Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180830 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silitonga, Cherry Chaterina
"ABSTRAK
Pendahuluan : Anak yang mengalami kekerasaan seksual memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan jiwa dan faktor sosio-demografi  dinilai memengaruhi timbulnya gangguan jiwa tersebut. Tujuan penelitian untuk melihat gambaran profil sosio-demografi pada anak yang mengalami kekerasan seksual serta melihat hubungan antara profil sosio-demografi tersebut dengan gangguan jiwa.
Metode : Penelitian obsevasional dengan rancangan studi analitik potong lintang yang dilakukan pada Februari 2017 hingga Juli 2018 dengan melibatkan 101 anak di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner data demografi, SPM dan CPM untuk kapasitas intelektual serta MINI-KIDS untuk penilaian gangguan jiwa. Analisis data menggunakan uji chi-aquare  dan Fisher-exact test untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil kekerasan seksual terjadi 40,6% pada usia kanak  dan 70,3% subjek berjenis kelamin perempuan. Sejumlah 35,7% subjek memiliki kapasitas intelektual di bawah rata-rata. Jenis kekerasan seksual terbanyak (64,3%) adalah kekerasan seksual kontak dengan penetrasi. Psikopatologi terbanyak adalah gangguan penyesuaian dengan afek depresi (18,9%), sementara gangguan stres pasca trauma sebesar 2%. Gangguan penyesuaian umumnya dialami setelah anak menghadapi stressor lain pasca kejadian kekerasan seksual. Usia pertama kali mengalami kekerasan seksual, kapasitas intelektual anak dan jenis kekerasan seksual adalah faktor sosio-demografi  yang berkorelasi positif dengan timbulnya gangguan jiwa (p<0,01).
Kesimpulan : Pada penelitian ini disimpulkan ada hubungan antara faktor usia pertama kali mengalami kekereasan seksual, kapasitas intelektual anak dan jenis kekerasan seksual dengan gangguan jiwa pada anak yang mengalami kekerasan seksual.

ABSTRACT
Introduction : Children who experienced sexual violence have greater risk of experiencing mental disorders and socio-demographic factors are considered to influence this condition. The aim of this study is to know the socio-demographic profile of children who experienced sexual violence and to see the association between socio-demographic profile and mental disorders.
Method : It was a cross sectional analytic study, conducted from February 2017 to July 2018, involving 101 children in Cipto Mangunkusumo Hospital and the Integrated Service Center for Women and Children Empowerment (P2TP2A) Jakarta. The data was collected by using demographic questionnaires, SPM, CPM, MINI-KIDS. Data analysis would be done by SPSS for windows.
Result : The study show sexual violence occurred 40.6% at school age and 70.3% in girls. A third subject (35.7%) had below average intellectual capacity. Most common type of sexual violence (64.3%) is contact with penetration. Most psychopathology is adjustment disorder (18.9%) while posttraumatic stress disorder is 2%. Adjustment disorders occured when child faces another stressor after sexual violence. Sosio-demographic factors that are positively correlated with mental disorders are age of having sexual violence for the first time, intellectual capacity of children and type of sexual violence.(p <0.01).
Conclusion : Socio-demographic factors associated with mental disorders in children who experienced sexual violence are age of having sexual violence for the first time, intellectual capacity of children and type of sexual violence."
2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mylynda Puteri
"Wilayah Jakarta Timur memiliki angka kekerasan anak tertinggi dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta lainnya. Kekerasan yang dialami anak akan mempengaruhi perkembangan psikososialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan psikososial remaja yang pernah mengalami kekerasan di wilayah Jakarta Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian merupakan remaja berusia 11-20 tahun yang pernah mengalami kekerasan berjumlah 385 responden menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian menggunakan kuesioner ICAST versi Bahasa Indonesia dan Y-PSC 35 yang disebarkan secara daring. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja yang pernah mengalami kekerasan di wilayah Jakarta Timur mayoritas tidak mengalami gangguan perkembangan psikososial, tetapi angka remaja yang mengalami gangguan perkembangan psikososial cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat terutama orang tua perlu lebih peka terhadap paparan kekerasan pada anak yang akan berpengaruh pada perkembangan psikososialnya. Pelayanan isu kesehatan mental anak juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi risiko terganggunya perkembangan psikososial anak.

