Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114910 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setyo Widi Nugroho
"Aneurisma intrakranial sakular terjadi akibat lemahnya dinding pembuluh darah karena hilang atau rusaknya tunika muskularis. Belum ada penelitian yang bertujuan memperkuat dinding aneurisma intrakranial dengan cara menumbuhkan kembali lapisan tunika muskularis. Penelitian-penelitian Mesenchymal Stem Cells (MSC) pada hewan coba berhasil menumbuhkan otot polos vaskular pada aneurisma aorta dan arteri karotis. Diharapkan MSC dapat berperan dalam pembentukan tunika muskularis pada aneurisma intrakranial.
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pertumbuhan tunika muskularis aneurisma intrakranial pada hewan coba dengan perlakuan pemberian Bone Marrow Mesenchymal Stem Cells (BM MSC) dan manipulasi tekanan darah tikus, dengan penanda SM-actin dan calponin.
Sebanyak 40 tikus Wistar diinduksi aneurisma selama 16 minggu. Modifikasi penurunan tekanan darah dan pemberian BM MSC pada minggu ke16, 18. Tikus dialokasi random ke dalam empat kelompok, yaitu hipertensi tanpa BMMSC, normotensi tanpa BMMSC, hipertensi dengan BMMSC, dan normotensi dengan BM MSC. Pada akhir minggu ke18 dilakukan nekropsi untuk pemeriksaan histopatologi, ekspresi SM-actin dan calponin terhadap aneurisma intrakranial, serta penilaian histopatologi pembuluh darah ekstrakranial.
Sebanyak 27 tikus memenuhi kriteria sampel dengan 62 aneurisma intrakranial. Pada kelompok dengan pemberian BMMSC didapatkan 8 (53,33%) aneurisma memberikan ekspresi SMα-actin (p = 0,014; OR = 14,86) dan 8 (70,00%) ekspresi calponin (p = 0,008; OR = 7,78). Terdapat 4 (57,14%) aneurisma dengan ekspresi SMα-actin (p = 0,070, OR = 2,33) dan 7 (87,5%) dengan ekspresi calponin (p = 0,01, OR = 42,00) pada kelompok normotensi dengan pemberian BM MSC. Pada keempat kelompok tidak didapatkan perbedaan luas dan tebal tunika media arteri karotis (p = 0,616 dan p = 0,222) dan arteri iliaka (p = 0,452 dan p = 0,325).
Pemberian BMMSC berhubungan dengan ekspresi SMα-actin dan calponin positif pada dinding aneurisma, menunjukkan pertumbuhan tunika muskularis. Faktor tekanan darah berhubungan dengan ekspresi calponin namun tidak berhubungan dengan ekspresi SMα-actin. Pemberian BM MSC tidak memberikan efek terhadap tunika media pembuluh darah ekstrakranial.

Saccular intracranial aneurysm is a weak arterial wall caused by degeneration of tunica muscularis. There is still no research focused on strengthening intracranial aneurysm wall by restoring or regenerating tunica muscularis. The mesenchymal stem cells research in animal model had successfully regenerate vascular smooth muscle in abdominal aorta and carotid artery aneurysm. MSC is expected to have a role in regeneration of tunica muscularis in intracranial aneurysm.
The objective of this study is to analyze the association between regeneration of tunica muscularis in intracranial aneurysm by BM MSC administration and blood pressure manipulation with SMα-actin dan calponin marker.
Forty male Winstar rats were subjected to intracranial aneurysm induction for sixteen weeks. Then, the rats were randomly assigned into four groups, which were hypertension, normalized blood pressure, bone marrow mesenchymal stem cells BM MSC administration and hypertension group, and normalized blood pressure and BM MSC administration group. At the end of 18th week, all rats were sacrificed and evaluated for histopathology, immunohistochemistry (SMα-actin dan calponin), and extracranial artery structure.
Twenty-seven rats with 62 aneurysms were eligible for sample criteria. Eight (53.3%) and fourteen (70.0%) aneurysms in group with BM MSC administration expressed SMα-actin (p = 0.014, OR = 14.86) and calponin (p = 0.008, OR = 7.78). In normotension and BM MSC administration group there were 4 (57.1%) aneurysm with SMα-actin expression (p = 0.070, OR = 2.33) and 7 (87.5%) with calponin expression (p = 0.01, OR = 42.00). There were no significant differences of wall area and thickness of carotid artery (p = 0,616 and p = 0,222) and iliac artery (p = 0.452 and p = 0.325) among four groups.
