Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201416 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andhika Wiratama
"Berbagai permasalahan dalam proses rekrutmen dan seleksi bintara Polri masih terjadi. Pada tahun 2017, dari 33 Polda yang menyelenggarakan proses rekrutmen dan seleksi Polri, terdapat 8 Polda dan 1 Satker Mabes Polri yang masih ditemukan adanya penyimpangan. Namun demikian, Polda Metro Jaya justru mendapatkan penghargaan dari Kapolri atas prestasinya dalam menyelenggarakan proses rekrutmen dan seleksi Polri tahun 2017.
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis implementasi merit system dalam proses rekrutmen dan seleksi bintara Polri yang diselenggarakan oleh Polda Metro Jaya tahun 2018 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga diharapkan Polda Metro Jaya dapat menjadi role model bagi Polda-polda lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara mendalam yang selanjutnya dilakukan analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum terdapat Peraturan Kapolri yang mengatur secara tegas tentang penerapan merit system dalam proses rekrutmen dan seleksi Polri. Peraturan yang ada menggariskan bahwa prinsip yang digunakan dalam proses rekrutmen dan seleksi Polri adalah bersih, transparan, akuntabel dan humanis (BETAH) yang selaras dengan prinsip merit. Terdapat celah-celah yang berpotensi kecurangan dalam mekanisme tiap metode seleksi hingga penentuan kelulusan akhir sehingga berpotensi merit system tidak terimplementasi dengan baik.
Namun demikian, Polda Metro Jaya dapat menyelenggarakan proses rekrutmen dan seleksi bintara Polri tahun 2018 berdasarkan merit system. Faktor utama yang menentukan keberhasilan Polda Metro Jaya adalah faktor Kapolda selaku Ketua Panitia Daerah yang memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan proses rekrutmen dan seleksi bintara Polri dengan berbasis merit system.

Various problems in the recruitment and selection process of non-commissioned officer still occur. In 2017, of the 33 Regional Police Offices (Polda) that held national police recruitment and selection process, there were 8 Regional Police Offices and 1 National Police Headquarters Work Unit where  irregularities were still found. Nevertheless, Polda  Metro Jaya instead received an award from The Chief of Indonesian Police for its achievements in holding the 2017 national police recruitment and selection process.
The purpose of this study is to analyze the implementation of merit systems in the recruitment and selection process of Non-commissioned  Police Officer held by Polda Metro Jaya in 2018 as well as the factors that influenced them, with the expectation that Polda Metro Jaya could become a role model  for other Regional Police Offices. The study uses an approach post-positivist. Data collections are done by document studis and in-depth interviews which the data analysis then were carried out.
The results showed that there was no Kapolri Regulation that explicitly regulated the implementation of merit systems in the process of recruitment and selection of National Police. The existing regulations outline that the principles used in the National Police recruitment and selection process are clean, transparent, accountable and humane (BETAH) that are in line with the principle of merit. There are potential loopholes in the mechanism of each selection method which determine the final graduation  with the result that the potential merit system is not implemented properly.
