Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Alfi Sophian
"Ayam ketawa atau yang dikenal dengan nama manu gaga merupakan salah satu jenis ayam hias yang berasal dari Sidrap (Sidenreng - Rappang), Sulawesi Selatan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat kekerabatan ayam ketawa tipe dangdut dan slow berdasarkan morfometrik pita suara dan analisis gen IGF-1. Penelitian dilakukan di
Pinrang, Sulawesi Selatan sebagai tempat galur murni ayam gaga, terdiri dari lima daerah yaitu Kanie, Bullo, Macege, Rappang, dan Sidenreng. Sampel terdiri atas sepuluh ekor ayam ketawa tipe dangdut dan sepuluh ekor tipe slow. Data morfometrik pita suara dicatat dan dianalisis secara statistik. Analisis gen IGF-1 dilakukan isolasi
dari darah. Korelasi antara data morfometrik organ pita suara dan variasi ayam ketawa tipe dangdut dan slow dilakukan menggunakan SPSS (versi 22) sedangkan analisis gen IGF-1 menggunakan metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) dan High-resolution Melting (HRM). Untuk analisis morfometrik, nilai signifikansi () yang ditetapkan adalah 0,01. Berdasarkan Tabel Tests of Equality of Group Means, nilai Sig. untuk variabel syrinx adalah 0,016 > 0,010. Artinya, panjang syrinx tidak dapat menjelaskan perbedaan tipe ayam. Sedangkan untuk variabel trakea, otot trakea kanan, dan otot trakea kiri, nilai Sig. kurang dari 0,010. Artinya, masing-masing variabel tersebut dapat menjelaskan perbedaan tipe ayam. Sedangkan analisis molekuler menunjukkan bahwa target DNA gen IGF-1 berada pada posisi (632 bp), sedangkan hasil analisis polimorfisme menggunakan PCR-RFLP dan HRM diperoleh hasil bahwa
ayam ketawa tipe dangdut dan slow merupakan homozigot. Hasil konfirmasi dengan menggunakan sekuensing diketahuai bahwa ayam ketawa tipe dangdut dan slow memiliki kekerabatan yang dekat.

Gaga chicken, well-known as manu gaga is one type of ornamental chicken
originating from Sidrap (Sidenreng - Rappang), South Sulawesi. The purpose of this study was to examine the relationship of dangdut and slow type gaga chicken based on morphometric vocal cords and IGF-1 gene analysis. The study was conducted in
Pinrang, South Sulawesi as a pure strain of chicken gaga, consisting of five regions,
namely Kanie, Bullo, Macege, Rappang and Sidenreng. The sample consisted of ten
dangdut-type and ten slow-type. Morphometric data on vocal cords were recorded and analyzed statistically, while IGF-1 gene analysis was isolated from blood. The correlation between morphometric data of vocal cords and variations of dangdut and slow type of gaga chicken was done using SPSS (version 22) while IGF-1 gene analysis used Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) and High-resolution Melting(HRM) methods. For morphometric analysis, the significance value (α) set is 0.01. Based on the Tests of Equality of Group Means Table, the Sig. for the syrinx variable is 0.016> 0.010. That is, the length of the syrinx cannot explain the difference in the type of chicken. As for the trachea, right tracheal muscle, and left tracheal muscle, the Sig.
less than 0.010. That is, each of these variables can explain the different types of chickens. While molecular analysis shows that the IGF-1 genes DNA target is in
position (632bp), while the results of the polymorphism analysis use PCR-RFLP and
HRM obtained results that the gaga chicken type of dangdut and slow is homozygous.
