Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 232203 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Kemal Afiantoro
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi saat ini sangat meningkat pesat, yang menimbulkan adanya produk digital yang tidak memiliki bentuk fisik yang ditransaksikan secara lintas batas negara dan banyak dimanfaatkan oleh konsumen akhir dalam transaksi business-to-consumer (B2C). Penelitian ini membahas mengenai sulitnya pengadministrasian prinsip tujuan barang dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia atas transaksi pemanfaatan produk digital dari luar daerah pabean dalam transaksi B2C yang menggunakan mekanisme customer collection/reverse charge. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Perbandingan dengan regulasi Goods and Services Tax (GST) di Australia dijadikan dasar komparasi untuk dapat menentukan desain kebijakan administrasi dalam mengatasi kesulitan pengadministrasian tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dikomparasikan, regulasi PPN di Indonesia dengan GST di Australia memiliki perbedaan yang signifikan, terutama dalam pengadministrasiannya. Perbedaan tersebut diantaranya dalam hal ketentuan pendaftaran sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk pihak penyedia produk digital dari luar negeri di masing-masing negara agar dapat melakukan pemungutan PPN/GST, definisi yang jelas mengenai termasuk kemana produk digital ini, dan juga tata cara pemungutan dan pelaporan PPN/GST yang terutang atas transaksi ini di Australia yang menekankan kepada supplier collection. Desain kebijakan yang dapat diberikan dari hasil komparasi tersebut adalah dengan membuat mekanisme pendaftaran baru untuk pihak penyedia produk digital dari luar Indonesia agar dapat melakukan pemungutan PPN atas transaksi dari konsumen akhir dengan cara disimplifikasikan mekanisme pendaftaran serta kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

ABSTRACT
The rapid development of technology nowadays resulting in a product which has no physical form whatsoever called digital product that can be transacted across countries with end users can easily utilize those products via internet in business-to-consumer (B2C) transaction. This research discusses about the difficulty in administrating the collection of Value Added Tax (VAT) in Indonesia in regards with the destination principle for digital product supplies from overseas in B2C transaction that currently using the customer collection/reverse charge mechanism. The methodology used in this research is qualitative approach with qualitative data analysis technique. Regulation comparison between VAT in Indonesia and Goods and Services Tax (GST) in Australia is set to be the basis in determining the policy design to address the difficulty that is mentioned. The result from this research shows that in terms of regulation comparison, there are significant differences in how both countries administer the collection of VAT/GST. Those differences are the provision regarding the registration for foreign suppliers of digital products to collect VAT/GST, clear definition regarding which categories these digital supplies belong to, and the procedures to collect and report the VAT/GST payable in this transaction with Australia using the supplier collection mechanism to administer that. Policy design based on that comparison is that Indonesia needs to create new registration system for foreign suppliers of digital products so they could collect VAT from their end users consumers for this transaction with simplified mechanism for both registration and their fulfilment of tax obligations.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyidus Wisnu Widagdo
"Perkembangan perdagangan secara elektronik (e-commerce) telah menyebabkan berkembangnya jenis barang dan jasa yang dijual di media tersebut. Dengan tingginya pengguna internet di Indonesia maka hal ini menjadikan adanya urgensi bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perhatiannya atas pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap barang dan jasa digital. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang didukung dari data-data yang diperoleh selama penelitian, buku-buku, literatur dan sumber lain yang relevan. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap transaksi produk digital diatur dalam Pasal 3A ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009 dan juga Permenkeu Nomor 40/PMK.03/2010 yang mengatur mekanisme reverse charge di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, pengaturan tersebut belum dapat berjalan efektif, hal tersebut karena beban pemungutan, pelaporan dan penyetoran pajak terutang dibebankan kepada si pembeli atau konsumen. Selain itu adanya pelaku usaha yang tidak berkedudukan di Indonesia juga menambah rumitnya permasalahan ini. Sedangkan ruang lingkup Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara lain masih terbatas pada lingkup Pajak Penghasilan. Maka dari itu pemerintah perlu untuk segera memperbarui pengaturan mekanisme pengenaan pajak pertambahan Nilai atas barang dan jasa digital dan juga memperluas lingkup yang ada di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

