Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92510 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Medina Austin
"Peraturan BPJS Ketenagakerjaan mewajibkan pemberi kerja untuk mendaftarkan seluruh pegawainya baik itu pegawai tetap maupun Pegawai Tidak Tetap. Peraturan pelaksana perpajakan tentang PPh Pasal 21 yakin PER -16/PJ/2016 sudah mengatur secara rinci untuk pegawai tetap yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, namun belum mengatur secara rinci mengenai mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepastian hukum atas kebijakan penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tidak Tetap yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Metode penelitian ini adalah postpositivist.
Hasil penelitian menunjukan bahwa asas kepastian hukum dalam penerapan PPh Pasal 21 tidak sepenuhnya memenuhi indikator-indikator dari kriteria asas kepastian hukum, khususnya untuk indikator objek pajak tidak memenuhi asas kepastian hukum dalam hal penentuan Dasar Pengenaan Pajak atas iuran BPJS Ketenagakerjaan. Sebaiknya PER - 16/PJ/2016 perlu disempurnakan lagi dengan menambahkan subbab tentang contoh penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan regulations require employers to register all of their employees, both permanent and temporary employees. Tax regulation of Income Tax Article 21 that is PER - 16/PJ/2016 has regulated in detail for permanent employees who registered at BPJS Ketenagakerjaan, but it has not arranged in detail for temporary employees registered at BPJS Ketenagakerjaan. This study aims to analyze certainty principle of implementation Income Tax Article 21 for temporary employees registered at BPJS Ketenagakerjaan. This research method is postpositivist.
The results showed that certainty principle has not been accordance with criteria of the certainty principle. For tax object indicator it does not fulfill certainty principle in terms of determining the tax base. PER - 16/PJ/2016 should to be refined by adding a sub-section on the example of calculating Income Tax Article 21 for temporary employees registered at BPJS Ketenagakerjaan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Badai Yuda Pratama
"Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 yang memperbolehkan pengambilan Jaminan Hari Tua (JHT) secara bertahap memicu perselisihan di antara masyarakat dengan otoritas pajak. Perselisihan ini disebabkan adanya perlakuan pajak progresif pada pengambilan bertahap, sementara pengambilan sekaligus diperlakukan dengan tarif prefresial dan final. Tujuan Penelitian ini menganalisis perbedaan perlakuan tersebut dalam dimensi asas keadilan dan netralitas pajak. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian ini menunjukan perlakuan pajak dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2019 mendistorsi asas keadilan atas penghasilan JHT dan memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam melakukan penarikan JHT sehingga tidak netral.

Government Regulation No. 46 Year 2015 that enables gradual withdrawal on Old Age Saving sparks a conflict between society and The Tax Authority. The major reason of this conflict is the imposition of progressive tax rate on the Old Age Saving partial withdrawal while the full withdrawal that is made at once is withold with preferential rate and final treatment. This research analyzes the difference of tax witholding treatment on Old Age Saving income under tax equity and neutrality principle. The research is conducted using qualitative approach with in-depth interviews as data collecting technique. The result suggests that the tax treatment under Government Regulation No. 68 Year 2019 distorts the equity principle and poses a degree of influence on the tax payers to withdraw Old Age Saving; hence makes it not neutral."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafid Rahmadi
"Peraturan PER-31/PJ/2012 tidak mencantumkan kata ?magang? seperti yang ditetapkan pada PER-31/PJ/2009. Oleh sebab itu, penerima penghasilan magang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, hal ini berarti bertentangan dengan asas kepastian hukum karena memiliki penafsiran yang berbeda (Nurmantu, 1994:110). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas penghasilan magang ditinjau dari asas kepastian hukum dan untuk menganalisis pengenaan PPh Pasal 21 yang benar atas penghasilan magang. Demi menjawab pokok permasalahan, penelitian menggunakan teori asas kepastian hukum yang dicetuskan oleh Mansury (1996:5) sebagai tolak ukur pengujian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data wawancara mendalam. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan peserta magang belum memenuhi asas kepastian hukum. Pengenaan PPh Pasal 21 yang benar atas penghasilan magang yaitu mengklasifikasikan penerima penghasilan magang sebagai Pegawai Tidak Tetap.