Confirmation results using sequenshing are known that the laughing type of dangdut
and slow has a close relationship.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahir Mukhammad
"ABSTRAK

Industri merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi yang berbasis pada faktor-faktor seperti sumber daya manusia, akumulasi modal dan teknologi, dimana industri pangan merupakan salah satu dari komponen penyusunannya. Industri pangan erat hubungannya dengan ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi nasional. Ketahanan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri, maupun impor dari luar negeri. Impor pangan sendiri bergantung pada kebijakan pemerintah dalam perdagangan internasional. Pelaksanaan kebijakan tersebut seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pemerintah sering bersengketa dengan negara lain terkait kebijakan perdagangan internasional. Kasus sengketa baru-baru ini antara Indonesia dengan Brasil menyebabkan Indonesia harus menyesuaikan kebijakan di bidang perizinan impor dengan Putusan WTO DS 484. Perizinan Impor merupakan salah satu bentuk hambatan non-tarrif untuk mengurangi impor di Indonesia yang didalamnya terdapat peryaratan yang harus dipenuhi oleh pengimpor. Selain melalui perizinan, bentuk perlindungan pemerintah juga terdapat dalam beberapa regulasi, yaitu Undang-Undang No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Peternak, Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Peraturan Menteri Pertanian No 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Putusan WTO DS 484 membuat prosedur perizinan tidak terlalu ketat seperti dulu, sehingga dikhawatirkan impor semakin mudah masuk. Hal ini tidak diimbangi daya saing yang kuat dari peternak lokal. Untuk memperkuat daya saing, pemerintah harus mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia, khususnya kedaulatan pada pangan pokok dan komoditas pakan ternak. Sehingga harga produksi dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi pada perdagangan internasional.


ABSTRACT

 


Industry is a concept of economic development that is based on factors such as human resources, capital accumulation and technology, in which the food industry is one component of the system. The food industry has a strong relation with food security and national economic stability. Food security is a result of domestic food production, as well as imports from abroad. Food import depends on government policy in international trade. However, the implementation of these policies often does not meet expectations. The government frequently has disputes with other countries regarding international trade policy. A recent dispute case between Indonesia and Brazil caused Indonesia to adjust its import licensing policy to the WTO Decision DS 484. Import licensing is a form of non-tariff barrier to reduce imports in Indonesia, in which there are requirements that must be met by importers. In addition to licensing, forms of government protection are also contained in several regulations, namely Law No. 18/2009 concerning Animal Husbandry and Animal Health, Government Regulation No. 6/2013 concerning Farmer Empowerment, Law No. 18/2012 concerning Food, Law No. 7 of 2014 concerning Trade, and Regulation of the Minister of Agriculture No. 32 of 2017 concerning Provision, Distribution, and Supervision of the Race of Chicken and Consumption of Eggs. The WTO DS 484 decision makes licensing procedures less strict than before, therefore it is feared that it will be easier for imports to enter. These imports are not balanced by strong competition from local farmers. To strengthen competitiveness, the government must create food sovereignty in Indonesia, especially sovereignty in staple foods and animal feed commodities. In effect, domestic production has high competitive value in international trade.

 

"
2019
T53990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavian Budiansyah
"Perusahaan rintisan merupakan perusahaan yang baru dibentuk dengan tujuan bersaing dalam industri yang kompetitif. Perusahaan rintisan seringkali mengalami kegagalan dalam tahun-tahun awal perkembangannya. Kuliner merupakan salah salah satu bisnis yang paling sulit untuk dijalankan dengan tingkat kegagalan yang tertinggi diantara perusahaan rintisan. Tingginya persaingan dalam bisnis kuliner di Indonesia membuat para pemilik usaha perlu memiliki strategi khusus agar dapat bersaing dan bertahan hidup dalam persaingan. Penelitian ini bertujuan untuk menjadi referensi bagi pengusaha pemula dibidang kuliner mengenai faktor-faktor kesuksesan dan strateginya. Penelitian ini menggunakan metode AHP, kuesioner, dan wawancara kualitatif pada usaha kuliner di Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemilihan strategi dan kualitas makanan menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan usaha kuliner. Strategi yang paling banyak digunakan dalam usaha kuliner ialah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.