Nevertheless, Metro Jaya Regional Police could still hold the 2018 National Police commission recruitment and selection process based on the merit system. The main factor that determines the success of Polda Metro Jaya is Chief of Regional Police as the Chairperson of the Regional Committee who has a high commitment to administer Non-commissioned  Police Officer recruitment and selection process with a merit-based system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T53276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan program affirmative action masyarakat perbatasan pada rekrutmen dan seleksi calon Bintara Polri di Polda Kalimantan Barat dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pelaksanaan affirmative action pada rekrutmen dan seleksi tersebut. Pendekatan penelitian dalam penyusunan tesis ini adalah post positivism dengan menggunakan metode deskriptif. Teori yang dirujuk untuk menganalisis proses rekrutmen dan seleksi pada tesis ini yaitu teori Phases of Talent Acquisition Management yang dikemukakan oleh Daly (2010) bahwa dalam implementasinya rekrutmen dan seleksi terdapat tiga tahapan yaitu review posisi, screening of candidates dan selection interviews. Sedangkan faktor yang mempengaruhi digunakan teori High Quality Recruitment yang dikemukakan Berman dkk (2016) bahwa terdapat faktor-faktor kunci untuk keberhasilan proses rekrutmen dan seleksi sehingga memiliki tingkat kualitas yang tinggi dengan memperhatikan perspektif pemberi kerja dan perspektif pelamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan affirmative action sudah diterapkan pada pelaksanaan rekrutmen dan seleksi calon Bintara Polri di Polda Kalimantan Barat namun masih sebatas dititikberatkan pada perlunya diakomodir penduduk asli wilayah perbatasan. Belum dapat menyasar seluruh wilayah yang ditetapkan, selain itu belum terlihat spesifikasi jabatan, kuota yang dibutuhkan dan metode rekrutmen untuk menjaring calon yang berkualitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan affirmative action bagi calon peserta wilayah perbatasan pada rekrutmen dan seleksi ini, sebelum pelaksanaan seleksi dilingkungan internal Polri dan Polda Kalimantan Barat menunjukkan kondisi yang mengakomodir keberagaman yang didukung kebijakan terkait, kemauan organisasi pun terlihat untuk merekrut dalam konteks keberagaman dan target yang disasar pun sudah spesifik menyasar ke wilayah perbatasan meskipun belum merata.

This research aims to analyze the implementation of affirmative action program in border community on recruitment and selection of the Non-Commissioned Officer Candidate for Indonesian National Police in Regional Police of West Kalimantan and factors affecting the process of implementing affirmative action in recruitment and selection. Approach of the research in writing this thesis was post-positivism using the descriptive methodology. Theory referred to analyze recruitment and selection processes in this thesis was a theory of the Phases of Talent Acquisition Management as stated by Daly (2010) in which implementation of recruitment and selection had three stages, namely position review, screening of candidates and selection interview. Meanwhile, for the affecting factors, it used theory of High Quality Recruitment as stated by Berman et al. (2016) in which there are key factors for the success of recruitment and selection processes, thus having high quality by considering perspective of employer and applicant. The research shows the result that affirmative action has been implemented in the implementation of recruitment and selection of Non-Commissioned Officer Candidate for Indonesian National Police in Regional Police of West Kalimantan, but it was still limited on accommodation of indigenous people in border region. It did not yet target the whole region as stipulated, while specifications of position, quota required, and recruitment method for recruiting the quality candidates were not yet shown. In factors affecting the implementation of affirmative action for the candidate from border region in recruitment and selection, before implementation of selection in Indonesian National Police and Regional Police of West Kalimantan, it shows condition accommodating diversity as supported by the related policy, while willingness of the organization is shown in recruitment, in the context that diversity and target focus on the border region, despite not being equal."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Gunawan
"Test ini tentang Pengawasan yang diiakukan oleh pihak eksternal dalam Penerimaan Bintara Polri Gelombang I T.A. 2007 di Polda Metro Jaya. Pengawasan dalam penerimaan Bintara Paid pada awainya hanya melibatkan pihak eksternal, namun tidak diiaksanakan secara optimal sehingga pengawasan tersebut bersifat semu. Hal tersebut dikarenakan pengawasan eksternal masih terikat dalam suatu birokrasi dan hierarkhi yang dapat mempengaruhi jalan atau hasil dart pengawasan. Berdasar hal tersebut pada Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep1214IIVI2004 tanggal 12 April 2005 tentang Pedoman Administrasi Penerimaan Bintara Polri diatur tentang pelibatan pihak eksternal baik sebagai fungsi pendukung maupun sebagai fungsi pengawas.
Pelaksanaan pengawasan eksternal setelah dikeluarkan Skep Kapolri tersebut masih belum dirasakan hasilnya. Pelibatan pengawas eksternal hanya bersifat formalitas saja, mereka hanya dilibatkan dalam surat perintah Kapolda tetapi pada pelaksanaannya tidak melakukan apa-apa. Pada penerimaan Bintara Polri Gelombang I T.A. 2007 Kapoiri melalui De SDM Kapolri menekankan kepada seluruh Panitia agar melaksanakan penerimaan Bintara Polri yang bersih, transparan dan akuntabel dengan memberdayakan pihak eksternal. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif.
