Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67521 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reisa Cahaya Putri Wibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan Pesawat Angiografi Siemens Artis Zee untuk mengukur prosentase dosis kedalaman (Percentage Depth Dose, PDD) untuk mempelajari dosis di bawah kulit. Pengukuran PDD dilakukan dengan menggunakan film Gafchromic XR-RV3 yang diletakkan di antara fantom akrilik dengan 6 variasi filter pesawat, 5 variasi tegangan tabung, dan 3 variasi fokus berkas. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dosimetri yang didapatkan bersesuaian dengan teori, dimana titik kedalaman maksimum dan titik persentase dosis <10% semakin dalam dengan meningkatnya tegangan tabung dan filter tambahan, sementara ukuran fokus tidak memberikan pengaruh. Penelitian ini juga menunjukan bahwa dosis telah diserap sebesar lebih dari 69% oleh tubuh pada kedalaman 150 mm. Disimpulkan juga bahwa film Gafchromic XR-RV3 tidak dapat digunakan dalam pengukuran PDD angiografi dengan posisi permukaan tegak lurus berkas karena faktor buildup. Karenanya, diperlukan studi tambahan untuk menginvestigasi kedalaman buildup pada film Gafchromic XR-RV3 untuk keperluan pengukuran PDD.

ABSTRACT
This study used Siemens Artist Zees Angiography to measure the percentage of depth dose (PDD) to investigate dose behaviour under the skin in angiography. The PDD measurements were carried out using the Gafchromic XR-RV3 film positioned between acrylic phantoms with 6 variations of added filtrations, 5 variations in tube voltage, and 3 variations in beam focal spot sizes. The results showed that the dosimetry characteristics obtained were in accordance with the theory, where the maximum depth point and point of <10% dose went deeper with the increase of tube voltage and additional filters, and with the focal spot size having no effect. Results also shown that dose were absorbed by more than 69% by the body at 150 mm depth. It was also concluded that the Gafchromic XR-RV3 film may not be ideal in measuring PDD for angiography with the position of the film perpendicular to the beam, i.e due to horizontal buildup factor. Therefore, additional studies are required to investigate the buildup depth in Gafchromic XR-RV3 film for PDD measurement purposes."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Nurtriningsih
"Studi dilakukan pada 20 pasien intervensi jantung: 12 coronary angiography (CA) dan 8 percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA). Dosis permukaan diukur menggunakan DAP (dose-area product) dan gafChromic XR-RV3 yang ditempelkan pada permukaan kulit. Distribusi dosis permukaan dapat digambarkan pada film gafChromic. Selain itu, diukur pula dosis hambur pada tiroid, gonad dan mata. Citra dianalisis menggunakan algoritma In-house pada channel merah RGB standar. Korelasi antara dosis maksimum permukaan (MESD) dan DAP untuk kedua prosedur diinvestigasi. Ditemukan korelasi cukup signifikan (R2 = 0.86) antara DAP and MESD (R2 = 0.96 for CA and R2 = 0.82 for PTCA) sehingga pengukuran DAP tidak bisa dijadikan satu-satunya indicator untuk merepresentasikan dosis kulit pasien.
Hasil pengukuran film gafChromic menunjukkan bahwa dosis radiasi kulit pada prosedur PTCA lebih besar dibanding CA.Korelasi yang rendah antara MESD dan waktu fluoroskopi total (R2 = 0.44 dengan R2 = 0.26 untuk CA dan R2 = 0.29 untuk PTCA). Untuk dosis hamburan balik pada organ kritis, tiroid mendapat dosis tertinggi (1.45 cGy) diikuti oleh gonad (1.05 cGy) dan mata (0.61 cGy).

Twenty patients cardiac intervention procedures were studied : 12 coronary angiography (CA) dan 8 percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA). The entrance skin dose were measure using DAP (dose-area product) and gafChromic XR-RV3 radiochromic film attached to the skin. gafChromic film measurement will be obtain the skin dose distribution on the back area of the coronary area. In addition, we also measure scattered dose on the tiroid, gonad and eyes. Image analysis was performed using red channel component of standart RGB (red, green and blue) color space image. The correlation between maximum entrance surface dose and dose area product for two interventional procedures was investigated. We found a significant correlation R2 = 0.86 of DAP (dose-area product) and MESD (R2 = 0.96 for CA and R2 = 0.82 for PTCA) so that DAP measurement cannot only be the one indicator to represent patient skin dose.