In conclusion BM MSC administration was associated with SMα-actin and calponin expression on aneurysm wall, indicating regeneration of tunica muscularis. BM MSC administration was related to tunica muscularis regeneration, Blood pressure manipulation and BM MSC administration was related to calponin expression but was not related to SMα-actin expression. No effect of BM MSC administration was found on extracranial arteries.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D2580
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Gunawan
"Sel punca mesenkim (mesenchymal stem cells, MSC) merupakan turunan mesenkim yang dapat menghasilkan sejumlah turunan yang berbeda dan kemampuan untuk memperbarui diri, sehingga banyak digunakan dalam penelitian berbagai penyakit, termasuk penyakit sistem saraf pusat. Hingga saat ini, belum ada penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh sel punca terhadap dinding pembuluh darah normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah injeksi stem sel yang berasal dari bone marrow (bone marrow mesenchymal stem cells, BMMSC) tidak akan mengganggu struktur pembuluh darah sehat. Penelitian eksperimental yang menggunakan tikus Wistar laki-laki, berumur 20 - 24 minggu, dan normotensi yang diinjeksikan BMMSC dengan dosis 106 sel (kelompok A, 10 tikus), 3 x 106 sel (kelompok B, 12 tikus), dan kontrol (kelompok C, 12 tikus) secara intravena. Dua minggu setelah injeksi BMMSC, jaringan otak tikus, yaitu arteri serebri anterior (ACA) dan arteri serebral media (MCA) diperiksa secara histopatologi untuk mengukur diameter lumen, luas lumen, tebal dan luas tunika medika, dan tunika intima dievaluasi antarkelompok. Diameter lumen, luas lumen, ketebalan dan luas dari tunika muskularis dari ACA tidak signifikan berbeda bermakna antarkelompok (p > 0,05). Hasil sama didapatkan pada histopatologi MCA, dimana variabel diameter lumen, luas lumen, ketebalan dan luas tunika muskularis (p > 0,05). Studi ini tidak mendapatkan hiperplasia tunika intima dari arteri intrakranial antarkelompok. Pemberian BMMSC secara intravena pada tikus normotensi tidak membuat perbedaan bermakna pada diameter lumen, luas lumen, ketebalan tunika muskularis, luas tunika muskularis, dan adanya hiperplasia tunika intima pada struktur arteri intrakranial dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Mesenchymal stem cells (MSC) are mesenchymal derivatives with ability to produce different cells and have self-renewal property, so they are used in many degenerative diseases studies, including neurological diseases. Until now, there is no study which figure out the impact of stem cell to normal vascular wall yet. This study aims to investigate the effect of intravenous bone marrow mesenchymal stem cells (BMMSC) administration to intracranial artery in normotensive rats. An experimental study using normotensive, 20 - 24 weeks, male Wistar rats, which were injected BMMSC doses of 106 cells (group A, 10 rats), 3 x 106 cells (group B, 12 rats), and control (group C, 12 rats) intravenously. Two weeks after BMMSC injection, the rats were sacrificed, then anterior cerebral artery and middle cerebral artery were evaluated histopathologically for lumen diameter, lumen area, thickness and area of tunica muscularis, and tunica intima were evaluated between groups. The lumen diameter, lumen area, thickness and area of tunica muscularis of ACA were not significantly different between groups (p > 0.05). The similar results were also found in the middle MCA histopathology, which was no significant difference of lumen diameter, lumen area, thickness and area of tunica muscularis between groups (p>0.05). This study didnt find hyperplasia of tunica intima of intracranial arteries between groups. Intravenous administration of BMMSC in normotensive rats didnt make significant differences in lumen diameter, lumen area, thickness of tunica muscularis, area of tunica muscularis, and presence of tunica intima hyperplasia of the intracranial artery structure compared to control group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59202
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31- 40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyani Noviantari
"Latar Belakang : Penyakit neurodegeneratif disebabkan oleh regenerasi neuron yang rendah. Pemberian sel punca mulai dikembangkan untuk meningkatkan regenerasi sistem saraf pusat. Sel Punca Mesenkim SPM mampu berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sel terapi. Proliferasi dan diferensiasi sel punca neuron diregulasi gen endogen dan faktor neurotrofik seperti nerve growth factor NGF , brain-derived neurotrophic factor BDNF dan neurotrophin-3 NT-3 . Namun, peran NT-3 sendiri dalam diferensiasi SPM belum banyak diketahui, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari peran NT-3 pada diferensiasi SPM dari sumsum tulang tikus menjadi neuron pada tahap awal dan tahap lanjut.