PER-31/PJ/2012 regulation doesn?t mention ?internship? word as mentioned in PER-31/PJ/2009. Therefore, internship employee could be classified into 3 (three) categories, this means a contradiction to certainty principle (Nurmantu, 1994:110). This research aims to analyze the mechanism of withholding income tax Article 21 on the internship income based on certainty principle and to analyze the correct withholding tax of internship income. This research used certainty principle (Mansury, 1996:5) to answer the main issues. This descriptive research used quantitative approach with in depth interview as data collection technique. Result of this research is withholding tax Article 21 of internship income still has a contradiction to legal certainty principle. The correct income tax Article 21 imposition on internship income is classified internship employee as Temporary Employee."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S57350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Belianto
"Skripsi ini membahas tentang mekanisme penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pegawai tetap. Skripsi ini berfokus pada analisis penggunaan metode Estimasi dan Bayangan dalam menghitung PPh Pasal 21 atas pegawai tetap. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode Estimasi dan Bayangan memiliki hasil penghitungan PPh Pasal 21 yang sama dalam setahun, tetapi dalam hal penghitungan setiap masanya terdapat perbedaan hasil. Metode Bayangan tidak dicontohkan dalam ketentuan perundangan yang berlaku, sehingga apabila terdapat penghitungan ulang oleh petugas pajak dengan metode Estimasi dan terdapat selisih kekurangan bayar, maka atas selisih kekurangan bayar PPh Pasal 21 tersebut dan sanksi administrasi perpajakan atas selisih kekurangan bayar tersebut akan ditanggung oleh pihak pemotong pajak.

This thesis discusses about the mechanism of calculation of Income Tax Article 21 on a permanent employee. This thesis focuses on the analysis of the use Forecast and Running method in calculating Tax Article 21 of the permanent employee. This study uses a qualitative approach with descriptive. The results of this study indicate that the use of methods Forecast and Running has the same count results Tax Article 21 in in a tax year, but in terms of counting every month there are differences in the results. Method of Running is not exemplified in in the provisions of legislation, so that if there is a recount by the tax officer with the method Forecast and there is a difference underpayment, then the difference between the underpayment of income tax Article 21 and sanctions the tax administration on the difference underpayment will be borne by the tax withholder."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Suzan Stevan
"Ketidaksesuaian peraturan pelaksana Pajak Penghasilan Pasal 21 atas komisi PDLA yaitu PMK No.206/PMK.011/2012 dan Peraturan DJP No.31/PJ/2012 dalam menerapkan PTKP menimbulkan ketidakpastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 PDLA yang terdapat dalam peraturan DJP dan PMK ditinjau dari aspek certainty dan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 PDLA oleh perusahaan asuransi di Indonesia sebagai withholder. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknis pengumpulan data wawancara mendalam.
Hasil penelitian adalah peraturan DJP dan PMK menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) hukum dalam menetapkan hak PDLA untuk mendapatkan pengurangan PTKP dan perusahan asuransi sebagai pemotong pajak menggunakan PMK sebagai acuan dalam penerapan PTKP serta menggunakan peraturan DJP dalam menerapkan tarifnya.