The gafChromic film results that the radiation dose to the skin for PTCA procedure greater than CA. In this study, we found a poor correlation of maximum entrance surface dose and total fluoroscopy time (R2 = 0.44 which were R2 = 0.26 for CA and R2 = 0.29 for PTCA). The result of gafChromic measurement shows that entrance surface dose for PTCA procedure greater than CA. For backscattering entrance dose, thyroid get the highest dose (1.45 cGy) followed by gonadal (1.05 cGy) and eyes (0.61 cGy)."
2013
S54442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Regina Eva Maria
"Penggunaan angiografi dengan dosis tinggi memerlukan kendali mutu yang dilaksanakan oleh fisikawan medik klinis. Saat ini, AAPM telah memiliki protokol khusus kendali mutu angiografi, yakni AAPM Task Group 272. Sedangkan di Indonesia, protokol yang digunakan adalah Peraturan BAPETEN Nomor 2 tahun 2022 yang melingkupi seluruh jenis fluoroskopi. Karenanya, diperlukan studi komparasi kedua protokol untuk persiapan implementasi ke pesawat angiografi. Dalam penelitian ini, dilakukan pembandingan antara komponen uji di kedua protokol tersebut. Ditemukan bahwa komponen yang memiliki kemiripan metode adalah pengukuran dosis, baik laju dosis tipikal maupun laju dosis maksimum. Perbedaan di kedua protokol terdapat pada geometri pengukuran. Penelitian juga membandingkan pengaruh nilai lolos uji kedua protokol terhadap status kelolosan uji dari data sekunder berupa hasil uji kesesuaian dari CMPB LST FMIPA UI periode 2013-2018. Adaptasi protokol AAPM Task Group 272 dapat meningkatkan jumlah lolos uji sebanyak 21% karena telah mengakomodir sistem digital.

The use of high-dose angiography requires quality control performed by clinical medical physicists. Currently, AAPM has a special protocol for angiography quality control, namely AAPM Task Group 272. Whereas in Indonesia, the protocol used is BAPETEN Regulation No. 2 of 2022 which covers all types of fluoroscopy. Therefore, a comparative study of the two protocols is needed to prepare for implementation into angiography aircraft. In this study, a comparison was made between the test components in the two protocols. It was found that the component that has similarity in method is dose measurement, both typical dose rate and maximum dose rate. The difference in the two protocols is in the measurement geometry. The study also compared the effect of the test pass value of the two protocols on the test pass status of secondary data in the form of conformity test results from CMPB LST FMIPA UI for the period 2013-2018. Adaptation of the AAPM Task Group 272 protocol can increase the number of test passes by 21% because it has accommodated digital systems."
Depok: Fakultas Matematika dn Ilmu Pengetahuan ALam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrizki Daryl Rachman
"Teknik Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dalam pemindaian 3DRA menggunakan sinar-X berbentuk kerucut bulat atau persegi panjang dengan rotasi pemindaian yang tidak mencapai 360 derajat. Sementara itu, metode perhitungan dosimetri 3DRA saat ini masih mengacu pada konsep CTDI, hal ini mungkin tidak sesuai untuk dosimetri CBCT karena sudut pancaran cone yang lebih besar dibandingkan dengan sudut pancaran fan beam dan rotasi pemindaian 3DRA yang tidak mencapai 360 derajat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi dosis pada simulasi dan pengukuran dalam pemindaian Angiografi Rotasi Tiga Dimensi (3DRA). Metode yang digunakan melibatkan perbandingan hasil simulasi distribusi dosis menggunakan perangkat lunak EGSnrc dengan hasil pengukuran pada pesawat Angiografi Phillips Allura FD20 (tiga mode pemindaian) menggunakan bilik ionisasi. Proses simulasi menggunakan perangkat lunak EGSnrc terdiri dari tiga tahap. Pertama, lima fantom CTDI virtual dibuat untuk merepresentasikan lubang sesuai dengan penempatan dosimeter pada posisi yang berbeda (pusat, arah jam 3, 6, 9, dan 12). Ukuran voxel fantom disesuaikan menjadi 1 × 1 × 1 mm². Tahap kedua melibatkan pemodelan dan simulasi tabung sinar-X pada sistem 3DRA menggunakan perangkat lunak BEAMnrc. Terakhir, dilakukan simulasi penyinaran pada fantom virtual menggunakan perangkat lunak DOSXYZnrc. Jumlah histories untuk simulasi ditetapkan menjadi 2.5×108, nilai energi cutoff diatur pada 0,521 MeV untuk transportasi elektron, dan 0,001 MeV untuk transportasi foton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa area yang paling banyak terpapar radiasi pada ketiga mode 3DRA terletak pada arah jam 3, 6, dan 9 dari fantom. Nilai akurasi tertinggi didapatkan pada mode Xper CT Cerebral HD pada posisi pengukuran pusat dengan nilai presentase perbandingan sebesar 0,9%, sementara nilai akurasi terendah didapatkan pada mode Xper CT Cerebral LD pada posisi pengukuran arah jam 6 dengan nilai prensentase perbandingan sebesar 647,3%.