Metode : SPM diisolasi dari sumsum tulang tikus, kemudian dikultur dan dipropagasi dalam Minimum Essential Medium Eagle MEM , 10 Fetal Bovine Serum FBS dan 1 antibiotic-antimycotic. Induksi neuron dilakukan pada SPM pasase keempat dalam MEM, 2 FBS, 1 insulin like growth factor N2 dan NT-3 dengan konsentrasi 20, 25, 30 ng/mL dan kontrol selama 7 hari. Dilakukan imunositokimia Nestin sebagai penanda tahap awal dan MAP-2 pada tahap lanjut diferensiasi neuron. Data yang didapat adalah rata-rata persentase jumlah sel Nestin positif dan sel microtubule associated protein-2 MAP-2 positif pada setiap konsentrasi. Analisis statistik menggunakan program SPSS dengan uji one-way ANOVA.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada persentase jumlah sel Nestin positif pada SPM dengan penambahan NT-3 20, 25 dan 30 ng/mL selama 7 dan 14 hari dibandingkan dengan kontrol p

Background : Neurodegenerative diseases showed partial or limited regeneration process. Transplantation of stem cells has been improve regeneration of the central nervous system. The mesenchymal stem cells MSCs can differentiate into various cell types including neurons that can be used for cell therapy. Proliferation and differentiation of neural stem cells are regulated by endogenous gene and neurotrophic factors such as nerve growth factor NGF , brain derived neurotrophic factor BDNF and neurotrophin 3 NT 3 . The aim of this research is to investigate the role of NT 3 in differentiation of MSC into neurons at the early stage and at the late stage.
Methods : MSCs were isolated from rat bone marrow, cultured and propagated in Minimum Essential Medium Eagle MEM , 10 Fetal Bovine Serum FBS and 1 antibiotic antimycotic. MSCs were induced for neuron differentiation induction medium MEM, 2 FBS, 1 insulin like growth factor N2 and NT 3 20, 25, 30 ng mL for 7 and 14 days control induction medium without NT 3. The immunocytochemistry of Nestin was performed on day 7 and MAP 2 was performed on day 14. All experiment were done triplicated. Five random high power field was documented. The data obtained is the average percentage of the number of Nestin and MAP 2 positive cells at each concentration. Statistical analysis using SPSS with one way ANOVA test.
Results : The results showed a significant difference in the percentage of Nestin positive cells in MSCs with NT 3 20, 25 and 30 ng mL for 7 days compared to controls p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayla Putri Zahari
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian sel punca mesenkim (SPM) asal tali pusat yang diduga dapat menurunkan TGF- β1 dan meningkatkan interleukin-10 serta menurunkan derajat fibrosis hati dengan skoring fibrosis NAFLD, menggunakan blok parafin hati tikus dari penelitian sebelumnya. Tikus diberi 2AAF/CCl4 untuk menimbulkan model fibrosis, dosis CCl4 2mg/kgBB, 2AAF 10mg/kgBB dan SPM 1x106. Kelompok dibagi menjadi tiga yaitu kelompok I kontrol tidak diberi perlakuan, kelompok II diberikan 2AAF/CCl4, dan kelompok III diberikan 2AAF/CCl4 serta SPM asal tali pusat manusia. Ekspresi sitokin interleukin-10 dan TGF- β1 diperiksa dengan menggunakan pulasan imunohistokimia. Kuantifikasi pemeriksaan imunohistokimia dengan menghitung jumlah sel kupffer positif warna coklat pada sinusoid lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan sel kemudian dikali seratus persen pada sepuluh lapang pandang. Terdapat perbedaan signifikan ekspresi TGF- β1 antara kelompok tanpa SPM dibanding dengan kelompok kontrol (p=0.02) dan kelompok SPM (p=0.04). Terdapat peningkatan bermakna ekspresi interleukin-10 antara kelompok SPM dengan kelompok kontrol (p=< 0.00) dan tanpa kelompok SPM (p=0.005). Terdapat korelasi positif TGF- β1 dengan peningkatan skoring NAFLD (r=0.39,p=0.035) dan tidak ada korelasi IL-10 dengan skoring NAFLD. Pemberian SPM dapat menurunkan ekspresi TGF-β1 dan meningkatkan ekspresi interleukin-10 pada jaringan hati tikus yang diinduksi oleh 2-AAF/CCl4 dan memperbaiki fibrosis dengan menurunkan skoring NAFLD.

