Ditemukan 225 dokumen yang sesuai dengan query
Fainzang, Sylvie, 1954-
New York: Routledge, 2017
615.1 FAI s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Azzahra Nisya Zulkarnain
"Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu upaya agar mahasiswa apoteker mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional, legal, dan etik di apotek, yakni melalui kegiatan PKPA (Praktik Kerja Program Apoteker). Pelaksanaan praktik kerja profesi ini berlangsung selama satu bulan dengan tugas khusus, yakni Poster Edukasi untuk Swamedikasi Batuk. Tujuan dari pembuatan poster adalah sebagai media edukasi bagi masyarakat untuk swamedikasi penyakit batuk. Metode yang digunakan dalam pembuatan poster edukasi untuk swamedikasi batuk, yakni melakukan studi literatur mengenai pembuatan poster, swamedikasi batuk beserta pilihan obat yang dapat digunakan, dan terapi non farmakologi untuk meredakan gejala batuk, kemudian selanjutnya informasi yang telah diperoleh dituangkan menjadi sebuah poster. Pembuatan poster edukasi dapat berguna sebagai sarana edukasi masyarakat untuk swamedikasi penyakit batuk sehingga masyarakat dapat menggunakan obat secara aman dan rasional serta dapat mencegah terjadinya kesalahan medikasi.
Clinical pharmacy services at the drug store are part of the pharmaceutical services which are direct and responsible to patients related to improve the quality of patients life. One of the efforts to be able to practice pharmacy in a professional, legal and ethical manner at drugs store is through internship. The internship duration is for one month with a special assignment, namely Educational Poster for Cough Self-Medication. The purpose of making poster is as an educational media for the community to self-medicate cough. The method used in making educational poster for cough self-medication by conducting a literature study about cough self-medication along with the choice of medicines that can be used for cough, and non-pharmacological therapy to relieve cough symptom. Making educational poster can be useful as a means of educating people for cough self-medication so that people can use medicines safely and rationally as well as can prevent medication errors."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Kembaren, Keny Indah Gloria
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas mengenai kedudukan penggunaan ganja dalam tindakan pengobatan sendiri self-medication di Indonesia. Tindakan self-medication merupakan hal yang sering dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Salah satu bentuk dari self-medication yaitu menggunakan tanaman medis kemudian diolah untuk pengobatan sendiri. Namun telah terjadi penggunaan tanaman dalam upaya self-medication tersebut menggunakan tanaman ganja oleh Fidelis Arie Sudewanto, yang mana hasil olahan ganja tersebut digunakan untuk pengobatan istrinya. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: Pengaturan ganja dalam self-medication di Indonesia; Analisis putusan nomor 111/Pid.Sus/2017/PN.Sag. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan tindakan self-medication menggunakan ganja tidak dapat dikategorikan sebagai self-medication di Indonesia. Sehingga saat ini pro kontra penggunaan ganja sebagai tanaman medis untuk pengobatan masih perlu dilakukan tataran diskusi di Indonesia. Saran dari penulis adalah agar Kementerian Kesehatan dan istansi terkait lainnya dapat melakukan penelitian terhadap manfaat dan bahaya dari tanaman ganja serta mengoptimalkan hospis dan palliative home care yang terjangkau di seluruh pelosok daerah di Indonesia.