The development of electronic trading (e-commerce) has led to the growth of goods and services sold in the digital platform/marketplace. With the high Internet users in Indonesia, this makes the urgency for the Indonesian Government to increase its attention to the imposition of value added tax on digital goods and services. The research methods in this study are supported literature research from data obtained during research, books, literature and other relevant sources. The imposition of value added tax (VAT) on the transaction of digital products is regulated in article 3A paragraph (3) UU No. 42 year 2009 and also Permenkeu number 40/PMK. 03/2010 which regulates reverse charge mechanism in Indonesia. However, in its execution, such arrangements have not been able to run effectively, it is due to the burden of voting, reporting and withholding tax payable to the buyer or the consumer. In addition, there are business actors who are not domiciled in Indonesia also increase the complexity of this problem. Therefore, the Government needs to promptly update the setting of the imposition of value added tax on digital goods and services and also expand the scope of the agreement in the avoidance of double taxation."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esi Sekar Rini
"ABSTRAK
Transaksi digital semakin mendominasi sistem perdagangan di era ini, perdagangan elektronik yang timbul karena adanya perkembangan teknologi. Dalam transaksi perdagangan, konsumen merupakan pihak yang memanfaatkan barang dam/atau jasa yang diperoleh. Konsumsi barang dan/atau jasa merupakan hal yang terutang PPN. Pengenaan PPN atas konsumsi dalam Daerah Pabean, dikenakan tanpa melihat dari mana asal barang dan/atau jasa tersebut, termasuk yang berasal dari luar Daerah Pabean. Penelitian ini membahas tentang kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), tertuang di dalam PMK No. 48/PMK.03/2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang perumusan kebijakan dan bagaimana strategi implementasi yang telah disiapkan oleh pemerintah dan membandingkan bagaimana kebijakan dan pengenaan PPN, khususnya atas BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean melalui PMSE dengan negara lainnya di ASEAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perumusan kebijakan dilatar belakangi oleh upaya pemerintah untuk memungut PPN atas barang dan/atau jasa yang berasal dari luar negeri sebagaimana sesuai dengan asas pemungutan pajak yakni equality dan karakteristik PPN yang bersifat netral, serta sesuai dengan konsep destination principle dan didasari oleh asas perpajakan revenue productivity. Dalam penetapan kebijakan, pemerintah memilih opsi yang dapat memberi kemudahan dan efisiensi bagi pemerintah dan Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakan. Selanjutnya, strategi implementasi yang disiapkan oleh pemerintah ialah dengan melakukan sosialisasi internal dan eksternal, serta mempersiapkan sistem yang baik untuk implementasinya baik dari segi teknologi maupun ekonomi.

ABSTRACT
Digital transaction increasingly dominating the trading system in this era, electronic commerce arises due to technological developments. The government needs to implement a policy strategy to optimize taxation of digital transactions, one of which is through the VAT policy on Trade Through Electronic System. In a trade transaction, the consumer is the party who utilizes the goods and/or services obtained. Consumption of goods and/or services is subject to VAT payable. One of the VAT payable of consumption in the Customs Area is imposed regardless of the origin of the goods and/or services, including those which imported from outside the Customs Area. This research discusses about policy of VAT of Digital Goods and Services from outside into Customs and Excises Territory through Trade Through Electronic Systems (foreign e-commerce), which regulated in PMK No. 48/PMK.03/2020. This study aims to analyze the background reason of the policys formulation and to analyze the strategy of implementation which the Government has planned, also to compare the policy and implementation of VAT, especially about foreign e-commerce transaction of Digital Goods and Services, along with the other countries in ASEAN. The method of this research is a descriptive method and the study approach in this research is qualitative. The result of this research indicates that the formulation of the policies is based by the Governments attempt to collect a VAT of goods and/or services from overseas as accordant with the principle of tax collections which are equalityand the characteristic of VAT that tends to be neutral, also suitable with the concept of destination principle and based by the principle of revenue productivity taxation. In the establishment of policies, Government chose the option that give eases and efficiencies for both Government and Taxpayers who engages in taxation obligations. Furthermore, the strategy of implementation which Government prepares is to hold an internalized and externalities socialization, and to organize a decent system for the implementation, both from the technology and economy viewpoint.
