ini pemanfaatannya masih sangat terbatas, karena terdapat aspek yang belum jelas seperti belum adanya panduan atau konsensus terkait kriteria anak GSA yang mendapatkan manfaat dari NF, jumlah sesi latihan yang optimal, jenis protokol latihan yang optimal serta evaluasi yang perlu dilakukan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode delphi. Telah dilakukan penyusunan kuesioner yang didasarkan pada telaah literatur dan diskusi dengan pembimbing penelitian. Kuesioner yang disusun terdiri dari tujuh bagian dan tiga puluh sembilan pertanyaan. Kuesioner dibagikan kepada enam orang psikiater anak dan remaja yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang terkumpul dari kuesioner metode Delphi dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam pemanfaatan NF pada anak GSA perlu memperhatikan karakteristik anak dengan GSA, riwayat kondisi medik dan psikiatrik, kemampuan berbahasa dan komunikasi, serta tingkat kecerdasan. Selain itu pengaturan ruangan latihan NF, edukasi keluarga, asesmen awal, penyusunan rencana terapi, sesi latihan yang terstruktur dan proses evaluasi yang komprehensif juga perlu diperhatikan untuk optimalisasi hasil tatalaksana NF pada anak GSA. Berdasarkan hasil penelitian, protokol latihan NF pada anak GSA telah berhasil disusun.

This thesis discusses the utilization of neurofeedback (NF) in children with Autism Spectrum Disorder (ASD) in Indonesia, where its application has been very limited. This limitation arises due to unclear aspects such as the absence of guidelines or consensus regarding the criteria for children with ASD who benefit from NF, the optimal number of training sessions, the optimal type of training protocol, and the necessary evaluations. The research employed a qualitative approach using the Delphi method. A questionnaire was developed based on literature reviews and discussions with the research supervisor. The questionnaire consisted of seven sections with thirty-nine questions. It was distributed to six child and adolescent psychiatrists who met the inclusion criteria. Data collected from the Delphi method questionnaire were analyzed qualitatively using data reduction, data display, and conclusion drawing/verification methods. The research findings suggest that the utilization of NF in children with ASD should consider the child's characteristics, medical and psychiatric history, language and communication abilities, as well as intelligence level. Additionally, aspects such as the arrangement of the NF training room, family education, initial assessment, therapy plan development, structured training sessions, and a comprehensive evaluation process need attention to optimize the management outcomes of NF in children with ASD. Based on the research results, a successful NF training protocol for children with ASD has been formulated."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Riyanto Widjaja
"Latar belakang: Keterlambatan bicara merupakan gejala yang paling sering menjadi alasan orang tua membawa anak dengan gangguan spektrum autis (GSA) untuk berobat. Walaupun demikian menegakkan diagnosis GSA tidaklah mudah dan tidak banyak tenaga kesehatan yang mampu melakukannya. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan dengan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas sehingga kerap kali sulit melakukan diagnosis. Kuesioner Keterlambatan Bicara “Anakku” diharapkan dapat digunakan sebagai alat diagnosis yang mudah dan sahih serta dapat menjangkau seluruh pelosok Indonesia.
Metode: Studi diagnostik yang dilakukan terhadap anak usia 18 bulan – 3 tahun yang datang ke klinik dokter spesialis anak konsultan neurologi dengan keterlambatan bicara. Tahap awal dilakukan uji validasi kuesioner pada populasi yang sama. Setelah itu, dilakukan pembuatan kurva ROC terhadap kuesioner yang telah divalidasi untuk menentukan titik potong skor. Komponen yang dinilai adalah skor gangguan interaksi, skor gangguan komunikasi non-verbal, dan skor perilaku repetitif. Diagnosis GSA berdasarkan kuesioner bila terdapat gangguan interaksi dan perilaku repetitif. Sebagai baku emas adalah penegakkan diagnosis GSA oleh konsultan neurologi anak yang dilakukan berdasarkan DSM-5.
Hasil penelitian: Validasi kuesioner menunjukkan validitas (seluruh pertanyaan memiliki r > 0,251 dengan p < 0,05) dan reabilitas (Cronbach alpha 0,906 untuk skor interaksi, 0,853 untuk komunikasi non-verbal, dan 0,766 untuk skor perilaku stereotipik/repetitif) yang baik. Titik potong skor gangguan interaksi adalah nilai 6 ke atas menunjukkan gangguan dengan nilai sensitifitas 0,857 dan spesifisitas 0,762. Titik potong skor gangguan komunikasi adalah nilai 7 ke atas menunjukkan gangguan dengan nilai sensitifitas 0,833 dan spesifisitas adalah 0,944. Titik potong skor perilaku stereotipik/repetitif adalah nilai 4 ke atas menunjukkan gangguan dengan nilai sensitifitas 0,769 dan spesifisitas adalah 0,571. Selama penelitian didapatkan 134 anak dengan rerata usia 27,6±5,35 bulan dan 59 (44%) datang dengan gangguan spektrum autis. Angka kejadian GSA adalah Kuesioner keterlambatan bicara Anakku memiliki sensitifitas 0,86; spesifisitas 0,83; LR+ 5,06; LR- 0,17; nilai duga positif 0,8; nilai duga negatif 0,89 dalam mendiagnosis GSA.
Simpulan: Kuesioner keterlambatan bicara Anakku memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang cukup baik untuk menegakkan diagnosis GSA pada anak usia 18 bulan – 3 tahun yang datang dengan keterlambatan bicara.