The East Jakarta region has the highest rate of child violence compared to other DKI Jakarta regions. Violence experienced by children will affect their psychosocial development. This research aims to determine the psychosocial development of adolescents who have experienced violence in the East Jakarta area. The research method used is descriptive quantitative with a cross sectional study design. The research sample was adolescents aged 11-20 years who had experienced violence totaling 385 respondents using purposive sampling techniques. The research used the Indonesian version of the ICAST questionnaire and Y-PSC 35 which were distributed online. The research results show that the majority of adolescentswho have experienced violence in the East Jakarta area do not experience psychosocial development disorders, but the number of adolescents who experience psychosocial development disorders is quite high. Based on research results, society, especially parents, need to be more sensitive to children's exposure to violence which will affect their psychosocial development. Services for children's mental health issues also need to be improved to reduce the risk of disrupting children's psychosocial development."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Sagita Novianty P.
"Penelitian tentang stres dan akibat yang ditimbulkannya lebih sering berfokus pada perawat pada umumnya, dan sedikit perhatian diberikan kepada perawat yang bekerja di Unit psikiatri/Rumah Sakit Jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat stresor kerja dan faktor risiko lainnya dengan timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional pada perawat di rumah sakit jiwa. Penelitian ini mengunakan kuesioner Survey Diagnostik Stres, Symptom Check List (SCL-90), dan Skala Holmes Rahe pada 79 perawat yang terlibat langsung dengan penderita gangguan jiwa. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi kecenderungan gangguan mental emosional sebesar 26,6%. Status belum menikah meningkatkan risiko untuk mendapatkan kecenderungan gangguan mental emosional yaitu sebesar 12,92 kali.( p=0,003, OR suaian = 12,92 , 95% IK =2,40-69,50 ). Bagian tempat kerja bangsal akut, kerja gilir dan stresor ketaksaan peran dengan tingkat stres sedang-berat juga memiliki hubungan yang bermakna dengan timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional. Dapat disimpulkan bahwa status belum menikah adalah stresor yang paling dominan terhadap timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional sementara faktor di luar pekerjaan tidak berhubungan dengan timbulnya kecenderungan gangguan mental emosional. Rumah sakit disarankan untuk mengadakan pusat konseling khusus bagi perawat yang belum menikah, kegiatan kegiatan bulanan khusus bagi karyawan yang belum menikah, kegiatan penyuluhan, team building, rotasi kerja gilir perawat, dan penetapan job description yang jelas agar didapatkan perawat yang sehat secara fisik dan mental.