Penekanan De SDM Kapolri tersebut dijabarkan oleh Polda Metro Jaya dalam penerimaan Bintara Polri Gelombang I T.A. 2007 sehingga pelaksanaannya sudah memberdayakan pihak eksternal baik sebagai pengawas maupun sebagai pendukung peiaksanaan penerimaan Bintara Polri. Karena baru pertama kali pemberdayaan pihak eksternal dilaksanakan maka image masyarakat terhadap pelaksanaan penerimaan Bintara Polri masih seperti penerimaan sebelumnya, sarat dengan KKN.
Sosialisasi yang sudah gencar dilaksanakan masih belum dapat meyakinkan masyarakat/calon peserta seleksi bahwa penerimaan Bintara Gelombang f T.A. 2007 sudah bersih, transparan, dan bebas KKN sehingga masih banyak yang menjadi korban penembak di atas kuda. Komitmen pejabat Polri atau anggota Polri untuk mendukung kebijakan Kapolri dalam menciptakan penerimaan Bintara Polri yang bersih, transparan dan bebas KKN masih dirasakan kurang, hal ini mungkin disebabkan dukungan dan persiapan untuk melakukan kegiatan tersebut juga masih dirasakan belum cukup. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Prijanto
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan merit system pada rekrutmen dan seleksi Bintara Polri kompetensi khusus penerbang di Polda Metro Jaya T.A. 2019 dan T.A. 2020 maupun faktor-faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan rekrutmen dan seleksi Bintara Polri kompetensi khusus penerbang di Polda Metro Jaya T.A. 2019 dan T.A. 2020. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni post-positivism, sedangkan pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen dan wawancara mendalam terhadap internal dan eksternal Polri dilanjutkan dengan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pelaksanaan rekrutmen dan seleksi Bintara Polri kompetensi khusus penerbang di Polda Metro Jaya T.A. 2019 dan T.A. 2020 sesuai dengan penerapan merit system pada proses seleksi yang mengutamakan adanya kualifikasi, sertifikat/lisensi dan tes uji kompetensi keahlian. Namun, terdapat temuan pada penelitian ini yakni belum terdapat Peraturan Kapolri yang mengatur penerapan merit system dalam proses rekrutmen dan seleksi Bintara kompetensi khusus penerbang yang berbeda dengan rekrutmen dan seleksi Bintara Polisi Tugas Umum (PTU) yang terselenggara di Polda Metro Jaya T.A. 2019 dan T.A. 2020. Faktor utama pelaksanaan rekrutmen dan seleksi Bintara Polri kompetensi khusus penerbang dapat berjalan optimal yakni adanya kebijakan dan aturan Panitia Pusat Mabes Polri apabila terdapat penyimpangan akan dilakukan proses hukum kepada peserta dan panitia seleksi daerah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku untuk mewujudkan pelaksanaan rekrutmen dan seleksi Bintara Polri kompetensi khusus penerbang sesuai dengan penerapan merit system

This study aims to analyze the application of the merit system in the recruitment and selection of National Police Officers with special competence for pilots at Polda Metro Jaya T.A. 2019 and T.A. 2020 as well as the factors that influence the implementation of the recruitment and selection of the Special Aviation Police Officer at Polda Metro Jaya T.A. 2020. The approach used in this research is post-positivism, data collection is done through document studies and in-depth interviews with internal and external Polri followed by data analysis. The results showed that in the implementation of the recruitment and selection of National Police Officers Special Competence for Pilots at Polda Metro Jaya T.A. 2019 and T.A. 2020 is in accordance with the application of a merit system in the selection process that prioritizes qualifications, certificates/licences and skill competency tests. However, there are findings in this study, namely that there is no National Police Chief regulation that regulates the application of a merit system in the recruitment and selection process for Special Competency Officers (Bakomsus) for Aviation, which is different from the recruitment and selection of General Duty Police Officers (PTU) held at Polda Metro Jaya T.A. 2019 and T.A. 2020. The main factor in the implementation of the recruitment and selection of the National Police Officers Special Competence for Pilots can run optimally, namely the policies and rules of the National Police Headquarters Central Committee if there are deviations, the legal process for the participants and the regional selection committee will be carried out in accordance with the legal procedures applicable to the implementation of the recruitment and selection of NCOs The National Police Special Competence for Pilots is in accordance with the application of the merit system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Nugrohadi
"Pelaksanaan Orasional Kepolisian dalarn rangka menanggulangi kejahatan yang semakin meningkat dapat dilakukan melalui penggunaan kekuatan Sat Brimobda. Pemanfaatan Sat Brimobda dalam kegiatan Operasional Kepolisian cukup beralasan, mengingat penggun an satuan ini merupakan suatu bentuk perkuatan.
