Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Lintang Jantera
"PPFN mengaku sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas film G30S/PKI. PPFN mengatakan bahwa pemutaran kepada publik yang dilakukan oleh pemerintah belum mendapatkan izin dari PPFN. Berdasarkan sejarah, dihetahui bahwa PPFN membuat film ini atas perintah dari Presiden Suharto pada tahun 1984. dalam hal ini, penulis mempertanyakan apakah PPFN adalah pencipta dan pemegang hak cipta yang sah atas film G30S/PKI movie, apakah film G30S/PKI masih dilindungi hak ciptanya, dan apakah PPFN dapat melarang tindakan pemutaran yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode Normatif Yuridis. Penulis mengkaji permasalahan yang terjadi dan menghubungkannya dengan teori-teori terkait dan peraturan yang berlaku. Berdasarkan penelitian, penulis menemukan bahwa PPFN adalah pencipta dan pemegang hak cipta yang sah atas film G30S/PKI. Perlindungan atas film G30S/PKI masih berlaku sampai tahun 2034 berdasarkan UU Hak Cipta 28 tahun 2014. Dalam kaitannya dengan pemutarannya di publik dengan atas perintah dari Pemerintah, undang-undang hak cipta melindungi tindakan pemerintah tersebut dan mengizinkan pemerintah untuk melakukan hal tersebut tanpa harus memperoleh izin terlebih dahulu kepada PPFN, dengan syarat harus membayarkan royalti kepada PPFN selaku pemegang hak cipta film G30S/PKI.

PPFN stating that they are the creator and copyright holder of the G30S/PKI movie. PPFN stated that the public showing of G30S/PKI movie which conduct by the government action has not grant permission from PPFN. Based on history, PPFN has made this movie by command of President Suharto in the year of 1984. It is questioned whether PPFN is the legitimate creator and copyright holder of the G30S/PKI movie, and whether PPFN may prohibit the government action to make public showing of this movie. This research is using the normative juridical method. Based on the research conducted by author, author found that PPFN is the legitimate creator and copyright holder of G30S/PKI movie. G30S/PKI movie is still be protected under the Indonesian Copyright Law number 28 Year 2014 until 2034. In relation to the public showing conduct by the government, the copyright law has protecting the government action and allow the government to conduct such action without asking permission from PPFN, and has to give reward or royalty to PPFN as the copyright holder. 
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refina Indriasari
"Laboratorium pemrosesan film PERUM PI-'N digunakan untuk memproses Elm hitam-putih dan berwama ukuran 16 mm dan 35 mm. Pemrosesan film melibatkan tahap-tahap proses antara lain developing, bleaching, fxing. dan lain-lain.
Karakteristik limbah cair yang dihasilkan secara kualitas ditandai dengan dissolved solid yang tinggi, BOD dan COD yang tinggi, Serta adanya besi, sulfat dan ammonia dalam jumlah besar. Konsemrasi dari lconstituen pencemar ummm-mya di atas ambang batas. Proses pengolahan dilakukan secara Esik-kimia berdasarkan perbandingan BOD/COD.
Alternatif pengelolaan limbah cair yang mungkin dilakukan adalah dengan pengolahan dan minimisasi limbah cair. Pengolahan limbah dilakukan secara batch (individual treatment system), karena kuantitas limbah cair yang dihasilkan kecil, selain itu lebih mudah dan murah dan segi konslruksi, operasi dan pemeliharaan.