ABSTRACTThis thesis discusses the legal standing of cannabis use in self medication in Indonesia. The act of self medication is something that is often done by various layers of society. One form of self medication is the use of medical plants and then processed for self medication. But there has been the use of plants in the effort of self medication using marijuana plants by Fidelis Arie Sudewanto, which processed marijuana is used for the treatment of his wife. Based on that problems, the writer tried to describe the main issues, which are The regulations of cannabis in self medication in Indonesia Analysis of Decision Court 111 Pid.Sus 2017 PN.Sag. The research used in this research is normative juridical research. The type of research used is descriptive research. In the end, the writer came to the conclusion that the implementation of self medication action using cannabis can not be categorized as self medication in Indonesia. So now the pros cons of the use of marijuana as a medical plant for treatment still needs to be done at the level of discussion in Indonesia. The writer suggestion are that the Ministry of Health and other relevant agencies can research the benefits and dangers of cannabis crops and optimize the hospice and palliative home care that are affordable throughout the country."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arya Widi Ramadanang
"Self-Medication atau swamedikasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan yang saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan Dunia. Self-Medication atau swamedikasi sendiri merupakan kegiatan pengobatan diri sendiri yang didasarkan pada pengetahuan individu yang diperoleh dari berbagai sumber tanpa adanya konsultasi dengan dokter. Self-Medication atau swamedikasi diawali dengan self-diagnose atau mendiagnosis diri sendiri yang berdasarkan pada sumber non tenaga medis atau tidak berdasarkan pada diagnosis yang dilakukan oleh dokter. Setelah melakukan self-diagnose dan sudah mengetahui perkiraan penyakit yang dialami, selanjutnya pelaku self-Medication atau swamedikasi akan membeli obat untuk penyakit tersebut di toko obat ataupun apotek. Apoteker memiliki peran penting dalam melayani Self-Medication atau swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat di apotek. Dalam pelayanan Self-Medication atau swamedikasi di apotek, apoteker harus terlebih dahulu mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pelaku swamedikasi. hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada pelaku swamedikasi di apotek. Proses untuk mengetahui penyakit yang diderita tersebut terlihat seperti diagnosis yang dilakukan oleh dokter dan merupakan wewenang dari dokter. Dalam peraturan perundang-undangan belum disebutkan secara jelas mengenai wewenang apoteker dalam melakukan wawancara kepada pelaku swamedikasi yang bertujuan untuk mengetahui penyakit yang dialami oleh pelaku swamedikasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini akan membahas mengenai wewenang apoteker untuk memberikan obat dan diagnosis kepada pasien atau pelaku swamedikasi di apotek dilihat dari peraturan perundang-undangan hukum kesehatan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa wewenang apoteker dalam hal melakukan wawancara untuk menentukan penyakit yang dialami oleh pelaku swamedikasi diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan namun terbatas pada penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati dengan obat golongan bebas dan bebas terbatas.
Self-medication is a prevalent practice in Indonesia and worldwide, where individuals diagnose and treat themselves based on their own knowledge without consulting to a doctor. This process begins with self-diagnosis, using non-medical sources rather than a doctor's diagnosis. After self-diagnosing, individuals proceed to purchase medicines for their perceived ailment from pharmacies. Pharmacists play a crucial role in facilitating self-medication by providing assistance to customers in pharmacies. They engage in interviews with individuals to determine their medical condition, resembling a doctor's diagnosis, although the legal framework does not clearly define the authority of pharmacists in conducting these interviews. Through normative juridical research, this study aims to explore the authority of pharmacists to provide medications and diagnoses to self-medication actors in pharmacies within the context of health law legislation. The findings reveal that pharmacists are permitted by the legislation to conduct interviews to identify the illnesses experienced by self-medication actors. However, this authority is limited to minor ailments that can be treated with over-the-counter and limited over-the-counter drugs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7691
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dian Pratiwi Andini
"Terjadinya pandemi COVID-19 membawa pengaruh terhadap sektor ekonomi. Tingkat kemiskinan di Kota Depok meningkat menjadi 2,58% di tahun 2021. Tingkat penularan yang cepat dan kasus yang meningkat mendorong pemerintah memberlakukan kebijakan pembatasan sosial sehingga berpotensi menurunkan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Self-Medication menjadi salah satu alternatif piliahan yang dilakukan. Tren perilaku mengobati sendiri meningkat di Jawa Barat dari 73,32% di tahun 2019 menjadi 88,28% di tahun 2021. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengeluaran kesehatan rumah tangga untuk self-medication selama pandemi COVID-19 di Kota Depok dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk mengetahui pola dan faktor yang berkontribusi. Pertama adanya kenaikan dilihat dengan membandingkan kondisi sebelum dan selama pandemi COVID-19. Selanjutnya faktor yang berhubungan dianalisis menggunakan uji hubungan dan dilanjutkan dengan regresi Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran kesehatan rumah tangga untuk self-medication di Kota Depok meningkat selama pandemi COVID-19. Status pendidikan dan tingkat ekonomi berhubungan signifikan dan menunjukan arah hubungan yang positif dengan pengeluaran kesehatan rumah tangga untuk self-medication selama pandemi COVID-19. Analisis multivariat menunjukkan variabel tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan dimana semakin tinggi tingkat ekonomi maka pengeluaran kesehatan rumah tangga untuk self-medication selama pandemi COVID-19 semakin tinggi. Upaya pengawasan praktik self-medication khususnya penggunaan obat tanpa resep dari tenaga kesehatan menjadi hal utama untuk melindungi rumah tangga baik dari bahaya yang dapat ditimbulkan dan dari tambahan beban pengeluaran rumah tangga terutama kondisi pasca pandemi COVID-19.