This study aims to look at the effect of mesenchymal stem cell (SPM) originating from the umbilical cord which is thought to reduce TGF-β1 and increase interleukin-10 and reduce the degree of liver fibrosis by scoring NAFLD fibrosis, using rat liver paraffin blocks from previous studies. Mice were given 2AAF / CCl4 to cause fibrosis model, 2 mg / kgBB of CCl4 dose, 2AAF 10mg / kgBB and 1x106 SPM. The group was divided into three namely control group I was not given treatment, group II was given 2AAF / CCl4, and group III was given 2AAF / CCl4 and SPM from human umbilical cord. Interleukin-10 and TGF-β1 cytokine expressions were examined using immunohistochemical smear. Quantification of immunohistochemical examination by counting the number of brown positive kupffer cells in sinusoids and then divided by the total number of cells and then multiplied one hundred percent in ten fields of view. There was a significant difference in TGF-β1 expression between the groups without SPM compared to the control group (p = 0.02) and the SPM group (p = 0.04). There was a significant increase in the expression of interleukin-10 between the SPM group and the control group (p = <0.00) and without the SPM group (p = 0.005). There was a positive correlation of TGF-β1 with increased NAFLD scoring (r = 0.39, p = 0.035) and there was no IL-10 correlation with NAFLD scoring. Giving SPM can reduce TGF-β1 expression and increase the expression of interleukin-10 in rat liver tissue induced by 2-AAF / CCl4 and improve fibrosis by decreasing NAFLD scoring."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Oktavina
"

Cedera hati kronis dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, gangguan metabolik, toksin atau gangguan sirkulasi yang jika berlanjut dapat menjadi cedera hati parah sampai sirosis hati jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Disamping itu, hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi untuk membantu pemulihan pasca cedera. Berbagai model cedera hati hewan coba tikus secara khusus dibuat untuk menyerupai penyakit hati kronis pada manusia. Pada penelitian ini, dikembangkan model hewan coba untuk mempelajari proses regenerasi hati menggunakan 2-AAF/CCl4. 2-Acetylaminoflourene (2-AAF) yang menghambat proliferasi hepatosit, sedangkan Carbon tetrachlorida (CCl4) digunakan untuk menginduksi fibrosis hati dan sirosis hati. Setelah pembuatan model hewan coba 2-AAF/CCl4 kemudian diberikan sel punca mesenkimal asal tali pusat manusia dengan harapan dapat memberikan efek positif pada cedera hati kronis yang dinilai dari parameter kadar ALT, Albumin, perubahan anatomi dan histologi dari jaringan hati tikus. Dalam penelitian ini, dalam pembuatan model hewan coba menggunakan tikus winstar jantan dengan pemberian CCl4 dua kali seminggu (2ml/kg) diencerkan dalam olive oil, pemberian secara subkutan selama 12 minggu. Kemudian dikombinasikan dengan 2-AAF setiap hari diencerkan dalam polietilen glikol, pemberian secara intragastrik. Kelompok percobaan terlihat peningkatan kadar ALT, tidak ada perbedaan untuk kadar Albumin, perubahan warna hati menjadi lebih terang dengan permukaan kasar dan bernodul serta memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan kontrol yang memiliki hati dengan warna merah gelap, permukaan licin tanpa nodul. Selanjutnya dilakukan juga pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan HE, masson trichome dan imunohistokimia (ekspresi kaspase 3), didapatkan hasil yang menunjukkan adanya kerusakan hati (fat degeneration, nekrosis, cell swelling, inflamasi dan fibrosis hati, serta kematian hepatosit). Pada kelompok yang diberikan sel punca asal tali pusat manusia dapat memperbaiki kerusakan hati yang ditandai dengan kecenderungan penurunan kadar ALT, kecenderungan peningkatan kadar albumin, perbaikan anatomi berupa warna hati merah gelap dengan permukaan licin, perubahan histologi yaitu perbaikan jaringan, penurunan derajat fibrosis dan penurunan kematian sel.

