Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Rania
"Skripsi ini membahas mengenai perbedaan pengaturan dan penerapan cross border cartel di Indonesia dan Australia serta meninjau putusan High Court of Australia [2017] HCA 21 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Berdasarkan putusan High Court of Australia [2017] HCA 21, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Air New Zealand Ltd terbukti sebagai pihak dari perjanjian penetapan harga dari bandar udara di Indonesia, Hong Kong, dan Singapura ke bandar udara di Australia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan perbandingan hukum.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hukum persaingan usaha Indonesia dapat ditegakkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di Indonesia dan terhadap Air New Zealand Ltd dengan menerapkan prinsip ekstrateritorialitas berdasarkan effects doctrine. Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk menegaskan kewenangan KPPU atas perusahaan asing supaya KPPU memiliki dasar tekstual yang jelas dan pasti untuk menegakkan yurisdiksi ekstrateritorialnya.

This thesis discusses the differences between the regulation and application of cross border cartel in Indonesia and Australia and also reviews the decisions of the High Court of Australia [2017] HCA 21 based on Law Number 5 of 1999 Concerning The Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Law Number 5 of 1999). Based on the decision of the High Court of Australia [2017] HCA 21, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk and Air New Zealand Ltd were proven as parties to the price fixing agreement from airports in Indonesia, Hong Kong, and Singapore to airports in Australia. The research methods used in this research are normative legal and comparative law.
Results of research show that Indonesian competition law can be enforced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) against PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk in Indonesia and against Air New Zealand Ltd by applying the extraterritoriality principle based on the effects doctrine. Based on the results of research, it is necessary to amend Law No. 5 of 1999 to affirm the KPPUs authority over foreign companies so that the KPPU has an explicit and definite textual basis to enforce its extraterritorial jurisdiction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Farra Jihan
"Skripsi ini membahas tentang dugaan praktik kartel pada garam industri aneka pangan di Indonesia. Dugaan tersebut muncul dikarenakan terdapat ketidakberesan dalam proses pengajuan impor oleh ketujuh importir yang mengarah kepada dugaan bahwa ketujuh importir telah mengadakan rapat swasembada garam yang menghasilkan kesepakatan untuk mengimpor 397.208 ton garam. Rapat tersebut diduga turut menghasilkan surat melalui Asosiasi Industri Perusahaan Garam Indonesia (AIPGI) pada 8 Juni 2015 yang meminta agar Kementerian Perdagangan menerbitkan rekomendasi dan izin impor garam. Kesepakatan tersebut diduga dilakukan untuk mempermainkan harga garam industri aneka pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi awal kartel membuktikan bahwa ketujuh importir terbukti melakukan pelanggaran pada Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999, namun dibutuhkan bukti lebih yang cukup untuk memperkuat indikasi tersebut.

This thesis discusses the alleged cartel practices in the various food industries salt in Indonesia. The allegation arose because there were irregularities in the process of submitting imports by the seventh reported parties which led to the allegation that the seven reported parties had held a salt self-sufficiency meeting which resulted in an agreement to import 397,208 tons of salt. The meeting allegedly helped produce a letter through the Indonesian Salt Company Industry Association on June 8, 2015 which requested that the Ministry of Trade issue recommendations and import permits for salt. The agreement was allegedly carried out to play with the price of salt for various food industries. The research method used is library research with juridical-normative research types. The results of the study indicate that the initial indication of the cartel proved that the seven reported parties were proven to have violated Article 11 of Law No. 5 of 1999, but more evidence is needed to strengthen these indications."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmahda Nabiilah
"Indonesia mengatur hukum persaingan usaha dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan Australia mengaturnya dalam Trade Practice Act 1974 yang sudah diperbarui menjadi Competition and Consumer Act 2010. Dalam perkara Garuda Indonesia melawan Australian Competition and Consumer Comission, hakim di dalam amar putusannya menyatakan bahwa Garuda Indonesia bersalah atas penetapan harga yang dilakukan dengan maskapai-maskapai penerbangan lainnya tentang bea cukai,
biaya keamanan dan biaya tambahan bahan bakar untuk kargo udara yang dilakukan di Australia. Oleh karena itu, Garuda Indonesia diwajibkan untuk membayar denda sejumlah AU$19,000,000 (sembilan belas juta dolar Australia). Skripsi ini kemudian mengambil 3 (tiga) pokok permasalahan yaitu bagaimana perbandingan pengaturan tentang perjanjian penetapan harga dan kartel ditinjau dari hukum persaingan usaha di Indonesia dan Australia, apakah akibat hukum dari putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia terhadap posisi Garuda Indonesia
dalam penerbangan di Australia, dan apakah akibat hukum putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, yang menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis dan didukung dengan hasil wawancara narasumber dan/atau informan. Kesimpulan yang didapatkan adalah: 1) perjanjian penetapan harga dan kartel sama-sama diatur di dalam perundang-undangan
Indonesia dan Australia, terdapat persamaan dan perbedaan pengaturan di kedua negara tersebut; 2) putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia tidak memiliki akibat hukum apapun terhadap posisi Garuda Indonesia dalam penerbangan di Australia; 3) putusan [2017] HCA 21 High Court of Australia tidak memiliki dampak terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia.
