Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siska Kusumadewi
"

Pengadilan Agama Nomor 2184/Pdt.G/2014/PA.Bks tanggal 9 Pebruari 2015 dan Akta Cerai Nomor 0413/AC/2015/PA.Bks tanggal 12 Maret 2015 telah memutus perceraian ghoib pada perkawinan campuran, yaitu putusan tanpa kehadiran tergugat yang berkewarganegaraan asing dan tidak diketahui keberadaannya. Setelah putusan perceraian tersebut juga tidak ada pembagian harta bersama. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana putusan Pengadilan Agama bagi para pihak perkawinan campuran dan penyelesaian harta bersama pada perkawinan campuran yang putus karena perceraian ghoib. Penulisan ini secara umum bertujuan untuk menjelaskan penyelesaian harta bersama pada perkawinan campuran yang putus karena perceraian ghoib. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi dekriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa putusan Pengadilan Agama bagi para pihak perkawinan campuran tetap menggunakan hukum yang berlaku di Indonesia karena perkawinan dilangsungkan dan tunduk pada Hukum Perkawinan Indonesia. Penyelesaian harta bersama pada perkawinan campuran yang putus karena perceraian ghoib, apabila tidak mengadakan perjanjian perkawinan, maka harta bersama dibagi sama rata diantara pihak suami istri. Dalam hal akan melakukan tindakan hukum terhadap harta bersama, maka sebelum terjadi transaksi dihadapan Notaris / PPAT wajib mengajukan permohonan penetapan kepada Pengadilan untuk memerintahkan dan menetapkan bahwa salah satu pasangan tersebut diperbolehkan untuk melakukan transaksi atas harta bersama. Saran dari penulis agar para pihak perkawinan campuran membuat perjanjian perkawinan.


Religious Courts No: 2184 / Pdt.G / 2014 / PA.Bks dated 9 February 2015 and Divorced Deed No: 0413 / AC / 2015 / PA.Bks dated 12 March 2015 have decided on “ghoib” divorce on mixed-citizenship marriage, namely decisions without the presence of a defendant with foreign nationality and unknown existence. After the divorce decision there was also no joint property distribution. Thus the problem arises as to how the decisions of the Religious Courts for mixed-citizenship marriages and the settlement of joint property in mixed-citizenship marriage which decreed divorce due to “ghoib” divorce. This writing generally aims to explain the settlement of joint assets in mixed –citizenship marriages which decreed divorce due to “ghoib” divorce. The research method used is normative juridical research with descriptive analytical typology. Based on the results of the study, it can be concluded that the decisions of the Religious Courts for mixed-citizenship marriages still use applicable laws in Indonesia because marriage is held and is subjected to Indonesian Marriage Law. Completion of joint assets in mixed-citizenship marriages which decreed divorce due to “ghoib” divorce, if there is no pre/postnuptial agreement, then the joint assets are divided equally between husband and wife. In the event that a legal action will be taken against the joint assets, prior to transaction before the Notary / PPAT, it is obligatory to submit a request to the Court to order and stipulate that one of the spouse is allowed to carry out transactions on joint assets. Advice from the author so that the mixed-citizenship marriage should make a pre/postnuptial agreement.

"
2019
T51786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Bahrain
"ABSTRAK
Pengalaman berbeda yang dialami oleh generasi X dan Y dapat memengaruhi pandangan mereka terkait perkawinan, termasuk terkait karakteristik perkawinan dan kepuasan perkawinan. Karakteristik perkawinan didefinisikan sebagai nilai-nilai yang dianggap penting bagi pasangan dalam hubungan perkawinannya, sedang kepuasan perkawinan didefinisikan sebagai evaluasi global seseorang terhadap kualitas perkawinan yang sedang dijalaninya.Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik perkawinan dan kepuasan perkawinan serta perbedaannya antara generasi X dan Y. Pearson correlation serta independent sample t test dilakukan pada partisipan penelitian ini yang berjumlah710 (206 generasi X dan 504 generasi Y). Karakteristik perkawinan diukur dengan CHARISMA dan kepuasan perkawinan diukur dengan QMI yang sudah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara faktor love (r = .227, p<.01, 2-tailed) dan loyalty (r = .241, p<.01, 2-tailed) dalam karakteristik perkawinan dengan kepuasan perkawinan, namun tidak pada faktor shared values.Kemudian, generasi X menganggap faktor shared valueslebih penting bagi hubungan perkawinan mereka dan memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan generasi Y.