"
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Jhon Frans
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui justifikasi perubahan kebijakan fasilitas PPN kepada Penerbangan Angkutan Niaga Nasional dan menganalisis perbedaan perlakuan antara sewa pesawat dalam negeri dengan sewa pesawat dari luar negeri dilihat dari asas netralitas. Pendekatan penelitian menggunakan teknik kualitatif dengan tujuan deskriptif. Data yang dikumpulkan menggunakan data primer dan sekunder.  Data primer yang digunakan adalah hasil wawancara mendalam dan sumber data relevan lainnya, sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari  jurnal,  buku,  dan sumber penelitian lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan kebijakan fasilitas PPN untuk memberikan kemudahan dalam bisnis  perusahaan penerbangan  dan mengikuti perkembangan industri. Adanya perbedaan perlakuan dalam transaksi pemanfaatan sewa pesawat dalam negeri dengan sewa pesawat dari luar negeri yang menyebabkan tidak sesuai dengan asas netralitas.

This study aimed to determine the justification of VAT facility policy changes to the National Commercial Transport Aviation and analyze the difference between the treatment of domestic aircraft lease and foreign aircraft leases be observed from the principle of neutrality. The research approach used qualitative technique with descriptive purpose. Data collected using primary and secondary data. Primary data used are the results of in-depth interviews and other relevant data sources, while secondary data collected comes from journals, books, and other research sources. The results showed that the VAT facility policy changes to provide convenience to airlines in business and follow industry development. There are differences treatment of transactions in the utilization of domestic aircraft leases and foreign aircraft leases that caused it isn’t accordance with the principle of neutrality
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Armani Putri
"Meningkatkan harga produk hasil tembakau melalui pajak yang lebih tinggi dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengendalikan konsumsi dan eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Indonesia termasuk salah satu negara yang memanfaatkan instrumen pajak, salah satunya PPN atas hasil tembakau, namun kenaikan PPN belum memberikan efek yang diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tren kebijakan PPN atas penyerahan hasil tembakau sejak 20 tahun terakhir sesuai amandemen UU dan menganalisis konteks kebijakan Indonesia dengan kebijakan Negara Afrika Selatan dan Filipina. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data studi literatur dan studi lapangan melalui wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan sejak 20 tahun terakhir, terjadi tren kenaikan tarif efektif berkisar rendah antara 0,2 -0,3, tren pemungutan dengan single stage levy, peralihan pengawas pelaksanaan penyetoran dari DJBC ke DJP, dan perubahan DPP untuk pemberian cuma-cuma. Secara teoritis, PPN bukan instrumen yang tepat untuk mengendalikan tembakau di samping cukai. Negara Afrika Selatan dan Filipina memungut PPN secara multi stage dan lebih memanfaatkan instrumen cukai dibandingkan PPN dalam mengurangi konsumsi tembakau, namun PPN dengan kenaikan sebesar 1 di kedua negara tersebut dapat berperan sebagai pungutan tambahan dalam membantu pengendalian tembakau.

Increasing the price of tobacco products through higher taxes is considered to be the most effective way to control the consumption of and the negative externalities caused by tobacco products. Indonesia is one of the countries that use tax as an instrument to curb tobacco consumption, one of them being VAT, but the increase of VAT hasn rsquo t given any desired effect yet. The purpose of this study is to analyze VAT policy trends in Indonesia over the last 20 years in accordance with the amendments to the Act and to analyze the Indonesian policy context with the policy of South Africa and Philippines. This study uses a qualitative approach with descriptive research objective and the data collection techniques of literature study and field study through in depth interview.