Indonesia regulates business competition law in Law no. 5 of 1999 and Australia regulated it in the Trade Practice Act 1974 which was updated to the Competition and Consumer Act 2010. In the case of Garuda Indonesia against the Australian Competition and Consumer Commission, the judge in his ruling stated that Garuda Indonesia was guilty of price fixing carried out with airlines- other airlines about customs,
security fees and fuel surcharges for air cargo carried in Australia. Therefore, Garuda Indonesia is required to pay a fine of AU$19,000,000 (nineteen million Australian dollars). This thesis then takes 3 (three) main issues, namely how to compare the arrangements regarding price fixing agreements and cartels in terms of business competition law in Indonesia and Australia, what are the legal consequences of the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia on Garuda Indonesia's position
on flights in Australia, and what are the legal consequences of the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia on business competition law in Indonesia. The research method used is juridical-normative, which emphasizes the use of written legal norms and is supported by the results of interviews with informants and/or informants. The conclusions obtained are: 1) price fixing agreements and cartels are both regulated in legislation
Indonesia and Australia, there are similarities and differences in the arrangements in the two countries; 2) the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia does not have any legal effect on Garuda Indonesia's position on flights in Australia; 3) the decision of [2017] HCA 21 High Court of Australia has no impact on business competition law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Youshica Angel
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan menganalisis konsep larangan perjanjian dan pembuktian kartel menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta dampak atau akibat adanya suatu perjanjian kartel di antara pelaku usaha disertai dengan analisis pembuktian dalam putusan perkara nomor 08/KPPU-I/2014 (kartel Industri Otomotif Ban Kendaraan Bermotor Roda Empat) dan putusan perkara nomor 05/KPPU-I/2013 (kartel importasi bawang putih). Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, dan buku. Larangan kartel berawal dari terjadinya krisis ekonomi di Indonesia akibat sistem ekonomi sebelumnya yang mengurangi dan bahkan menghilangkan persaingan sehingga muncul perusahaan-perusahaan yang menguasai sektor-sektor usaha tertentu. Untuk pembuktian, terdapat dua mekanisme pembuktian kartel, yaitu pembuktian langsung dan pembuktian tidak langsung. Pada praktiknya, pelaku usaha tidak membuat perjanjian kartel secara tertulis sehingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus membuktikan kartel melalui bukti tidak langsung, baik bukti ekonomi maupun bukti komunikasi. Sementara itu, dalam penelitian ini, kartel memberikan dampak positif dan negatif terhadap persaingan dan konsumen. Kartel dapat memberikan efisiensi, inovasi dan teknologi, mengurangi risiko usaha, serta memberikan kemudahan akses, menciptakan standar mutu dan pelayanan yang baik untuk konsumen. Namun kartel yang bertujuan untuk menghilangkan persaingan dapat meniadakan persaingan dan membatasi pilihan konsumen atas harga, produk, pelaku usaha, dan akses kepada produk tersebut. Hal tersebut menjadi dasar larangan Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 atas segala perjanjian kartel yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat sehingga dapat diketahui bahwa pendekatan yang digunakan ialah pendekatan role of reason.