ABSTRACT
Different experiences faced by generations X and Y can influence their views regarding marriage, including marital characteristics and marital satisfaction. Marital characteristics are defined as values that are considered important for couples in marital relationships, while marital satisfaction is defined as a person's global evaluation of the quality of their marriage. This study aims to see the relationship between marital characteristics and marital satisfaction and their differences between generations X and Y. Pearson correlation and independent sample t-test were performed on 710 participants (206 generation X and 504 generation Y). Marital characteristics are measured by CHARISMA and marital satisfaction is measured by QMI which has been adapted into Indonesian. The test results show that there is a significant positive relationship between love (r = .227, p<.01, 2-tailed) and loyalty (r = .241, p<.01, 2-tailed) in marital characteristics and marital satisfaction, but not in the shared values factor. Then, generation X considers shared values ​​to be more important for their marriage and also has a higher level of marital satisfaction than generation Y.
"
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dobson, James
Eastbourne: Kingsway Pubb., 1987
813.54 DOB l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yuridha Rizama Yulianto
"ABSTRAK
Seiring dengan bertambahnya pelaku perkawinan campuran di Indonesia, semakin banyak pula permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari perkawinan campuran. Salah satu permasalahan yang kerap timbul dalam perkawinan campuran adalah karena Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran tidak diperbolehkan mempunyai Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Guna Usaha, kecuali perkawinan campuran tersebut dilakukan dengan membuat
perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta. Apabila perkawinan campuran berlangsung tanpa membuat perjanjian perkawinan, maka permasalahan akan timbul apabila dikemudian hari terjadi perceraian terutama dalam hal pembagian harta kekayaan yang dihasilkan selama perkawinan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana akibat hukum atas bagaimana akibat hukum atas putusnya perkawinan terhadap harta bersama dalam perkawinan campuran yang berlangsung tanpa perjanjian perkawinan terhadap harta bersama dalam perkawinan campuran yang berlangsung tanpa perjanjian perkawinan dan bagaimana kedudukan harta benda dalam perkawinan campuran yang berupa Hak Guna Bangunan setelah perceraian (Analisis Putusan Nomor 0391/Pdt.G/2017/PA.Dp). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa dalam hal terjadi perceraian, masing-masing
suami isteri berhak atas setengah dari jumlah harta bersama yang didapatkan selama perkawinan dan Warga Negara Asing tidak dimungkinkan untuk memiliki Hak Guna Bangunan meskipun didapatkan karena percampuran harta dalam perkawinan. Jika Warga Negara Asing mendapatkan Hak Guna Bangunan maka dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat kepemilikan. Untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam perkawinan campuran terkait harta benda perkawinan, maka dapat dilakukan perkawinan campuran dengan membuat perjanjian perkawinan.

ABSTRACT
Along with the increasing number of mixed marriages in Indonesia, the more problems occur as a result of mixed marriages. One of the problems that often occurs in mixed marriages is that Indonesian citizens of mixed marriages are not permitted to have Freehold Title, Right to Build (HGB), or Right to Cultivate (HGU), unless the mixed marriage is carried out by making a nuptial agreement concerning the separation of assets. If a mixed marriage takes place without making a nuptial agreement, problems will arise if divorce then occurs especially
in the case of division of assets obtained during the marriage. Based on the thesis background, the cause of the problem in this thesis are how the legal consequences of divorce on common property in a mixed marriage that takes place without a marriage agreement and how the position of property in mixed marriages in the form of Right to Build after divorce (Analysis of Religious Court Judgment Number 0391/Pdt.G/2017 PA.Dp) This research is normative research, with the typology of normative explanatory research. The results of this
research explain that if a divorce occurs, each husband and wife are entitled to half of the amount of common property obtained during marriage and Foreign Citizens are not allowed to have the Right to Build even though they are obtained due to mixing assets in marriage. If Foreign Citizens get the Right to Build then within a period of 1 year, they must release or transfer to other parties according to the conditions of ownership. To minimize the problems that occur in mixed
marriages related to marital property, a mixed marriage can be done by making a nuptial agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Permana
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu bentuk "perikatan" antara seorang pria dengan seorang wanita. Perikatan tersebut diatur dalam suatu hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang dikenal dengan istilah "hukum perkawinan" yakni sebuah himpunan dari peraturan-peraturan yang mengatur dan memberi sanksi terhadap tingkah laku manusia dalam perkawinan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai implikasi perjanjian kawin yang tidak didaftarkan terhadap pihak ketiga dan status kepemilikan properti milik WNI setelah perkawinan dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen. Ketidaktahuan hukum dalam pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dan keterlambatan pendaftaran perjanjian kawin, akan menjadi pemicu masalah hukum bagi suami istri maupun pihak ketiga karena merasa dirugikan, dan dapat berakibat pada pembatalan perjanjian kawin. Pihak ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena perjanjian kawin tersebut dianggap hanya berlaku pada pihak suami dan istri saja, tidak berlaku terhadap pihak ketiga apabila tidak didaftarkan. Bagi calon pasangan perkawinan campuran yang akan mengadakan perjanjian kawin dalam perkawinannya, sudah sebaiknya mencari informasi baik melalui instansi pemerintah yakni pada Kantor Catatan Sipil maupun profesi hukum yang memiliki kompetensi atau pengetahuan berkaitan dengan pembuatan perjanjian kawin, seperti Notaris atau pengacara.