Namun dalam upaya memaduan satuan Reserse dan satuan Brimob tidak menutup kemungkinan timbulnya hambatan ber:upa ketidakselarasan pola tindak. Melalui penyempurnaan pola tindak Satuan Brimob dan Satuan Reserse pada Unit Resmob dan pemenuhan empat prasyarat fungsienal sebagai sistem Ke as maka akan tergambar dan terkategori struktur hubungan kerjasama, sekaligus berbagai kebutuhannya dapat terpenuhi.
Adapun masalah penelitiannya adalah mengenai orientasi tindakan sosial antara Brimob dan Reserse pada Unit Resmob Dit Serse Polda Metm Jaya dan pemenuhan empat prasyarat fungsional yang dicapai sebagai sistem kerjasama yang seimbang.
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan pola tindak dan pemenuhan empat prasyarat fungsional Satuan Brimob dan Satuan Reserse. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati , tekhnik pengumpulan data dengan cara pengamatan, wawancara terstruktur ataupun spontan dalam rangkaian pengamatan
terlibat.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Sidikah Rachman
"Reformasi Polri membuat Polri merubah paradigma dalam menghadapi unjuk rasa, yaitu tidak lagi mengedepankan tindakan represif melainkan tindakan persuasif dengan jalan melakukan negosiasi kepada pengunjuk rasa. Untuk itulah kemudian dibentuk tim negosiator Polri termasuk di jajaran Polda Metro Jaya. Di Polda Metro Jaya, dibentuk dua tim negosiator yaitu tim negosiator polki dan tim negosiator polwan.
Dalam melakukan negosiasi, ada dua sasaran, yaitu pimpinan atau koordinator unjuk rasa dan massa unjuk rasa, dimana strategi yang diterapkan yaitu Sapa - Senyum - Salam dengan metode berbaris memanjar atau berbaur dengan massa. Di sisi lain, dalam melakukan unjuk rasa, kelompok unjuk rasa memiliki agenda aksi tersendiri. Agenda tersebut termasuk kedalam bagian dari karakteristik unjuk rasa yang ada.
Dengan adanya karakteristik tersebut, maka tim negosiator harus memiliki strategi tersendiri dalam melakukan negosiasi dengan pengunjuk rasa sehingga dapat mencapai tujuan dan kesepakatan bersama. Jika tidak mempertimbangkan karakteristik tersebut, dapat dikatakan bahwa negosiasi yang dilakukan oleh tim negosiator akan sulit mencapat tujuan bersama agar unjuk rasa berlangsung aman, tertib dan damai. Akibatnya, negosiasi yang dilakukan, menjadi tidak ada kaitannya dengan aman, tertib, damai tidaknya unjuk rasa yang terjadi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Julianto
"Tesis ini adalah tentang perekrutan putra daerah untuk menjadi Bintara Polri yang dilaksanakan oleh Panda Polda Metro Jaya dan Panbanrim Jakarta Barat. Perhatian utama tesis ini adalah Proses/manajemen pencarian calon Bintara Polri yang memahami karakteristik dan orientasi masyarakat di wilayah Jakarta Barat.
