Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tivania Wiradinata
"ABSTRAK
Mucocele adalah lesi jinak yang terdapat pada mukosa mulut dan merupakan gangguan yang sering terjadi pada kelenjar saliva minor. Mucocele termasuk dalam 17 lesi yang sering terjadi pada rongga mulut yang disebabkan oleh trauma dan obstruksi pada kelenjar saliva. Mucocele dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun pada umumnya terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Penelitian mengenai distribusi dan frekuensi mucocele perlu dilakukan untuk mengetahui epidemiologi dari mucocele, sehingga dapat memberikan informasi berupa prognosis dan kesuksesan perawatan berdasarkan kondisi yang dialami oleh pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo periode 2016-2017. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif retrospektif dengan menggunakan rekam medik pada pasien di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Analisis 8 kasus mucocele berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi terjadinya lesi, ukuran lesi, kondisi lesi, etiologi, jenis perawatan, dan kasus rekurensi. Sebagian besar pasien berumur 11-20 tahun (37,5%) dengan pekerjaan sebagai pelajar (50%). Rasio antara pasien laki-laki dan perempuan adalah 1:3. Lesi paling banyak ditemukan pada bibir bawah (50%) dengan ukuran 6-10 mm (50%) dalam keadaan yang tidak pecah. Etiologi berasal dari trauma dan kebiasaan menggigit bibir. Pilihan perawatan yang sering dilakukan adalah eksisi, yaitu sebanyak 4 kasus. Terdapat 4 kasus rekurensi pada mucocele setelah dilakukan perawatan.

ABSTRACT
Mucocele is a benign lesion found in the oral mucosa and it is a disorder that often occurs in minor salivary glands. Mucoceles are included in 17th common lesions in the oral cavity caused by trauma and obstruction in the salivary glands. Mucocele can occur in various age groups but usually in children, adolescents, and young adults. Research on the distribution and frequency of mucocele needs to be done to determine the epidemiology of mucocele, so it can provide the information of prognosis and success of treatment based on the conditions that experienced by patients at National Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo from 2016-2017. The method of this research is retrospective descriptive study from medical records of National Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo patients. 8 cases of mucocele was analyzed based on age, gender, occupation, location of the lesion, size of lesion, condition of lesion, etiology, type of treatment, and recurrence cases. Most of the patients were 11-20 years old (37.5%) and most of them were students (50%). The ratio between male and female patients is 1:3. Most of the lesions are found in the lower lip (50%) in sizes 6-10 mm (50%) in a non-ruptured condition. The etiology of mucocele are trauma and lip biting habits. The choice of treatment that is often done in 4 cases of mucocele is excision. There were 4 cases of recurrence in mucocele after treatment."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albar Abshar Muhamad
"Tumor odontogenik merupakan jenis tumor yang sering terjadi di regio kepala leher terutama di rongga mulut. Badan Kesehatan Dunia WHO telah membuat klasifikasi yang baru terhadap jenis tumor odontogenik. Kejadian tumor odontogenik di Indonesia dipengaruhi oleh banyak hal di antaranya kondisi demografi, sosioekonomi dan keadaan klinis masing-masing individu. Penelitian mengenai tumor odontogenik masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi tumor odontogenik di Indonesia periode 2012-2015. Analisis dilakukan pada 118 rekam medik pasin tumor odontogenik. Frekuensi dan distribusi dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin, lokasi, pekerjaan, pendidikan, diagnosis tumor, jenis perawatan, spesialisi, gambaran histopatologis, lama rawat inap dan tingkat rekurensi. Mayoritas pasien berusia 31-40 tahun 26,27. Tumor odontogenik ditemukan lebih banyak pada laki-laki dengan rasio 1.03:1. Tingkat pendidikan paling banyak adalah tamat SMA, 35 pasien 29,67. Mayoritas pasien tidak bekerja sebanyak 26 pasien 22,03. Ameloblastoma merupakan jenis tumor paling banyak yaitu 101 kasus 85,60. Tumor odontogenik paling banyak ditemukan di rahang bawah sebanyak 102 kasus 86,44. Penanganan tumor paling banyak dilakukan oleh spesialis bedah mulut sebanyak 91 kasus 77,12. Rata-rata lama rawat inap pasien adalah 9,87 7,60 hari. Terjadi 15 kasus rekurensi pada jenis tumor ameloblastoma.