 


Chronic liver injury can be caused by a variety of infections, metabolic disorders, toxins or circulatory disorders which, if it continues, can become severe liver injury to cirrhosis of the liver if it does not receive adequate treatment. Besides that, the liver has a high regeneration ability to help with post-injury recovery. Various models of animal liver injury in rats tried specifically made to resemble chronic liver disease in humans. In this research, an experimental animal model was developed to study the process of liver regeneration using 2-AAF/CCl4. 2-Acetylaminoflourene (2-AAF) which inhibits hepatocyte proliferation, while Carbon tetrachloride (CCl4) is used to induce liver fibrosis and liver cirrhosis. After making 2-AAF/CCl4 experimental animal models, human umbilical cord derived mesenchymal stem cells were given in the hope that they would have a positive effect on chronic liver injury assessed by parameters of ALT, albumin, anatomic and histological changes in rat liver tissue. In this study, in making animal models using male winstar rats by administering CCl4 twice a week (2ml/kg) diluted in olive oil, administering subcutaneously for 12 weeks. Then combined with 2-AAF daily diluted in polyethylene glycol, administered intragastrically. The experimental group saw an increase in ALT levels, there was no difference in albumin levels, changes in the color of the liver became brighter with rough and boiled surfaces and had a larger size compared to controls that had hearts with dark red, slippery surfaces without nodules. Histopathological examination was also performed by staining HE, masson trichome and immunohistochemistry (expression of caspase 3), the results showed liver damage (fat degeneration, necrosis, cell swelling, inflammation and fibrosis of the liver, and death of hepatocytes). In groups given human umbilical cord derived mesenchymal stem cells can repair liver damage marked by a tendency to decrease ALT levels, tendency to increase albumin levels, anatomic improvements in the form of dark red heart color with a slippery surface, histological changes, namely tissue repair, decreased degrees of fibrosis and decreased mortality cell.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahyussalim
"Latar Belakang : Diferensiasi sel punca mesenkimal (SPM) menjadi osteoblas dan pertumbuhannya pada lingkungan mikroskopis yang terpajan debris bakteri Mycobacterium tuberculosis secara in vitro tidak menunjukkan gangguan berarti. SPM memiliki potensi imunomodulator dan membantu memperbaiki jaringan yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai manfaat SPM pada eradikasi infeksi, pembentukan tulang dan fusi lesi tulang belakang.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada hewan kelinci yang dilaksanakan dalam 2 tahap. Pada tahap pertama dua puluh tujuh ekor kelinci diinokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada korpus vertebra T12. Pengamatan dilakukan terhadap berat badan, suhu badan, populasi Th1, Th2 dan rasio Th1/Th2, keberadaan bakteri serta reaksi jaringan. Pada tahap kedua kelinci yang diinokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dijadikan sebagai sampel dan dilakukan prosedur tata laksana total Subroto Sapardan, penambahan skafold, penambahan SPM dan pemberian obat anti tuberkulosis. Dengan mengeluarkan kelinci yang tidak memenuhi syarat diperoleh masing-masing 7 kelinci kelompok transplantasi SPM dan kelompok kontrol. Pengamatan dilakukan terhadap berat badan, suhu badan, populasi Th1, Th2 dan rasio Th1/Th2, keberadaan bakteri, reaksi jaringan, ekspresi CBFA-1, sekresi OPN, sekresi ALP, hitung osteoblas, hitung osteosit, kadar kalsium lesi, pembentukan tulang per mm2 defek, dan uji pergerakan tulang.
Hasil : Pada tahap pertama diperoleh 100 % kelinci spondilitis tuberkulosis berdasarkan pemeriksaan histopalogi. Pada tahap kedua diperoleh persentase normalisasi pemeriksaan BTA positif pada kelompok SPM (1/1) lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol (1/2). Persentase pemeriksaan ALP positif pada kelompok SPM (7/7) lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol (5/7). Rerata pembentukan tulang per mm2 defek pada kelompok SPM (1,98 mm2) lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (0,88 mm2) (p<0,05). Persentase kelinci yang mengalami fusi pada kelompok SPM (29 %) lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol (0 %).
Simpulan : Transplantasi SPM ke dalam defek lesi spondilitis tuberkulosis meningkatkan eradikasi infeksi, terbentuknya tulang baru dan capaian fusi tulang belakang.