Research on stress and its consequences  often focused on nurses in general, little attention is given to nurses who work in a psychiatric ward/mental hospital. This research aimed to find  association between job stressors and other risk factors to the onset of mental emotional disorders tendency to nurse in a mental hospital. The research was conducted by using, Survey Diagnostic Stres, Symptom Check List (SCL-90), and Holmes Rahe Scale questionaire to 79 nurses directly involved with mental disorders patients. Results showed the prevalence of mental emotional disorders tendency of 26.6%. Unmarried marital status have a significant association with the onset of mental emotional disorders tendency in the amount of 12.92 times. ( p=0,003, OR adjusted = 12,92, 95% IK =2,40-69,50). Acute ward, shift work and role ambiguity with moderate-severe stress levels also had a significant association with the onset of mental emotional disorders  tendency. It can be concluded that  unmarried marital status is the most dominant stressors on the incidence of mental emotional disorders tendency while factors outside the job does not have a significant association with the onset of mental emotional disorders tendency. Hospital are advised to conduct a counseling center specifically for nurses who are unmarried, held a special monthly events, team building, job rotation, and setting a clear job description in order to  avoid any mental emotional disorders among unmarried nurses."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmawati
"Mahasiswa merupakan populasi yang rentan terhadap tindak kekerasan seksual dan risiko tersebut meningkat akibat beragam aktivitas, kunjungan tempat, dan interaksi sosial dengan dampak potensial berupa stres, sehingga diperlukan strategi koping efektif dan dukungan sosial untuk mengatasi dampak psikologis yang timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tingkat stres, strategi koping, dan dukungan sosial pada mahasiswa yang pernah mengalami kekerasan seksual. Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif pada 107 responden dengan kriteria inklusi usia 17-23 tahun yang pernah mengalami setidaknya satu dari empat jenis kekerasan seksual dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan Perceived Stress Scale (PSS) yang dikembangkan oleh Cohen, Kamarck, dan Marmelstein (1983), Brief COPE yang dikembangkan oleh Carver (1997), dan Social Support Questionnaire-6 (SSQ-6) yang dikembangkan oleh Sarason et al (1983). Hasil penelitian menunjukkan 46,7% responden mengalami stres sedang, 50,5% menggunakan strategi koping emotion-focused coping, dan 44,9% menggunakan dukungan emosional. Rekomendasi peneliti bahwa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan jiwa dan pelayanan psikolog memberikan bimbingan dan konseling untuk korban kekerasan seksual sebagai bentuk dukungan sosial dan upaya untuk mengatasi masalah psikologis berupa stres yang dirasakan, menemukan strategi koping yang efektif, serta pentingnya dukungan sosial.

Students are a population that is vulnerable to sexual violence and the risk increases due to various activities, place visits, and social interactions with potential impacts in the form of stress, so effective coping strategies and social support are needed to overcome the psychological impact that arises. This study aims to identify the description of stress levels, coping strategies, and social support in students who have experienced sexual violence. The research method is quantitative research on 107 respondents with inclusion criteria aged 17-23 years who have experienced at least one of the four types of sexual violence using purposive sampling technique. Instruments used Perceived Stress Scale (PSS) developed by Cohen, Kamarck, and Marmelstein (1983), Brief COPE developed by Carver (1997), and Social Support Questionnaire-6 (SSQ-6) developed by Sarason et al (1983). The results showed 46.7% of respondents experienced moderate stress, 50.5% used emotion-focused coping strategies, and 44.9% used emotional support. Researchers recommend that health services, especially mental nursing services and psychologist services provide guidance and counseling for victims of sexual violence as a form of social support and efforts to overcome psychological problems in the form of perceived stress, find effective coping strategies, and the importance of social support."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliawati Utoro, supervisor
"Angka kejadian kekerasan seksual pada anak meningkat dari tahun ke tahun. Keluarga merupakan orang terdekat yang berperan penting dalam merawat anak pasca kekerasan seksual yang dialaminya. Tujuan dari penelitian ini adalah menggali pengalaman orang tua merawat anak yang mengalami kekerasan seksual. Partisipan dalam penelitian ini 5 orang tua yang anaknya mengalami kekerasan seksual yang dipilih secara purposive sampling. Metoda penelitian yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif dengan analisis data content analysis Tema yang diperoleh ada 5 yaitu: membangun koping yang adaptif, memperhatikan perubahan anak, mengupayakan segala bentuk upaya pemulihan bagi anak, memberi dukungan emosional serta upaya antisipasi. Penelitian akan datang yang perlu diteliti bagaimana persepsi anak terhadap kondisi yang dialaminya pasca kekerasan seksual.