Odontogenic tumor is a common tumor in the head and neck regio especially oral cavity. World Health Organization WHO in 2005 currently reclassify the classification of tumor odontogenic. The incidence of the odontogenic tumor in Indonesia were depends on demographic conditions, socio economic and clinical condition of the patients. The research about odontogenic in Indonesia are currently limited so this research are conducted to see the frequency and distribution of odontogenic tumor in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital from 2012 2015. 118 medical records was analyzed. Frequency and distribution analyzed concerning age, gender, location of tumor, educational level, occupation, diagnosis, treatment, specialization, histopatologic type, length of stay, and reccurent rate. Most of the patients were 31 40 years old in age 26,27. Odontogenic tumor mostly happen in man with ratio 1.03 1. The educational level of the patients mostly are graduated high school student 29,67 and mostly are not work 22,03. Ameloblastoma is the most common odontogenic tumor 85,60. Mandible is the common site of the odontogenic tumor 86,44. The treatment of the odontogenic tumor mostly done by the oral and maxillofacial surgeon 77,12. Mean of patient length of stay were 9,87 7,60 days. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Azzahra
"Latar Belakang. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien artritis reumatoid (AR) berpotensi menurunkan kapasitas fungsional, kualitas hidup, dan kepatuhan berobat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode. Penelitian dengan desain potong-lintang ini mengikutsertakan pasien AR berusia ≥18 tahun yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM pada periode Oktober-Desember 2021. Data demografik, klinis, terapi, dan laboratorium dikumpulkan. Status fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner MoCA-INA. Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif pada pasien AR: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, durasi penyakit, aktivitas penyakit, skor faktor risiko penyakit kardiovaskular, depresi, terapi kortikosteroid, dan methotrexate.
Hasil. Dari total 141 subjek yang dianalisis, 91,5% adalah perempuan, dengan rerata usia 49,89±11,73 tahun, sebagian besar tingkat pendidikan menengah (47,5%), median durasi penyakit 3 tahun (0,17-34 tahun), memiliki aktivitas penyakit ringan (median DAS-28 LED 3,16 (0,80-6,32)), dan skor faktor risiko penyakit kardiovaskular rendah (median 4,5% (0,2-30 %)). Sebanyak 50,4% subjek diklasifikasikan mengalami gangguan kognitif, dengan domain kognitif yang terganggu adalah visuospasial/eksekutif, atensi, memori, abstraksi, dan bahasa. Analisis regresi logistik menunjukkan usia tua (OR 1,032 [IK95% 1,001–1,064]; p=0,046) dan tingkat pendidikan rendah (pendidikan dasar) (OR 2,660 [IK95% 1,008–7,016]; p=0,048) berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien AR.
Kesimpulan. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di RSCM sebesar 50,4%, dengan faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif tersebut adalah usia tua dan tingkat pendidikan yang rendah.

Background. Cognitive impairment in rheumatoid arthritis (RA) patients could decrease functional capacity, quality of life, and medication adherence. The objective of this study was to explore the prevalence and possible predictors of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta.
Method. This cross-sectional study included Indonesian RA patients aged ≥18 years old, who visited rheumatology clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, on October to December 2021. Demographic, clinical, therapeutic, and laboratory data were collected. Cognitive function was assessed using MoCA-INA questionnaire. Bivariate and multivariate logistic regression analysis were performed to identify predictive factors of cognitive impairment in RA patients: age, gender, education level, disease duration, disease activity, cardiovascular disease (CVD) risk factor scores, depression, corticosteroid, and methotrexate therapy.
Results. Of the total 141 subjects analysed, 91.5% were women, mean age 49.89±11.73 years old, mostly had intermediate education level (47.5%), median disease duration 3 (0.17-34) years. They had mild disease activity (median DAS-28 ESR 3.16 (0.80-6.32)), and low CVD risk factor score (median 4.5 (0.2-30) %). In this study, 50.4% of the subjects were classified as having cognitive impairment. The cognitive domains impaired were visuospatial/executive, attention, memory, abstraction, and language. In logistic regression analysis, old age (OR 1.032 [95%CI 1.001–1.064]; p=0.046) and low education level (OR 2.660 [95%CI 1.008–7.016]; p=0.048) were associated with cognitive impairment.