Backgrounds: Mesenchymal stem cell (MSC) differentiation and growth to osteoblast in micro environment exposed with Mycobacterium tuberculosis debris did not show significant effect in vitro. MSC has immunomodulatory potency and helps repairing damaged tissues. This research aims to understand MSC benefits on infection eradication, bone formation and spinal lesion fusion.
Methods: Two steps of experimental research were done using rabbit as a model on this research. At the first step, twenty seven rabbits were inoculated with Mycobacterium tuberculosis on T12 vertebral body. Rabbit's weight, temperature, Th1 and Th2 population with Th1/Th2 ratio, bacteria's existence, and tissue reactions were examined. On the second step, the rabbits previously inoculated with Mycobacterium tuberculosis were used. Rabbits were not eligible for second step experimental were excluded and 7 rabbits were finally used for each MSC transplantation group and the control group. Observation on the weight, temperature, Th1 and Th2 population with Th1/Th2, bacteria's existence, tissue reactions, core binding factor alfa -1 (CBFA-1)expression, osteopontin (OPN) secretion, alkaline phosphatase (ALP) secretion, osteoblast count, osteocytes count, calcium intralesion level, bone formation per milimeter square defect, and bone movement test were done.
Results: On the first step, 100 % rabbits with spondylitis tuberculosis were yielded based on positive histologic test. On the second step, positive percentage on Acid Fast Bacilli (AFB) test was higher on MSC group (1/1) compared to control group (1/2). Positive ALP percentage on MSC group was also higher (7/7) than control group (5/7). Mean bone formation per milimeter square of defect on the MSC group (1.98 mm2) was larger than the control group (0.88 mm2) (p<0.05). Number of rabbit underwent fusion were higher in the MSC group (29 %) than the control group (0 %).
Conclusion: MSC transplantation on spondylitis tuberculosis lesion defect could increase the eradication of infection, new bone formation and spinal fusion outcome
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Pragiwaksana
"Sel punca mesenkim (MSC) dan sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) telah dilaporkan mampu berdiferensiasi menjadi hepatosit secara in vitro dengan berbagai tingkat maturasi hepatosit. Sebuah metode sederhana untuk proses deselulerisasi perancah hati telah dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi diferensiasi hepatosit dari iPSC dibandingkan dengan MSC dalam perancah hati yang dideselularisasi. Langkah pada penelitian ini adalah mengkultur iPSC dan MSC, mendeselularisasi hati kelinci, menyemai kultur sel ke dalam perancah, dan mendiferensiasikan menjadi hepatosit selama 21 hari dengan protokol Blackford yang dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), imunohistokimia (IHK) albumin dan cytochrome 3A4 (CYP3A4). Ekspresi gen albumin, cytochrome P450 (CYP450), dan cytokeratin-19 (CK-19) dianalisis menggunakan qRT-PCR. Pemeriksaan scanning electron microscope (SEM) dan immunofluorescence (IF) marker hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) dan CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) dilakukan.
Diferensiasi hepatosit dari iPSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi menunjukkan pembentukan sel tunggal dan kapasitas adhesi pada perancah yang lebih sedikit, dan penurunan tren ekspresi albumin dan CYP450 yang lebih rendah. Jumlah penyemaian sel awal yang lebih rendah menyebabkan hanya beberapa iPSC menempel pada bagian-bagian tertentu dari perancah hati yang dideselularisasi. Injeksi jarum suntik manual untuk reselulerisasi yang tidak merata menciptakan pola pembentukan sel tunggal oleh hepatosit dari diferensiasi iPSC di perancah hati yang dideselulerisasi. Hepatosit dari diferensiasi MSC memiliki kapasitas adhesi lebih tinggi ke perancah hati yang dideselulerisasi yang mengarah pada peningkatan tren ekspresi albumin dan CYP450. Penurunan ekspresi gen CK-19 lebih banyak terjadi pada diferensiasi hepatosit dari iPSC.
Hasil tersebut dikonfirmasi oleh adanya sinyal positif protein HNF4-α dan CEBPA dengan pemeriksaan IF yang menunjukkan hepatosit yang dewasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diferensiasi hepatosit dari iPSC pada perancah hati yang dideselularisasi lebih dewasa dengan adhesi sel-matriks ekstraseluler lebih rendah, distribusi sel spasial saling berjauhan, dan ekspresi albumin dan CYP450 lebih rendah dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC pada perancah hati yang dideselularisasi.