Incompatibility withholding tax regulations implementing income tax article 21 of PDLA commission is PMK No.206/PMK.011/2012 and regulation of DJP No.31/PJ/2012 in applying the taxable income can create legal uncertainty. This study aimed to explain the withholding tax provisions of Tax Income Article 21 to PDLA contained in the regulations DJP and PMK in terms of aspects certainty and explain the implementation of withholding tax of Tax Income Article 21 ​​PDLA by insurance companies in Indonesia as withholder. This study used a quantitative approach with in-depth technical analysis of interviews and literature studies.
The result of the study is that the DJP rules and PMK still pose uncertainty rules, there is uncertainty law to ensure the right PDLA as Non-Official Taxpayers for a reduction of PTKP and the insurance company as a withholder using the PMK as a reference in the application of regulatory and non-taxable income using the DJP rules apply charge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafili Pramudita
"Terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021 kembali merevisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), salah satunya adalah mengenai perlakuan PPh atas biaya imbalan natura dan/atau kenikmatan. Penelitian ini membahas mengenai adanya perbedaan klausul dalam UU PPh hasil revisi UU HPP dengan peraturan turunannya mengenai pengaturan perlakuan PPh atas biaya natura dan/atau kenikmatan, dengan tujuan menganalisis keselarasan kebijakan pengaturan PPh atas biaya imbalan dan/atau kenikmatan dalam UU PPh hasil revisi UU HPP dengan peraturan turunannya ditinjau melalui asas preferensi berupa lex superior derogat legi inferiori. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa asas preferensi lex superior derogat legi inferiori belum dapat diimplementasikan secara pasti, karena masih terdapatnya perbedaan interpretasi baik dari otoritas pajak, maupun dari akademisi dan praktisi, dengan akademisi dan salah satu praktisi yang berpendapat bahwa peraturan tersebut bersifat tidak selaras, namun DJP dan salah satu praktisi berpendapat bahwa peraturan tersebut sudah bersifat selaras. Oleh karena itu, disarankan agar otoritas pajak memberikan sosialisasi secara lebih konkret mengenai perlakuan PPh atas biaya natura dan/atau kenikmatan, dengan memberikan contoh kasus dalam sosialisasinya, sedangkan untuk wajib pajak disarankan agar dapat menyertakan dokumentasi dan pembuktian yang menyatakan bahwa biaya natura dan atau kenikmatan memang berhubungan dengan komponen 3M, sehingga potensi sengketa dapat diminimalisir.

The enactment of the Harmonization of Tax Regulations Act in 2021 revised the Income Tax Law, including the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure. This study discusses the differences in clauses between the revised Income Tax Law on the Harmonization of Tax Regulation and its derivative regulations regarding the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure, aiming to analyze the alignment of income tax policy on both of the regulations from the preference principle of
lex superior derogat legi inferiori. The research used a qualitative method, with data collection techniques including literature studies and in-depth interviews. The result of this study reveal that the preference principle of lex superior derogat legi inferiori cannot yet be definitively implemented, as there are still differences in interpretation persist between tax authorities, academics, and practitioners. The tax academics and one of the practitioners stated that the regulations did not align, while the tax authorities and one of the other practitioners stated that the regulations did align. Therefore, it is recommended for tax authorities to provide more concrete socialization regarding the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure, including giving some case as some examples, while the taxpayers are recommended to include the documentation and proof stating that the cost are indeed related to the 3M components, so that the potential disputes can be minimized. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Ramadhita Putri
"This internship report aims to evaluate the Withholding Procedure of Income TaxArticle 21 in PT. TUV. The process that are evaluated is the identity verification and correction, and data entry for Income Tax Article 21 Withholding Procedure. The evaluation was carried out by the rules and regulations that based the obligation of Income Tax Article 21 and the Standard of Procedure that are owned by the company. The method use in this report is to compare between the regulations and the standard of procedure with the real practice that conducted in the internship. The evaluation result show that the Withholding process is in accordance with the law and the Standard of Procedure but there is an obstacle in the process as PT. TUV still use paper-based document. This report also explains about the author’s self-reflection during the internship period, describing personal experiences, and lesson learned in the context of real work environment.