The occurrence of the COVID-19 pandemic has had an impact on the economic sector. The poverty rate in Depok City increased to 2.58% in 2021. The fast transmission rate and increasing cases have prompted the government to implement a social restriction policy that has the potential to reduce visits to health facilities. Self-medication is one of the alternative choices. The trend of self-medication behavior is increasing in West Java, from 73.32% in 2019 to 88.28% in 2021. This research was conducted to analyze household health expenditure for self-medication during the COVID-19 pandemic in Depok City using data from the National Socioeconomic Survey to find patterns and contributing factors. First, there is an increase seen by comparing conditions before and during the COVID-19 pandemic. Then the related factors were analyzed using the relationship test, followed by Ordinary Least squares (OLS) regression. The results of the study show that household health expenditures for self-medication in Depok City increased during the COVID-19 pandemic. Educational status and economic level are significantly related and show a positive relationship with household health expenditure for self-medication during the COVID-19 pandemic. Multivariate analysis shows that the economic level variable has a significant effect, where the higher the economic level, the higher the household health expenditure for self-medication during the COVID-19 pandemic. Efforts to monitor self-medication practices, especially the use of drugs without a prescription from health workers, are the main thing to do to protect households both from the dangers that can be caused and from the additional burden on household expenses, especially in post-pandemic conditions like COVID-19."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Afriliani Raihannah
"Di Indonesia, obat sangat beredar luas dan sangat mudah untuk mendapatkannya. Namun, obat yang berkualitas tidak boleh didapatkan dari sembarang tempat. Obat hanya didapatkan melalui sarana kesehatan resmi dan tepercaya. Penggunaan obat juga harus tepat dan sesuai agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan merugikan. Perlu diperhatikan juga jika obat mengandung senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan benda lain yang masuk ke dalam tubuh, seperti obat lain dan makanan/minuman. Interaksi yang terjadi dapat menimbulkan efek yang menguntungkan serta merugikan. Selain itu, penyimpanan obat juga perlu diperhatikan agar obat tidak cepat rusak dan khasiatnya menurun. Obat yang sudah habis atau kadaluwarsa juga tidak dapat dibuang begitu saja, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan agar obat tidak disalahgunakan serta mencemari lingkungan. Untuk mengetahui cara mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat dengan baik dan benar, perlu dilakukan edukasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai hal tersebut. Pemberian edukasi dapat dimulai dari yang terdekat. Maka dari itu, dilakukan penyuluhan yang dibantu dengan media leaflet mengenai DAGUSIBU dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan Cakung di Puskesmas Kecamatan Cakung. Selain itu, untuk mencakup masyarakat yang lebih luas, dilakukan juga edukasi menggunakan media video melalui platform Youtube. Leaflet memuat informasi seputar cara mendapat obat, menggunakan obat, menyimpan obat, serta membuang obat yang baik dan benar. Selain itu, terdapat informasi logo golongan obat dan tanda cara mengonsumsi obat yang baik. Informasi terkait interaksi obat dengan makanan juga terdapat dalam leaflet sebagai informasi penunjang.