Startups are newly born companies which aim to have a competition in industry. Stratup usually fail in their first year. Culinary is one of the most difficult business and suffer some of the highest failure rates among stratup. The high competition in the culinary business in Indonesia makes business owners need to have a specific strategy in order to compete and survive in competition. This study aims to become a reference for novice entrepreneurs in the culinary field regarding the factors of success and strategy. This study uses the AHP method, questionnaires, and qualitative interviews on culinary efforts in Jabodetabek. The results of the study show that the owner charachters and quality is the most influential factor in culinary business success. The most widely used strategy in culinary endeavors is market penetration and product development strategy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pipih Suningsih Effendi
"Ayam ketawa yang juga disebut ayam gaga adalah salah satu ayam hias lokal yang berasal dari Sidrap Sidenreng - Rappang , Sulawesi Selatan. Ayam ketawa memiliki lagu berkokok unik, seperti manusia tertawa. Ayam ketawa yang memiliki pendek dan lambat lagu berkokok bernama tipe lambat, sementara memiliki panjang dan cepat lagu berkokok disebut tipe dangdut. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Sidrap, Sulawesi Selatan sebagai tempat galur murni ayam ketawa, terdiri atas lima daerah yaitu Kanie, Bullo, Macege, Rappang, dan Sidenreng. Lokasi kedua yaitu Kebayoran Lama, Jakarta sebagai daerah distribusi ayam ketawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki sumberdaya genetik ayam ketawa berdasarkan berat badan, bioakustik, dan panjang tulang leher. Dua puluh satu sampel tipe lambat dan delapan sampel tipe dangdut dikumpulkan masing-masing berdasarkan lokasi penyebarannya. Suara kokok data bioakustik tercatat dan dianalisis dengan Cool Edit Pro 2 software Portable. Korelasi antara data bioakustik dan panjang tulang leher atau berat badan dilakukan menggunakan SPSS versi 22 . Menurut uji korelasi Pearson, ada korelasi positif r = 0,7 antara berat badan dan durasi kokok ayam tipe dangdut dari peternakan Sidrap. Korelasi tertinggi sebesar r = 0,9 diperoleh ayam ketawa tipe lambat dari peternakan Jakarta antara panjang tulang leher dan durasi kokok. Rataan durasi suara kokok ayam ketawa tertinggi dihasilkan oleh ayam ketawa tipe dangdut yaitu sebesar 3,89 0,08 berasal dari peternakan Sidrap. Distribusi situs polimorfik sekuens, Cytochrome c Oxidase Subunit-I COI mitokondria yang dihasilkan dari penelitian ini, yaitu pada urutan basa 701?800 sebesar 50 . Hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik menunjukkan bahwa ayam ketawa Bullo dari peternakan Sidrap masih kerabat dekat dengan ayam ketawa di peternakan Kebayoran Lama, Jakarta dengan nilai bootstrap 89,7 . Nilai boostrap tertinggi diperoleh sebesar 96 . Nilai boostrap menjadi tolak ukur penentu tingkat kepercayaan pohon filogeni, hal tersebut menunjukkan bahwa ayam ketawa Bullo berkerabat dekat dengan ayam ketawa Sidenreng dari peternakan Sidrap.

Ketawa chicken well known as ldquo ayam ketawa rdquo belongs to local ornamental chickens originating from Sidrap Sidenreng Rappang , South Sulawesi. Ketawa chicken has unique crowing likes human laughing. Ketawa chicken with long and fast crowing is categorized to dangdut type, while the short and slow crowing is categorized to slow type. This study was conducted at two locations. The first one as is located in Sidrap region of South Sulawesi, consists of five areas, namely Kanie, Bullo, Macege, Rappang, and Sidenreng as origin laocation of pure strain of ketawa chicken. The second location is Kebayoran Lama Jakarta where ketawa chicken is raised outside the place of origin. The objective of present study is to investigate the biodiversity of ketawa chicken based on bioacoustics, body weight, and neck bone length. Twenty one samples of slow type and eight samples of dangdut type from different location are collected. The crowing sound bioacoustics data was recorded and analyzed by Cool Edit Pro Portable 2 software. The correlation between bioacoustics either with the neck bone length or with the body weight was analyzed by SPSS version 22 . According to Pearson correlation test, there were positive correlation between body weight and crowing duration of dangdut type of ketawa chicken from Sidrap. The highest correlation was obtained to 0.9 r 0.9 between the neck bone length and the crowing duration for ketawa chicken slow type from Jakarta. The highest noise duration of 3.89 0.08 was resulted from dangdut type from Sidrap. Cytochrome c Oxidase Subunit I mitochondria resulted from this research, was located at 701 800 base pair by 50 . The phylogenetic tree topology reconstruction revealed that ketawa chickens Bullo from Sidrap showed close relation with their counterparts from Kebayoran Lama, Jakarta at bootstrap of 89.7 . The highest boostrap value was 96 that indicates gaga chicken Bullo was closely related to ketawa chickens Sidenreng, Sidrap. Boostrap value is a barometer in determining the level of confidence of phylogeny tree.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Zulistiana