This research aims to know, comprehend, and analyze the probihition and evidence concept of cartel according to Law Concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition Number 5 in 1999, as well as the impact or result of the existence of a cartel agreement between business actors, with an evidence analysis from case No. 08/KPPU-I/2014 (cartel automotive industryfour wheel vehicle tires) and case No. 05/KPPU-I/2013 (cartel importation of garlic). This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation, and books. Cartel prohibition started from an economic crisis in Indonesia due to the previous economic system that reduces and even eliminates the competition that arises firms dominating in certain business sectors. There are two mechanism proofing cartel, with direct evidence and indirect evidence. Practically, business actors never make a written cartel agreement so that KPPU had to prove the cartel through indirect evidence, both economic nor communication evidence. Meanwhile, in the research, cartel gives positive and negative impacts to competition and consumers. Cartels can provide efficiency, innovation and technology, reduce business risks, and provide easy access, create good quality standards and services for consumers. However, cartel that aims to eliminate competition may negate competition and limit consumer choice on the price, products, business actors and access to these products. It became the basis of the prohibition at Article 11 in Law No.5/1999 for all cartel agreements which resulted a monopolistic practices or unfair competition using role of reason approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Githa Dwi Damara
"Pada beberapa sektor usaha di Indonesia, masih ditemukan pasar yang berstruktur monopoli karena tidak terdapat banyak pelaku usaha yang mampu untuk memproduksi barang dan/atau jasa dalam sektor tersebut sebab adanya hambatan bagi pelaku usaha untuk memasuki pasar bersangkutan. Dalam hukum persaingan usaha, kondisi yang diharapkan adalah adanya persaingan secara sehat dan kompetitif dalam pasar. Di Amerika Serikat, pada industri di mana hanya dapat diusahakan oleh pelaku usaha yang mempunyai teknologi dan kemampuan khusus, pembangunan dan pengelolaan fasilitas dapat diusahakan melalui skema pengelolaan bersama, seperti pada sektor pengelolaan bandar udara melalui airport-airline consortium.
Pada skripsi ini, Penulis mengambil studi kasus pembentukan salah satu konsorsium perusahaan di Amerika Serikat yaitu Detroit Airlines North Terminal Consortium, dan menganalisis kebijakan yang diterapkan dalam konsorsium tersebut yang mengarah kepada persaingan usaha yang sehat untuk dijadikan perbandingan untuk diterapkan di Indonesia. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Penulis memperoleh kesimpulan yaitu model konsorsium perusahaan dapat diterapkan di Indonesia sebab model konsorsium dapat membuka kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam pasar sehingga dapat mewujudkan pasar yang lebih kompetitif. Akan tetapi, pembentukan konsorsium perusahaan ini juga dapat disalahgunakan oleh para anggotanya untuk membentuk gabungan perusahaan yang lebih besar (trust) yang dapat mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa. Oleh karena itu, diperlukan batasan perilaku dan penyampaian notifikasi kepada KPPU agar persaingan usaha tetap berada pada lajur yang sehat.

Several business sectors in Indonesia are still categorized as monopoly due to high barriers to entry for players to produce goods and/or services, which mainly driven by certain restrictions that hamper the players to enter the market. According to competition law, the expected condition is the existence of fair competition in the market. In the United States, for industries that require the player to possess special technology and capabilities, the development and management of facilities can be carried out through the joint scheme, such as in the airport sector through airport-airline consortium.
In this study, the Author took a case study of the establishment of one of the corporated consortiums in the United States, namely Detroit Airlines North Terminal Consortium, and analyzed the policies implemented in the consortium as a benchmark to be applied in Indonesia. The research method in this study is juridical-normative research with a qualitative approach using library materials.
The Author came to a conclusion that the consortium model could be implemented in Indonesia in order to create a more competitive market since the model brings opportunities for other players to enter the market. Nevertheless, the establishment of corporated consortium might also be misused by its members to form a joint cooperation that leads to a bigger company with the intention to control the production and/or marketing of goods and/or services. Hence, it is essential to apply some behavioral limitations and notify Indonesian Competition Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha / KPPU) to preserve the fair competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S67847
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gessica Freshana Marsauli
"Dalam menjalankan suatu kegiatan usaha, pastilah terdapat satu elemen penting seperti fasilitas, dimana tanpa elemen tersebut kegiatan usaha itu tidak dapat dilaksanakan. Ketika seorang pelaku usaha dominan memegang kontrol terhadap fasilitas penting tersebut, tentunya akan sulit bagi pelaku usaha lain untuk mengaksesnya. Essential Facilities Doctrine (EFD) dianggap sebagai sebuah solusi untuk keadaan ini dimana doktrin ini membebankan kewajiban kepada pelaku usaha dominan untuk memberikan akses menuju fasilitas penting tersebut sehingga pelaku usaha lain dapat menggunakannya. Pertama kali, konsep dan istilah essential facilities doctrine dikenal di dalam antitrust law Amerika Serikat. Tidak hanya dikenal di Amerika Serikat, Uni Eropa juga menggunakan doktrin ini dalam menangani beberapa perkara.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga quasi judisial telah menggunakan konsep ini dalam empat putusannya. Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana penerapan dan pengaturan essential facilities doctrine di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Indonesia serta meneliti urgensi pengaturan essential facilities doctrine di Indonesia. Penulis menyarankan agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk membentuk Peraturan Komisi yang menjelaskan dan mengatur lebih lanjut tentang essential facilities doctrine.

