Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Karina Rahmaningrum
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stimulasi ovarium terkendali (SOT) merupakan langkah krusialdalam prosedur fertilisasi in vitro (FIV). SOT dilakukan dengan memberikan hormon gonadotropin eksogen. Pemberian hormon eksogen ini akan menyebabkan kondisi suprafisiologis hormon steroid. Perubahan kadar hormon-hormon steroid ini mempengaruhi reseptivitas endometrium, sehingga berpengaruh pada peristiwa implantasi. Biomarker mucin-1 dapat digunakan sebagai indikator terhadap perubahan yang terjadi dalam jaringan endometrium.
Tujuan: Mengetahuipengaruh prosedurSOT dengan berbagai dosis r-FSH yang berbeda pada ekspresi mucin-1 pada berbagai kompartemen jaringan endometrium dari hewan primata Macaca nemestrina.
Metode: Studi ini menggunakan jaringan uterus Macaca nemestrinayang tersimpan dalam blok paraffin. Subjek terdiri dari 15 kera betina berusiareproduktifdan memiliki riwayat melahirkan. Subjek terbagi dalam empat kelompok; kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang mendapatkan administrasi r-FSH dengan dosis yangberbeda (30, 50, dan 70 IU) sesuai dengan protokol SOT. Immunohistokimia dilakukan pada jaringan endometrium dan ekspresi mucin-1 dihitung menggunakan pluginRGB Measuredari perangkat lunak imageJ dan secara manual. Hasil kemudian dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu-arah, uji post-hocTukey HSD, dan uji korelasi bivariat Pearson
Hasil dan Pembahasan: Tedapat perbedaan ekspresi mucin-1 yang bermakna pada kompartemen kelenjar endometrium antara kelompok intervensi dengan uji ANOVA satu arah (F (3,10) = 7,474, p = 0,007). Namun, hasil yang tidak bermakna ditunjukkan dalam luminal (F (3,8) = 1,129, p = 0,394) dan stromal (F (3,11) = 1,129, p = 0,357) endometrium. Hasil yang signifikan dari kelenjar endometrium dapat dijelaskan dengan kondisi suprafisiologis hormon steroid. Sedangkan hasil yang tidak signifikan dapat dijelaskan oleh ekspresi mucin-1 yang terbatasdi bagian stromal, perbedaan 7 hari antara administrasi SOT dan pengambilan jaringan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sedikitnya jumlah subjek, karena spesies subjek Macaca nemestrina, terbatas untuk pemanfaatan penelitian di negara kami.
Kesimpulan: Perbedaan dosis r-FSH memiliki pengaruh ekspresi mucin-1 pada jaringan endometrium secara signifikan pada bagian glandular namun tidak pada bagian stromal dan luminal.

ABSTRACT
Different r-FSH dosages affects mucin-1 expression on endometrial tissues significantly in glandular parts but not in luminal and stromal parts."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Viola Miranda
"Latar belakang: Meski krusial untuk keberhasilan fertilisasi in vitro (FIV), stimulasi ovarium terkendali (SOT) diketahui dapat menurunkan reseptivitas endometrium dan mempengaruhi keberhasilan prosedur tersebut secara keseluruhan. Hal ini terkait dengan administrasi recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH) yang meregulasi ekspresi regulator reseptivitas endometrium, termasuk leptin, melalui perantara estradiol.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis r-FSH pada SOT terhadap perubahan ekspresi leptin pada jaringan endometrium Macaca nemestrina (beruk).
Metode: Penelitian ini menggunakan blok parafin berisi jaringan uterus Macaca nemestrina fase midluteal dari penelitian sebelumnya. Subjek adalah 15 beruk betina usia reproduktif (8-10 tahun) dengan riwayat melahirkan yang dibagi ke dalam empat kelompok: kelompok dengan administrasi r-FSH dosis 30 IU, 50 IU, 70 IU (kelompok intervensi), dan tanpa pemberian r-FSH (kelompok kontrol). Stimulasi ini diberikan selama 10 atau 12 hari pertama siklus haid. Pewarnaan dilakukan secara immunohistokimia. Ekspresi leptin diukur menggunakan plugin IHC Profiler pada software ImageJ serta dihitung secara semikuantitatif sebagai Histological Score (H-score). Analisis statistik untuk data normal dan homogen dilakukan dengan ANOVA satu arah, sedangkan untuk data tidak normal atau tidak homogen dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis.