Cone Beam Computed Tomography (CBCT) in 3D rotational angiography (3DRA) uses cone-shaped X-ray beams with non-360 degrees rotation. However, current dosimetry calculation methods for 3DRA, which are based on CTDI formalism, may not be suitable due to the larger cone beam angles compared to fan beam angles and the rotation of 3DRA being not a full 360-degree rotation. This study aims to analyze the dose distributions in simulations and direct measurements in 3DRA scans. The method involves comparing the simulation results of dose distributions using EGSnrc software with direct measurements Philips Allura FD20 angiography (in three preset modes) using a head CTDI phantom and an ionization chamber. To analyze the dose distributions in 3DRA, five virtual CTDI phantoms are generated to represent holes corresponding to the placement of dosimeters at different positions (at center, 3, 6, 9, and 12 o'clock). The voxel size of the phantoms is adjusted to 1×1×1 mm². The modeling and simulation of the X-ray tube in the 3DRA system using the BEAMnrc software. The DOSXYZnrc software is used to simulate the irradiation on the virtual phantom. The simulation is performed with 2.5×108 histories, and the energy cutoff value is set at 0.512 MeV for electron transport and 0.001 MeV for photon transport. The results show that the areas most exposed to radiation in all three preset modes of 3DRA are located on the sides and bottom (at 3, 6, and 9 o'clock) of the phantom. The highest accuracy value was obtained in the Xper CT Cerebral HD mode at the center position with a percentage comparison value of 0.9%, while the lowest accuracy value was obtained in the Xper CT Cerebral LD mode at the 6 o'clock position with a percentage comparison value of 647.3%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman
"Kateterisasi jantung menggunakan zat kontras untuk memandu prosedur terapeutik ke jantung dan pembuluh darah. Karena sifat agen kontras yang membebani secara biologis, penggunaan agen kontras harus dibatasi seminimal mungkin dengan hasil gambar yang dapat diidentifikasi. Sementara ambang berbasis fisiologis tersedia, ambang berbasis gambar masih belum tersedia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis ambang batas volume dan debit untuk penggunaan bahan kontras. Studi pendahuluan pertama kali dilakukan untuk menentukan cairan buatan yang akan digunakan sebagai pengganti darah yang sebenarnya. Menggunakan dosing pump yang dilengkapi in-house blood flow phantom setebal 3 cm ketebalan jantung dan slab phantom setebal 23 cm ketebalan dada, mesin injektor menyuntikkan volume yang diatur dengan variasi 3, 5, 7, 10, dan 13 mL, dan variasi debit 1, 2, 3, 4, dan 5 mL/s. Hasil citra diolah menggunakan aplikasi ImageJ dengan perhitungan SDNR. Studi pendahuluan telah menunjukkan bahwa natrium klorida paling cocok untuk digunakan sebagai pengganti darah. Hasil penggunaan NaCl 0,9% sebagai darah menunjukkan bahwa ambang penggunaan zat kontras berada pada kisaran 7 mL dengan kecepatan 3 mL/s. Penggunaan agen kontras dengan volume dan laju alir yang lebih tinggi tidak menunjukkan kontras yang lebih tinggi.