The result shows that since the last 20 years, there has been a trend of effective rate increase between 0,2 0,3 , the trend of levy with single stage system, the transfer of supervising authority from DJBC to DJP, and the slight change of tax base for ldquo pemberian cuma cuma rdquo . Theoretically, VAT is not suitable for controlling consumption, in addition to excise duty. South Africa and Philippines collect VAT on a multi stage basis and use excise as the main instrument, rather than VAT, to reduce tobacco consumption, but VAT with recent 1 increase in both countries can at as additional levies in helping tobacco control.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nimas Setia Ningsih
"Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas impor Barang Kena Pajak untuk kegiatan pemanfaatan panas bumi merupakan kebijakan untuk mendukung program pemerintah terkait ketersediaan listrik. Sebelumnya atas impor tersebut telah diberikan fasilitas dibebaskan. Industri pertambangan yang mendapatkan fasilitas ini hanya industri panas bumi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin menganalisis kebijakan fasilitas tersebut ditinjau dari asas netralitas dan asas keadilan dan menganalisis implikasi diberikannya fasilitas tersebut terhadap beban Pajak Penghasilan dan administrasi perpajakan bagi usaha panas bumi rezim lama dan rezim baru. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diangkat. Berdasarkan hasil analisis, fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tersebut tidak sesuai dengan asas netralitas dan asas keadilan karena mendistorsi pilihan industri dalam melakukan impor barang, adanya kemungkinan barang yang diimpor oleh usaha panas bumi tidak benar-benar digunakan untuk kegiatan operasi panas bumi, serta menimbulkan perlakuan pajak yang berbeda dengan industri pertambangan lainnya. Implikasi fasilitas ini adalah meningkatnya Pajak Penghasilan Badan bagi rezim lama dan menurunnya Pajak Penghasilan Badan bagi rezim baru, serta lebih menghemat waktu dan biaya dalam proses pengajuan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dibandingkan fasilitas dibebaskan.

Non-collected Value Added Tax on imports of Taxable Goods for geothermal utilization activities is a policy to support government program related to electricity availability. Previously, the import had been given a Value Added Tax Exempted Facility. The mining industry that gets this facility is only the geothermal industry. Based on this background, researchers want to analyze the facility policy in terms of the principles of neutrality and the principle of justice, as well as to analyze the implications of these facility to the income tax expense and tax administration for the geothermal bussiness in the old & new regime. The research method used in this paper is a qualitative research method. The data used in this thesis is obtained by conducting in-depth interviews with several speakers who are considered relevant to the issues raised. Based on the analysis, Value Added Tax facilities that are not collected on imports of Taxable Goods are not in accordance with the principle of neutrality and tax justice, because they distort the choice of industry in importing taxable goods. There is a possibility that taxable goods imported by geothermal businesses are not actually used for activities in geothermal operations, and cause different treatment with other mining industries. The implication of this non-collected VAT facility is the increase in corporate income tax for the old regime and the decline in corporate income tax for the new regime, and it saves time and costs in the process of submitting facilities compared to the VAT facility that was previously applied."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Noel Anugerah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai analisis pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan video gim digital dari luar negeri.Tujuan penelitian adalah menganalisis pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan video gim digital dari luar negeri. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi literature dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan video gim digital dari luar negeri dipersamakan dengan video gim konvensional. Subjek pajak atas penyerahan video gim dari luar negeri adalah pembeli video gim itu sendiri. Objek pajak atas penyerahan video gim digital dari luar negeri adalah video gim digital yang diserahkan, sebagai barang yang dianggap sebagai objek PPN. Tempat terutangnya PPN atas penyerahan video gim digital dari luar negeri adalah di Indonesia sebagai Negara pengimpor, sedangkan saat terutangnya PPN adalah saat diunduh oleh pembeli. Namun masih sulit untuk memungut PPN atas penyerahan tersebut, karena membutuhkan kesadaran dari wajib pajak untuk memungut"
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khisi Armaya Dhora
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kebijakan PPN atas Jasa Pengangkutan Muatan Ekspor dan Impor dengan Menggunakan Angkutan Laut di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitan deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perubahan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa pengangkutan muatan ekspor dan impor di Indonesia sebelum dan sesudah berlakunya PMK Nomor 80/PMK.03/2012. Selain itu, berbeda dengan Indonesia, Singapura dan Filipina sudah mengatur secara khusus PPN atas jasa pengangkutan di jalur internasional. Kedua negara tersebut memberikan fasilitas PPN atas penyerahan jasa pengangkutan di jalur Internasional. Indonesia dapat mengacu pada kebijakan yang digunakan negara lain dalam hal penerapan alternatif kebijakan PPN yang sesuai atas jasa pengangkutan muatan ekspor dan impor dengan angkutan laut.