Conclusion. The prevalence of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital was 50.4%, with the its predictive factors were older age and lower education level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Gamalliel
"Pendahuluan: Penelitian di beberapa negara menunjukkan tingkat penggunaan obat off-label yang tinggi pada pasien pediatrik. Penggunaan obat off-label sendiri berpotensi meningkatkan kejadian efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat off-label kategori usia pada pasien bangsal anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang belum pernah diteliti sebelumnya. Metode: Desain penelitian adalah observasional analitik cross sectional. Sampel merupakan data sekunder dari rekam medis pasien pediatrik yang dirawat di Bangsal Anak RSCM yang dipilih secara consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah rekam medik pasien anak 0-18 tahun yang dirawat di Bangsal Anak RSCM periode Januari – Desember 2018, dan kriteria eksklusi berupa data pengobatan yang sulit dibaca, tidak lengkap, serta peresepan elektrolit, suplemen, dan obat luar. Obat yang diberikan dicatat dan ditabulasi. Status peresepan off-label ditentukan berdasarkan usia ketika obat diresepkan dan dicocokkan dengan ketentuan yang tertera pada label atau referensi yang relevan. Beda proporsi penggunaan obat off-label antar kelompok dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Dari 456 sampel peresepan, 12,5% (CI95 = [9,46%; 15,54%]) di antaranya diberikan secara off-label kategori usia. Berdasarkan klasifikasi ATC, golongan obat terbanyak yang diberikan secara off-label adalah agen antineoplastik dan imunomodulasi (61,2%) dan sistem muskuloskeletal (20,0%). Tidak didapatkan hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan penggunaan obat off-label (p = 0,571; PR= 1,19; CI95 = [0,732; 1,942]) serta antara kategori usia bayi, anak, dan remaja dengan penggunaan off-label (p = 0,392). Kesimpulan: Tingkat penggunaan obat off-label kategori usia di bangsal anak 12,5%. Dalam penelitian ini, jenis kelamin dan kelompok usia tidak berpengaruh terhadap prevalensi penggunaan obat off-label.

Introduction: Various studies conducted in many countries showed high level of off-label drug use in pediatric patients. Off-label drug use may increase the occurrence of adverse drug reactions. This study aims to evaluate off-label drug use in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSCM) which has never been conducted. Methods: Samples were secondary data from medical records of pediatric patients admitted to RSCM Pediatric Ward and collected using consecutive sampling method. Inclusion criteria were medical records of patient of 0-18 years old admitted in the period of January-December 2018, and exclusion criteria were unreadable or incomplete medication record, and electrolyte, supplement, or external medicine. Collected data were recorded and tabulated. Off-label status was determined based on patients’ age when the drug was prescribed and then was matched with the information on the label of the drug or relevant references. Results: Of 456 evaluated prescriptions, 12,5% (CI95 = [9,46%; 15,54%]) were administered off-label according to age category. Based on Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification, the most frequent drugs prescribed off-label were anti-neoplastic and immunomodulating (61,2%) and musculoskeletal system drugs (20,0%). There was no association between gender and off-label drug use (p = 0,571; PR= 1,19; CI95 = [0.732; 1.942]), and also between infant, children, and adolescent age categories and off-label drug use (p = 0,392). Conclusion: The prevalence of off-label drug use according to age category in the pediatric ward was 12.5%. In this study, gender and also infant, children, and adolescent age categories had no effect on the prevalence of off-label drug use."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Trinugroho Fahrudhin
"Pendahuluan: Total Hip Replacement (THR) merupakan prosedur pembedahan tersering pada ekstremitas bawah. Kemajuan teknik operasi dan semakin canggihnya instrumen bedah meluaskan indikasi THR primer pada pasien yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan dan memiliki angka komplikasi tinggi pasca operasi. Prosedur ini disebut THR primer sulit yang dilakukan pada kelompok pasien dengan kelainan panggul kompleks seperti defek tulang panggul, fusi panggul atau kontraktur jaringan lunak.
Metode: 81 prosedur THR primer yang dikerjakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo antara Januari 2012-Juni 2017. Kelompok THR primer sulit terdiri dari 29 pasien dan 52 pasien lainnya merupakan kelompok sederhana. Parameter intraoperatif seperti jumlah perdarahan, durasi operasi, ketepatan penempatan komponen, tingkat komplikasi dan luaran fungsional pasca operasi (Harris Hip Score) pada akhir follow up dicatat dan dilakukan analisis dengan membandingkan kedua kelompok tersebut.
Hasil: Kelompok sulit memiliki jumlah perdarahan (p=<0.001), durasi operasi (p=<0.001) tingkat komplikasi (p=<0.012) lebih besar dibanding kelompok sederhana. Luaran radiologis berupa ketepatan penempatan orientasi komponen pada zona aman tidak memiliki perbedaan antar kedua kelompok (p=0.333). Luaran fungsional pada follow up akhir kelompok sulit (88.67) tidak memiliki perbedaan bermakna (p=0.080) dibandingkan kelompok sederhana (91.50).
