Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207771 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardelia Nada
"ABSTRAK
Latar belakang: Keilitis angular dan glositis atrofi merupakan manifestasi di rongga mulut akibat kekurangan nutrisi mikro seperti zat besi, vitamin B2, vitamin B12, niasin, dan folat. Salah satu kelompok yang paling rentan mengalami kekurangan nutrisi mikro adalah kelompok anak-anak dalam masa pertumbuhan. Tujuan: Melihat status gizi, keadaan keilitis angular dan glositis atrofi pada murid sekolah dasar di Desa Setu, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor tahun 2018. Metode: Penelitian deskriptif menggunakan desain studi observasional cross-sectional dengan mengambil data langsung pada partisipan murid Sekolah Dasar di Desa Setu tahun 2018. Perhitungan status gizi menggunakan pengukuran antropometri dan penilaian keadaan keilitis angular dan glositis atrofi dengan pemeriksaan klinis. Hasil: Total partisipan yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 200 partisipan. Nilai status gizi sebanyak 155 (77,5%) partisipan adalah normal, 15 (7,5%) partisipan adalah kurus, 6 (3%) partisipan adalah sangat kurus, 14 (7%) partisipan adalah gemuk, dan 10 (5%) partisipan adalah obesitas. Partisipan dengan kelainan pada sudut mulut berupa keilitis angular berjumlah 6 (3%) partisipan. Partisipan dengan kelainan di dorsum lidah berupa glositis atrofi berjumlah 1 (0,5%) partisipan. Kesimpulan: Status gizi pada murid sekolah dasar di Desa Setu mayoritas memiliki status gizi normal dengan jumlah partisipan yang mengalami keilitis angular berjumlah 6 (3%) partisipan dan glositis atrofi berjumlah 1 (0,5%) partisipan.

ABSTRACT
Background: Angular cheilitis and atrophic glossitis are manifestations in oral region due to lack of micronutrients such as iron, vitamin B2, vitamin B12, niacin, and folate. The group of children in their growth period is one of some groups that are the most vulnerable to micronutrient deficiencies. Objective: To observe nutritional status, angular cheilitis and atrophic glossitis on elementary school students in Setu Village, Jasinga District, Bogor Regency in 2018. Method: This research used descriptive study with cross-sectional observational design through taking direct data on the participants of children in 2018. The calculation of nutritional status uses anthropometric measurements and the assessment of angular cheilitis and atrophic glossitis by clinical examination. Result: The number of participants corresponding to the inclusion criteria was 200 participants. The nutritional status of 155 (77.5%) participants was normal, 15 (7.5%) participants was thin, 6 (3%) participants was very thin, 14 (7%) participants was fat, and 10 (5%) participants was obese. Participants with abnormalities on the corners of  the mouth in the form of angular cheilitis amounted to 6 (3%) participants. Participants with abnormalities on the dorsum of tongue in the form of atrophic glossitis amounted to 1 (0.5%) participant. Conclusions: The nutritional status of the elementary school students in Setu village, the majority had normal nutritional status with the number of participants with angular cheilitis 6 (3%) participants and glossitis atrophic 1 (0.5%) participant."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Kristi Utami
"ABSTRAK
Infeksi parasit usus masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia terutama pada masyarakat dengan kondisi sanitasi yang buruk. Masalah infeksi parasit usus perlu mendapat perhatian karena dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi parasit usus pada murid sekolah dasar di Kecamatan Setu, Bekasi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan subjek murid sekolah dasar negeri dan madrasah ibtidaiyah. Subjek diberikan penjelasan mengenai apa yang akan dilakukan lalu diminta mengumpulkan feses keesokan harinya. Pemeriksaan feses dilakukan di laboratorium parasitologi dengan cara pemeriksaan langsung. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 133 pot feses.
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat infeksi parasit usus sebesar 65,4% yang didominasi oleh Blastocystis hominis. Murid laki-laki yang terinfeksi adalah 72,1% dan perempuan 59,7%. Murid madrasah yang terinfeksi sebanyak 66,6% dan murid sekolah dasar negeri 64,67%. Uji chi square menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada infeksi parasit usus dengan jenis kelamin (p=0,134) maupun jenis sekolah (p=0,792). Kesimpulannya, infeksi parasit usus tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun jenis sekolah.

