Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irma Handayani
"Melalui penerapan Interkoneksi berbasis Protokol Internet antara penyelenggara seluler yang memberikan manfaat bagi pelanggan dan efisiensi jangka panjang bagi penyelenggara seluler di Indonesia, Pemerintah Indonesia berencana menetapkan kebijakan untuk mendorong penerapan Interkoneksi berbasis IP. Namun, terdapat kekhawatiran bagi penyelenggara seluler yang sudah banyak berinvestasi dengan teknologi eksisting bahwa Interkoneksi berbasis IP akan menimbulkan biaya tambahan yang lebih tinggi dan akan menyebabkan penurunan pendapatan karena pendapatan layanan suara dan SMS penyelenggara seluler terus menurun sebagai hasil dari penyediaan layanan suara serupa yang disubstitusi oleh aplikasi OTT (Over the Top).
Penelitian ini memodelkan kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk mendukung rencana interkoneksi berbasis IP dengan menggunakan sistem dinamis. Model sistem dinamis yang dibangun menunjukkan bahwa penerapan interkoneksi berbasis IP akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan penyelenggara seluler dan trafik layanan VoLTE serta dapat menurunkan biaya interkoneksi dengan dukungan revisi regulasi interkoneksi, revisi regulasi tarif seluler, regulasi OTT, tersedianya smartphone VoLTE dengan harga terjangkau dan sosialisasi untuk mendorong penggunaan layanan VoLTE.

With the benefits for the customer and long-term efficiency for mobile operators in Indonesia through the implementation of Internet Protocol-based Interconnection between mobile operators, Government of Indonesia plans to set up a policy to push the adoption of IP-based Interconnection. However, the mobile operators that already heavily invested in the current technology are worry that the IP-based Interconnection will incur higher additional costs and will lead to declining revenue due to the facts that their voice and mobile-text revenue has continued to decline as a result of the provision of substituted similar voice services by OTT (over the top) application.
This research developed a model of policies that can be carried out by the Government to support IP-based interconnection plan using system dynamics. The system dynamics model shows that the implementation of IP-based interconnection will have positive impact on increasing cellular operator revenues and VoLTE traffics and reducing interconnection costs with the support of revisions of interconnection regulations, revisions of cellular tariff regulations, OTT regulation, publicly available of affordable VoLTE smartphone and socialization to encourage the use of VoLTE services.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perzil Yurdis
"Perkembangan teknologi telekomunikasi terjadi begitu cepat dengan perkembangan dan penerapan teknologi berbasis Protokol Internet IP , yang selain membuat jaringan menjadi lebih fleksibel, memberikan kapasitas jaringan yang lebih besar, dan juga variasi layanan yang sangat beragam. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dikenal suatu istilah Interkoneksi yakni keterhubungan antara penyelenggara jaringan telekomunikasi Peraturan Menteri Nomor 8 tahun 2006 tentang Interkoneksi.
Hingga saat ini, interkoneksi di Indonesia dan juga di banyak negara masih mempertahankan kondisi Interkoneksi dengan perspektif teknologi Time Division Multiplexing TDM dimana layanan yang diinterkoneksikan masih sebatas layanan suara serta SMS.Implementasi interkoneksi IP memerlukan suatu persiapan yang sangat matang dari segi teknis, bisnis serta regulasi yang mendukung industry telekomunikasi di Indonesia. Indonesia memiliki pengalaman yang kurang baik mengingat regulasi khususnya di sektor telekomunikasi cenderung terlambat dalam mengantisipasi perkembangan teknologi serta perkembangan bisnis telekomunikasi.
Tesis ini meneliti mengenai perkembangan interkoneksi IP, khususnya di beberapa negara lain sebagai study banding. Dengan melihat kepada pengalaman di negara lain, penerapan interkoneksi IP di Indonesia memerlukan persiapan terutama secara teknis, bisnis serta regulasi.
Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa secara teknis, operator perlu mempersiapkan pengembangan jaringan berbasis IP dengan implementasi Session Border Controller SBC sebagai gateway yang memungkinkan terjadinya interkoneksi IP, operator juga perlu mempersiapkan layanan yang akan dikomersialisasikan dan dapat diselenggarakan antar operator interkoneksi , serta penyiapan kebijakan serta regulasi untuk mengantisipasi kehadiran interkoneksi IP supaya ekosistem industry telekomunikasi masih dapat tetap tumbuh secara bisnis, serta mengutamakan keamanan serta pelayanan masyarakat.