Pembahasan: Prosedur THR primer sulit yang dikerjakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo walau memiliki parameter kesulitan dan tingkat komplikasi lebih besar tidak memiliki perbedaan luaran radiologis maupun fungsional dibandingkan THR primer sederhana. Perlu dilakukan identifikasi setiap prosedur THR primer apakah ada, jenis dan tingkat penyulit yang akan dihadapi saat intraoperasi untuk dilakukan perencanaan operasi yang baik sehingga didapatkan hasil luaran yang maksimal.

Introduction: Total hip replacement (THR) is the most common surgery in lower extremities. Improvement in surgical technique and advancement of surgical instrumentation extended the indications for primary THR in previously impossible to treat. This procedure is known as primary difficult THR which performed in patients with complex hip disorders including hip bone defect, hip fusion, or soft tissue contracture.
Methods: 81 primary THR procedures were performed in Cipto Mangunkusumo National Hospital from January 2012 until June 2017. Primary difficult THR group consisted of 29 patients and 52 patients in simple group. Intraoperative parameters including bleeding volume, operation time, complication rate, radiological outcome and functional outcome (Harris Hip Score) were recorded at the end of follow up and analyzed.
Result: Difficult group had bleeding volume (p=<0.001), operation time (p=<0.001), complication rate (p=<0.012), higher than simple group. Radiological outcome is measured by accuracy of component orientation placement in the safe zone resulted no significant difference between two groups (p=0,333). Functional outcome at the end of follow up in difficult group (88.67) did not have significant difference (p=0.080) with simple group (91.50).
Discussion: Primary difficult THR procedure performed in Cipto Mangunkusumo National Hospital although have higher difficulty parameters and complication rates, didn't have significant difference in radiologic and functional outcome compared to simple group. It was necessary to identify each primary THR procedures whether there were any, types and levels of difficulties that would be faced intraoperatively in order to improve preoperative planning so the outcome would be optimal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gestana Andru
"Latar Belakang. Gangguan tidur sering dijumpai pada penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik (LES). Tidur yang buruk berdampak pada kualitas hidup yang rendah serta eksaserbasi akut dari inflamasi akibat LES. Penelitian mengenai kualitas tidur yang buruk pada pasien LES serta faktor - faktor yang berhubungan di Indonesia masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui proporsi kualitas tidur yang buruk pada pasien LES di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan.
Metode. Metode yang digunakan adalah studi potong lintang, melibatkan 166 subjek LES berusia minimal 18 tahun yang berobat ke poliklinik Alergi Imunologi RSCM sejak Januari 2019. Subjek mengisi secara mandiri kuesioner kualitas tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index(PSQI) dan kuesioner gejala depresi dan ansietas menggunakan Hospital Anxiety Depression Scale(HADS). Skala nyeri dinilai mengggunakan Visual Analogue Scale(VAS), aktivitas penyakit LES dinilai menggunakan Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000(SLEDAI-2K). Subjek menjalani pemeriksaan imbalans otonom yang dinilai menggunakan rasio Low Frequency/High Frequency (LF/HF) dari Heart Rate Variability(HRV), dan pemeriksaan kadar high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP).Analisis bivariat menggunakan uji Chi Squaredan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil. Rerata untuk skor PSQI global pada 166 subjek sebesar 9,36 (3,61) dengan proporsi kualitas tidur buruk sebanyak 82,5%. Pada analisis bivariat didapatkan dua variabel dengan hubungan bermakna dengan kualitas tidur yang buruk yaitu gejala depresi (OR: 5,95; p: 0,03) dan gejala ansietas (OR: 2,44; p: 0,05). Regresi logistik tidak menunjukkan variabel dengan hubungan bermakna dengan kualitas tidur yang buruk.
Simpulan.Proporsi kualitas tidur buruk pada pasien LES sebesar 82,5%. Tidak terdapat faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur buruk pada LES.

Background. Sleep disturbances are often seen in systemic lupus erythematosus (SLE). Poor sleep will lead to poor quality of life and frequent exacerbations of SLE. However, studies about poor sleep quality in SLE patients as well as the contributing factors are limited.
Objectives. The aim of this study is to determine the proportion of poor sleep quality in SLE patients in Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSCM) and to assess its contributing factors.