Tesis ini ingin menunjukkan bahwa pola kegiatan perekrutan Bintara Polri diwilayah Jakarta Barat Polda Metro Jaya tidak didukung oleh pemahaman yang tepat tentang konsep putra daerah pada masyarakat heterogen. Selain itu Kelemahan mendasar pada sistem desentralisasi tidak diantisipasi oleh pimpinan Polri di daerah.
Masalah penelitian dalam tesis ini adalah kegiatan pencarian untuk memperoleh calon Bintara Polri yang memiliki kemampuan memahami karakteristik dan orientasi masyarakat di wilayah Jakarta Barat dalam penerimaan Bintara Polri gelombang I T.A 2004 yang dilakukan secara profesional bersih dan objektif. Sedangkan pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah Mengapa Polda Metro Jaya merekrut putra daerah pada masyarakatnya yang heterogen untuk menjadi Bintara Polri dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya?
Dalam tesis ini, perekrutan putra daerah untuk menjadi Bintara Polri dilihat dari perspektif Panda selaku pembuat kebijakan dan pelaksana, calon peserta seleksi dan unsur pelaksana tingkat Panbanrim Jakarta Barat secara timbal balik. Oleh sebab itu saya menggunakan pendekatan etnografi yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan dan wawancara dengan pedoman untuk mengungkapkan proses pengelolaan strategi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, serta tindakan Panbanrim wilayah Jakarta Barat dalam menerima pendaftaran dan seleksi calon Bintara Polri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendefinisian putra daerah oleh Polda Metro Jaya menggunakan pendekatan kesukubangsaan dan seluruh rangkaian kegiatan perekrutan belum berjalan sesuai mekanisme yang telah ditentukan. Mencari Bintara Polri berkualitas dan mehamami karakteristik dan orientasi masyarakat diharapkan dapat diperoleh apabila yang bersangkutan berasal dari masyarakat setempat atau dimana ia akan ditugaskan. Pemilihan manusia yang baik dapat dilakukan melalui sistem perekrutan yang bersih dan objektif. Panda Polda Metro Jaya dan Panbanrim Polres Jakarta Barat berani mengambil terobosan yang positif untuk merekrut putra daerah dengan membuat kriteria putra daerah dan program Bintara Polri rekrutan Polsek. Kebijakan yang berusaha melibatkan masyarakat dan para petugas Polri terdepan akan lebih berhasil bila dikelola melalui perencanaan yang matang, sistem kontrol yang baik dan analisa serta evaluasi yang lebih mendalam. Perbaikan pengelolaan pelaksanaan perekrutan akan dapat menghilangkan kesan bahwa kebijakan yang dibuat hanya baik diatas "kertas" namun sulit atau tidak dapat dioperasionalkan.
Implikasi dari tesis ini adalah perlu adanya pendefinisian ulang putra daerah pada masyarakat Jakarta yang bersifat heterogen. Panitia penerimaan hendaknya bekerja secara professional, untuk itu seluruh unsur pelaksana harus memilki pengetahuan dan keterampilan dibidang menejemen sumberdaya manusia Polri secara menyeluruh. Selain itu, peran konkrit masyarakat dan optimalisasi fungsi kontrol sangat diperlukan dalam proses penerimaan Bintara Polri."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Indra Pamungkas
"ABSTRAK
Trust Building merupakan tahapan Grand Strategi Polri dalam membangun kepercayaan, dukungan dan kerjasama dengan masyarakat serta di internal Polri. Polri menerapkan penindakan berupa sidang disiplin dan sidang kode etik Polri untuk pelanggaran pungli karena termasuk penyalahgunaan wewenang. Penelitian ini berfokus pada studi kasus penindakan pungli Polantas di Polda Metro Jaya periode tahun 2014 - 2016. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Teori yang terkait adalah teori Kepercayaan, Kepemimpinan, Pengambilan Keputusan, Etika Deontologi dan Pendelegasian Wewenang. Terdapat solusi-solusi agar proses penyelesaian pelanggaran pungli polantas dapat mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan perlunya mengambil keteladanan dari beberapa tokoh yang menjadi inspirasi.