In Indonesia, the drug is very widely circulated and it is very easy to get it. However, quality medicine should not be obtained from just any place. Drugs are only obtained through official and trusted health facilities. The use of the drug must also be appropriate and appropriate so as not to cause unwanted and adverse effects. It should also be noted if the drug contains chemical compounds that can interact with other objects that enter the body, such as other drugs and food / drinks. The interaction that occurs can have beneficial and detrimental effects. In addition, drug storage also needs to be considered so that the drug does not spoil quickly and its efficacy decreases. Drugs that have run out or expired also cannot be thrown away, there are things that need to be considered so that drugs are not misused and pollute the environment. To know how to obtain, use, store, and dispose of drugs properly and correctly, it is necessary to educate and empower the community about it. Providing education can be started from the nearest one. Therefore, counseling was carried out assisted by media leaflets about DAGUSIBU in order to increase the knowledge of the people of Cakung District at the Cakung District Health Center. In addition, to cover a wider community, education using video media is also carried out through the Youtube platform. The leaflet contains information about how to get medicine, use medicine, store medicine, and dispose of good and correct medicine. In addition, there is information on the logo of the drug class and signs on how to take good drugs. Information related to drug interactions with food is also contained in the leaflet as supporting information."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nindya Leonita Putri
"Tingginya tingkat pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat menjadi lebih perduli terhadap permasalahan kesehatan baik yang dialami oleh dirinya sendiri, keluarga maupun kerabatnya. Oleh karena itu, pasien sering kali melakukan swamedikasi untuk keluhan yang dirasakannya. Untuk menghindari penyalah gunaan obat, maka diperlukan peran apoteker dalam mengoptimalkan praktik swamedikasi dengan cara memberikan rekomendasi yang tepat sesuai dengan kondisi klinis pasien. Salah satu penyakit yang biasa dilakukan swamedikasi oleh masyarkat adalah diare. Dalam laporan ini, akan dibahas mengenai praktek swamedikasi pada pasien diare di Apotek Kimia Farma Citra Raya oleh apoteker dengan cara mengetahui profil swawmedikasi, menjabarkan penatalaksanaan terkait kasus swamedikasi yang terjadi di apotek, menetapakan penyelesaian masalah terkait pelayanan obat pada pasien diare yang menginginkan antibiotik, dan menjabarkan penyelesaian masalah terkait pelayanan resep pada pasien diare di apotek. Pengambilan data untuk evaluasi kasus swamedikasi pada laporan ini dilakukan dengan metode retrospektif yaitu berdasarkan kasus yang telah terjadi di apotek. Berdasarkan hasil pengamatan, praktik swamedikasi pada pasien diare yang dilakukan oleh apoteker sudah sesuai dengan tatalaksana yang berlaku, penyelesaian masalah bagi pasien diare yang menginginkan antibiotik yaitu dengan memberikan penjelasan kepada pasien tentang jenis ataupun gejala diare yang membutuhkan antibiotik, penyelesaian masalah terkait pelayanan resep pada pasien diare di apotek berdasarkan resep yang menjadi data pada laporan ini dan berdasarkan keterangan pasien maka disarankan pasien melakukan pengecekan feses di fasilitas kesehatan untuk memastikan ada tidaknya infeksi bakteri pada pasien.
The high level of knowledge and technology makes people more concerned about health problems experienced by themselves, their families and relatives. Therefore, patients often self-medicate for the complaints they feel. To avoid drug abuse, the role of pharmacists is needed in optimizing self-medication practices by providing appropriate recommendations according to the patient's clinical condition. One of the diseases that people commonly undergo self-medication for is diarrhea. In this report, we will discuss the practice of self-medication in diarrhea patients at Kimia Farma Citra Raya Pharmacy by pharmacists by knowing the self-medication profile, describing management related to self-medication cases that occur in pharmacies, determining solutions to problems related to drug services for diarrhea patients who want antibiotics, and describes solving problems related to prescription services for diarrhea patients in pharmacies. Data collection for evaluating self-medication cases in this report was carried out using a retrospective method, namely based on cases that had occurred in pharmacies. Based on the results of observations, self-medication practices for diarrhea patients carried out by pharmacists are in accordance with applicable management, solving problems for diarrhea patients who want antibiotics is by providing explanations to patients about the type or symptoms of diarrhea that require antibiotics, solving problems related to prescription services for patients diarrhea at the pharmacy based on the prescription that is the data in this report and based on the patient's information, it is recommended that the patient carry out a stool check at a health facility to ensure whether there is a bacterial infection in the patien"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nindya Leonita Putri
"Tingginya tingkat pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat menjadi lebih perduli terhadap permasalahan kesehatan baik yang dialami oleh dirinya sendiri, keluarga maupun kerabatnya. Oleh karena itu, pasien sering kali melakukan swamedikasi untuk keluhan yang dirasakannya. Untuk menghindari penyalah gunaan obat, maka diperlukan peran apoteker dalam mengoptimalkan praktik swamedikasi dengan cara memberikan rekomendasi yang tepat sesuai dengan kondisi klinis pasien. Salah satu penyakit yang biasa dilakukan swamedikasi oleh masyarkat adalah diare. Dalam laporan ini, akan dibahas mengenai praktek swamedikasi pada pasien diare di Apotek Kimia Farma Citra Raya oleh apoteker dengan cara mengetahui profil swawmedikasi, menjabarkan penatalaksanaan terkait kasus swamedikasi yang terjadi di apotek, menetapakan penyelesaian masalah terkait pelayanan obat pada pasien diare yang menginginkan antibiotik, dan menjabarkan penyelesaian masalah terkait pelayanan resep pada pasien diare di apotek. Pengambilan data untuk evaluasi kasus swamedikasi pada laporan ini dilakukan dengan metode retrospektif yaitu berdasarkan kasus yang telah terjadi di apotek. Berdasarkan hasil pengamatan, praktik swamedikasi pada pasien diare yang dilakukan oleh apoteker sudah sesuai dengan tatalaksana yang berlaku, penyelesaian masalah bagi pasien diare yang menginginkan antibiotik yaitu dengan memberikan penjelasan kepada pasien tentang jenis ataupun gejala diare yang membutuhkan antibiotik, penyelesaian masalah terkait pelayanan resep pada pasien diare di apotek berdasarkan resep yang menjadi data pada laporan ini dan berdasarkan keterangan pasien maka disarankan pasien melakukan pengecekan feses di fasilitas kesehatan untuk memastikan ada tidaknya infeksi bakteri pada pasien.