Unit-unit pengolahan yang diterapkan terdiri dari : bak pengumpul, tangki batch, sludge filter, tangki dosing, air stripping dan karbon alcti£ Altcrnatif minimisasi limbah cair yang mungkin dilakukan antara lain : reduksi air pencucian dengan metode cozmrercurrent, perpanjangan umm' larutan developer dengan metode recovery dan pelaksanaan pekerjaan secara benar."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrunisa Dwirachma
"Penelitian ini menitikberatkan pada pengaturan kedudukan film Soekarno dengan menggunakan Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 93/Pdt/Sus HAKCIPTA/ 2013/PN.NIAGA.JKT.PST. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian wawancara dengan tujuan untuk memperoleh data primer melalui alat pengumpul data yaitu wawancara dengan beberapa narasumber dan penelitian kepustakaan dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder melalui alat pengumpul data yaitu studi dokumen. Data dalam penelitian diolah secara kualitatif yang nantinya akan menghasilkan bentuk data berupa deskriptif-analistis yang berguna untuk memberikan data seteliti mungkin tentang keadaan atau gejala yang ada dan analisitis berguna untuk menarik asas-asas hukum yang terdapat di dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia. Di dalam UU Hak Cipta, sinematografi atau film merupakan salah satu komponen yang dilindungi oleh Hak Cipta. Maraknya film yang diangkat dari biografi seseorang tokoh sejarah atau tokoh terkenal menimbulkan problema yuridis yang kompleks karena film biografi yang diangkat dari pertunjukan/pagelaran merupakan sebuah hasil dari karya cipta yang sangat menarik untuk dikaji kedudukannya apakah sebagai karya cipta turunan atau tidak. Selanjutnya, dikarenakan yang menjadi obyek permasalahan disini adalah film, atau biasa disebut dengan istilah sinematografi di dalam UndangUndang Hak Cipta, maka diperlukan untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta dalam sebuah karya film. Hal ini ditinjau dari dunia perfilman yaitu dengan melibatkan peran produser dan peran sutradara dalam pembuatan film. Hal penting lainnya yang perlu dibahas adalah mengenai pengaturan pemilihan aktor di dalam lingkup hukum Hak Cipta. Dengan menggunakan metode studi kasus pada penelitian ini, akhirnya patutlah dipertanyakan untuk putusan pengadilan dalam kasus yang diangkat mengenai ketepatan dari pertimbangan hakim dan putusan hakim pada tingkat Pengadilan tingkat pertama yaitu Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pada Pengadilan tingkat Kasasi yaitu Mahkamah Agung.

This research focuses on the regulation of the movies position considered case study on first level court that the Commercial Court in Central Jakarta District Court Number: 93/Pdt/Sus HAK-CIPTA/2013/PN.NIAGA.JKT.PST. The latest research is normative juridical research is research which refers to the legal norms contained in legislation and court rulings. While research method used was an interview study with the aim to obtain primary source through a source collection tool that interviews with several sources and research literature in order to obtain secondary data through a data collection tool that studies document. The source were analyzed qualitatively in which will result in the form of descriptiveanalytical source in the form that is useful to provide the source as accurately as possible about the state or existing symptoms and analisitis useful to draw legal principles contained in the applicable positive law in Indonesia. In the Copyright Act, cinematography or film is one component that is protected by Copyright. The rise of the film adaptation of the biography of someone famous historical figure or figures give rise to more complex juridical problems for the Law of Copyright because biopic adaptation of the show / performance is a result of adaptation copyrighted works. It is so interesting to discuss position of Soekarno Film. Is it derivative work or not. Furthermore, because of which became the subject matter here is a movie, or commonly referred to as cinematography in Copyright Law, it is necessary to determine who is the creator of a film. It is seen from the world of cinema is to involve the role of producer and director roles in film making. The important thing that must be explain is about choosen of actor in copyright law. By using the case study method in this study, ultimately deem questionable for a court decision in a case that raised about the accuracy of judge’s consideration and the judge's decision on the level of the first level court that the Commercial Court in Central Jakarta District Court and the Court of Cassation is the Supreme Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Adytia Pratama
"Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi pada kenyataannya, hal tersebut masih diperdebatkan oleh berbagai kalangan terkait, terutama mengenai mekanisme penilaian dan pengikatan jaminan, sehingga sampai saat ini belum ada pihak yang memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bertujuan untuk mempelajari mekanisme penilaian dan pengikatan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia di Indonesia, dengan membandingkan dengan metode yang dilakukan di negara Common Law yaitu Amerika Serikat. Dari hasil penelitian didapati bahwa meskipun sudah terdapat peraturan yang mengatur, namun belum adanya praktik konkrit dari lembaga keuangan bank dan/atau non-bank yang menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan untuk mendapatkan kredit seperti di Amerika Serikat. Dari contoh di Amerika Serikat kita dapat melihat bahwa banyak pihak yang dilibatkan dalam sebuah perjanjian kredit dan adanya agunan tambahan sebagai bentuk proteksi terhadap pihak peminjam. Polemik ini haruslah dipecahkan lewat kolaborasi yang solutif antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pihak jasa penilai, dan juga pihak perbankan agar terbangun sebuah infrastruktur hukum sampai ke teknis pelaksanaannya.