ABSTRACT
Trust Building is a stage of the Grand Strategy of the Indonesian National Police INP in building trust, support and cooperation with the community and in the internal police. INP apply the action in the form Session of discipline and Police code of ethics sessions for illegal levies as they include abuse of authority. This study focuses on the case study of the illegal levies by traffic police officer at Jakarta regional police in 2014-2016. This research applies qualitative method and descriptive analysis. Related theories are the theory of Belief, Leadership, Decision Making, Deontology Ethics and Delegation of Authority. There are solutions to the process of resolving the violation of the illegal levies to realize public confidence in the INP and the need to take exemplary from some of the inspiring figures."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dilia Tri Rahayu Setyaningrum
"Praduga mempakan dugaan awal terhadap seseorang atau sesuatu, baik yang bersifat positif, maupun negatif. Praduga yang bersifat negatif biasanya disebut prasangka atau prejudice. Praduga dapat terjadi pada siapa saja, dalam skripsi ini penulis membahas praduga petugas polisi, khususnya pemeriksa tersangka dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polri. Penelitian ini mengangkat masalah bagaimana dan mengapa praduga tersebut dapat terjadi di kalangan pemeriksa.
Untuk itu, penelitian berfokus pada pemeriksa tersangka yang telah berpengalaman menangani kasus kejahatan yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya, dengan harapan dapat diperolah gambaran mengenai proses yang terjadi sebelum dan ketika pemeriksaan dilakukan. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang proses praduga, dengan demikian dapat diketahui secara jelas penyebab praduga di kalangan pemeriksa BAP. Pemeriksa di Polda Metro Jaya merupakan subyek yang tepat untuk diambil datanya sebab di sana merupakan pusat pemeriksaan segala kasus, termasuk kasus yang tidak dapat ditangani oleh Polres atau Polsek.
Dalam penelitian ini dipilih pendekatan kualitatif, agar gambaran dan dinamika serta proses yang diceritakan subyek terlihat jelas dan unik sehingga dapat dipahami Iebih baik, sesuai makna yang diberikan dari sudut pandang individu yang bersangkutan. Dapat dikatakan pula bahwa penelitian ini bersifat deskriptif, karena berusaha menggambarkan gejala, keadaan, dan proses yang terjadi pada diri individu. Data untuk penelitian ini didapat dari wawancara mendalam terhadap beberapa pemeriksa tersangka di Polda Metro Jaya. Wawancara dilakukan di rumah kediaman mereka.
Pembahasan dimuiai dengan pemberian contoh praduga positif dan negatif pada pemeriksaan terhadap tersangka. Selanjutnya pembahasan kasus yang dialami subyek pertama. Bagian kedua membahas kasus subyek kedua. Kedua bagian tersebut membahas 4 proses yang masing-masing adalah: Pengaruh kontekstual, impression formation, attribution, dan faktor penyebab praduga pada setiap subyek. Bagian ketiga, berisi pembahasan antar subyek yang membandingkan antara hasil yang diperoleh pada subyek 1 dan 2. Bagian keempat merupakan rangkuman pembahasan, berisi proses-proses kognisi sosial yang terjadi sehingga menghasilkan praduga, baik positif maupun negatif. Proses-proses tersebut antara Iain schema dan prototypes, heuristic, dan automatic vigilance.