Introduction: Children with autism spectrum disorder (ASD) frequently come with speech delay. Diagnosing ASD is tricky since it is based on examiner observational skill while no laboratory or radiology result can lead to ASD diagnosis. ASDQ is a self-administered rating scale questionnaire with 3 scoring domain (interaction deficit score, communication deficit score, and stereotypic/repetitive behaviour score). This study meant to evaluate the diagnostic performance of ASDQ for speech delay related ASD.
Method: Parents who brought their child age 18 months to 3 years to the assigned neuropediatric clinics with speech delay were asked to fill the self-administered ASDQ. Questionnaire was validated, ROC curves were made, and cut off points were calculated. ASD based on ASDQ is diagnosed if there is interaction deficit with stereotypic/repetitive patterns. Final diagnosis is based on child neurology expertise with DSM-5 criteria as the gold standard.
Result: Validation of ASDQ showed that it was valid (all question had r > 0.251 with p < 0.05) and reliable (Cronbach alpha 0.906 for interaction deficit score, 0,853 for non-verbal communication deficit score, and 0.766 for stereotypic/repetitive behaviour score). Cut off point for interaction deficit score was ³6 with 0.857 sensitivity and 0.762 specificity. Cut off point for communication deficit score was ³7 with 0.833 sensitivity and 0.944 specificity. Cut off point for stereotypic/repetitive behaviour score was ³4 with 0.833 sensitivity and 0.944 specificity. Prevalence of ASD was 59 (44.6%) out of 134 children aged 18 months – 3 years old come with speech delay with mean age 27,6±5,35 months. Diagnostic specification for ASDQ in diagnosing ASD was 0.86 sensitivity, 0.83 specificity, 5.06 positive likelihood ratio, 0.17 negative likelihood ratio, 0.8 positive predictive value, 0.89 negative predictive value.
Conclusion: ASDQ has good sensitivity and specificity for diagnosing ASD in children age 18 months – 3 years old with speech delay.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jennie Dianita Sutantio
"ABSTRAK
Keterlambatan diagnosis gangguan spektrum autisme (GSA) masih menjadi masalah kesehatan anak di seluruh dunia hingga saat ini. Tenaga kesehatan yang kompeten dalam diagnosis GSA masih terbatas di pusat kesehatan tersier yang seringkali sulit dijangkau. Penggunaan telemedicine sebagai alat diagnosis dengan berbagai metode mulai diteliti; namun keterbatasan aplikasi menyebabkan telemedicine belum digunakan secara luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi telemedicine menggunakan rekaman video yang direkam dengan protokol khusus dibandingkan dengan observasi langsung terhadap aktivitas pasien dalam menegakkan diagnosis GSA. Sebanyak 40 subyek berusia 18-30 bulan yang datang dengan keluhan keterlambatan bicara atau perilaku acuh dan mendapat skor M-CHAT-R lebih dari dua mengikuti penelitian ini. Hasil rekaman video menurut protokol khusus dinilai berdasarkan kriteria GSA menurut DSM-5, kemudian subyek dinilai menurut kriteria yang sama pada observasi langsung. Tingkat kesesuaian diagnosis pada kedua metode mencapai 82,5%. Sensitivitas rekaman video dalam diagnosis GSA mencapai 91,3% (IK 95% 79,7% sampai 100%) dan spesifisitas 70,6% (IK 95% 48,9% sampai 92,2%). Nilai duga positif mencapai 80,7% (IK 95% 65,6% sampai 95,9%), sedangkan nilai duga negatif 85,7% (IK95% 67,4% sampai 100%). Rasio kemungkinan positif adalah 3,1 (IK 95% 1,47 sampai 6,5), sedangkan rasio kemungkinan negatif adalah 0,16 (IK 95% 0,03 sampai 0,47). Berdasarkan hasil di atas, telemedicine berbasis rekaman video cukup baik dalam mendiagnosis GSA, meskipun spesifisitas tidak tinggi. Pada kasus yang meragukan, observasi langsung tetap perlu dilakukan.

ABSTRACT
Delayed diagnosis of autism spectrum disorder (ASD) remains as a persisting child health problem throughout the world until now. Competent professionals in diagnosing ASD are limited in tertiary health care centers which are usually hard to access. The use of telemedicine as a diagnostic tool using various methods has been investigated; however, application limitations cause the telemedicine has not widely used. This study aimed to evaluate the effectiveness of telemedicine using video recording with special protocol compared to direct observation of patient s activities in diagnosing ASD. We included forty subjects aged 18-30 months old with chief complaints of delayed speech or ignoring behavior and M-CHAT-R score more than two. Video records guided by special protocol were assessed using DSM-5 criteria of ASD and the subjects were assessed using the same criteria during direct observation. Diagnostic agreement between the two methods was 82.5%. The sensitivity of video recording in diagnosing ASD was 91.3% (95% CI 79.7% to 100%), while the specificity was 70.6% (95% CI 48.9% to 92.2%). The positive predictive value was 80.7% (95% CI 65.6% to 95.9%), while the negative predictive value was 85.7% (95% CI 67.4% to 100%). The positive likelihood ratio was 3.1 (95% CI 1.47 to 6.55), while the negative likelihood ratio was 0.16 (95% CI 0.03to 0.47). Based on the results, telemedicine using video recording is effective for diagnosing ASD, despite its low specificity. In uncertain cases, direct observation is still need to be done. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>