The development of telecommunication technology is growing rapidly with the evolution and application of Internet Protocol IP based technology, which not only add flexibility to the network, but also providea greater network capacity and more diverse variations of services. In the telecommunication operation, there is a term known as Interconnection, which means connectivity between telecommunication network operators Regulation of the Ministry of Communication and Information Technology Number 8 of 2006 on Interconnection .
To date, the interconnection implemented in Indonesia and also in many countries still preservea condition that is based on technological perspective, known as Time Division Multiplexing TDM where the interconnected services are still limited to voice and SMS services. The implementation of IP interconnection requiresproper preparationsin technical, business and regulatory aspects that support the telecommunication industry in Indonesia. Indonesia has a bad experience regarding the regulations, especially in telecommunication sector, as they tend to be late in anticipating the advancement of telecommunication technology and business.
This thesis examines the development of IP interconnection, particularly in some other countries as a case study. By observing other countries rsquo experiences,it can be perceived that the implementation of IP interconnection in Indonesia requires preparations, especially in technical, business and regulation aspects.
This study concludes that in technical aspect, the operators need to prepare IP based network development with the implementation of the Session Border Controller SBC as a gateway that allows IP interconnection. The operators also need to prepare the services that are going to be commercialized and operated between the operators interconnection as well as regulations and policies to anticipate the presence of IP interconnection so that the telecommunication industry business ecosystem can growwhile at the same time keep the security and public services as the top priority.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T46993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farianto
"Sejak pertama kali diluncurkan secara komersil pada tahun 2009, jumlah pengguna layanan LTE hingga kuartal ke-1 tahun 2017 mencapai 2,1 miliar pelanggan di seluruh dunia. Khusus di Indonesia sendiri, Ericsson memprediksi jumlah pengguna LTE akan mencapai 200 juta pelanggan pada tahun 2021. Voice over LTE VoLTE adalah layanan voice telephony berbasis jaringan LTE dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan layanan Voice over IP VoIP pada umumnya dengan menawarkan latency yang rendah serta kualitas percakapan yang lebih baik. Layanan VoLTE yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2012 hingga tulisan ini dibuat digunakan oleh 165 operator telekomunikasi di 73 negara di seluruh dunia. Teknologi VoLTE yang didukung oleh platform IP Multimedia Subsystem IMS merupakan teknologi berbasis IP dapat berfungsi secara maksimal apabila interkoneksi antar operator penyelenggara jaringan telekomunikasi saling terhubung menggunakan jaringan interkoneksi voice berbasis IP dengan menggunakan protokol SIP atau SIP-I. Saat ini operator telekomunikasi di Indonesia masih terhubung satu sama lain dalam jaringan interkoneksi yang berbasis TDM circuit switched . Tesis ini akan membahas kesiapan operator dari sisi jaringan dan infrastruktur yang mereka miliki untuk melakukan migrasi link interkoneksi dari jaringan konvensional berbasis TDM ke jaringan berbasis IP. Operator yang akan dijadikan bahan penelitian di dalam tesis ini adalah XL Axiata yang sudah melakukan ujicoba layanan VoLTE pada tahun 2016.

Since its first launch commercially in 2009, number of LTE users on Q1 2017 has reached up to 2.1 billion subscribers around the world. While for Indonesia, Ericsson predicted that number of LTE user will be reached around 200 million subscribers by 2021. Voice over LTE VoLTE is a voice telephony services that runs on top of LTE network offering low latency and better voice call quality compared to previous available Voice over IP VoIP service. VoLTE which firstly introduced in 2012, currently being developed by 165 telecom operators in 73 countries worldwide by January 2017. This VoLTE service which supported by IP Multimedia Subsystem IMS platform was naturally born as IP based technology and it will have its maximum functionalities when interconnection between telecom operators also using IP network by implementing SIP or SIP I protocol. Most of voice interconnection between mobile network operators in Indonesia now currently using TDM circuit switched instead of using IP network. This thesis will examine the readiness of telecom operator to migrate the TDM network into IP from network and infrastructure point of view. The subject for this research is XL Axiata which has launched VoLTE service demonstration in 2016."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T49737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktadiasih Muninggar
"Interkoneksi merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh suatu operator telekomunikasi demi terbangunnya suatu hubungan komunikasi. Konsekuensinya, ketersediaan jaminan interkoneksi yang reliable antar operator, baik pada skala lokal, nasional, regional maupun internasional merupakan prasyarat mutlak keberlangsungan beragam jenis layanan telekomunikasi. Munculnya teknologi Next Generation Network (NGN) yang merupakan integrasi jaringan telekomunikasi yang berbasis Internet Protokol (IP) atau paket. merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian dalam pengaturan bisnis interkoneksi. Dalam PERMENKOMINFO Nomor:08/Per/M.KOMINFO/02/2006 yang mengatur tentang interkoneksi hanya memetakan kondisi eksisting interkoneksi saat ini ke dalam perhitungan cost based, sehingga belum mengatur tentang konsep-konsep interkoneksi untuk mengantisipasi munculnya fenomena NGN.