Cardiac catheterization uses contrast agents to guide therapeutic procedures to the heart and blood vessels. Due to the biologically burdening nature of contrast agents, the use of contrast agents should be limited to be minimal with identifiable image results. While physiologically based thresholds are available, image-based thresholds are still unavailable. Therefore, it is necessary to analyze the threshold of volume and flowrate for the use of contrast agents. A preliminary study was first conducted to determine the artificial liquid to be used in place of actual blood. Using dosing pump-equipped in-house blood flow phantom 3 cm thick as heart thickness and slab phantom 23 cm thick as chest thickness, the injector machine injects the regulated volumes with variations of 3, 5, 7, 10, and 13 mL, and varied flowrate of 1, 2, 3, 4, and 5 mL/s. The image results were processed using the ImageJ application with SDNR calculations. Preliminary study has shown that natrium chloride was best suited for use in place of blood. Results using NaCl 0.9% as blood shown that the threshold for the use of contrast agent was in the range of 7 mL at a speed of 3 mL/s. The use of contrast agents with higher volumes and flowrates did not demonstrate higher contrast."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdi Sahal
"Pesawat angiografi rotasi 3 dimensi digunakan dalam radiologi intervensi, kardiologi intervensi dan bedah invasif minimal yang dapat memvisualisasikan pembuluh darah, dan mengevaluasi anatomi tubuh yang lebih rumit dengan dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan estimasi dosis radiasi yang masuk ke dalam tubuh pasien yang dibandingkan dengan dosis ambang yang dapat diterima. Penelitian dilakukan dengan menggunakan phantom rando jenis wanita di dua instalasi cathlab dengan jenis pesawat yang berbeda. Pengukuran dosis dilakukan dengan menggunakan TLD pada mata, tiroid, spinal cord, payudara dan gonad pada mode preset yang berbeda untuk kepala dan abdomen.
Hasil penelitian menunjukkan pada pesawat 1, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode 5sDR Head berkisar antara 1,17 mGy-3,68 mGy dan pada mode 5sDR Head Care berkisar antara 0,58 mGy-1,15 mGy. Sedangkan untuk pengukuran abdomen pada mode 5sDR Body dosis yang diterima adalah berkisar antara 0,50 mGy-0,85 mGy dan pada mode 5sDR Body Care berkisar antara 0,55 mGy-0,79 mGy. Pada pesawat 2, dosis yang diterima untuk pengukuran kepala pada mode Carotid Prop Scan berkisar antara 2,20 mGy-3.71 mGy dan mode Carotid Roll Scan berkisar antara 2,02 mGy-4,59 mGy. Sedangkan dosis yang diterima untuk pengukuran abdomen pada mode Abdomen Prop Scan berkisar antara 0,44 mGy-2,34 mGy dan pada mode Abdomen Roll Scan berkisar antara 0,43 mGy-1,30 mGy. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua mode preset tidak memberikan dosis yang mendekati dosis ambang untuk setiap titik pengukuran.

Three dimensional Rotational Angiography 3DRA is mostly used in interventional radiology, interventional cardiology, and minimal invansive surgery to visualize blood vessels, and more complicated anatomy with more visual capacity than the previous generation. The rotating nature of image acquisition with suspected high radiation dose requires dose estimation. This study was aimed to measure radiation dose in 3DRA and compare it to the thresholds for deterministic risks. Measurement using TLDs were carried out on female Rando phantom in two angiography suites with different device types, with the organ of interest being eyes, thyroid, spinal cord, breast and gonad. Different preset modes for head and abdomen were employed for comparison.