In running a business activity, there must be an essential element (or essential facility). Without that essential facility, a firm cannot run that business activity. When the owner of the facility holds a dominant position in the market, the others will find difficulties to get the access to the facility. Essential Facilities Doctrine (EFD) considered as a remedy to this circumstance. This doctrine put a liability to the dominant firm to grant or open the access to the essential facility, so the other firms can use it. This term and concept of Essential Facilities Doctrine is originated from Antitrust Law Case in United States. European Union also use this term and concept in several cases.
Commission Regulation of Indonesias Competition as a quasi-judicial body in Indonesia also apply this doctrine in four cases. This Thesis will discuss about the application and regulation in United States, European Union, and Indonesia, also analyst about the urgency of regulating essential facilities doctrine in Indonesia. The writer recommends Commission Regulation of Indonesias Competition to regulate essential facilities doctrine.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjie Heryanto Tanuwijaya
"Kartel merupakan jenis perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang anti terhadap persaingan. Para pelaku usaha ini melakukan perjanjian untuk mempengaruhi harga melalui pengaturan proses produksi maupun pengaturan wilayah pemasaran produk. Secara makro ekonomi, keberadaan kartel menimbulkan kerugiaan karena para pelaku usaha anggota kartel setuju untuk melakukan kegiatan yang berdampak pada pengendalian harga seperti pembatasan jumlah produksi, yang akan menyebabkan inefisiensi alokasi dan hilangnya efisiensi ekonomi. Dengan melihat kesulitan untuk mendapatkan bukti langsung direct evidence dalam membuktikan adanya praktek kartel maka sangat diperlukan suatu aturan dalam bentuk peraturan pemerintah yang memberikan ruang dan penerimaan pada kemungkinan digunakannya bukti tidak langsung indirect evidence khususnya bukti komunikasi sebagai salah satu alat bukti dalam memutus kasus dugaan kartel dalam aspek hukum persaingan usaha di Indonesia.

Cartel is a kind of agreement made by the business actor that against the competition. The business actor have made an agreement to influence prices by setting production processes and setting product marketing regional. In macroeconomics, the existence of the cartel raises loss for the reason that the business actor of cartel members agreed to undertake activities that have an impact on price controls such as limiting the number of production, which would lead to inefficiency and loss of economic efficiency allocation. By looking at the difficulty to obtain direct evidence to prove the existence of cartel practices so it will need a rule in the form of goverment regulation that provide room and reception on the possibility of using indirect evidence in particular communication evidence as one type of evidence in deciding the alleged cartel in the aspect of competition law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanita Ariyanti
"Salah satu bentuk keputusan bisnis pelaku usaha untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi adalah melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain (akuisisi). Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah pengambilalihan saham PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam perspektif hukum persaingan usaha. Terdapat beberapa hal dalam hukum persaingan usaha yang harus diperhatikan diantaranya adalah dampak pengambilalihan saham PT Pertamina Gas oleh PT Perusahaan Gas Negara, menilai apakah pengambilalihan saham PT Pertamina Gas oleh PT Perusahaan Gas Negara telah sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 dan peraturan terkait dibawahnya, serta mengetahui apakah terdapat kewajiban yang harus dilakukan pelaku usaha atas pengambilalihan saham PT Pertagas oleh PT PGN berdasarkan hukum persaingan usaha Indonesia. Hal tersebut penting untuk diperhatikan agar iklim persaingan yang sehat tetap terjaga. Persaingan yang sehat menciptakan keuntungan bagi seluruh pihak, yakni konsumen, pelaku usaha, serta negara. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan peraturan perundang-undangan, buku dan jurnal sebagai sumber bacaan, serta wawancara. Pada akhir penelitian ini, Penulis berkesimpulan bahwa pengambilalihan saham PT Pertamina Gas oleh PT Perusahaan Gas Negara belum dapat dikatakan sebagai pelanggaran ketentuan hukum persaingan usaha. Selain itu, tidak ada kewajiban notifikasi yang harus dilakukan pelaku usaha karena keduanya telah merupakan perusahaan terafiliasi.