This thesis discusses the issue of marriage agreements that are not registered. Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Marriage is one form of "engagement" between a man and a woman. The engagement is regulated in a law that applies in society, known as "marriage law" which is a set of rules that regulate and sanction human behavior in marriage. The main problem in this thesis is about the implications of the marriage agreement that is not registered with the third party and the property ownership status of the Indonesian citizen after the marriage is held according to the applicable law in Indonesia. The author uses a normative juridical research method, the type of data used is secondary data collected through document studies. The ignorance of the law in making marriage agreements after marriage and the delay in the registration of marriage agreements, will be a trigger for legal problems for husband and wife and third parties because they feel disadvantaged, and can result in the cancellation of the marriage agreement. Third parties will be disadvantaged if registration is not carried out, because the marriage agreement is considered only valid on the part of husband and wife only, does not apply to third parties if not registered. For prospective mixed marriages who will enter into marriage agreements in their marriages, it is better to seek information through government agencies, namely the Civil Registry Office and the legal profession that has the competence or knowledge related to making marriage agreements, such as Notaries or lawyers."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadanti Suyandina Purwanto
"Tesis ini membahas tentang harta bersama pasca perceraian yang masih dijadikan sebagai jaminan utang. Dalam Pasal 35 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) menyebutkan bahwa harta bersama merupakan harta yang diperoleh selama perkawinan, dan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa janda atau duda yang bercerai masing-masing berhak menerima seperdua bagian dari harta bersama sepanjang tidak di perjanjikan lain dalam perjanjian kawin. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan harta bersama pasangan suami-isteri yang telah bercerai yang harta bersama seharusnya dibagi masih menjadi jaminan utang di Bank, serta hubungannya dengan nilai utang yang melebihi nilai objek yang dijadikan jaminan. Metode penelitian yang digunakan analisis yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Hasil yang didapat penulis adalah meskipun suami-isteri telah bercerai seluruh harta bersama akan dibagi dua, dan berikut utang yang ada. Utang yang melebihi nilai jaminan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak meskipun telah bercerai, sehingga kedua belah pihak harus tetap menanggung utang tersebut. Peran Notaris dalam hal ini perlu memperhatikan dan menjalankan pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris.