ABSTRACT
This study discusses about the policy of Value Added Tax (VAT) on transportation services of export and import cargo with sea transport in Indonesia (comparative study with Singapore and Philippines). This study used a qualitative approach to the type of descriptive research. The research concluded that there are differences between the prior and post establishment of Minister of Finance Regulation Number 80/PMK/2012. Moreover, in contrast to Indonesia, Singapore and the Philippines have set up a special VAT of transportation services on international routes. Both countries are giving the benefit of VAT on international routes service transaction to the related corporates. Thus, Indonesia can refer to foreign policies in terms of implementation of alternatives appropriate policy on VAT of export and import cargo by sea transport."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Subchan
"[ABSTRAK
Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang hasil pertanian telah mengalami pergeseran, dari yang semula tidak dikenakan PPN menjadi dikenakan PPN. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif diskriptif bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan PPN atas barang hasil pertanian, menganalisis implikasi perubahan kebijakan PPN berdasarkan asas revenue productivity, dan menganalisis pertimbangan kebijakan barang hasil pertanian menjadi barang kena pajak (BKP) atau non BKP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan atas barang hasil pertanian menjadi dikenakan PPN, telah sesuai dengan legal character PPN yaitu general, namun karena sektor pertanian termasuk dalam kategori hard to tax maka perlu adanya desain kebijakan khusus atas Pajak Masukannya dikarenakan implikasi dari perubahan kebijakan tersebut, petani dan pengusaha barang pertanian harus menanggung biaya administrasi, daya saing menurun dan terganggunya cash flow. Hasil analisis prinsip revenue productivity, menunjukkan bahwa terdapat kenaikan penerimaan pajak akibat perubahan kebijakan PPN atas barang hasil pertanian. Sementara berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh data bahwa 30 negara memberikan fasilitas khusus berupa zero rated, exemption atau reduced rate terhadap barang hasil pertanian yang dapat menjadi pilihan kebijakan.

ABSTRACT
The Value Added Tax (VAT) Policy on agricultural products has shifted agricultural products from non-taxable to taxable goods. This study applies descriptive-qualitative method in order to, evaluate the appropriateness the VAT Policy on agricultural products, analyse the implication of the VAT Policy on national tax revenue using revenue-productivity principle and analyse government?s consideration in determining agricultural products as either taxable (BKP) or non-taxable goods (non-BKP). The result shows that the new Value Added Tax (VAT) Policy on agricultural products has been on the right path in accordance with the legal character of VAT, general. However, as the agricultural sector is hard to tax, a certain policy is required in stipulating VAT-in crediting mechanism. In fact, this new policy has lowered local farmers and entrepreneurs? competitiveness and significantly disrupted their cash flow. The result of revenue- productivity analysis shows that the new VAT Policy increases national tax revenue. Eventually, data obtained reveals that 30 nations offer VAT facilities on agricultural products such as zero-rate, exemption or reduced-rate policy; these could be solution to this problem., The Value Added Tax (VAT) Policy on agricultural products has shifted agricultural products from non-taxable to taxable goods. This study applies descriptive-qualitative method in order to, evaluate the appropriateness the VAT Policy on agricultural products, analyse the implication of the VAT Policy on national tax revenue using revenue-productivity principle and analyse government’s consideration in determining agricultural products as either taxable (BKP) or non-taxable goods (non-BKP). The result shows that the new Value Added Tax (VAT) Policy on agricultural products has been on the right path in accordance with the legal character of VAT, general. However, as the agricultural sector is hard to tax, a certain policy is required in stipulating VAT-in crediting mechanism. In fact, this new policy has lowered local farmers and entrepreneurs’ competitiveness and significantly disrupted their cash flow. The result of revenue- productivity analysis shows that the new VAT Policy increases national tax revenue. Eventually, data obtained reveals that 30 nations offer VAT facilities on agricultural products such as zero-rate, exemption or reduced-rate policy; these could be solution to this problem.]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>