Oleh karena itu kajian ini dilakukan untuk menganalisa isu dan permasalahan yang timbul terkait dengan sistem pentarifan interkoneksi pada era NGN di Indonesia, yaitu dengan melakukan studi banding dan menggunakan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh operator, konsultan maupun vendor di negara lain. Terdapat beberapa model perhitungan tarif interkoneksi dalam NGN yaitu Bill and Keep, Calling Party Network Pays maupun Receiving Party Network Pays. Dan selanjutnya dalam mendukung perkembangan operator telekomunikasi maka intervensi regulator dalam pengaturan interkoneksi sebaiknya dibatasi, penentuan sistem pentarifan interkoneksi diserahkan sepenuhnya kepada kesepakatan masingmasing operator.

Interconnection is a mandatory for any telecommunication operators to enable a good communication system. As a consequence, a reliable interconnection service guarantee inter operators whether on scale of local, national wide or even international is an unconditional prerequisite to set up various telecommunication services. Appearance of Next Generation Network (NGN) as an integrated telecommunication network based on Internet Protocol (IP) or packet should take in to consideration on interconnection business regulation. PERMENKOMINFO number 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 on the subject of interconnection, only provide current interconnection system into cost based tariff and not including interconnection consept as an anticipation of NGN implementation.
This study is done to analyze any issues related to interconnection charging system on Next Generation Network in Indonesia. This subject is carried on by doing benchmarking and adopting earlier researches done by operators, consultant and vendors in various countries. There are such models on calculating tariff for NGN, for instance Bill and keep, calling party network pay and receiving party network pays. Furthermore, in order to support inflating telecommunication operator, the involvement of regulator on interconnection business should be necessary limited, it is pleased that interconnection charging system should be given away to operators in a matter of business agreement.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T38869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayi Mustika Pudyanti
"Di era globalisasi ini, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dapat dikatakan saat ini tidak ada kehidupan manusia yang luput dari teknologi. Industri yang berkaitan erat dengan perkembangan teknologi adalah industri telekomunikasi. Dengan memanfaatkan teknologi, komunikasi dapat berlangsung cepat dan mudah. Komunikasi saat ini sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia dalam menunjang kesuksesan pekerjaan, keluarga dan pergaulan. Hal tersebut mendorong meningkatnya pergaulan industri telekomunikasi, khususnya di Indonesia.
PT. TELKOM, Tbk selaku penyedia jasa layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia harus mampu bersaing dengan kompetilomya mengingat saat ini pasar yang dihadapinya bukan monopoli melainkan kompetisi. Agar mampu bertahan dan memenangkan persaingan pasar tersebut, PT. TELKOM memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan pelanggan untuk menjngkatkan kepuasan pelanggan seperti layanan yang terjamin, cepat, akurat dan jelas. Untuk itulah perlu dilakukan desain ulang terhadap proses bisnis pelayanan Provisioning Sentral & Signaling dan Penanganan Gangguan terhadap Surveillance Perangkat Sentral.