Mesenchymal stem cells (MSC) and induced pluripotent stem cells (iPSC) have been reported able to differentiate to hepatocyte in vitro with varying degree of hepatocyte maturation. A simple method to decellularized liver scaffold has been established by Faculty of medicine Universitas Indonesia.
This study aims to evaluate hepatocyte differentiation from iPSCs compared to MSCs in decellularized liver scaffold. iPSCs and MSCs were cultured, rabbit liver were decellularized, cell cultures were seeded into the scaffold, and differentiated into hepatocytes for 21 days with modified Blackford protocol. Haematoxylin-Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), immunohistochemistry (IHC) albumin and CYP3A4 was performed. Expression of albumin, cytochrome P450 (CYP450) and cytokeratin-19 (CK-19) genes were analyzed using qRT-PCR. Scanning electron microscope (SEM) and immunofluorescence (IF) examination of hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) and CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) marker was performed.
Hepatocyte differentiated iPSCs compared with hepatocyte differentiated MSCs in decellularized liver scaffold single–cell–formation and lower adhesion capacity in scaffold, and decrease trends of albumin and CYP450 expression. Lower initial seeding cell number causes only a few iPSCs to attach to certain parts of decellularized liver scaffold. Manual syringe injection for recellularization abruptly and unevenly create pattern of single–cell–formation by hepatocyte differentiated iPSCs in the decellularized liver scaffold. Hepatocyte differentiated MSCs have higher adhesion capacity to decellularized liver scaffold that lead to increase trends of albumin and CYP450 expression. CK-19 expression gene diminished more prominent in hepatocyte differentiated iPSCs.
These results were confirmed by the presence of HNF4-α and CEBPA positive signal protein with IF examination, showing mature hepatocyte.The conclusion of this study is hepatocyte differentiated iPSCs in decellularized liver scaffold differentiation is more mature with lower cell-extracelullar matrix adhesion, spatial cell distribution far from each other, and lower albumin and CYP450 expression than hepatocyte differentiated MSCs in decellularized liver scaffold.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Tobing, Jephtah Furano
"Pendahuluan: Sekretom sel punca mesenkimal dipercaya mengandung faktor pertumbuhan yang bekerja melalui mekanisme parakrin di situs cedera. Di antara banyaknya faktor-faktor pertumbuhan, beberapa disinyalir memiliki efek osteogenik antara lain bone morphogenetic protein-2 (BMP-2), epidermal growth factor (EGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF).
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kuantitas BMP-2, EGF dan VEGF pada sekretom sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan tali pusat.
Metode: Sampel sekretom dari sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan tali pusat dibedakan berdasarkan perlakuan pemberian serum atau non serum dan waktu pengambilan saat penggantian medium terakhir atau saat panen, dan dianalisa dengan metode ELISA sandwich assay menggunakan Human BMP-2, VEGF, and EGF ELISA Kits.
Hasil: Sebaran nilai BMP-2 tersentrasi pada nilai 0 pada sekretom jaringan adiposa maupun tali pusat. Kadar EGF dan VEGF memiliki perbedaan bermakna pada sampel jaringan adiposa yang berbeda (p<0,009 dan p<0,005). Kadar EGF dan VEGF pada jaringan adiposa adalah 2,67 (0-22,53) dan 1473,5 (136,1-5335) sedangkan pada jaringan tali pusat adalah 2,67 (0-13,29) dan 0 (0-1675).
Kesimpulan: Sekretom jaringan adiposa dan tali pusat kemungkinan hanya mengandung BMP-2 dalam nilai yang sangat rendah. Baik jaringan adiposa maupun jaringan tali pusat mengandung EGF dalam jumlah yang moderat. Kadar VEGF pada jaringan adiposa secara signifikan lebih tinggi.

Background: The secretome derived from mesenchymal stem cells has been suggested contain growth factors that works via a paracrine mechanism in the injured area. Of these factors, some are thought to have an osteogenic effect, including bone morphogenetic protein-2 (BMP-2), epidermal growth factor (EGF), and vascular endothelial growth factor (VEGF).
Objective: The aim of this study is to identify the quantity of BMP-2, EGF, VEGF in secretome from adipose tissue (AT-MSC) and umbilical cord-derived mesenchymal stem cells (UC-MSC).