The result for device 1 showed that dose on 5sDR Head mode ranged from 1,17 mGy 3.68 mGy and in 5sDR Head Care mode ranged from 0,58 mGy 1,15 mGy while the measured dose on the body in 5sDR Body mode ranged from 0,50 mGy 0,85 mGy and in 5sDR Body Care mode ranged from 0,55 mGy 0.79 mGy. On device 2, the result showed the measured dose on the head in carotid prop scan mode ranged from 2,20 mGy 3.71 mGy and in carotid roll scan mode ranged from 2,02 mGy 4,59 mGy while the measured dose on the body in abdomen prop scan mode ranged from 0,44 mGy 2,34 mGy and in abdomen roll scan mode ranged from 0,43 mGy 1,30 mGy. The study presents that all preset modes do not deliver near threshold doses for each measurement point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baltimore, Md.: Williams & Wilkins, 1995
616.19 Bai c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Neli Mariani
"Salah satu tindakan diagnostic dan intervensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner adalah coronary angiography. Tindakan tersebut dapat dilakukan secara urgent ataupun elektif yang dapat menimbulkan respon psikososial berupa kecemasan. Kecemasan pada pasein yang akan dilakukan tindakan coronary angiography yang tidak teratasi dapat berdampak terhadap status kesehatan pasien timbulnya berbagai komplikasi, antara lain dapat berupa gangguan hemodinamik, rasa ingin pingsan, nyeri dada, gangguan pencernaan, kejadian iskemik berulang dan disritmia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan elektif coronary angiography. Desain penelitian ini dengan menggunakan analytic descriptive observation dengan pendekatan cross sectional pada 110 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahawa adanya kecemasan yang berat pada 75 responden (68,2%) dan cemas sedang pada 35 responden (31,8%). Dari hasil uji bivariat menunjukan adanya hubungan antara usia p-value 0,000, penghasilan p-value 0,003, pendidikan p-value 0,000, riwayat pernah dilakukan tindakan coronary angiography p-value 0,000, pengetahuan penyakit jantung koroner p-value 0,000 dan pengetahuan tentang tindakan coronary angiography p- value 0,000 dengan kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan coronary angiography, dengan keseluruhan nilai p-value < 0,05. Sedangkan jenis kelamin tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kecemasan p-value 0,669 > 0,05. Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa faktor yang paling dominan menyebabkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan coronary angiography adalah pengetahuan penyakit jantung koroner dengan nilai odds rasio terbesar 4,617

One of the diagnostic and intervention measures in patients with coronary heart disease is coronary angiography. These actions can be carried out urgently or electively which can cause a psychosocial response in the form of anxiety. Anxiety in patients undergoing coronary angiography that is not resolved can have impact on the patient’s health status and the emergence of various complications, including hemodynamic disturbances, feeling like fainting, chest pain, indigestion, recurrent ischemic events and dysrhythmias. The purpose of this study was to determine the level of anxiety and the factors that influence anxiety in patients undergoing elective coronary angiography. The design of this study used analytic descriptive observation with a cross sectional approach to 110 respondents. The results of statistical tests showed that there was severe anxiety in 75 respondents (68,2%) and moderate anxiety in 35 respondents (31,8%). The results of the bivariate test showed that there was relationship between age (p-value 0,000), income (p-value 0,003), education (p-value 0,000), history of coronary angiography (p-value 0,000), knowledge of coronary heart disease (p-value 0,000), and knowledge about coronary angiography (p-value 0,000) with anxiety in patients who will undergo coronary angiography, with an overall p-value <0,05. But there is not relation between gender and anxiety with p-value 0,669 > 0,05. From the results of multivariate analysis, it was found that the most dominant factors causing anxiety in patients who will undergo coronary angiography is knowledge of coronary heart disease with Odds ratio 4,617"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marwazi
"Computed Tomography (CT) merupakan modalitas sinar-X untuk membuat citra organ dalam tiga dimensi. Akuisisi citra dilakukan dengan perputaran tabung sinar-X yang disertai gerakan meja, sehingga tabung mengelilingi pasien dalam bentuk spiral. Gerakan meja pasien persatu rotasi gantry dibagi lebar kolimator pada isocenter dikenal dengan pitch, yang berpengaruh pada kualitas citra maupun dosis radiasi pada pasien. Telah diobservasi profil ditribusi dosis sepanjang sumbu-Z fantom simulasi toraks in house berbentuk silinder elips dengan ukuran 28 cm × 21 cm dan panjang 22 cm. Fantom terbuat dari bahan PMMA dengan Hounsfield Unit (123,10 ± 3,96 HU) dilengkapi dengan objek simulasi paru dari gabus patah (-790,60 ± 15,55 HU), dan tulang belakang dari material teflon dengan (918,60 ± 7,35) balok dan silinder untuk tempat film gafchromic ukuran 1 cm x 25 cm. Posisi film ditandai dengan 1-9 dengan koordinat berturut turut (0, 0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0,-8). Citra fantom diakuisisi dengan kondisi eksposi 120 kV,100 mAs dan pitch 0,8, 1,0, dan 1,5. Dosis minimum terjadi pada awal dan akhir scan untuk seluruh profil dan nilai pitch, dosis rata-rata material paru (2, 3, 4, dan 5) dalam rentang (2,49-2,90) mGy untuk pitch 0,8 dan (2,36-2,88) mGy untuk pitch 1,0, serta (2,33-2,74) mGy untuk pitch 1,5, relatif lebih rendah disbanding dengan pada jaringan lunak dan tulang. Dosis maksimum selalu terjadi di pertengahan sumbu-Z. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pitch 0,8 dan 1,0 tidak memberikan perbedaan dosis yang signifikan dan menurunkan dosis rata-rata pada pitch 1,5. Selain itu dosis maksimum tidak selalu terjadi di pertengahan sumb-z dikarenakan oleh material isotropis.