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana desain ulang pada kedua proses tersebut dilakukan. Diawali dengan pengumpulan data lcebutuhan pelanggan, nnetapan target performa dan memetakan kedua proses bisnis yang dilakukan saat Kemudian melalui analisis kondisi pelaksanaan kedua proses bisnis tersebut pada saat ini dan membandingkannya dengan apa yang dibutuhkan pelanggan, maka dapat diindentifikasi proses apa saja yang harus dihilangkan, digabung, atau ditambah. Hal penting yang dihasilkan dalam desain ulang pada kedua proses tersebut adalah munculnya Helpdesk sebagai perwujudan dari One Stop Service. Helpdesk bertjndak sebagai Contact Person, pusat informasi dan pelayanan. yang ingin diwujudkan pemsahaan. Akhirnya, untuk lebih memperjelas proses bisnis desain ulang maka dilakukan pemetaan kembali. untuk desain proses bisnis yang baru. Desain ulang proses bisnis menggunakan metedologi rekayasa ulang.

In the globalization era, technology grows up very quickly. Today, we can say that there?s no human life without affected by technology. Telecommunication industry is closely related to the development of technology. By using technology, communication can be faster and easier. Today, communication becomes one of the main needs to support the success in works, family and environment. It can support for the increasing of telecommunication industry, especially in Indonesia.
PT. TELKOM, Tbk as the biggest telecommunication company in Indonesia must have an ability to compete with its competitor because its market is changed form monopoly into competition. in order to maintain and win its business in the market competition, PT. TELKOM must focus its business to iilltill its customer needs so that its customer satisfaction can be achieved, for example service guarantee, fast, accurate and clearly. So, it is important that PT. TELKOM, Tbk redesign the business process for provisioning Sentra! &Signaling and problem handling in Surveillance Perangkat Sentral.
This research discuss about how redesign implemented in both business processes. Started with customer needs data collection, setting the performance target then mapping those current business processes. Discussion continued with analyzing current business processes condition comparing with customer needs so that we can identify which proeess(es) must be out or joined or added. Helpdesk as the realiration of One Stop Service become the important output from this discussion. Helpdesk is planned to be Contact Person, centre of infonnation and service for provisioning and problem handling business process. Finally, to make it easier in understanding the redesign result, new processes are mapped. To redesign these business processes, Business Process Reengineering was used."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S50211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Gunawan
"Pada perkembangan industri telekomunikasi di negara berkembang seperti Indonesia, regulasi diarahkan untuk meningkatkan efisiensi industri dalam memenuhi permintaan yang bertumbuh. Peningkatan efisiensi industri tersebut dibutuhkan dalam rangka mempertahankan kemampuan supply permintaan akses. Usaha meningkatkan efisiensi industri termasuk mencegah para penyelenggara melakukan subsidi terhadap defisit yang terjadi akibat ruting panggilan yang panjang akibat adanya perbedaan cakupan area pembebanan interkoneksi dan letak titik interkoneksi pada penyelenggaraan telekomunikasi.
Diperlukan pengaturan ulang cakupan area pembebanan dan letak titik interkoneksi antara penyelenggara khususnya antara penyelenggara jaringan tetap dan jaringan bergerak selular untuk menghindari defisit tersebut. Pengaturan ulang cakupan area pembebanan dan letak titik interkoneksi akan berhadapan dengan penurunan revenue penyelenggara karena akan menghilangkan pendapatan dari panggilan jarak jauh antar dua cakupan area pembebanan yang proporsinya diperkirakan mencapai 60% dari total pendapatan interkoneksi. Pengaturan ulang cakupan area pembebanan dan letak titik interkoneksi harus menjaga kondisi pendapatan penyelenggara dan batas toleransi terhadap total defisit yang dialami penyelenggara pada satu cakupan area pembebanan.
Pengaturan ulang cakupan area pembebanan dengan menggabungkan dua POC atau menambah POI dapat dilakukan dengan menggunakan model bisnis yang mempertimbangkan dampak terendah terhadap perubahan revenue. Model bisnis yang digunakan merupakan suatu fungsi terhadap fungsi terhadap biaya pembangunan titik interkoneksi, biaya yang ditanggung oleh penyelenggara dalam menyalurkan trafik lokal dengan ruting jarak jauh dan rasio antara defisit dalam menyalurkan trafik lokal dengan ruting jarak jauh dengan total revenue.
Dari hasil pengujian dan analisa terhadap model bisnis yang dibangun dapat digunakan untuk menngatur ulang cakupan area pembenanan interkoneksi.Penggabungan dua POC atau penambahan POI merupakan keputusan pengaturan ulang POC yang dapat ditempuh dengan menggunakan model bisnis yang dibangun untuk menghilangkan defisit yang ditanggung penyelenggara dalam menyalurkan trafik lokal dengan ruting jarak jauh.