Penelitian ini menemukan bahwa praduga terjadi karena manusia memiliki proses berpikir yang dilandasi oleh berbagai faktor, antara lain pengaruh kontekstual yang termasuk di dalamnya kehidupan masa lalu, pembentukan impresi saat pertama kali pemeriksa bertemu tersangka dan proses selama pemeriksaan, atribusi yang merupakan sikap pemeriksa untuk dapat mengerti penyebab sikap dari tersangka, dan faktor penyebab praduga Iain seperti stereotypes, Iingkungan kerja, desakan tugas dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut melandasi proses terjadinya praduga yang dapat diterangkan melalui proses skema dan prototip dimana telah terbentuk suatu framework dalam kognisi pemeriksa saat bertemu tersangka, proses heuristik yaitu jalan pintas yang diambil dalam praduga negatif atau positif, proses yang menimbulkan kesalahan kognisi seseorang yang disebut automatic vigilance dimana seseorang lebih memperhatikan informasi negatif dari tersangka dibanding informasi lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan dalam menarik kesimpulan, dan faktor afektif yang dapat mempengaruhi praduga pemeriksa terhadap tersangka.
Praduga yang terjadi pada tersangka tidak selamanya merupakan hal yang buruk, karena berguna agar proses pemeriksaan berjalan Iebih lancar tanpa mengesampingkan asas praduga tidak bersalah. Tentunya harus terdapat toleransi pada diri masing-masing pemeriksa agar praduga yang terjadi tetap pada batas-batas yang diperkenankan. Semoga skripsi ini berguna."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ricky Ananda Nafarin
"Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi cara pemolisian akibat adanya pembatasan sosial, namun kemudian berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka publik tidak dapat dicegah, karena hal ini merupakan hak asasi manusia. Pengendalian massa pada masa pandemi, salah satunya pengawalan terhadap konvoi komunitas, kemudian menjadi tugas yang menantang bagi kepolisian. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa penerapan diskresi kepolisian dalam pengawalan konvoi komunitas selama masa Pandemi Covid-19. Metode kualitatif digunakan dalam pengembangan penelitian ini, dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara dalam pengumpulan datanya. Analisa dalam penelitian ini didasarkan pada teori diskresi dan Teori Keadilan Prosedural. Hasil analisa menunjukkan bahwa sekarang ini pemolisian bergeser untuk menyesuaikan kondisi pandemi, salah satu unsur pentingnya adalah perluasan kewenangan diskresi kepolisian dalam penanganan pandemi di lapangan berkaitan dengan penegakan hukum terutama mengenai kebijakan pembatasan sosial. Diskresi ini kemudian perlu diterapkan dalam manajemen ketertiban umum dan pengendalian massa. Cara yang dapat dilakukan polisi dalam pengendalian massa adalah dengan mengembangkan komunikasi yang intens dengan masyarakat untuk menciptakan solusi berbasis dialog yang dengan sukarela akan dipatuhi oleh masyarakat. Implementasi pengawalan konvoi komunitas di wilayah hukum Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa kepolisian yang melakukan pengawalan masih belum dapat menerapkan diskresi dengan tepat sehingga menyebabkan adanya diskresi diskriminatif dan penyimpangan diskresi non-function. Hal ini kemudian menyebabkan kesangsian masyarakat terhadap kemampuan polisi untuk menerapkan diskresi demi mencapai keadilan.

The Covid-19 pandemic has affected the way of policing due to social restrictions, but then gathering and expressing opinions in public cannot be prevented, because this is a part of human right. Crowd control during the pandemic, one of which was escorting community convoys, then became a challenging task for the police. This paper aims to analyze the application of police discretion in escorting community convoys during the Covid-19 pandemic. Qualitative methods were used in the development of this research, by conducting literature studies and interviews in collecting data. The analysis in this study is based on discretionary theory and procedural justice theory. The results of the analysis show that currently policing is shifting to adjust to pandemic conditions, one of the important elements is the expansion of the police's discretionary authority in handling pandemics in the field related to law enforcement, especially regarding social restriction policies. This discretion then needs to be applied in public order management and crowd control. The way that the police can do in crowd control is to develop intense communication with the community to create dialogue-based solutions that the community will voluntarily comply with. The implementation of escorting community convoys in the jurisdiction of Polda Metro Jaya shows that the police who carry out escorts are still unable to apply discretion properly, causing discriminatory discretion and non-function discretionary deviations. This then causes public doubts about the ability of the police to exercise discretion in order to achieve justice."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>