This thesis discusses the marital property after the divorce that is still used as a debt warranty. Article 35 of Law No. 1 of 1974 on Marriage (UUP) states that marital property is a wealth obtained during marriage, and in Article 97 of the Compilation of Islamic Law (KHI) states that divorced widows or divorcedes are each entitled to receive one half of marital property as long as it is not in another agreement in the marriage agreement. The subject matter of this research is about the position of marital property of spouses and divorced couples whose common property should be divided into debt guarantees in the Bank, as well as their relationship with the value of the debt that exceeds the value of the collateral object. The Research Method used in writing this thesis is Juridical Normative, with Descriptive Analysis, with a qualitative approach. The results obtained by the author are that although the husband and wife have divorced all the marital property will be divided into two, and the following debts. Debt that exceeds the value of collateral is an obligation that must be fulfilled by both parties despite the divorce, so both parties must still bear the debt. In this case, a Notary must obey the clause 16 section in the Notary Billet Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Gadis Aditya
"Lembaga kepailitan merupakan sita umum atas harta debitur pailit. Terdapat peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur masalah kepailitan, namun kenyataanya masih saja terdapat harta debitur pailit yang lolos dari bundle pailit. hibah adalah salah satu cara yang dilakukan agar terbebas dari penyitaan harta pailit. Gunawan Tjandra adalah pengusaha kaya sebagai penjamin perseorangan PT. Pratama Jaringan Nusantara (PJN) yang telah mendapatkan kredit dari Rabo Bank. Setelah PT.PJN wanprestasi, maka otomatis Gunawan Tjandra sebagai penjamin harus bertanggung jawab atas kewajiban PT.PJN. lalu Gunawan pun diputus pailit oleh pengadilan niaga Jakarta Pusat, dan telah menunjuk kurator sebagai pengurus dan pemberesan hartanya. Setelah dicari lebih lanjut, ternyata Gunawan tidak punya cukup harta untuk membayar utang karena harta yang ada tidak terbukti miliknya. Selain itu, Gunawan telah menghibahkan sebagian hartanya kepada istri dan anak-anaknya. Hal tersebut dilarang oleh KUHPerdata yang menyatakan bahwa, antara suami dan istri tidak diperbolehkan untuk melakukan penghibahan benda tetap yang berwujud. Hal tersebut dikarenakan pbahwa dalam perkawinan terdapat percampuran harta antara suami dan istri. Namun dalam undang-undang kepailitan yang diatur hanyalah larangan hibah dengan jangka waktu 1 tahun sebelum pailit tersebut diputus. Peraturan dalam Undang-undang kepailitan tersebut sangat merugikan pihak kreditur.

Bankruptcy institution is a general confiscation of assets of the bankrupt debtor. There are laws in Indonesia governing this bankruptcy matters; however, in practice there are some assets of the bankrupt debtor which may not be included in the bankruptcy bundle. Grant is one of the methods used to get relief from the confiscation of bankruptcy assets. Gunawan Tjandra is a wealthy businessman who acted as the individual guarantor of PT. Pratama Jaringan Nusantara ("PT. PJN") which has received loan from the Rabo Bank. Once PT. PJN conducted a default, automatically Gunawan Tjandra as the guarantor must bear the responsibility on the obligation of PT. PJN. Gunawan Tjandra was then declared bankrupt by the Commercial Court of Central Jakarta which afterwards appointed a caretaker and curator for his assets settlement. After a further investigation, it was revealed that Gunawan Tjandra did not have sufficient assets to settle the debts because some of the assets were proven not his belonging. In addition, Gunawan Tjandra has donated some of his assets to his wife and children. This action is prohibited under the Indonesian Civil Code ("KUHPerdata") which stated that it is not allowed to provide grant of tangible immovable assets between husband and wife. This prohibition is stipulated because in a marriage there is a fusion of assets between husband and wife. However, under the bankruptcy laws the prohibition is only to the provide grants for a period of one year prior to the decision of bankruptcy. This kind of provisions under the bankruptcy laws is very detrimental to the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S526
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Febriza Mirza
"Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Akan tetapi tujuan dari perkawinan tidak selalu terlaksana sehingga mengakibatkan perceraian. Perceraian berdampak pada harta kekayaan masingmasing suami istri, harta kekayaan yang didapat dari hasil pencaharian suami istri dalam perkawinan akan menjadi harta bersama (harta suarang). Pembagian harta bersama akibat perceraian menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974, adalah ditentukan menurut hukumnya masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Pada masyarakat Adat Minangkabau, apabila terjadi perceraian maka harta kekayaan perkawinan yang akan dibagi antara suami istri adalah hanya harta bersama (harta suarang) saja. Harta bawaan (harta pusaka tinggi) akan dikembalikan kepada masing-masing pihak. Dalam putusan Pengadilan Agama Padang No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg, harta pusaka tinggi milik istri dibagi 2 (dua) bagian untuk pihak penggugat dan tergugat (suami dan istri). Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dan data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembagian harta perkawinan akibat perceraian pada masyarakat Minangkabau adalah dibagi dua sama bagiannya antara suami istri, (1/2) bagian untuk suami dan (1/2) bagian untuk istri. Dan penyelesaian sengketa terhadap pembagian harta perkawinan akibat perceraian Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg, telah sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Hukum Adat, yaitu Majelis hakim memutuskan tanah yang menjadi harta bawaan (harta pusaka) tetap menjadi milik pihak yang memiliki, sedangkan bangunan (rumah) yang berada di atas tanah tersebut menjadi harta bersama (suarang) sehingga harus dibagi 2 (dua) antara suami istri (penggugat dan Tergugat).