Laporan magang ini bertujuan untuk mengevaluasi Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. TUV. Proses yang dievaluasi adalah verifikasi dan koreksi identitas serta input data Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21. Evaluasi dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang mendasari kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Standar Prosedur yang dimiliki perusahaan. Metode yang digunakan dalamlaporan ini adalah dengan membandingkan antara peraturan dan standar prosedur dengan praktik nyata yang dilakukan selama magang. Hasil evaluasi menunjukkanbahwa proses Pemotongan telah sesuai dengan undang-undang dan Standar Prosedur namun terdapat kendala dalam prosesnya karena PT. TUV masih menggunakan dokumen berbasis kertas. Laporan ini juga menjelaskan tentang refleksi diri penulis selama masa magang, menggambarkan pengalaman pribadi, dan pembelajaran dalam konteks lingkungan kerja nyata."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tarisa Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interpretasi hukum terhadap imbalan dalam bentuk kenikmatan yang mengalami perubahan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam klaster pajak penghasilan, dengan penekanan pada aspek kepastian hukum. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah paradigma post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini mengungkapkan kesimpulan berdasarkan 6 (enam) dimensi kepastian hukum, yaitu (1) dimensi materi/objek hukum belum mampu memberikan kepastian hukum yang memadai; (2) dimensi subjek hukum memberikan kepastian hukum yang memadai, (3) dimensi pendefinisian belum memberikan kepastian hukum, (4) dimensi perluasan/penyempitan juga belum memberikan kepastian hukum, (5) dimensi ruang lingkup belum memberikan kepastian hukum, dan (6) dimensi penggunaan bahasa hukum masih belum mampu memberikan kepastian hukum. Berdasarkan temuan penelitian ini, terlihat bahwa kebijakan pajak penghasilan terbaru terkait imbalan kenikmatan belum mampu memberikan kepastian hukum, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa pajak dalam implementasinya. Oleh karena itu, disarankan agar muatan undang-undang lebih diperjelas dan disempurnakan melalui regulasi perpajakan yang berkaitan dengan imbalan kenikmatan, guna memberikan kepastian hukum yang lebih baik. Dengan meningkatkan kejelasan hukum, para pengambil kebijakan dapat menciptakan lingkungan perpajakan yang stabil dan dapat diprediksi, yang menguntungkan baik bagi para wajib pajak maupun administrasi perpajakan. Memperkuat kerangka hukum akan mengurangi potensi sengketa yang berlarut-larut dan berkontribusi pada pembangunan sistem perpajakan yang adil dan efektif.

The objective of this research is to comprehensively analyze the legal interpretation of benefits in the form of perks, which have undergone modifications as a result of the enactment of the Harmonization of Tax Regulation Act in the income tax cluster, with a specific focus on establishing the extent of legal certainty. Employing a post-positivist paradigm, the study employs a combination of literature review and in-depth interviews as data collection techniques. The research findings shed light on the six dimensions of legal certainty. Firstly, the material/legal object dimension fails to provide the required level of legal certainty. Secondly, while the legal subject dimension achieves a satisfactory level of legal certainty, shortcomings are observed in other dimensions. Thirdly, the definition dimension lacks the necessary legal certainty. Fourthly, both the expansion/narrowing dimension and the scope dimension exhibit inadequacies in ensuring legal certainty. Lastly, the utilization of legal language dimension falls short in establishing legal certainty. Based on these research outcomes, it becomes apparent that the latest income tax policy concerning perks fails to guarantee legal certainty, which in turn may lead to tax disputes during implementation. Consequently, it is strongly recommended to clarify and enhance tax regulations pertaining to perks to ensure a higher level of legal certainty. By fostering improved legal clarity, policymakers can cultivate a stable and predictable tax environment that benefits both taxpayers and tax authorities. Strengthening the legal framework will reduce the likelihood of protracted disputes and contribute to the development of an equitable and effective tax system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dilla Ramadhanty
"Saat ini permasalahan mengenai pandemi COVID-19 telah menyita perhatian dunia. Efek yang ditimbulkan nyaris terjadi di semua bidang di dalam negeri, salah satunya berdampak pada kondisi perekonomian di Indonesia. Terdapat keterkaitan dan ketergantungan antara perpajakan dengan pertumbuhan ekonomi, karena potensi perpajakan teletak pada kegiatan ekonomi. Guna membantu wajib pajak dalam mengatasi pandemi yang berkepanjangan, pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) atas Pajak Penghasilan Pasal 21. Apakah hasil yang diharapkan sehubungan pelaksanaan kebijakan telah memenuhi sasaran dan tujuan dari kebijakan oleh DJP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitif dengan paradigma post positivis, dengan melakukan studi lapangan dalam hal ini wawancara mendalam, dan survei dalam hal ini membagikan kuesioner kepada wajib pajak pemberi kerja Hasil dari penelitian ini adalah dalam mengevaluasi kebijakan dapat dilakukan dengan mengaitkan 6 (enam) kriteria, yaitu efektivitas, efisiensi, kesamaan, kecukupan, responsivitas, dan ketepatan.