Hasil dan Pembahasan: Pengaruh SOT pada jaringan endometrium ditemukan pada kompartemen epitel kelenjar, stroma, dan epitel luminal. Perbedaan ekspresi leptin antara keempat kelompok pada ketiga kompartemen tersebut bersifat tidak bermakna secara signifikan (Fkelenjar(3,10) = 0.464, p = 0.714; pstroma = 0.436; pluminal = 0.155). Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh hubungan r-FSH dan leptin yang tidak bersifat langsung, tetapi diperantarai oleh estradiol. Limitasi penelitian ini adalah jumlah sampel yang kecil, serta keterbatasan dalam mengukur durasi fase siklus haid dan cadangan ovarium pada subjek penelitian.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rasyad
"Latar Belakang: Salah satu prosedur dalam fertilisasi in vitro (FIV), yaitu stimulasi ovarium terkendali (SOT), dapat mengurangi reseptivitas dari endometrium. Hal ini disebabkan oleh administrasi dari recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH), yang akan menyebabkan tubuh untuk melepaskan beberapa folikel disaat yang bersamaan (supervoulasi). Kondisi ini dapat mempengaruhi ekspresi dari glikodelin-A (GdA), yang memiliki peran dalam mempersiapkan endometrium dalam proses implantasi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian berbagai kadar r-FSH dalam prosedur SOT pada ekspresi glikodelin-A pada berbagai kompartemen jaringan endometrium dari hewan Macaca nemestrina (beruk).
Metode: Penelitian ini menggunakan jaringan uterus beruk yang tersimpan di dalam blok parafin. Subjek dari penelitian ini terdiri dari 15 beruk betina yang berada di dalam usia reproduksi, sekitar 8-10 tahun, dan telah melahirkan sebelumnya. Subjek kemudian dibagi menjadi empat kelompok; kelompok kontrol yang tidak dilakukan administrasi r-FSH, dan juga kelompok uji yang diberikan administrasi r-FSH dengan berbagai kadar (30, 50, dan 70 IU) sesuai dengan protokol SOT. Jaringan kemudian akan diberi pewarnaan immunohistokimia, dan ekspresinya diukur menggunakan plugin IHC Profiler dari perangkat lunak ImageJ, dimana hasil pengukuran berupa Histological Score (H-Score). Hasil tersebut kemudian dianalisis secara statistik dengan ANOVA satu arah.
Hasil dan Pembahasan: Hasil analisis ANOVA satu arah menunjukkan bahwa perbedaan ekspresi GdA di kelenjar (F(3,10) = 0,80, p = 0,52) dan stroma (F(3,11) = 0,92, p = 0,47) endometrium antar kelompok tidaklah signifikan, dan variasi data di dalam kelompok lebih besar dibandingkan antar kelompok . Ekspresi GdA memiliki variasi perbedaan antar kelompok lebih tinggi, namun tidak signifikan (F(2,8) = 1,80, p = 0,23). Hasil ini dapat disebabkan oleh; Ekspresi GdA yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh administrasi r-FSH, perbedaan fase antar sampel, dan juga jumlah sampel yang kecil.

Background: One of the crucial steps of in vitro fertilization (IVF), the controlled ovarian hyperstimulation (COH), may decrease the receptivity of endometrial tissue. This is due to the administration of recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH), which aims to make the body to release multiple follicles at the same time (superovulation). This can alter the expression of Glycodelin-A (GdA), which has a role in preparing the endometrial tissue to go through the implantation process.
Objective: To find out the effects of different r-FSH dosages administration during COH protocol on glycodelin-A endometrial tissue compartments expression in Macaca nemestrina (southern pig-tailed macaque).
Methods: Paraffin-embedded tissue blocks of macaques uterus were used for this study. The subjects that were included consist of 15 female macaques, all on reproductive age of 8-10 years and have given birth beforehand. The subjects were then divided into four groups; the control group were those who had not been administered with r-FSH, and those who had been administered with different dosages of r-FSH (30, 50, and 70 IU) in accordance to the COH protocols. The tissues were then stained using immunohistochemistry, and the expressions were measured using the plugin IHC Profiler of the ImageJ software, where the result of the measurement were in Histological Score (H-Score). The result were then statistically analysed using one-way ANOVA.