Methods. This study used a cross sectional design involving 166 subjects of SLE patients from Immunology clinic since January 2019. The Pittsburgh Sleep Quality Index was used to assess sleep quality of subjects. Depression and anxiety symptoms was assesed using the Hospital Anxiety Depression Scale (HADS). Pain scale was assesed using Visual Analogue Scale (VAS) and SLE activity was assessed using Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000 (SLEDAI-2K). Autonomic imbalance was assesed using Low Frequency/High Frequency(LF/HF) ratio from Heart Rate Variability(HRV), and subjects went through high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP) test. Bivariate analysis using Chi Square test and multivariate analysis using logistic regression.
Result.The mean global score for the PSQI among 166 subjects was 9,36 (3,61). The proportion of poor sleep quality was 82.5%. There were two variables with significant association including depressive symptoms (OR 5.95; p 0.03) and anxiety symptoms (OR 2.44; p 0.05). There were no variable with significant association through logistic regression.
Conclusion. The proportion of poor sleep quality from SLE patients in RSCM was 82.5%. This study did not find any factors associated with poor sleep quality in SLE patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Binerta Bai Agfa
"Angka kejadian bedah caesar di seluruh dunia terus meningkat setiap tahun. Namun, angka risiko kematian pasca bedah caesar sangat tinggi akibat infeksi. Pemakaian suatu jenis antibiotik profilaksis pada sebagian kasus bedah caesar telah terbukti dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis serta kerasionalan antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah caesar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2015.
Penelitian dilakukan secara observasional dengan menggunakan metode deskriptif dan data diperoleh dari rekam medis pasien secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dinilai dari ketepatan pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan tanpa infeksi luka operasi.
Pasien yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian sebanyak 245 pasien. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah sefazolin (72,66%). Pada penelitian terdapat pasien bedah caesar yang menerima antibiotik profilaksis 100% tepat pasien, 100% tepat indikasi, 98,78% tepat obat, 98,37% tepat dosis dan 72,24% tepat waktu pemberian, serta 98,37% tanpa infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar terbukti 72,24% pasien menunjukkan kerasionalan.
The number of caesarean section in all over the world continue to increase each year. But the rate of post caesarean section risk of death is very high due to infection. The use of a type of antibiotics prophylaxis in some cases of caesarean section has been proven to reduce the occurrence of surgical site infection. The purpose of this study was to know the image of antibiotic prophylaxis and the rationality of antibiotic prophylaxis on caesarean section patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2015.
This study was conducted in observation using descriptive method and the data is acquired from medical record investigation retrospectively. Data were collected using purposive sampling technique. Rational use of antibiotics assessed evaluation of the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, appropriate time and without the provision of surgical site infection.
Eligible patients as subjects of research were 245 patients. Data obtained showed that the most common kind of antibiotic prophylaxis that being used is cefazoline (72.66%). In this study were caesarean patients who received antibiotic prophylaxis showed 100% appropriate patient, 100% appropriate indication, 98.78% appropriate drug, 98.37% appropriate dose, 72.24% appropriate time and 98.37% no surgical site infection. The usage of antibiotic prophylaxis in patients with proven 72.24% caesarean section patients showed rationality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadila
"Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri M. tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paruparu. Lamanya pengobatan tuberkulosis yang berlangsung minimal 6 bulan serta efek samping yang ditimbulkan menyebabkan tidak patuhnya pasien menjalani pengobatan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi penggunaan obat antituberkulosis dan melihat hasil pengobatan dengan menggunakan obat antituberkulosis di Instalasi Rawat Jalan RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Januari 2014 ? Oktober 2015. Metode penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik retrospektif dan mengevaluasi catatan rekam medis dari 223 pasien tuberkulosis paru dengan kasus baru.
Analisis dilakukan pada 223 pasien dimana jumlah penderita perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki yaitu sebesar 53% dan paling banyak diderita oleh pasien dengan umur produktif yaitu pasien dengan rentang umur 46-55 tahun dan pasien dengan rentang umur 26-35 tahun. Sesuai dengan Pedoman Nasional Pengobatan Tuberkulosis, jenis OAT (Obat Antituberkulosis) yang paling banyak digunakan adalah OAT-KDT sebanyak 99,1% dan hanya 0,9% yang menggunakan OAT-Lepasan karena pasien memiliki riwayat hepatotoksis. 49,8% pasien yang menjalani pengobatan selama ≥ 6 bulan dan 43% pasien mendapatkan pengobatan secara rasional. 95% pasien menjalani pengobatan ≥ 6 bulan mendapatkan pengobatan lengkap, dan 95% pasien menjalani pengobatan < 6 bulan merupakan pasien putus berobat.