"ABSTRAK
Gallus gallus domesticus atau yang dikenal sebagai ayam kampung merupakan hasil domestikasi dari jenis ayam hutan merah Gallus gallus gallus. Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Pulau Madura yang memiliki peternakan ayam ketawa hasil domestifikasi dari Kabupaten Sidrap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman ayam ketawa dan solusi pemuliaan ayam ketawa untuk mempertahankan sumber daya hayati, oleh karena itu dilakukan penelitian ayam ketawa berdasarkan analisis bioakustik, morfometrik, dan DNA barcoding. Sampel ayam ketawa yang berasal dari Kecamatan Kamal mempunyai rata-rata durasi kokok terpanjang yaitu 6,00 3,0 detik dan rata-rata jumlah suku kata terbanyak berasal dari ayam ketawa Kecamatan Socah yaitu 7,20 5,80. Hasil analisis morfometrik seluruh populasi ayam ketawa di Kabupaten Bangkalan terdapat delapan karakter morfologi yang berbeda signifikan antara populasi ayam ketawa di Kecamatan Kamal dan Kecamatan Burneh yaitu bobot badan, panjang femur, panjang shank, lingkar shank, panjang sayap, tinggi jengger, panjang jari ketiga, dan panjang tulang dada, sedangkan empat karakter morfologi berbeda signifikan antara populasi ayam ketawa di Kecamatan kamal dan Kecamatan Socah yaitu panjang shank, panjang sayap, panjang jari ketiga, dan panjang tulang dada, serta tiga karakter morfologi berbeda signifikan antar individu di Kecamatan Burneh dan Kecamatan Socah yaitu bobot badan, panjang femur, dan lingkar shank. Adanya perbedaan nilai signifikan karakter morfologi antar populasi disebabkan oleh faktor eksternal. Hasil nilai bootstrap tinggi yaitu 1000, sedangkan pada nilai bootstrap terkecil yaitu 382. Jarak genetik sebagai dasar rekonstruksi pohon filogeni yang dihasilkan dari populasi ayam ketawa di Kabupaten Bangkalan yaitu berkisar antara 0,025--1,872. Analisis molekuler melalui teknik DNA Barcoding dengan Gen Cytochrome Oxidase Sub Unit 1 COI dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies ayam ketawa di Kabupaten Bangkalan G. g. domesticus dan persebarannya.

ABSTRACT
Gallus gallus domesticus or known as native chicken became domesticated from wild junglefowls Gallus gallus gallus. Bangkalan District is one of the districts located in Madura Island which has breeding domesticated chicken from Sidrap District. The purpose of this research is to know the diversity of ketawa chicken and ketawa chicken Breeding solution to preserve the biological resources, therefore the research of ketawa chicken ketawa is done based on bioacoustic, morphometric, and DNA barcoding analysis. Ketawa chicken samples from Kamal Subdistrict had the longest duration of crowing length of 6.00 3.0 seconds and the average number of syllables ketawa chicken was mostly from Socah Subdistrict of 7.20 5.80. Result of morphometric analysis of whole population of ketawa chicken in Bangkalan District there are eight morphological characters significantly different between ketawa chicken population in Kamal Subdistrict and Burneh Subdistrict are body weight, femur length, shank length, shank circumference, wing length, height of comb, third finger length, and chest length, where as four morphological characters were significantly different between ketawa chicken population in Kamal Subdistrict and Socah Subdistrict, are shank length, wing length, finger length, and chest length, and three significantly different morphological characters between individuals in Burneh Subdistrict and Socah Subdistrict namely body weight, femur length, and shank circumference. The existence of significant difference of morphological character between population is caused by external factor. The result of high bootstrap value is 1000, while at the smallest bootstrap value is 382. Genetic distance as the basis of phylogenetic tree reconstruction resulting from ketawa chicken population in Bangkalan District is ranged from 0,025 1,872. Molecular analysis through DNA Barcoding technique with Cytochrome Oxidase Sub Unit 1 COI Genes can be used to identify Ketawa chicken species in Bangkalan District G. g. domesticus and their distribution."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T50132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Sophian