Results and Discussion: The result of one-way ANOVA showed, that the differences of glycodelin-A expression in the endometrial glands (F(3,10) = 0.80, p = 0.52) and stromal parts of the tissue (F(3,11) = 0.92, p = 0.47) between the groups were insignificant, the variance of data among the groups were larger than between the groups. Glycodelin-A expression in the four groups of luminal parts however, have higher variances between the groups than among the groups, but the differences were insignificant (F(2,8) = 1.80, p = 0.23). This result were caused by; The expression of GdA which is not directly affected by the administration of r-FSH, different phases of each samples, and also the low number of samples.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhea Debby Pradhita
"GnRH digunakan dalam program fertilisasi in vitro (FIV) sebagai salah satu regimen stimulasi ovarium. Agonis GnRH memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan endometrium terutama saat fase implantasi. Penggunaan agonis GnRH dapat berefek negatif terhadap perkembangan endometrium setelah pemberian stimulasi ovarium terhadap ekspresi reseptor dan apoptosis sel endometrium. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak pemberian agonis GnRH terhadap ekspresi reseptor GnRH dan protein apoptosis sel-sel endometrium fase luteal terhadap perkembangan endometrium. Sampel dari penelitian ini menggunakan bahan biologi tersimpan berupa serum dan jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel ada 8 yang terbagi atas 2 kelompok, Stimulasi dan Kontrol. Setiap sampel dilakukan 2 pemeriksaan yaitu Enzym-Linked Immunosorebent Assay (ELISA) untuk serum dan Imunohistokimia (IHK) untuk jaringan endometrium. Jaringan IHK diperiksa dengan 2 jenis antibody, reseptor GnRH dan Caspase 3. Consentrasi diukur menggunakan ELISA reader lalu dikonversi dengan Optical Density (OD) menggunakan software SoftMax Pro. Sel pada jaringan IHK dihitung secara kuantitatif berdasarkan pewarnaan menggunakan software ImageJ lalu dinilai menggunakan IHC Optical Density Score. Tidak ada perbedaan signifikan pada serum GnRH, Reseptor GnRH, dan Caspse 3 diantara kedua kelompok (p> 0,05). Terdapat korelasi negatif pada serum GnRH dengan reseptor GnRH (p=0,014; r=-0,762). Tidak terdapat korelasi antara serum GnRH dengan caspase 3 (p>0,05). Tidak ada korelasi antara reseptor GnRH dengan caspase 3 (p>0,05).

GnRH is widely used in the embryo fertilization program as one of the ovarian stimulation regimens. At the implantation window, GnRH agonists are known to have an effect on the endometrium directly or indirectly. GnRH estimated has a negative effect on the development of endometrial cells after ovarian stimulation. This study is to analyze the impact of GnRH agonist on ovarian stimulation procedures on receptor expression and endometrial cell apoptosis due to endometrial development. The study sample was a stored biological material (BBT) from serum and the endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample is 8 and divided into 2 groups, the stimulated and control groups. Each sample will be examined 2 types which are the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for serum and immunohistochemistry (IHC) for endometrial tissue. IHC was performed with anti-GnRH receptor and caspase 3 antibody. Serum concentration is measured using an ELISA reader and then converts to a concentration using SoftMax Pro Software. Quantitative data of IHC were performed using the Image-J Analyzer programs and scored by IHC Optical Density Score. There is no significant difference between GnRH serum, GnRH receptors, and Caspase 3 in stimulation or control group (p>0,05). There was a strong negative correlation between serum GnRH levels and GnRH receptors (p=0,14; r=-0,762). There was no correlation between GnRH in serum with activation of caspase 3 (p>0,05). There was no correlation between GnRH receptors with activation of caspase 3 (p>0,05)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Zulhulaifah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor proliferasi sel sebagai peyebab ketidaksiapan endometrium untuk implantasi setelah pemberian berbagai dosis rekombinan FSH (rFSH) dengan melihat tingkat ekspresi FSH-Reseptor (FSHR) dan ekspresi protein KI-67. Sampel penelitian ini adalah bahan biologi tersimpan (BBT) dari jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel 15, sampel terdiri dari tiga kelompok yang diberikan GnRH agonis dosis tetap dan rFSH dengan dosis stimulasi berbeda, yaitu 30IU, 50IU, dan 70IU dan satu kelompok kontrol. Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara berbagai dosis rFSH yang diberikan dengan ekspresi FSHR dan ekspresi protein Ki67 pada sel endometrium Macaca nemestrina. Tingkat ekspresi FSHR dan ekspresi Ki67 ditemukan tidak berkorelasi siginifikan. Dosis rFSH yang lebih tinggi tidak menurunkan ekspresi FSHR dan Ki67 serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi FSHR dengan ekspresi Ki67.