Law number 28 of 2014 concerning Copyright stipulates that Copyright as an intangible movable object can be used as an object of fiduciary guarantees. Provisions regarding Copyright as an object of fiduciary security will be implemented in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations. However, in reality, this is still being debated by various related parties, especially regarding the mechanism for assessing and binding guarantees, so that until now there has been no party that has provided credit with collateral in the form of a Copyright. This study uses a normative juridical method and aims to study the mechanisms for assessing and binding Copyright as an object of fiduciary guarantees in Indonesia, by comparing it to the method used in Common Law countries namely United States of America. From the results of the study it was found that although there are already regulations governing, there is no concrete practice by bank and/or non-bank financial institutions that make copyright an object of collateral to obtain credit like in the United States. From the example in the United States of America we can see that many parties are involved in a credit agreement and there is additional collateral as a form of protection for the borrower. This polemic must be resolved through a solutive collaboration between the Financial Services Authority, the Ministry of Law and Human Rights, the appraisal service, and also the banking sector in order to develop a legal infrastructure down to the technical implementation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Siscawati Dwi Lestari
"Sebagai sebuah karya seni, film cerita mempunyai nilai ekonomis atau nilai jual yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pihak-pihak yang menciptakan, memproduksi, dan menayangkannya kepada khalayak. Oleh karenanya Undang-undang Hak Cipta mensyaratkan adanya ijin dari pencipta atau pemegang hak cipta sehubungan akan dilakukannya perbanyakan film cerita. Perbanyakan film cerita dapat dibuat dalam media cakram optik dengan format DVD dan VCD, dan perbanyakan dalam format ini sangat rawan terhadap tindakan pembajakan. Tindakan pembajakan film cerita dalam format DVD dan VCD sudah sangat sulit dibendung. Hal ini terlihat dari maraknya perdagangan barang ilegal tersebut di setiap sudut kehidupan masyarakat, dan masyarakat sudah semakin terbiasa untuk mengkonsumsinya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta tidak membawa dampak yang positif bagi perlindungan hak cipta. Pada saat inilah penegakan hukum mengambil peranan. Pada kasus pembajakan film cerita melalui format DVD dan VCD, telah dilakukan berbagai macam upaya penanggulangannya namun kenyataannya tindakan pembajakan tidak menjadi berkurang, malah semakin meningkat. Menghadapi kenyataan tersebut maka sudah seharusnya penegakan hukum hak cipta lebih diintensifkan, baik oleh pemerintah, produsen film cerita, maupun oleh masyarakat end-user yang berbudaya malu untuk menggunakan produk produk bajakan. Penegakan hukum hak cipta pada dasarnya mengandung arti bagaimana menjadikan masyarakat dan para penegak hukum sadar akan arti pentingnya hak cipta. Tindakan pembajakan tidak hanya merugikan pencipta atau pemegang hak cipta tetapi juga mengakibatkan hilangnya sebagian pendapatan negara dari sektor pajak karena pembajak tidak memungut, melaporkan, dan menyetorkan pajak yang terutang pada setiap jalur produksi, distribusi, dan perdagangan film cerita dalam format DVD dan VCD. Selama ini belum ada langkah konkrit dari Direktorat Jenderal Pajak dalam menghadapi efek hilangnya sebagian pendapatan negara dari sektor pajak karena tindakan pembajakan hak cipta, terutama apabila dikaitkan dengan peranan Direktorat Jenderal Pajak sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T18661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Serevina, Harvardine Priscilla
"Perlindungan hukum terhadap pencipta masih terlihat sangat lemah. Pencipta, atau secara lebih spesifik di dalam industry music dikenal sebagai Penulis Lagu adalah salah satu pihak yang terlihat sangat dirugikan hak-haknya pada jaman sekarang ini, terutama dengan adanya perkembagan teknologi yang sangat pesat dan semakin memudahkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan perbuatan-perbuatan illegal atas suatu karya cipta salah staunya melalui aktifitas pembajakan. Perlindungan terhadap hak seorang pencipta, terutama untuk hak ekonominya harus menjadi focus dan dilindungi dengan maksimal agar pencipta dapat menikmati keuntungan dalam bentuk finansial sebagai apresiasi dari karya yang sudah diciptakan.