Methods: Secretome samples from AT-MSC and UC-MSC were grouped based on serum administration and harvesting time, and were analyzed with an ELISA sandwich assay method using Human BMP-2, VEGF, and EGF ELISA Kits. This study aims to identify whether BMP-2 is contained in the secretome of AT-MSC and UC-MSC, which has never been reported before, and to measure the level of EGF and VEGF within the secretome.
Results: The distribution of value for BMP-2 was nearly zero in the secretome of AT-MSC and UC-MSC. The level of EGF and VEGF were significantly different between different donor samples of AT-MSC (p<0,009 and p<0,005). The level of EGF and VEGF of AT-MSC are 2,67 (0-22,53) and 1473,5 (136,1-5335) compare to 2,67 (0-13,29) and 0 (0-1675) of UC-MSC.
Conclusion: The secretome of AT-MSC and UC-MSC may contain BMP-2 in a very low level. Both AT-MSC and UC-MSC contain EGF in moderate amount. VEGF is significantly higher in of AT-MSC.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Pramantha Putra Wijaya
"Pendahuluan: Penelitian in vitro menggambarkan inferioritas osteogenesis SPM adiposa dibandingkan dengan SPM sumsum tulang. Sebaliknya, penelitian in vivo menunjukkan kemiripan potensi osteogenik keduanya. penelitian ini mencoba mengetahui perbedaan kapasitas osteogenik antara keduanya dengan mengukur ekspresi Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 dan BMP Reseptor II, juga proses penyembuhan tulang dengan pengukuran histomorfometri.
Metode: Delapan belas tikus Sprague dawley (SD) dilakukan defek tulang femur 5mm. Tikus dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kontrol, implantasi SPM sumsum tulang + Hydroxypatite, dan implantasi SPM adiposa + Hydroxypatite. Tikus dikorbankan pada minggu kedua kemudian penilaian histomorfometri kuantitatif dilakukan dengan Image-J. Paramater yang diukur adalah luas total kalus, % area penulangan, % area kartilago, dan % area fibrosis. Dilakukan penilaian imunohistokimia menggunakan intensitas pewarnaan dan skor Imunoreaktivitas (IRS).
Hasil: Kelompok SPM sumsum tulang menunjukkan ekspresi BMPR II lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Ekspresi BMPR II dianalisis dan didapatkan hasil yang signifikan (p= 0,04) dengan median 4.00 ± 2.75. Kelompok SPM sumsum tulang dan adiposa juga menunjukkan proses penyembuhan tulang yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol (p = 0,001). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SPM sumsum tulang dan SPM adiposa yang diukur pada % total area kalus (p = 1.000),% area penulangan (p = 1.000),% kartilago (p = 0,493) dan % fibrosis (p = 0,128).
Diskusi: SPM adiposa memiliki kemampuan penyembuhan tulang yang serupa dengan SPM sumsum tulang. Growth factor dan reseptornya penting namun bukan satu-satunya faktor penyembuhan tulang.

Introduction: In vitro studies describe inferior osteogenesis of Adiposes to Bone Marrow Mesenchymal Stem Cell (MSC). Contrary, in vivo studies showing the resemblance of osteogenic potential between both groups. This study tries to investigate the difference of osteogenic capacity between BMSCs and ASCs by quantifying the expression of Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 and BMP receptor (BMPR) II also the bone healing process by histomorphometry measurement.
Methods: Eighteen Sprague dawley (SD) rats were induced with 5mm femoral bone defect, then divided into three groups that consist of Control, Implementation of BMSC+Hydroxypatite, and Implementation of ASC+Hydroxypatite. They were sacrificed after 2 weeks, then performed histomorphometry assessment with Image-J. The measured paramater were total area of callus, % of osseous area, % of cartilage area, and % of fibrotic area. The immunohistochemistry measurement performed by staining intensity and immunoreactivity score (IRS).
Results: The BMSC group showed higher expression of BMPR II compare to others. The expression of BMPR II was analyzed statistically and showed significant result (p=0.04) with median 4.00 ± 2.75. Both BMSC and ASC group have significantly better bone healing process compared with control group (p=0,001). There are no significant differences between ASC and BMSC measured in %total callus area (p=1.000), %Osseous area (p=1.000), %Cartilage area (p=0.493) and % Fibrous area (p=0.180).
Discussions: ASC bone healing ability are similar to BMSC. Growth factor and its receptor are important but not sole contributing factor for bone healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>