"Ayam nisi merupakan salah satu spesies ayam lokal asli Indonesia yang berasar dari Gorontalo. Di daerah Gorontalo sendiri, ayam nisi dikenal dengan istilah “maluo nisi/ maluo diti” yang berarti ayam kecil. Keterbatasan informasi mengenai ayam ini membuat penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi dalam mendukung penelitian mengenai keanekaragaman ayam lokal di Indonesia. Hasil analisis morfometrik menunjukkan bahwa bahwa hubungan sangat erat atau dekat terjadi antara pada lebar paha (0,942) dengan lingkar lutut (0,898) karna terletak pada satu kuadran yang sama, yaitu kuadran 1. Kemudian hubungan dekat juga terjadi pada variabel Panjang tubuh (0,864) dengan lebar dada (0,865). Lalu kedekatan antara variabel panjang paha (0,850) dengan panjang sayap (0,833). Kemudian lingkar paha (0,817) dengan lingkar dada (0,812), lalu hubungan dengan panjang rusuk (0,741) dengan panjang jari ke- 3 (0,668) dan terakhir hubungan kedekatan antara panjang mulut (0,636) dengan panjang leher (0,702). Hasil analisis bioakustik menunjukkan nilai durasi kokok pada sampel yang terdiri dari 30 ayam jantan menunjukkan rata- rata 1,9837 detik, Frekuensi rata-rata sebesar 733,89 Hz dan jumlah suku kata berjumlah 7 suku kata. Hasil analisis jarak genetik menunjukkan bahwa kekerabatan paling dekat dimiliki oleh ayam ketawa dengan ayam kampung (0,0840). Ayam nisi dan ayam ketawa memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat (2,7258) dibandingan hubungan kekerabatan antara ayam nisi dan ayam kampung. Kedekatan ayam nisi dan ayam ketawa ditunjukkan dengan jarak genetik sebesar (3.5491). Berdasarkant kajian dari tiga masalah tersebut, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap upaya konservasi dan penelitian untuk mengungkap informasi ayam nisi sehingga studi lanjutan bermunculan untuk mengungkap keberadaan ayam nisi. Studi ini diharapkan dapat menjadi pembuka jalan agar ayam nisi dapat dikenali secara luas dan sebagai upaya untuk melestarikan ayam nisi yang informasi dan keberadaannya sangat sulit untuk ditemukan.

Nisi chicken is one of the native Indonesian native chicken species from Gorontalo. In the Gorontalo area itself, nisi chicken is known as "maluo nisi/maluo diti" which means small chicken. Limited information about this chicken makes this research important to do so that it can be a source of information to support research on the diversity of local chickens in Indonesia. The results of the morphometric analysis show that there is a very close or close relationship between thigh width (0.942) and knee circumference (0.898) because they are located in the same quadrant, namely quadrant 1. Then a close relationship also occurs in the body length variable (0.864) with chest width (0.865). Then the closeness between the variable thigh length (0.850) and wing length (0.833). Then the circumference of the thigh (0.817) and the circumference of the chest (0.812), then the relationship between the length of the ribs (0.741) and the length of the 3rd finger (0.668) and finally the close relationship between the length of the mouth (0.636) and the length of the neck (0.702). The results of the bioacoustic analysis showed that the duration of the crow in the sample consisting of 30 roosters showed an average of 1.9837 seconds, an average frequency of 733.89 Hz and a total of 7 syllables. The results of genetic distance analysis show that the closest kinship is between the laughing chicken and the native chicken (0.0840). Nisi chicken and laughing chicken have a closer kinship (2.7258) than the kinship between nisi chicken and native chicken. The closeness between nisi and laughing chickens is indicated by a genetic distance of (3.5491). Based on the study of these three problems, it is hoped that this research can contribute to conservation and research efforts to uncover information on nisi chickens so that further studies emerge to reveal the existence of nisi chickens. This study is expected to pave the way so that nisi chickens can be widely recognized and as an effort to preserve nisi chickens whose information and whereabouts are very difficult to find."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiddria Fala
"Pembangunan peternakan merupakan suatu usaha yang produktif untuk melakukan perubahan bagi kesejahteraan masyarakat. Karena itulah dalam rangka pengembangan usaha kecil dengan berbagai kendala dan tantangannya baik yang berasal dari pelakunya sendiri maupun dari pihak pemerintah sebagai lembaga yang menetapkan kebijakan perlu untuk dicarikan pemecahan masalahnya. Hal ini juga dialami oleh kegiatan usaha kecil peternakan di Kawasan Sentra Produksi Guguk Kabupaten Lima Puluh Kota. Kendala tersebut antara lain mencakup permodalan, pemasaran, dan teknologi pendukung yang tidak dimiliki serta ketergantungan dengan daerah lain penghasil pakan, bibit dan obat-obatari ayam. Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini mencoba untuk melihat dan menganalisa kendala-kendala yang dihadapi para peternak ayam di Kawasan Sentra Produksi Peternakan Ayam Guguk Kabupaten Lima Puluh Kota. Berdasarkan temuan dan analisa tersebut tesis ini juga berusaha untuk.membahas kebijakan-kebijakan seperti apa yang dapat disusun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam membantu usaha peternakan ayam tersebut guna menyempurnakan kebijakan penetapan Kawasan Sentra Produksi Peternakan Ayam Guguk Kabupaten Lima Puluh Kota sehubungan dengan kendala-kendala yang dihadapi oleh peternak tersebut.