One form of business decision that can be taken by a business actor to increase effectivity and efficiency is acquisition. The focus of this thesis is about the acquisition PT Pertamina Gas (Pertagas)s shares conducted by PT Perusahaan Gas Negara (PGN) in the perspective of business competition law. There are number of things in business competition law that must be considered including impacts of acquisition, assessing whether the acquisition is in accordance with Law Number 5 Year 1999 and related regulation below, and is there any follow-up action that should be taken by the business actor in accordance with Indonesia business competition law. These are very important to be considered in order to keep a fair competition. Fair competition will create benefits for all parties, namely consumers, business people, and the state. The author uses legislation, books and journals as sources of reading, and also interviews to write this thesis. At the end of this study, the authors conclude that acquisition of PT Pertamina Gas (Pertagas)s shares by PT Perusahaan Gas Negara (PGN) is not a violation of the provisions of business competition law. There is also no obligation to make a notification because the two companies already affiliated."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Rizki Asyura
"Seiring dengan berkembangnya zaman serta teknologi maka kehidupan pun ikut berkembang, seperti cara pembayaran yang dulunya hanya dilakukan menggunakan uang kertas, namun sekarang mengalami perkembangan dengan dapat dilakukan menggunakan kartu. Dalam hal melakukan pembayaran menggunakan kartu tersebut, semuanya akan diproses melalui suatu sistem pembayaran. Penyedia jasa sistem pembayaran terpopuler di berbagai negara tentunya merupakan dua perusahan asal Amerika Serikat yaitu Visa dan Mastercard, namun dalam rangka mengikuti persaingan di bidang sistem pembayaran, maka Bank Indonesia selaku bank sentral menciptakan sistem pembayaran khusus di wilayah domestik Indonesia, yakni Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Penerbitan GPN ini dituangkan ke dalam PBI No.19/8/PBI/2017, PBI mengenai GPN ini juga mewajibkan agar seluruh transaksi domestik diproses melalui GPN. Disisi lain harus dilihat bagaimana pewajiban GPN tersebut jika ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha, namun karena penguasaan terhadap transaksi domestik oleh pihak penyelenggara GPN merupakan hasil dari perintah PBI No.19/8/PBI/2017 dalam rangka menjamin kestabilan sistem pembayaran yang merupakan salah satu tugas dari Bank Indonesia, maka hal tersebut dirasa tidaklah melanggar hukum persaingan usaha. Kemudian untuk penyelenggara GPN harus memberikan   yang terbaik dalam melakukan tugasnya, agar segala tujuan dari diterbitkannya program GPN dapat terpenuhi seutuhnya.
Along with the rise of age and technology, life has also evolved such as the method of payment, that use to be done only by using banknotes, but now it can also be done by using cards. In the case of doing a payment using cards, everything will be processed through a payment system. The most popular providers for payment system service in various countries are two companies from the United States of Americia with the name Visa and Mastercard, therefore in order to compete in payment system services, Bank Indonesia as a central bank create a system of its own for domestic use only called as National Payment Gateway (NPG). The issuance of NPG is through PBI No.19/8/PBI/2017, this PBI also requires that all domestic transactions have to be processed through GPN. On the other hand the obligation of processing domestic transaction through NPG have to be reviewed from the perspective of Competition Law. Monopoly of the domestic transactions by the NPG Organizer is the result of orders by PBI No.19/8/PBI/2017, to guarantee the stability of the payment system, which is one of the duties of Bank Indonesia, then it is deemed not to violate competition law. Furthermore the NPG Organizers must provide the best services in carrying out their duties, so that all the objectives of the NPG program can be fully met."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Nadya Vera Margareth
"ABSTRACT
A majority of business competition violation in Indonesia based on the reports and KPPU decisions published on the KPPU website are regarding tender conspiracy. Rule of Reason is the principle used to prove conspiracy in tenders in Indonesia. The examination does not focus only on the conduct by the business actors but also the impact of such action. In the United States of America, conspiracy in tenders are considered as practices that should be proven by the principle of Per Se Illegal. This thesis analyzes the implementation of the principle of Rule of Reason in Indonesia and whether or not it is suitable for Indonesia.

ABSTRAK
Maraknya pelanggaran terhadap kompetisi hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus konspirasi tender dapat dilihat dari banyaknya laporan yang didapat dapat di lihat dari halaman internet KPPU. di Indonesia, Rule of Reason adalah pendekatan yang digunakan untuk membuktikan konspirasi. Pembuktian tidak hanya terfokus pada adanya adanya tindakan namun juga fokus pada akibat dari perbuatan tersebut. Di Amerika, konspirasi dibuktikan dengan Per Se Illegal. Skripsi ini menganalisa apakah sudah tepat dan pantas penerapan Rule of Reason di Indonesia. "
2017
S68711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>