Regulation on the growing telecommunication industry in developing countries such us Indonesia is aimed to improve industry efficiency in supply of access demand. The improvement of industry efficiency is needed to maintain the capacity of supply for access demand. One of the actions for improving industry efficiency is avoiding operators to subsidy deficit that incurred due to the call with longer routing in interconnection. Call with longer routing in interconnection is due to different point of charging between fixed and mobile operators and absence of point interconnect.
In order to avoid deficit, re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect is needed. Re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect will decrease revenue of operator, since re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect will eliminate revenue from long distance call between two point of charging. This revenue is taking the highest portion of total revenue, approximately until 60% from total interconnect revenue. Due to that facts, re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect is conducting with maintain total revenue of operators with certain limitation amount of total deficit in one point of charging that stated by regulator.
Re-arrangement of point of charging could be done by merging two POCs or adding POI by using business model which is a function of total cost for developing POI, cost for providing interconnect local call with long distance routing and ratio of deficit in providing interconnect local call with long distance routing with total revenue.
From testing and analyzing of business model concluded that it could be used as a tool for re-arrangement of interconnect charging area. Merging two POCs or adding POI are decisions for re-arrangement of point of charging that could be confirmed by using business model to avoid deficit in providing interconnect local call with long distance routing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T40803
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Feisal N.
"Internet merupakan suatu fenomena jalan raya informasi yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya akan informasi yang dibutuhkannya. Pengguna Internet dapat memperoleh akses ke Internet melalui ISP (Internet Service Provider). ISP menyediakan infrastruktur jaringan komputer nntuk menyediakan layanan akses Internet bagi pelanggannya. Karena Internet bersifat global maka ISP harus membuat interkoneksi dengan jaringan-jaringan di luar negeri.
Pada skripsi ini dilakukan analisis terhadap interkoneksi antara beberapa gateway Internet di Iuar negeri dengan gateway jaringan backbone Indasatnet. Analisis dffokuskan pada utiltsasi Iebar pita frekuensi (kepadatan trafik) pada interkoneksi dengan gateway-gateway di Iuar negeri, yaitu Jepang dan Amerika. Pengambilan data interkoneksi tersebut dilakukan di Bagian Operasi Indosamet PT Indosai mivist Bisnfs Internet) pada bulan Juni 2000."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S39875
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jawahir
"Interkoneksi adalah keterhubungan jaringan antara operator atau jaringan operator-operator telekomunikasi, sehingga pelanggan dari suatu operator dapat saling berkomunikasi dengan pelanggan pada operator lain. Hal ini terjadi sebagai akibat dari adanya deregulasi di sektor telekomunikasi yang menyebabkan jumlah operator menjadi lebih banyak dan sekaligus meningkatkan jumlah pelanggan telepon.
Sistem interkoneksi sendiri merupakan pengembangan dari sistem transfer price. Transfer price adalah harga produk atau jasa yang harus ditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan yang sama. Konsep ini kemudian menjadikan suatu dasar bagaimana menghitung biaya interkoneksi antara dua operator fixed dan seluler yang melakuken pertukaran informasi.
Tulisan ini menyaikan suatu metode dalam menghitung biaya interkoneksi yaitu metode Fully allocated cost. Pada metode ini semua unsur biaya yang terlibat dalam kelangsungan perusahaan diperhitungkan. Biaya-biaya yang dimaksud adalah Biaya investasi, operasi dan pemeliharaan serta biaya akibat loss opportunity.
Dengan prinsip alokasi biaya bersama maka unsur-unsur biaya tersebut didistribusikan kedalam unit-unit produksi. Dengan diketahuinya biaya masing-masing unit produksi maka setiap langkah atau alur hubungan komunikasi antara fixed dan seluler dapat dengan mudah ditentukan biayanya.

Interconnection is a connection of network between operators or network of telecommunication operators, so that customers from one operator can communicate each other with those from other operator. Interconnection arises due to the government deregulation in the telecommunication sector which resulted in an increasing number of telecommunication operators and customers as well.
The interconnection system itself is the development of the transfer price system. Transfer price is a price of product or services, which should be transferred between cost centers in the same company. This concept, then, becomes a basis on how to calculate interconnection costs between two operators, fixed and cellular operators who are engaged in the information exchange.