The incidence of child sexual violence increased from year to year. Family is the closest person who caring in treat for the child after sexual violence that experienced by him. The purpose of this research is to explore the experiences of parents to treat their child who have experienced sexual violence. Participants in this research are 5 parents whose their children suffered sexual violence. Participants were selected by purposive sampling. The method of research used is descriptive phenomenology of data analysis of content analysis. Theme obtained is 5 namely: build koping that adaptive, notice change child, trying entire recovery effort form for child, give emotional support as well as effort anticipation. To next research, that important, how the children with child sexual violence have maintained their condition after sexual violence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T36092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhalimah
"Pelecehan dan kekerasan seksual masih menjadi fenomena yang kompleks dan dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda. Prevalensi kekerasan seksual meningkat sebanyak delapan kali dalam 12 tahun terakhir. Layanan yang diberikan selama ini berfokus pada korban kekerasan seksual. Layanan pada ibu belum diberikan secara optimal. Sedangkan ibu memiliki peranan penting dalam pemulihan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengalaman ibu yang mempunyai anak sebagai korban kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi desktriptif. Partisipan pada penelitian ini 8 orang ibu yang menjadi caregiver utama untuk anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur. Analisa data menggunakan metode Colaizzi. Penelitian menghasilkan enam tema yaitu respons holistik ibu menghadapi kasus anak, beban ibu menghadapi kasus anak, dukungan yang ibu dapatkan, mobilisasi ibu untuk mencari dan memberi pertolongan, harapan ibu, perasaan positif ibu setelah mendapat dukungan. Hasil penelitian menggambarkan pengalaman ibu yang mempunyai anak sebagai korban kekerasan seksual.  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi pada bidang keperawatan jiwa, pemangku kebijakan dan ibu dari korban kekerasan seksual. Temuan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dari korban kekerasan seksual, menciptakan sistem dukungan yang lebih baik dan berkelanjutan serta adanya penelitian lanjutan terkait terapi yang sesuai seperti pengaruh TF-CBT atau psikoedukasi keluarga pada trauma ibu.

Sexual harassment and violence are still a complex phenomenon and can be seen from various perspectives. The prevalence of sexual violence has increased eight times in the last 12 years. The services provided so far have focused on victims of sexual violence. Services for mothers have not been provided optimally. Meanwhile, the mother has an important role in the child's recovery. This research aims to look at the experiences of mothers who have children who are victims of sexual violence. This research uses a qualitative method with a descriptive phenomenological approach. The participants in this study were eight mothers who were the main caregivers for children who were victims of sexual violence. Data collection used semi-structured interviews. Data analysis used the Colaizzi method. The research results found six themes, namely the mother's holistic response to child cases, the mother's burden in facing child cases, the support the mother received, the mother's mobilization to seek and provide help, the mother's hopes, the mother's positive feelings after receiving support. The research results describe the experiences of mothers who have children who are victims of sexual violence. It is hoped that this research will provide implications for the field of psychiatric nursing, policymakers, and mothers of victims of sexual violence. It is hoped that these findings will improve the welfare of mothers of victims of sexual violence, create a better and more sustainable support system, and provide further research regarding appropriate therapy, such as the influence of TF-CBT or family psychoeducation on maternal trauma."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hurin Fidyafi
"ABSTRAK
Penelitian ini menemukan adanya kejahatan yang dilakukan oleh negara, terhadap anak dari perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan wawancara terhadap S, M dan A. Ke tiga subjek adalah anak yang lahir dari perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan seksual. Peneliti menggunakan teori feminis sosialis oleh Rosermarie Putnam Tong, dalam menjelaskan permasalahan perempuan pekerja migran terkait kapitalisme dan patriarki. Kemudian teori ekologi milik Bronfenbrenner, dalam menjelaskan lapisan-lapisan terjadinya kekerasan pada anak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak dari perempuan pekerja migran, tidak dapat terpisahkan dari permasalahan yang terjadi pada ibu mereka. Sedangkan negara tidak hanya abai terhadap permasalahan kekerasan yang terjadi pada anak. Tetapi juga melakukan diskriminasi terhadap pencatatan administrasi negara dalam bentuk akta kelahiran, melihat latarbelakang anak yang dilahirkan tidak dalam status pernikahan.