Skripsi ini membahas mengenai kesesuaian penambahan jangka waktu perlindungan atas hak ekonomi seorang cipta yang dilakukan dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, yang menambahkan jangka waktu perlindungan menjadi hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, dari pengaturan sebelumnya yang hanya hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, dengan melihat keadaan dan penerapan hak cipta di Indonesia.
Setelah melakukan analisis dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan Undang-Undang hak cipta kesalahan terletak pada pelaksanaan dan penerapannya. Sebaiknya focus bukan diletakkan pada lamanya jangka waktu perlindungan, melainkan pelaksanaan dan penerapan peraturan yang sudah ada terlebih dahulu dan dipastikan agar berjalan dengan baik. Tidak akan ada gunanya penambahan jangka waktu perlindungan dilakukan jika dari awal tidak ada sinergi yang baik dari pemerintah, pihak dalam industry music, dan para pengguna (user) dalam melaksanakan dan menerapkan hal-hal yang sudah diatur secara sangat jelas di dalam Undang-Undang tersebut secara keseluruhan.

Legal protection towards author is still weak. Authors, or more specifically in the music industry popularly known as songwriters, are one of the parties that suffered so much loss and their rights are and have been so much and very much violated in so many ways, especially with the existence of the vast development of technology which made irresponsible people have easier access to do illegal activities over a certain creation, including through piracy activities. Protection towards the right of author, especially on the economic right, has to be the main focus and protected to the maximum extent so that the author can enjoy their rightful compensation, which they certainly deserve, in the financial form as a form of appreciation towards the creation.
This thesis further analyzes the compatibility of the extension of copyright protection duration in the new Indonesian Copyright Law No.28 Year 2014, that extended the duration to up to 70 (seventy) years after the author passed away from previously 50 (fifty) years, while simultaneously observing the condition and implementation of Indonesian Copyright Law.
After having done with the analysis, it can be concluded that in the implementation of Indonesian Copyright Law the error is on the enforcement of the law itself. The focus should not be done on the duration of the protection, but rather on the application and enforcement of the law and make sure that everything can be implemented and enforced properly. The extension of duration will be of no use if from the beginning there is no synergy between the government, parties in the music industry, and public as the user in implementing and enforcing things that are already crystal clearly regulated in the law itself.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fabian Ricardo P.