This thesis describes a method in calculating interconnection costs i.e., Fully Allocated Cost Method. In this method all cost elements incurred in the company's going concerns will be taken into account. The intended costs include capital cost, operation and maintenance costs as well as any cots incurred due to loss of opportunity.
With the joint cost allocation principle, such cost elements can be distributed into each production unit and because we know the costs of every production unit, then the cost of every communication that take places between fixed and cellular operators can be easily determined.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Deiny Mardian Wijayapraja
"Kehadiran teknologi 5G memberikan harapan kualitas pengalaman atau Quality of Experience (QoE) yang jauh lebih baik dalam memanfaatkan layanan video streaming. Namun, selain kualitas, ada banyak faktor lain yang diyakini memberikan nilai dan memengaruhi pengalaman pengguna layanan video streaming di era 5G. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pengukuran sekaligus mendapatkan faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi QoE pada 5G dengan menggunakan kerangka kerja konseptual yang melibatkan ukuran penilaian korelasi pengaruh teknologi 4G terhadap 5G. Pengembangan model ini dilakukan melalui pengukuran User Experience (UX) dan Quality of Service (QoS) sebagai unsur pembentuk QoE. Hal ini pun dilakukan mengingat perlu standar khusus untuk mengukur QoE secara detil terutama pada sisi UX. Kerangka konseptual dikembangkan menggunakan pendekatan Structural Equation Modeling (SEM), berdasarkan data UX dan QoS di Jakarta secara realita di tahun 2022. Dari hasil pengukuran UX diperoleh bahwa pada kondisi realita di Jakarta memiliki nilai korelasi sebesar 0.59. Hal ini berarti pengaruh teknologi 4G terhadap 5G pada pengalaman pengguna layanan video streaming di Jakarta masih signifikan. Sementara dari pengukuran QoS diketahui bahwa terdapat nilai korelasi sebesar 0.27. Hal ini berarti pengaruh teknologi 4G terhadap 5G secara teknis di Jakarta tidak signifikan Hasil akhir nilai QoE dengan format UX dan QoS ini pun dapat dipetakan untuk melihat posisi dan potensi dari pengukuran QoE ini. Lebih lanjut lagi pada faktor-faktor pembentuk UX, dilakukan analisis dengan Exploratory Factor Analysis (EFA). Dari hasil analisis dengan EFA untuk area Jakarta diperoleh bahwa hal terkait kemudahan atau perspicuity dan aspek ekonomi menjadi faktor-faktor dominan. EFA juga mengelompokkan kesepuluh faktor ke dalam tiga dimensi di mana dimensi teknologi merupakan dimensi yang dominan dan memiliki prioritas dalam pengembangan teknologi 5G di Jakarta.

The presence of 5G technology provides hope for a much better Quality of Experience (QoE) in utilizing streaming video services. However, apart from quality, many other factors are believed to provide value and influence the user experience of streaming video services in the 5G era. This study aims to develop a measurement model as well as obtain what factors will affect QoE on 5G by using a conceptual framework that involves measuring the correlation of the influence of 4G technology on 5G. The development of this model is carried out by measuring User Experience (UX) and Quality of Service (QoS) as elements that form QoE. This was also done considering the need for particular standards to measure QoE in detail, especially on the UX side. The conceptual framework was developed using the Structural Equation Model (SEM) approach based on actual UX and QoS data in Jakarta in 2022. The UX measurement results found that in real conditions in Jakarta, it has a correlation value of 0.59. This means that the influence of 4G technology on 5G on the user experience of streaming video services in Jakarta is still significant. Meanwhile, from QoS measurements, it is known that there is a correlation value of 0.27. This means that the influence of 4G technology on 5G technically in Jakarta is not significant. The final results of QoE values with UX and QoS formats can also be mapped to see the position and potential of this QoE measurement. Furthermore, on the factors that make up UX, analysis is carried out with Exploratory Factor Analysis (EFA). The analysis with EFA for the Jakarta area found that matters related to ease or perspicuity and economic aspects were the dominant factors. EFA also groups the ten factors of UX into three dimensions, where the technology dimension is the dominant dimension and prioritises developing 5G technology in Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uke Kurniawan Usman
Bandung: Informatika, 2008
621.382 UKE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>