ABSTRACT
It was found that there are cases of crime committed by state towards children of women migrant workers who had occurred sexual violence. This study uses qualitative method and in-depth interview technique on S, M, and A. Each subject is children who are born from women migrant workers who had occurred sexual violence. We use socialist feminist theory by Rosemarie Putnam Tong to explain the female migrant workers? issues on capitalism and patriarchy and ecological theory by Bronfenbrenner to explain some levels of violence against children. The results show that the children?s issue cannot be separated from their mother?. Meanwhile, state is not only neglects them, but also discriminates them. Especially in way of birth certificate making. State tends to problematize them, related to their ?status? as children who were not born under the marriage status."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Ningsih
"Wanita Indonesia pada masa sekarang ini, khususnya di Jakarta kebanyakan tidak lagi tinggal dirumah sebagai pengurus rumah tangga dan anak, tetapi ikut aktif bekerja diluar rumah untuk meningkatkan karir dan penghasilan mereka. Wanitapun banyak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya serta mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Namun di dalam masyarakat Indonesia seorang wanita yang bekerja tetap diharapkan untuk berperan sesuai dengan fungsi utamanya di dalam keluarga yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai istri. Oleh karena itu jika wanita mengkombinasikan perannya didalam pekerjaan dan juga keluarga, hal ini seringkali menimbulkan stres.
Salah satu bidang kerja yang seringkali terdapat banyak stafnya mengalami stres adalah perawat, oleh karena itu perawat sering dikatagorikan sebagai profesi yang menimbulkan stres. Dalam kondisi stres, dikhawatirkan perawat tidak dapat menjalankan perannya secara optimal, oleh karena itu perawat diharapkan dapat mengatasi stres yang dialami. Hal ini menyebabkan ia melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri ini apabila ditujukan khusus pada keadaan atau situasi yang dirasakan menantang, mengancam, atau membebani sumber daya yang dimiliki seseorang serta menimbulkan emosi-emosi negatif maka penyesuaian diri ini disebut sebagai Coping.
Coping merupakan usaha dalam bentuk kognisi dan perilaku untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai melebihi sumber daya penyesuaian yang dimiliki seseorang. Coping dibedakan menjadi dua yaitu Problem Focused Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengatasi atau meyelesaikan masalah yang dihadapi, sedangkan Emotion Focused Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan dan perasaan yang tidak menyenangkan yang timbul dari kesulitan atau masalah yang sedang dihadapi.
Dari penelitian selanjutnya Coping berhasil dikembangkan menjadi delapan strategi baru dari Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping yaitu tiga strategi yang tergolong dalam Probel Focused Coping adalah Tindakan berhati-hati, Tindakan Instrumental, dan Negosiasi, kemudian empat strategi yang tergolong dalam Emotion Focused Coping adalah Melarikan diri, Minimization, Menyalahkan diri sendiri, dan Mencari makna, serta satu strategi yang merupakan kombinasi dari Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping adalah Mobilisasi dukungan. Namun pemilihan jenis Strategi Coping yang dilakukan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan faktor Kontekstual.
Penelitian ini dilakukan terhadap 155 orang perawat di RS. Fatmawati dan RS. Pondok Indah, untuk mengetahui Bagaimana pemilihan Strategi Coping wanita berperan ganda, khususnya perawat di dua Rumah Sakit Jakarta, serta hubungannya dengan faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan Faktor Kontekstual.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan Faktor Kontekstual, berhubungan secara signifikan dengan pemilihan Strategi Coping wanita berperan ganda. Namun yang memberi sumbangan terbesar dari ketiga faktor tersebut adalah Faktor sosio demografi yaitu penghasilan dan pendidikan, kemudian Faktor Kontekstual, baru Tipe Kepribadian.