This study was conducted to look at cell proliferation factors as causes of endometrial unpreparedness for implantation after administration of various recombinant FSH doses (rFSH) by looking at FSH-receptor (FSHR) expression and expression of KI-67 proteins. The study sample was stored biological material (SBM) from endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample was 15, the sample consisted of three groups given fixed-dose GnRH agonists and different stimulation doses, namely 30IU, 50IU, and 70IU and one control group. we found not significantly different between various doses of rFSH with FSHR and Ki67 expression in endometrial tissue Macaca nemestrina. We found not correlation significantly between FSHR expression and Ki67 Expression endometrial tissue Macaca nemestrina. Higher rFSH doses did not reduce FSHR expression and Ki67 and there was no correlation between FSHR expression and Ki67 expression."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhuda
"ABSTRAK
Latar belakang. Prosedur stimulasi ovarium terkendali pada program FIV berdampak buruk terhadap reseptivitas endometrium. Efek buruk tersebut terjadi karena perubahan kadar hormon yang tidak fisiologis. Laporan penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan hamil pada program FIV hanya sekitar 30%.
Tujuan penelitian. Menilai dampak pemberian stimulator ovarium terhadap ekspresi petanda reseptivitas endometrium periode implantasi.
Metodologi penelitian. Sebanyak 16 ekor Macaca nemestrina dibagi menjadi 4 kelompok: 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan, berupa pemberian stimulator ovarium dosis 30-70 IU selama 10-12 hari sampai diperoleh puncak sekresi estradiol pada fase folikuler akhir dan dilanjutkan dengan pemberian hCG dosis 3200 IU. Nekropsi jaringan uterus dilakukan hari ke 8-9 setelah puncak sekresi estradiol. Parameter yang dinilai adalah kadar hormon estradiol, progesteron dan ekspresi protein HOXA10, integrin αvβ3 pinopod endometrium dan hubungan hormon steroid dengan ekspresi petanda reseptivitas endometrium.
Hasil dan pembahasan. Berdasarkan uji Anova, variasi dosis stimulator ovarium antara 30-70 IU tidak menunjukkan perbedaan bermakna kadar estradiol, progesteron serta ekspresi protein HOXA10 dan integrin αvβ3 antara kelompok kontrol dengan perlakuan (p > 0,05). Berdasarkan Uji korelasi Pearson terdapat hubungan bermakna antara kadar progesteron dengan ekspresi protein HOXA10 dan integrin αvβ3 terutama pada daerah fungsional endometrium ( p < 0,05), sedangkan dengan hormon estradiol tidak terdapat perbedaan yang bermakna (P>0.05). Perkembangan pinopod yang menunjukkan periode jendela implantasi (tahap perkembangan maksimal) diperoleh pada rasio progesteron/estrogen antara 0,20 ? 0,49 dan periode regresi yaitu pada rasio 0,26 ? 7,34.
Kesimpulan.Variasi dosis stimulator ovarium 30-70 IU tidak mempengaruhi sekresi hormon estrogen, progesteron dan ekspresi petanda reseptivitas endometrium. Berdasarkan uji regresi Pearson terdapat hubungan bermakna antara hormon progesteron fase folikuler akhir dan fase luteal dengan ekspresi petanda reseptivitas endometrium. Lonjakan estradiol fase folikuler akhir tidak berpengaruh terhadap ekspresi petanda reseptivitas endometrium. Rasio progesteron/estradiol antara 0,20-0,49 menunjukan periode jendela implantasi, sedangkan rasio 0,26 ? 7,34 menunjukkan bahwa perkembangan pinopod mengalami regresi.

ABSTRACT
Background.Controlled ovarian stimulation procedure on FIV program adversely affect endometrial receptivity. The adverse effects occur due to non physiological changes in hormone levels. Research reports showed that pregnant success rate of FIV program were only around 30%.
Research objective.To assess the impact of ovarian stimulator on the expression of endometrial receptivity markers of implantation period.