The high level of knowledge and technology makes people more concerned about health problems experienced by themselves, their families and relatives. Therefore, patients often self-medicate for the complaints they feel. To avoid drug abuse, the role of pharmacists is needed in optimizing self-medication practices by providing appropriate recommendations according to the patient's clinical condition. One of the diseases that people commonly undergo self-medication for is diarrhea. In this report, we will discuss the practice of self-medication in diarrhea patients at Kimia Farma Citra Raya Pharmacy by pharmacists by knowing the self-medication profile, describing management related to self-medication cases that occur in pharmacies, determining solutions to problems related to drug services for diarrhea patients who want antibiotics, and describes solving problems related to prescription services for diarrhea patients in pharmacies. Data collection for evaluating self-medication cases in this report was carried out using a retrospective method, namely based on cases that had occurred in pharmacies. Based on the results of observations, self-medication practices for diarrhea patients carried out by pharmacists are in accordance with applicable management, solving problems for diarrhea patients who want antibiotics is by providing explanations to patients about the type or symptoms of diarrhea that require antibiotics, solving problems related to prescription services for patients diarrhea at the pharmacy based on the prescription that is the data in this report and based on the patient's information, it is recommended that the patient carry out a stool check at a health facility to ensure whether there is a bacterial infection in the patien"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Irensia Arviana
"Sebagian masyarakat membeli obat antibakteri oral di apotek tanpa resep dokter (swamedikasi). Penggunaan antibakteri secara tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman terhadap penggunaan antibakteri oral dan kepuasan terhadap pelayanan, saran, dan informasi yang diberikan oleh petugas apotek. Penelitian dilakukan dengan metode studi potong lintang dari Februari-Mei 2012 di enam apotek Kota Depok. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Sampel adalah pengunjung beberapa apotek di wilayah Depok yang pernah membeli antibakteri oral. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi sebagai alat ukur. Total sampel berjumlah 114 orang. Responden yang paham dengan baik mengenai penggunaan antibakteri oral adalah 36 %. Sebagian besar responden (67,55 %) cukup puas terhadap pelayanan, saran, dan informasi yang diberikan petugas apotek. Rata-rata pemahaman responden adalah 76,19 % dan rata-rata kepuasan responden adalah 72,46 %.
Most of people buy oral antibacterial drugs in pharmacies without a prescription (self-medication). The use of antibacterial incorrectly may lead to resistance. This study aimed to analyze the comprehension of oral antibacterial use and the satisfaction of services, advice, and information provided by the pharmacist. Research carried out by the method of cross-sectional study from February to May 2012 in six pharmacies in Depok. Sampling was conducted in consecutive sampling. Samples were visitors at several pharmacies in the area of Depok who ever bought an oral antibacterial. Data was collected using a questionnaire that has been validated as a measurement tool. Total sample was 114 people. Respondents who know well about the use of oral antibacterials were 36 %. The majority of respondents (67.55 %) were quite satisfied with the services, advice, and information provided the pharmacist. The average comprehension of the respondent was 76.19 % and the average satisfaction of respondent was 72.46 %."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42992
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library