Selain itu penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam pemilihan Strategi Coping yang ditampilkan wanita berperan ganda di RS. Fatmawati dan RS. Pondok Indah. Responden di RS. Fatmawati umumnya cenderung menggunakan Strategi Emotion Focused Coping (EFC) yaitu Menyalahkan diri sendiri, dan mencari makna; serta kombinasi antara Problem Focused Coping (PFC) dan EFC yaitu melakukan dukungan mobilisasi. Sedangkan responden di RS. Pondok Indah cenderung menggunakan Strategi Problem Focused Coping (PFC) yaitu tindakan instrumen, tindakan berhati-hati, juga negosiasi; bahkan yang menarik di RS Pondok Indah cenderung pula menggunakan Strategi Emotion Focused Coping (EFC) yaitu Menyalahkan diri sendiri, dan mencari makna.
Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut maka disarankan : (1) Sebaiknya dilihat pula gambaran stres yang dialami oleh wanita berperan ganda, agar diketahui jenis atau intensitas stressor yang dialaminya, sehingga pengukuran coping akan lebih terarah dan spesifik. (2) Bagi yang ingin melakukan penelitian yang sama disarankan untuk membuat alat ukur Strategi Coping yang lebih spesifik, dan mempertimbangkan karakteristik budaya masyarakat Indonesia. (3) bagi yang berminat melakukan penelitian lanjutan disarankan agar membandingkan dengan jenis pekerjaan lain sehingga terlihat variasi pemilihan Strategi Copingnya. (4) Bagi pengembangan Sumber Daya Manusia, dalam hal rekruitmen karyawan, khususnya wanita berperan ganda perlu diperhatikan penghasilan yang tinggi dan pendidikan tinggi , agar mereka dapat langsung memecahkan masalahnya yang berkaitan dengan peran gandanya, sehingga akan mempengaruhi efektiftas dan produktifitas kerjanya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadila Khairani
"[Kehilangan gigi dapat digantikan dengan gigi tiruan jembatan (GTJ) ataupun gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL). Menurut berbagai penelitian pemilihan jenis gigi tiruan tersebut dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, pekerjaan, motivasi pasien dan lokasi kehilangan gigi, namun belum terdapat penelitian yang meneliti faktor tersebut di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI yang merupakan salah satu penyedia jasa perawatan gigi tiruan yang cukup besar di Jakarta, sehingga perlu dilakukan penelitian serupa di Klinik Integrasi RSKGM FKG UI. Desain penelitian ini adalah potong lintang, menggunakan 265 rekam medik pasien yang diolah dengan piranti lunak SPSS versi 17 menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik, tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan pemilihan jenis gigi tiruan (p=0,395), namun sebaliknya terdapat hubungan bermakna antara usia (p=0,005), pekerjaan (p=0,000), motivasi pasien (p=0,038), dan lokasi kehilangan gigi (p=0,000) dengan pemilihan jenis gigi tiruan.