Tuberculosis (TB) is a contagious infectious disease caused by M. tuberculosis that can affect various organs, especially the lungs. The duration of treatment for tuberculosis at least 6 months. Side effects caused disobedience by patients undergoing treatment. The purpose of this study is to evaluate the use of antituberculosis medicines and see the results of treatment using anti-tuberculosis medicines in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo the period January 2014 - October 2015. This research method is a descriptive analytic retrospective and evaluate the medical record of 223 patients with new cases of pulmonary tuberculosis.
Analysis was conducted on 223 patients in which the number of female patients is higher than in men that is equal to 53% and most suffered by patients with productive age in which patients with a lifespan of 46-55 years and patients with a lifespan of 26-35 years. In accordance with the National Guidelines for Treatment of Tuberculosis, the most widely used the OAT-KDT as much as 99.1% and only 0.9% using OAT-Removable because the patient had a history of hepatotoxic. 49.8% of patients undergoing treatmen't 6 months and 43% of patients receiving treatment in a rational way. 95% of patients undergoing treatment ≥ 6 months get a complete treatment, and 95% patients undergoing treatment < 6 months patients defaulting treatment.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Reniastuti Parwata
"Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi kegiatan yang bersifat manajerial dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan peralatan yang memadai untuk meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin terjamin.

The hospital is a health care institution which organizes personal health services in the plenary that provides inpatient, outpatient and emergency department. Pharmacy services is a direct service and responsible to the patient associated with a pharmaceutical preparation with a view to achieve results that are sure to improve the quality of life of patients. Hospital Pharmaceutical Services includes managerial and clinical pharmacy services. These activities must be supported by human resources, facilities and equipment are adequate to improve therapeutic outcomes and minimize the risk of drug side effects, for the purposes of patient safety so that the quality of life of patients is assured assured.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Budiarti
"Stroke dengan gejala kelemahan fisik menyebabkan gangguan mobilisasi. Kondisi imobilisasi menyebabkan pasien sulit melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Ketidakmampuan dalam beraktifitas menyebabkan kondisi tirah baring yang lama sehingga berisiko terhadap kejadian luka tekan. Pencegahan luka tekan dapat dilakukan dengan pemberian pengaturan posisi pada pasien stroke iskemik. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien stroke dan menganalisis penerapan intervensi pengaturan pisisi pada pasien stroke. Pengaturan posisi adalah merubah posisi dari miring kanan, terlentang dan miring kiri secara bergantian setiap 2 jam sekali.Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa pengaturan posisi yang diberikan selama 6 hari perawatan berpengaruh terhadap penurunan risiko luka tekan. Skala Braden meningkat dari hari pertama sampai dengan hari terahir yaitu 8,8,9,11,13,13 . Dari peningkatan Skala Braden tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaturan posisi dengan alih baring setiap dua 2 jam efektif untuk meningkatkan sirkulasi jaringan yang tertekan pada pasien stroke yang mengalami kelemahan ekstremitas. Integritas kulit tetap terjaga, tidak ditemukan tanda-tanda kemerahan, udem dan adanya luka tekan. Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi studi kasus pencegahan luka tekan pada pasien stroke yang kemudian dapat dikembangkan menjadi penelitian dan landasan pemberian intervensi pengaturan posisi pada pasien stroke.
Stroke with symptoms of physical weakness leads to disruption of mobilization. Immobilization makes patient difficult to perform activities to meet their daily needs. The inability to perform activity in long period increases the risk of pressure ulcer. Prevention of pressure ulcer can be performed by positioning arrangements in patient with ischemic stroke. This paper aimed to analyze nursing care in stroke patients and analyze the application of positioning in patient with stroke. Positioning is to set patient positioning into right sloping, supine and left slant alternately every 2 hours. The results indicated that setting the position given for 6 days of treatment affected the reduction of risk of bed sore. The Braden scale increased from the first day to the last day 8,8,9,11,13,13 . An increase inscore of Braden Scale implied that positioning in two 2 hours were effective to improve the circulation of depressed tissue in stroke patients with limb weakness. The integrity of the skin was maintained, there were no signs of redness, oedema and the presence of pressure sores. This paper is expected to be utilized as study case to prevent pressure ulcer in patients with stroke and may be developed into research and guideline of positioning in stroke patients. "
2020
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>