Research methodology.Total of 16 Macaca nemestrinawere divided into four groups, one control group and three treatment groups, ie giving a dose of 30-70 IU ovarian stimulator for 10-12 days to obtain peak estradiol secretion at the end of follicular phase and continued with a dose of 3200 IU of hCG administration. Uterine tissue necropsy was performed 8-9 days after the peak secretion of estradiol. The parameters assessed were levels of the hormones estradiol, progsterone and expression of proteins HOXA10, integrin αvβ3 pinopod endometrium and steroid hormone relationship with the expression of markers of endometrial receptivity.
Results and discussion. Based on analysis of variance (anova), ovarian stimulator dose variation between 30-70 IU showed no significant difference levels of estradiol, progesterone and protein expression of integrin αvβ3 HOXA10 and the control group with treatment (p> 0.05). Based on Pearson correlation test there is a significant correlation between the levels of progesterone with HOXA10 protein expression and integrin αvβ3 especially in the area of functional endometrium (p <0.05), whereas the hormone estradiol no significant difference (P> 0.05). Pinopod development which indicates implantation window period (maximum developmental stage) was obtained in the ratio of progesterone/estrogen between .20 to 0.49 and regression period is the ratio of 0.26 to 7.34.
Conclusion. Variations ovarian stimulator dose of 30-70 IU did not affect the secretion of the hormone estrogen, progesterone and endometrial receptivity marker expression. Based on Pearson regression test there was a significant relationship between the hormone progesterone late follicular phase and the luteal phase endometrial receptivity marker expression. While the surge in late follicular phase estradiol had no effect on the expression of markers of endometrial receptivity. Progesterone/estadiol ratio between 0.20 to 0.49 indicates implantation window period, while the ratio of 0.26 to 7.34 indicates that the development pinopod regresses.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D1969
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianyta
"Pendahuluan: Saat ini, rejimen kemoterapi berbasis platinum dengan dua jenis obat seperti paklitaksel-karboplatin dan pemetreksat-karboplatin merupakan terapi lini pertama pasien adenokarsinoma paru dengan mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) negatif. Di rumah sakit Persahabatan, kedua rejimen tersebut banyak digunakan dan dijamin pembiayaannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Dengan harga pemetreksat yang lebih mahal dan efektivitas yang belum diketahui, perlu dilakukan suatu kajian farmakoekonomi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui profil efikasi, toksisitas, dan biaya paklitaksel-karboplatin dibandingkan pemetreksat-karboplatin.
Metode: penelitian ini merupakan studi potong lintang, menggunakan data rekam medis. Pasien adenokarsinoma paru mutasi EGFR negatif yang pertama kali didiagnosa dan diterapi dengan paklitaksel-karboplatin atau pemetreksat-karboplatin dimasukkan ke dalam kriteria inklusi. Analisis farmakoekonomi dilakukan berdasarkan keluaran klinis yang terdiri dari efektivitas dan biaya medis langsung. Efektivitas dinilai berdasarkan overall response rate (ORR).
Hasil: Rekam medis dari 21 pasien paklitaksel-karboplatin dan 21 pasien pemetreksat-karboplatin berhasil dievaluasi. Efektivitas kedua rejimen kemoterapi secara statistik tidak berbeda bermakna yang dilihat dari ORR (P=0,739). Toksisitas hematologi yang sering dialami oleh kedua kelompok adalah anemia, neutropenia, leukopenia derajat 1-2. Anemia, leukopenia, dan neutropenia derajat 3 lebih sering terjadi pada kelompok paklitaksel-karboplatin. Toksisitas nonhematologi kedua kelompok adalah mual muntah, rambut rontok, dengan neuropati perifer lebih banyak dialami kelompok paklitaksel-karboplatin. Melihat hal tersebut, pasien pada kelompok pemetreksat-karboplatin mengalami toksisitas lebih sedikit dibandingkan kelompok paklitaksel-karboplatin. Dari perhitungan analisis minimalisasi biaya diperoleh hasil bahwa biaya rerata per pasien dengan rejimen paklitaksel-karboplatin lebih murah Rp. 10.986.257,55 atau 50,25%, dibandingkan pemetreksat-karboplatin.
Kesimpulan: tidak ada perbedaan efektivitas antara kedua rejimen. Biaya rerata per pasien dengan rejimen paklitaksel-karboplatin lebih murah dibandingkan pemetreksat-karboplatin. Diperlukan penelitian prospektif dengan jumlah subjek yang lebih besar dan melibatkan banyak rumah sakit.