Nowadays, the issue of the COVID-19 pandemic has seized the world’s attention. The effect that occur in almost all fields in the country, one of which has an impact on economic conditions in Indonesia. There is a relationship and dependence between taxation and economic growth, because the potential for taxation lies in economic activities. In order to assist taxpayers in overcoming a prolonged pandemic, the government issued a policy, namely Government-Borne Tax Incentives on Article 21 Income Tax. Have the expected result regarding the implementation of the policy by DGT. The method used in this study is a quantitative approach with a post-positivist paradigm, by conducting field studies in this case in-depth interviews, and surveys in this case distributing questionnaires to taxpayers. The result of this study is that n evaluating policies, it can be done by linking six criterias namely effectiveness, efficiency, similarity, adequacy, responsiveness, and accuracy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Nur Zahra
"Kebijakan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sesuai PP 58/2023 dan PMK 168/2023 diharapkan dapat menciptakan administrasi perpajakan yang lebih mudah. Namun, kebijakan TER dan kebijakan lainnya justru berpotensi tidak sepenuhnya menciptakan kondisi yang memudahkan bagi Wajib Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan TER dalam pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditinjau dari asas ease of administration, dengan analisis terkait latar belakang, urgensi, dan faktor pendukung maupun penghambat dari kebijakan ini. Pendekatan penelitian ini menggunakan metode post-positivist dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan ini bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak melalui regulasi yang sederhana, pengawasan oleh DJP, dan pengawasan bagi karyawan. Namun, dilihat dari asas ease of administration, kebijakan TER masih belum sepenuhnya memenuhi asas yang ada. Kebijakan ini telah menunjukkan kejelasan subjek pajak, objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, waktu pemberlakuan, dan mekanisme kompensasi atas Lebih Bayar, namun aspek prosedur teknis perhitungan, mekanisme pengembalian Lebih Bayar dari pemberi kerja ke karyawan, dan mekanisme pemeriksaan PPh Pasal 21 masih perlu diperhatikan. Kebijakan TER menyederhanakan proses perhitungan PPh Pasal 21 di Masa Pajak Januari-November, namun menimbulkan kesulitan di akhir tahun. Sistem pelaporan e-Bupot 21/26 yang digunakan juga belum sepenuhnya mendukung penerapan TER, terutama di masa transisi. Faktor pendukung kebijakan ini meliputi sistem pelaporan terbaru dan strategi komunikasi yang efektif. Faktor penghambat meliputi keterbatasan waktu pelaksanaan, gejolak internal antara pemberi kerja dan karyawan, serta ketidaksiapan sarana penunjang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan TER dalam pemotongan PPh Pasal 21 memerlukan penyempurnaan agar lebih konsisten dengan asas ease of administration. Rekomendasi yang diberikan meliputi evaluasi dan penyesuaian sistem secara masif, pengenalan mekanisme restitusi atau pemindahbukuan untuk Lebih Bayar PPh Pasal 21, dan pengembangan strategi manajemen keuangan oleh pemberi kerja.

The Average Effective Rate (TER) policy for withholding Income Tax (PPh) Article 21 as per PP 58/2023 and PMK 168/2023 is expected to simplify tax administration. However, the TER policy and other regulations may not entirely create favorable conditions for taxpayers. This study aims to analyze the TER policy in the context of withholding Income Tax Article 21, focusing on the ease of administration principle, including an analysis of the background, urgency, and supporting and inhibiting factors of this policy. The research employs a post-positivist approach, utilizing field studies and literature review techniques. The findings indicate that the TER policy aims to enhance tax compliance through simple regulations, supervision by the Directorate General of Taxes (DJP), and supervision for employees. However, from the perspective of ease of administration, the TER policy does not fully meet the existing principles. While the policy provides clarity on tax subjects, tax objects, tax bases, tax rates, implementation timing, and compensation for overpayments, aspects such as technical calculation procedures, mechanisms for returning overpayments from employers to employees, and the Income Tax Article 21 audit mechanism require further attention. The TER policy simplifies the calculation process for Income Tax Article 21 from January to November but creates difficulties at the year-end. The e-Bupot 21/26 reporting system also does not fully support the implementation of TER, especially during the transition period. Supporting factors for this policy include the latest reporting system and effective communication strategies. Inhibiting factors include the limited implementation time, internal conflicts between employers and employees, and unprepared supporting facilities. This study concludes that the TER policy for withholding Income Tax Article 21 needs refinement to align better with the ease of administration principle. Recommendations include massive evaluation and adjustment of the system, introduction of a restitution mechanism for overpayment of Income Tax Article 21, and the development of financial management strategies by employers."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>