Marriage is represent tying born the mind between a man and a woman as husband dan wife with an eye to form the happy family, however the target do not always executed so that cause the divorce. Divorce impact on wealth their husband and wife, treasure obtained from the work of husband and wife in marriage will be the property together (harta suarang). The division of property with a result of divorce act according to act No. 1 in 1974 is determined according to the law of each, namely religious law, legal customs and other legal. In the Minangkabau, if the event of divorce and wealth to be divided between husband and wife is only property together (harta suarang). The estate of origin (the estate of inheritance high) will be returned to each party. In a verdict religious courts Padang No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg ,the estate of inheritance high belonging to the wife split into two parts for parties to plaintiff and defendant (husband and wife). The research method used is the juridical normative, and the data used are secondary data. The result of research shows that the division of property due the divorce of marriage in Minangkabau is divided into two parts to the husband half and half for wife. And dispute resolution against the estate of the division of property divorce marriage due to an analysis of judical decisions religions No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg had been in accordance with the act No. 1 in 1974 to license and customary law namely the judge decided the ground that becomes fixed treasure origin (estate of inheritance high) still the parties who have and and building that was sitting on the ground is property together so that it should be split into two between husband and wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Masirila Septiari
"Skripsi ini membahas tentang putusnya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA) di wilayah hukum Indonesia yang dilakukan di muka Pengadilan Agama. Metode penelitian penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis, untuk menjawab permasalahan mengenai pengaturan mengenai perkawinan campuran dan perceraiannya dalam sudut pandang HPI Indonesia serta pertimbangan majelis hakim di Pengadilan Agama dalam menerapkan prinsip-prinsip HPI pada putusan perkawinan campuran. Hasil dari penelitian ini ialah perkawinan campuran dapat ditinjau dari dua sudut pandangan yaitu menurut GHR dan Pasal 57 UU Perkawinan 1974 serta hakim Pengadilan Agama di Indonesia masih belum menerapkan prinsip-prinsip HPI dalam pertimbangan putusannya.

This thesis examines the divorce between Indonesian citizen and Foreigner before Religious Court. The research of this study was conducted through juridical normative method in a form of analytical description, in order to answer the issues regarding the regulations of mixed marriage and divorce in the perspective of Indonesian Private International Law as well as the considerations of the Judges of Religious Court in applying the principles of Indonesian Private International Law in their decisions. The outcome of this study shows that mixed marriage can be reviewd based on two perspectives, namely GHR and Article 57 of Law No. 1 of 1974 on Marriage, and that the Judges of Religious Court had not yet applied the principles of Indonesian Private International Law in their decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Kharisma Kesatriandhana
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan hukum penyelesaian sengketa harta bersama antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Hukum adat Batak Kepercayaan Parmalim. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak membahas berapa besar pembagian harta bersama setelah perceraian yang harus dibagi antara kedua belah pihak, pasal tersebut hanya menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa harta bersama setelah perceraian didasarkan pada ketentuan hukum masing-masing. Dalam penerapannya, masing- masing hukum tersebut yaitu hukum agama, hukum adat ataupun hukum lainnya memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyelesaikan pembagian harta bersama setelah perceraian. Penelitian ini mengangkat masyarakat adat Batak Kepercayaan Parmalim sebagai sarana perbandingan hukum dalam hal penyelesaian sengketa harta bersama setelah perceraian, karena masyarakat adat tersebut memiliki penyelesaian sengketa yang berbeda jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa harta bersama setelah perceraian yang berdasarkan Hukum Perkawinan Indonesia.

This thesis discusses the legal comparison of the settlement of joint property disputes between the Indonesian Marriage Law and the Batak Belief Parmalim customary law. Article 37 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage does not discuss how much the distribution of joint property after divorce must be divided between the two parties, the article only explains that the settlement of disputes over joint property after divorce is based on the respective legal provisions. In its application, each of these laws, namely religious law, customary law or other laws, has different ways of resolving the distribution of joint property after divorce. This study raised the Batak Belief Parmalim indigenous people as a means of legal comparison in terms of resolving joint property disputes after divorce, because these indigenous peoples have a different dispute resolution when compared to the settlement of joint property disputes after divorce based on Indonesian Marriage Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>