Background: At present, platinum-based chemotherapy regimens with two types of drugs such as paclitaxel-carboplatin and pemetrexed-carboplatin are first-line therapy for pulmonary adenocarcinoma patients with negative epidermal growth factor receptor (EGFR) mutations. At Persahabatan Hospital, the two regimens are widely used and guaranteed by National Health Insurance. With the price of pemetrexed which is more expensive and the effectiveness is unknown, it is necessary to do a pharmacoeconomic study. This study aimed to determine the efficacy, toxicity, and cost profile of paclitaxel-carboplatin compared to pemetrexed-carboplatin.
Methods: This s is a cross-sectional study, using medical record data. Patients with pulmonary adenocarcinoma negative EGFR mutations first diagnosed and treated with paclitaxel-carboplatin or pemetrexed-carboplatin were included. A pharmacoeconomic analysis is performed on the basis of clinical outcomes consisting of effectiveness and direct medical costs. Effectiveness was assessed based on the overall response rate (ORR).
Results: Medical records from 21 patients with paclitaxel-carboplatin and 21 patients with pemetrexed-carboplatin were successfully evaluated. The effectiveness of the two chemotherapy regimens was not significantly different, which was seen from the ORR (P = 0.739). The most common hematologic toxicity experienced of the two groups are anemia, neutropenia, leukopenia grade 1-2. Anemia, leukopenia and neutropenia grade 3 are more common in paclitaxel-carboplatin group. The nonhematological toxicity of the two groups was nausea vomitus, hair loss, with peripheral neuropathy more experienced by paclitaxel-carboplatin group. Seeing this, patients in pemetreksat-carboplatin group experienced less toxicity compared to paclitaxel-carboplatin group. From the calculation of cost minimization analysis the results showed that the average cost per patient with pulmonary adenocarcinoma negative EGFR mutation with paclitaxel-carboplatin regimen was cheaper Rp. 10.986.257,55 or 50,25%, compared to pemetrexed-carboplatin.
Conclusion: there was no difference in effectiveness between the two regimens. The average cost per patient with paclitaxel-carboplatin regimen was cheaper compared to pemetrexed-carboplatin. A prospective study is required with a larger number of study subjects and involves many hospitals.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55543
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kalina Audrey Soedira
"Endometriosis merupakan penyakit ginekologi kronis yang ditandai dengan sel-sel kelenjar dan stroma endometrium yang tumbuh di luar rongga uterus dan dapat mengganggu reseptivitas endometrium. Standar emas untuk diagnosis endometriosis adalah dengan melakukan operasi laparoskopi. Prosedur ini merupakan prosedur invasif yang memiliki risiko melukai endometrium. Oleh karena itu, dibutuhkan diagnosis noninvasif untuk endometriosis yang dapat mengurangi ketidaknyamanan penderita. Salah satu metode noninvasif yang dapat digunakan adalah deteksi biomarker. Salah satu biomarker yang menandakan reseptivitas endometrium adalah Leukemia Inhibitory Factor (LIF). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi ekspresi gen LIF dari sampel darah perifer pada wanita penderita endometriosis dan wanita normal yang sedang menjalani program in-vitro fertilization (IVF) sebagai penanda reseptivitas endometrium. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis 15 sampel darah wanita pengidap endometriosis dan 15 sampel darah wanita normal menggunakan metode RT-qPCR absolut dengan kurva standar. Kurva standar dibuat dengan fragmen gen LIF, didapatkan nilai efisiensi sebesar 117,74% dan nilai R2 sebesai 0,880345. Kedua nilai tersebut tidak masuk ke dalam kriteria yang baik. Sementara itu, Uji-U Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada ekspresi gen LIF dari sampel darah wanita penderita endometriosis dan gen LIF dari sampel darah wanita normal. Ekspresi gen LIF terdeteksi pada darah perifer sehingga gen LIF memiliki potensi kuat untuk menjadi biomarker reseptivitas endometrium pada wanita penderita endometriosis. Namun, ekspresi gen LIF pada sampel darah wanita penderita endometriosis dan sampel darah wanita tanpa endometriosis tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Endometriosis is a gynecological disease characterized by endometrial glandular and stromal cells that grow outside the uterine cavity and can interfere with endometrial receptivity. The gold standard for the endometriosis diagnosis is laparoscopic surgery. This procedure is an invasive procedure that carries the risk of injuring the endometrium. Therefore, a noninvasive diagnosis of endometriosis is needed which can reduce the number of sufferers. One of the non-invasive methods that can be used is biomarker detection. One of the biomarkers that