"Perlahan tapi pasti, produksi film mulai bergerak ke arah positif. Pengaturan perfilman oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1982 bukan saja dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas produksi film Indonesia dalam fungsinya sebagai komoditi ekonomi, tetapi juga mengukuhkan fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan, dan hiburan. Film menyangkut aneka hak cipta dan dapat memberikan keuntungan finansial yang besar kepada penciptanya. Banyak ciptaan film yang telah dilanggar hak ciptanya. Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang hak cipta (Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002) adalah perlindungan terhadap perwujudan ide, kreasi dan kekhasan para insan pembuat film. Suatu pengalihwujudan ciptaan harus melalui proses pengalihan hak atau dengan suatu lisensi sehingga ciptaan tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, Undang-Undang Hak Cipta setidaknya juga dapat memberikan perlindungan terhadap mekanisme pengalihwujudan film layar lebar ke bentuk sinetron TV dalam hubungannya dengan hak-hak terkait. Tentang hak siar diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Film yang laris di pasaran menimbulkan hak-hak ekonomi bagi para pencipta, baik perorangan maupun sebagai suatu badan hukum, dengan produser sebagai penggerak awal produksi. Pelanjutan dan pengembangan cerita sebagai suatu bentuk produksi ulang melalui media televisi terjadi karena film selalu berusaha mencari bentuknya dalam hal komunikasi kepada publik. Salah satu film yang penulis jadikan obyek penelitian adalah film "Ada Apa dengan Cinta?". Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hubungan hukum para pihak didasarkan pada perjanjian sesuai dengan ketentuan pasal 1320 dan 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S24348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hariani
"Penegakan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual ("HKI")di negara-negara berkembang, bukan hanya mengalami ketertinggalan dari sudut peraturan perundang-undangan. Ketertinggalan yang lebih jauh adalah pemahaman terhadap prinsip perlindungan HKI. Ketertinggalan dimaksud terjadi karena terdapat permasalahan utama bahwa di negara-negara berkembang asumsi yang mengatasnamakan kepentingan publik di semua bidang masih amatlah kental. Ini mengakibatkan bahwa ketentuan-ketentuan HKI yang ada dalam peraturan perundang-undangan menjadi berbenturan dengan pemahaman seperti itu yang masih melekat dalam peraturan perundangundangan lain.
Hal demikianlah yang terjadi pada karya cipta sinematografi yang dilindungi oleh Hak Cipta. Perlindungan hak cipta yang terdiri dani hak ekonomi dan hak moral bagi pencipta yang menciptakan karya Sinematografi adalah terlahir dengan sendirinya. Namun ternyata perlindungan tersebut secara riil tidak dapat diberikan karena berbenturan dengan peraturan perundangundangan di bidang perfilman khususnya yang mewajibkan setiap karya film harus disensor dengan mengatasnamakan kepentingan kebudayaan.
Dasar-dasar perlindungan Hak Cipta telah dikesampingkan dalam hal sensor film terhadap sebuah karya cipta sinematografi. Henturan ketentuan sensor film dengan prinsip perlindungan hak cipta yang utama merupakan benturan dengan hak moral yang melarang adanya perubahan dalam bentuk apapun terhadap ciptaan; sedangkan penolakan secara utuh sebuah karya sinematografi oleh Lembaga Sensor film telah mengakibatkan matinya hak-hak ekonomi pencipta."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merdithia Mahadirja
"Kajian ini membahas tentang pengaturan dan penerapan hak moral, terutama di film. Hak moral adalah doktrin yang diakui dalam undang-undang tentang hak cipta di mana seorang penulis memiliki hak yang di luar hak ekonominya. Tapi karena tidak adanya standar minimal yang harus diterapkan oleh negara-negara anggota Dunia Organisasi Perdagangan, dalam penerapannya doktrin ini menimbulkan masalah terutama untuk karya turunan seperti film yang tidak bisa disamakan dengan sastra atau karya seni pada umumnya. Di Penelitian ini membahas tentang bagaimana mengidentifikasi hak moral dalam produksi film yang baik untuk film itu sendiri dan untuk karya lain yang merupakan bagian dari film. Selanjutnya dibahas pula tentang hak-hak moral yang dimiliki oleh produsen, sutradara, aktor/aktris, penulis naskah, sutradara musik dan kru film. Diskusi Hal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan a komparatif karena perbedaan konsep hak moral yang ada di negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Dalam analisis penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk mengidentifikasi hak moral dari film itu sendiri dan bagian-bagiannya harus diketahui terlebih dahulu, apakah sudah diakui atau belum sebagai penciptaan. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa pihak-pihak dalam produksi film dapat hak moral mereka dilindungi jika pekerjaan mereka adalah bagian dari film telah diterbitkan sebelumnya.