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Sentra Produksi Guguk Kabupaten Lima Puluh Kota dengan mempergunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indept interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan dengan purposive dan snowballing. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui 2 tahapan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para peternak berasal dan berbagai tingkat pendidikan yaitu: SD sebanyak 4,38 %, SLTP sebanyak 21,91 %, SLTA sebanyak 63, 34 % dan Diploma s.d. Sarjana sebanyak 10,35 %. Modal yang ada pada peternak banyak yang berasal dari peternak itu sendiri dan ada yang berasal dari lembaga pemberi kredit serta para peternak terkendala dalam mencari modal tambahan untuk pengembangan dan peremajaan peternakan mereka. Teknologi yang digunakan masih kurang dan tidak merata untuk mendukung kegiatan produksi dan pascaproduksi dengan manajemen usaha yang digunakan ada yang menggunakan manajemen perusahaan dan juga menggunakan manajemen keluarga sebagai manajemen yang terbanyak yang dilakukan sehingga terdapat bias antara keuangan rumah tangga dan keuangan perusahaan. Untuk pemasaran hasil produksi peternakan ayam, ada peternak memasarkan sendiri dan lainnya akan menunggu para pembeli datang ke peternakan mereka. Kendala lain adalah besarnya ketergantungan akan dunia luar untuk penyediaan pakan ayam, obat-obatan dan bibit/DOC ayam.
Karena itulah dirasakan perlu intervensi pemerintah dalam rangka pengembangan usaha kecil peternakan untuk mendapatkan modal dari lembaga pemberi kredit dengan kembali memperhatikan sistem pemberian kredit yang telah ada pada saat ini agar benar-benar dapat menyentuh para peternak, penciptaan kestabilan harga produk yang mereka hasilkan, sehingga para peternak memiliki bargaining power terhadap produk yang mereka tersebut. Hal lainnya yang dapat dilakukan pemerintah adalah pengenalan usaha peternakan dengan mempergunakan manajemen perusahaan yang akan sangat membantu peternak untuk memulai usaha mereka bukan hanya sebagai kegiatan untuk menghidupi keseharian mereka saja melainkan dapat menambah kesejahteraan para peternak dan pengenalan serta percepatan penggunaan teknologi yang telah ada agar produk yang peternak hasilkan dapat bersaing dengan produk sejenis dan daerah lain. Disamping itu perlu juga untuk pengenalan pengolahan produk sampingan peternakan sehingga peternak akan menghasilkan nilai tambah untuk penghasilan para peternak ayam tersebut, serta pelebaran pasar produk peternakan dan juga produk sampingannya keluar Sumatera Barat dengan bantuan dari pemerintah sebagai jembatan penghubungnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Ghiffahri Jainuri
"Perdagangan Bebas merupakan semangat yang dijunjung tinggi oleh negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), begitu pula Indonesia dan Brasil. Adanya regulasi Indonesia berkaitan dengan larangan impor ayam dan olahannya merupakan sesuatu yang menciderai perdagangan bebas itu sendiri. Adanya Penyelesaian Sengketa WTO merupakan jalan yang bersifat ajudikatif melibatkan WTO sebagai institusi penegak hokum dunia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif melalui pendekatan kasus, penulisan ini menelaah bagaimana problematika hokum kasus DS 484 ini dapat menyebabkan kedua belah pihak terhambat maupun pihak ketiga di dalam kegiatan perdagangan internasional. Lalu, diberikan jalan keluar akan problematika hokum yang terjadi sehingga diharapkan semangat perdagangan bebas tetap terwujudkan. Adanya penemuan-penemuan hokum yang dilakukan oleh panel menggambarkan adanya unsur diskriminatif yang dilakukan oleh Indonesia terhadap pola dagang internasionalnya, suatu negara tidak bisa hidup sendiri menutu kran ekspor/impor sertaus persen dikarenakan kita adalah masyarakat global. Namun, WTO disini memberikan aturanaturan yang bersifat fleksibel dalam mewujudkan "free trade". Adanya kepatuhan Indonesia di dalam merubah atau