indicates endometrial receptivity is Leukemia Inhibitory Factor (LIF). This study aims to detect LIF gene expression from blood samples in women with endometriosis and normal women undergoing in-vitro fertilization (IVF) as a marker of endometrial receptivity. This study was conducted by analyzing 15 blood samples of women with endometriosis and 15 normal women blood samples using absolute RT-qPCR method with standard curves. The standard curve was made with the LIF gene fragment, getting an efficiency value of 117.74% and an R2 value of 0.880345. Both values do not fit into a good criterion. Meanwhile, the Mann-Whitney U-test showed no significant difference in the expression of the LIF gene from blood samples of women with endometriosis and the LIF gene from blood samples of normal women. Expression of LIF was detected in peripheral blood so that the LIF has a strong potential to be a biomarker of endometrial receptivity in women with endometriosis. However, the expression of the LIF in blood samples of women with endometriosis and blood samples of women without endometriosis did not show significant differences."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisah Zahrah
"Latar Belakang: Endometriosis merupakan penyakit multifaktorial yang mempengaruhi 10% wanita usia subur. Diketahui bahwa gen EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada endometriosis sehingga memiliki peran dalam perkembangan endometriosis, dan gen yang dapat meregulasi sitoskeleton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara tingkat metilasi gen EGFR dan MMP-2 dengan ekspresi mRNA-nya pada jaringan endometriosis peritoneum.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 20 wanita endometriosis dan 20 wanita bukan endometriosis yang usianya sekitar 20-45 tahun. Pada wanita endometriosis diambil jaringan endometriosis peritoneum dengan tindakan laparoskopi, sedangkan 20 wanita bukan endometriosis diambil jaringan endometrium normal dengan tindakan mikrokuretase. Tingkat metilasi DNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode Methylation Specific PCR (MSP) dan Ekspresi mRNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode qRT-PCR.
Hasil: Tingkat metilasi DNA pada gen EGFR dan MMP-2 mengalami hipermetilasi. Pada gen EGFR, tingkat metilasi DNA antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001), sedangkan pada gen MMP-2 tingkat metilasi DNA-nya tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,596) antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal. Nilai ekspresi relatif mRNA EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada jaringan endometriosis peritoneum. Penelitian ini tidak menunjukkan korelasi yang bermakna antara tingkat metilasi dengan tingginya ekspresi mRNA baik gen EGFR maupun MMP-2. (gen EGFR (p=0,947 dan r=-0,016) dan gen MMP-2 (p=0.769 dan r=0.070)
Kesimpulan: Tingginya ekspresi mRNA EGFR dan gen MMP-2, kemungkinan bukan hanya disebabkan karena faktor metilasi DNA, melainkan faktor lainnya.

Background: Endometriosis is a multifactorial disease that affects 10% of women of childbearing age. It is known that the EGFR and MMP-2 genes have increased expression in endometriosis and thus have a role in the development of endometriosis, and genes that can regulate the cytoskeleton. The purpose of this study was to evaluate the relationship between the level of methylation of the EGFR and MMP-2 genes with their mRNA expression in peritoneal endometriosis tissue.
Method: The study used a cross sectional design. The sample used was 20 women with endometriosis and 20 women without endometriosis who were around 20-45 years old. In endometriosis women are taken to peritoneal endometriosis tissue by laparoscopic, while 20 women without endometriosis are taken to normal endometrial tissue by microcuretase. The levels of EGFR and MMP-2 gene methylation were analyzed by the Methylation Specific PCR (MSP) method and the mRNA expression of the EGFR and MMP-2 genes were analyzed by the qRT-PCR method.
Results: The level of DNA methylation in the EGFR and MMP-2 genes was hypermethylated. In the EGFR gene between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue there were significant differences (p=0,001), whereas in the MMP-2 gene there was no significant difference (p=0.596) between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue. The relative expression value of EGFR and MMP-2 mRNA has increased expression in peritoneal endometriosis tissue. This study did not show a significant correlation between the level of methylation and the high mRNA expression in both the EGFR and MMP-2 genes. (EGFR gene (p=0.947 and r=-0.016) and MMP-2 gene (p=0.769 and r=0.070)
Conclusion: The high expression of EGFR mRNA and MMP-2 gene, the possibility is not only due to hypermethylation factors, but other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>