This study discusses the regulation and application of moral rights, especially in films. Moral rights are doctrines recognized in copyright laws in which an author has rights that are beyond his economic rights. However, because there is no minimum standard that must be applied by member countries of the World Trade Organization, in its application this doctrine creates problems, especially for derivative works such as films that cannot be equated with literature or works of art in general. This study discusses how to identify moral rights in good film production for the film itself and for other works that are part of the film. Furthermore, it is also discussed about the moral rights of producers, directors, actors/actresses, scriptwriters, music directors and film crews. Discussion This is done using a conceptual and a comparative approach because of the different concepts of moral rights that exist in the member countries of the World Trade Organization. In the analysis of this research, it can be seen that in order to identify the moral rights of the film itself and its parts, it must be known first, whether it has been recognized or not. creation. In addition, it can also be seen that the parties in film production can have their moral rights protected if their work is part of the film previously published.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabian Raffa Reyhan
"Recaps film adalah salah satu jenis konten yang dapat dibuat oleh para creator YouTube untuk mendapatkan uang atau keuntungan dari sistem monetisasi yang disediakan oleh YouTube. Saqahayang adalah salah satu creator yang membuat jenis konten ini pada kanal YouTube-nya. Recaps film sendiri dapat di definisikan sebagai suatu konten penceritaan kembali suatu film/serial yang sedang atau sudah tayang di publik, dengan menggunakan narasi pembuat konten sendiri serta menggunakan unsur audio dan visual dari film atau serial yang dijadikan subjek yang memiliki sifat ‘pengganti’, dimana penonton atau calon penonton suatu film dapat menonton dan mengerti isi dari suatu film dalam waktu 15 sampai 30 menit tanpa harus menonton film yang dijadikan subjek secara keseluruhan di bioskop atau layanan streaming. Walaupun YouTube sebagai penyedia platform sudah memiliki aturan tentang larangan penggunaan karya orang lain tanpa ijin pengguna, pelanggaran mengenai hal tersebut masih kerap terjadi. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pembuatan konten berjenis recaps film yang dibuat oleh Saqahayang memiliki potensi pelanggaran Hak Cipta. Tindakan yang dilakukan Saqahayang juga tidak dapat dikategorikan sebagai ‘penggunaan yang wajar’ karena terdapat kepentingan ekonomi pencipta cuplikan film atau serial yang dirugikan. Sebagai bentuk tanggung jawab dan cara untuk menanggulangi permasalahan tersebut, YouTube memiliki Formulir Web DMCA Publik, Copyright Match Tool, dan Content ID yang dapat membantu dan melindungi pencipta dan para pemilik hak cipta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, tulisan ini akan menganalisis mengenai bentuk pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Saqahayang dan bagaimana bentuk tanggung jawab hukum YouTube sebagai penyedia platform.

Film recaps are one type of content that can be created by YouTube creators to earn money or profit from the monetization system provided by YouTube. Saqahayang is one of the creators who produces this type of content on their YouTube channel. Film recaps can be defined as a retelling of a movie/TV series that is currently airing or has already been released to the public, using the creator's own narration and incorporating audio and visual elements from the film or series being discussed. It serves as a 'substitute' that allows viewers or potential viewers to understand the content of a film within 15 to 30 minutes, without having to watch the entire film in theaters or on streaming services. Although YouTube, as a platform provider, has rules against the unauthorized use of others' work, violations still occur frequently. Referring to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, the production of film recap content by Saqahayang has the potential to infringe on Copyright. Saqahayang's actions cannot be categorized as 'fair use' because they economically affect the creators of the film or series excerpts. As a form of responsibility and a way to address this issue, YouTube provides the Public DMCA Web Form, Copyright Match Tool, and Content ID to assist and protect creators and copyright owners. Using a normative juridical research method, this paper will analyze the forms of copyright infringement committed by Saqahayang and the legal responsibilities of YouTube as a platform provider."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>