Computed Tomography (CT) is an X-ray modality for scanning organ in three dimensional images. Image acquisition is performed by rotating X-ray tube that match with table movements, there by the tube can cover patient body in a spiral scan. Patient table movements by gantry rotation divided by the width of the collimator on the isocenter is known as a pitch, which affects the image quality and radiation dose in the patient. A dose distribution profile has been observed along the z-axis of the in-house thorax phantom simulation in an elliptical cylinder form with the size of 28 cm x 21 cm and 22 cm length. Phantom is made from PMMA with Hounsfield Unit (123.10 ± 3.96 HU) was equipped with a lungs simulation object using a cork (-790.60 ± 15.55 HU), a spine using Teflon material (918.6 ± 7.35 HU), and 9 bar and a cylinder to place 1 cm x 25 cm gafchromic films. The position of the film was marked with point position 1-9 for the series of coordinates (0,0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0, -8) cm. The phantom images was performed with an exposure condition by 120 kV, 100 mAs and pitch variations (0.8, 1.0 and 1.5). The minimum dose occured at the beginning and end of the scan for all profiles and pitch values. The average dose of lung material (2, 3, 4, and 5) in the range (2.49-2.90) mGy for pitch 0.8, (2.36-2.88) mGy for pitch 1.0 and (2.33-2.74) mGy for pitch 1.5. The dose in lung was relatively lower compared to the dose in soft tissue and bone. The maximum dose always occur in the middle of the z-axis. It can be concluded that the use of pitch 0.8 and 1.0 did not provide a significant dose difference and reduced the average dose on pitch 1.5. Moreover, the maximum dose does not always occur in the middle of the z-axis due to an isotropic material."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T55322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Darliana
"Pasien yang menjalani prosedur invasif coronary angiography umumnya akan mengalami stres baik secara psikologis (kecemasan) maupun secara fisiologis berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya tekanan darah dan frekuensi nadi akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien, tekanan darah dan frekuensi nadi pasien yang menjalani prosedur coronary angiography.
Design penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan non equivalent pretest-posttest with control group. Penelitian ini dilakukan dengan random sampling, 60 orang sampel yaitu 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok intervensi. Pengumpulan data kecemasan menggunakan kuesioner sedangkan (Mean Arterial Pressure) MAP dan frekuensi nadi menggunakan sphygmomanometer dan external cardiac monitor.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pengalaman menjalani coronary angiography sebelumnya terhadap kecemasan pasien. Tidak ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap frekuensi nadi pasien dan tidak juga ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap Mean Arterial Pressure (MAP) pasien. Ada hubungan stres (state anxiety) terhadap MAP dan ada hubungan stres (state anxiety) terhadap frekuensi nadi. Ada pengaruh jenis prosedur yang dilakukan dengan kecemasan pasien. Ada pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien secara signifikan, namun tidak ada pengaruh terapi musik terhadap MAP dan frekuensi nadi pasien yang menjalani coronary angiography. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani prosedur invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat diaplikasikan di pelayanan kesehatan.

Patients having invasive coronary angiography are commonly having psychological stress (state anxiety) and physiological stress (elevated blood pressure and heart rate). These are highly dangerous because elevated blood pressure and heart rate will increase oxygent demand and heart work, thus will increase heart complication. This research was aim to examine effects of music theraphy on patient state anxiety, blood pressure and heart rate of patient having coronary angiography procedure.
Research design was quasi experimental using non equivalent pretest-postest with control group. 60 patients were selected by random sampling, devided into two groups, 30 patients for control group and intervention group respectively. State anxiety data were collected using questioner, Mean Arterial Pressure (MAP) and heart rate were measure by sphygmomanometre and external cardiac monitor.
This result revealed that there was a relationship between procedur and patient state anxiety. There were a relationship between state anxiety and MAP and heart rate. There was a significant effect of music theraphy on patient state anxiety but there was no effect of music theraphy on MAP and heart rate. It is conclude that music theraphy can be used to reduce patient psychological stress (state anxiety) in having invasive coronary angiography procedure. It is recommended to employ music theraphy in health care facilities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>