memodifikasi peraturan-peraturan diskriminatif terhadap Ayam Gallus Domesticus merupakan suatu perwujudan itikad baik (good faith) suatu negara terhadap putusan panel. Adanya pola-pola transparasi yang dilakukan oleh Indonesia melalui pemberian notifikasi terhadap DSB merupakan salah satu wujud nyata adanya keinginan suatu negara untuk turut andil dalam perwujudan perdagangan bebas. Namun, dikarenakan adanya pandemic COVID-19, jalannya WTO terhambat. Negaranegara sekarang memfokuskan kepada permasalahan ini. Sampai saat ini pengajuan banding yang dilakukan oleh Brasil masih berlanjut, dan diharapkan panel dapat segera menemukan fakta-kakta hokum yang inkonsisten maupun yang selaras dengan GATT 1994.

Free Trade is a one spirit that is held within the WTO members, as well as Indonesia and Brazil. There were some discriminative rules from Indonesia that restrict the demand of chicken import and products from Brazil. That was indeed a violation toward WTO spirit to support free trade. Fortunately, the WTO has their own adjudication system called WTO Dispute Settlement at which parties could submit/report to panels/DSB regarding the issue given. With the legal method of normative-doctrinal, this research focuses on how to solve the legal problem to seek "the way out". Moreover, there are also the WTO remedies at which countries that showed their rules are against WTO principles must abide by the panel report With the panel WT/484/R findings, there were discriminative regulations occurred in Indonesia`s act that against the GATT 1994 Principles. Countries cannot close entirely their gate from export/import transactions. However as members from WTO, we must collide ourselves to abide social cooperation. Thankfully, Indonesia promptly gives regular notifications regarding their modification statue over Gallus Domesticus Chicken so they no longer think about restriction or prohibition. The transparency of what Indonesia did is a form of good faith in order to seek a better understanding within WTO members, as well as Indonesia to Brazil. With the COVID pandemic spread globally, it also hinders the way WTO works. All are postponed. Up to now, the process is still on appealing at which panel must report their findings over DS 484."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Merawang chicken was a local chicken from Bangka Belitung Island, South Sumatera, with a special characteristic an uniform of feather colour by squeezing chocolate or golden in males and also females. The study was conducted to investigate the genetic and phenotype traits of production and reproduction of Merawang chicken. Fourty five males and thirty females of 21 - 26 weeks of age from identified parents were used in this experiment. The observed female variables were body weight, sexual maturity, egg production, fertility and hatchability. The male variables were body weight, sexual maturity, volume of semen, motility and concentration of spermatozoa. Semen were collected once a week by Burrows and Quinn methods. The data were analyzed by Burrows and Quinn methods. The data were analyzed by variance analyses of CRD and nested design to find out variance and covariance components. The results showed that the females variabilities of sexual maturity, body weight, egg production, fertility and hatchability were 8.07%, 10.55%, 24.82%, 38.87% and 19.98%, repectively. The males variabilities of sexual maturity, body weight, volume of semen, motility and concentration of spermatozoa were 4.96%, 14,21%, 42.50%, 7.12% and 45.16%, repectively. The heritabilities of females on sexual maturity, body weight, egg production, fertility and hatchability were 0.311, 0.509, 0.927, 0.677 and 0.314, respectively. The heritabilities of males on sexual maturity, body weight, volume of semen, motility and concentration of spermatozoa were 0.607, 0.393, 0.200, 0.203 and 0.011, respectively."
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>