Missing teeth could be replaced either by bridge or removable partial denture. Based on some researches, the treatment decision is influenced by gender, age, occupation, motivation and location of missing teeth, yet there hasn?t any research conducted at Integration Clinic of RSKGM FKG UI as one of big providers for prosthetic treatment in Jakarta, then there should be a research to analyze those factors at RSKGM FKG UI. The design of this study is cross sectional study, using 265 patients` medical records which statistically analyzed by (SPSS) version 17 using Chi-square test. It was found that statistically, gender had no significant relationship with the treatment decision (p=0,395). In contrary, age (p=0,005), occupation (p=0,000), patient`s motivation (p=0,038) and location of missing teeth (p=0,000) had siginificant relationship with the treatment decision.;Missing teeth could be replaced either by bridge or removable partial denture. Based on some researches, the treatment decision is influenced by gender, age, occupation, motivation and location of missing teeth, yet there hasn?t any research conducted at Integration Clinic of RSKGM FKG UI as one of big providers for prosthetic treatment in Jakarta, then there should be a research to analyze those factors at RSKGM FKG UI. The design of this study is cross sectional study, using 265 patients` medical records which statistically analyzed by (SPSS) version 17 using Chi-square test. It was found that statistically, gender had no significant relationship with the treatment decision (p=0,395). In contrary, age (p=0,005), occupation (p=0,000), patient`s motivation (p=0,038) and location of missing teeth (p=0,000) had siginificant relationship with the treatment decision, Missing teeth could be replaced either by bridge or removable partial denture. Based on some researches, the treatment decision is influenced by gender, age, occupation, motivation and location of missing teeth, yet there hasn’t any research conducted at Integration Clinic of RSKGM FKG UI as one of big providers for prosthetic treatment in Jakarta, then there should be a research to analyze those factors at RSKGM FKG UI. The design of this study is cross sectional study, using 265 patients` medical records which statistically analyzed by (SPSS) version 17 using Chi-square test. It was found that statistically, gender had no significant relationship with the treatment decision (p=0,395). In contrary, age (p=0,005), occupation (p=0,000), patient`s motivation (p=0,038) and location of missing teeth (p=0,000) had siginificant relationship with the treatment decision]"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zuhairi Adhyatmac
"[Kriminalitas adalah perbuatan yang melanggar peraturan. Saat ini terdapat banyak kasus kriminalitas di Jakarta. Pelaku tindak kriminal akan diadili dan dibina di lembaga pemasyarakatan (Lapas). Namun, kenyataanya, narapidana di lapas lebih rentan terkena gangguan jiwa, khususnya wanita yang memiliki sisa vonis yang masih banyak. Oleh sebab belum adanya data mengenai hubungan lama masa menjalani hukuman dengan gangguan jiwa, maka diadakan penelitian potong lintang dengan menggunakan instrumen MINI ICD 10 dan kuisioner umum pada 104 narapidana wanita yang memiliki vonis minimal 3 tahun di Rutan Kelas IIa Jakarta Timur dari bulan Agustus hingga September 2015. Data diolah dengan menggunakan software SPSS ver.23.0 for windows. Didapatkan 96 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan prevalensi gangguan jiwa 57,29% dan jenis terbanyak ialah gangguan psikotik. Setelah diuji dengan chi squre, tidak ditemukan hubungan bermakna antara lama masa menjalani hukuman dengan gangguan jiwa (p=0,420). Akan tetapi, ditemukan kecenderungan responden dengan sisa vonis lebih sedikit lebih banyak memiliki gangguan jiwa yang bertolak belakang dengan hasil penelitian di Amerika. Nilai p di penelitian ini lebih kecil dibandingkan studi systematic review Fazel S dan Seewald K tahun 2012. Disarankan untuk melanjutkan penelitian ini di rutan-rutan yang berbeda karena belum ada penelitian yang serupa di Indonesia.

Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails.;Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails.;Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails., Crime is an act against rules. Currently, there are many criminality cases in Jakarta. Criminals will be prosecuted and supervised in prisons. However, in fact, inmates are susceptible to mental disorders, especially women who have long residual sentence. Because of lack of data on relation between length of serving time and mental disorders, held a cross sectional study using MINI ICD 10 and demographic questionnaires to 104 women inmates who have sentence at least 3 years at Class IIa of East Jakarta Jail from August to September 2015. Data were processed using SPSS ver.230 for windows. From 96 respondents who meet inclusion and exclusion criteria, prevalence of mental disorders was 57.29% with psychotic disorders that highest than others. After using chi-square test, found no significant association between length of serving time and mental disorder (p=0.420). However, there was a tendency that respondents with few residual sentence have a risk to mental disorder that different from research in USA. P value in this research were lower than systematic review study by Fazel S and Seewald K in 2012. Since there have not been any similar research in Indonesia, it was needed to conduct another research about length of serving time and mental disorder in women prisoner in different jails.]"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>