ABSTRACT
Intestinal parasites infection is a widespread problem in developing countries, including Indonesia. It spreads among the people living in overcrowded population with poor sanitation and lack of clean water. This problem needs attention because it gives negative impacts on the growth and development process of children. The purpose of this research is to find the prevalence of intestinal parasite among elementary school students in Setu, Bekasi. This research is an analytical-observative research with cross-sectional study using students in state elementary school and madrasah ibtidaiyah as subjects. Explaining the procedure and collecting samples on the next day were conducted in this research. The examination uses direct examination method using microscope in parasitology laboratorium.
From 133 samples, there were 65,4% positive result. Most of them are Blastocystis hominis. Prevalence of parasites on boys are 72,1% and on girls are 59,7%. Prevalence of parasites was 66,6% in madrasah ibtidaiyah and 64,67% in state elementary school. Chi square test shows that there is no relationship between intestinal parasite infection with either gender (p=0,134) or type of school (p=0,792). It means all boys and girls studying in state elementary school or madrasah ibtidaiyah have the same possibility to be infected by intestinal parasites."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Madya Kharimah
"ABSTRAK
Selama dua tahun berturut-turut Kecamatan Jasinga memiliki prevalensi BBLR tinggi di Kabupaten Bogor dan menjadi satu-satunya Kecamatan yang jumlah kasusnya secara absolut melebihi 100 kasus pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran determinan dan besar hubungannya dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014-2015. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan jumlah kasus sebanyak 97 dan kontrol sebanyak 97. Sumber data yang digunakan ialah register kohort ibu di seluruh puskesmas di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015. Variabel independen yang diteliti antara lain faktor ibu yaitu umur, paritas dan jarak antar kehamilan serta faktor pelayanan kesehatan antara lain usia kehamilan ibu saat melakukan K1 dan jumlah kunjungan antenatal. Proporsi kejadian BBLR ditemukan lebih tinggi pada kelompok berisiko dari seluruh variabel independen. Paritas dan jarak antar kehamilan memiliki nilai p < 0,05 dan OR masing-masing sebesar 2,476 [95 CI: 1,377-4,452] dan 2,031 [95 CI: 1,147-3,599]. Sementara umur ibu, usia kehamilan saat K1 dan jumlah kunjungan antenatal memiliki nilai p > 0,05 dan OR masing-masing sebesar 1,162 [95 CI: 0,544-2,843]; 1,249 [95 CI: 0,696-2,243]; dan 1,444 [95 CI: 0,678-3,077]. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa paritas dan jarak antar kehamilan memiliki hubungan dengan kejadian BBLR di Kecamatan Jasinga Tahun 2014-2015.

ABSTRACT
For two consecutive years Jasinga District has the high prevalence of LBW in Bogor Regency and become the only district that has number of cases exceeded 100 in 2015. This study aims to know the description and the relationship of determinants with LBW in Jasinga District of Bogor Regency Years 2014 2015. This study uses case control design with 97 cases and 97 controls. The source data of this study is register cohorts of women in all primary health care in Jasinga District Years 2014 2015. The independent variables are maternal factors such as age, parity, pregnancy spacing and health service factors include gestational age at K1 and the number of antenatal visits. The proportion of LBW found to be higher in risk group of all independent variables. Parity and pregnancy spacing have p value 0.05 and OR respectively 2.476 95 CI 1.377 to 4.452 and 2.031 95 CI 1.147 to 3.599 . While maternal age, gestational age at K1 and the number of antenatal visits have p value 0.05 and OR respectively 1.162 95 CI 0.544 to 2.843 1.249 95 CI 0.696 to 2.243 and 1.444 95 CI 0.678 to 3.077 . In conclusion, parity and pregnancy spacing have a relationship with LBW in Jasinga District Years 2014 2015."
2017
S66675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissa Noor Annashr
"Timbal merupakan salah satu logam berat yang mencemari udara dan terus menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang paling serius. Absorpsi timbal yang meningkat menyebabkan terjadinya penurunan kadar Hb, penurunan jumlah dan pemendekan masa hidup eritrosit, peningkatan jumlah retikulosit dan peningkatan jumlah eritrosit berbintik basofilik.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efek dari kadar timbal dalam darah terhadap kadar Hb dan eritrosit berbintik basofilik pada siswa SD di Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Sampel darah vena diambil dari 103 siswa SD Cinangka untuk diukur kadar timbal dalam darah, kadar Hb dan eritrosit berbintik basofilik. Kuesioner digunakan untuk mengetahui data mengenai tingkat pendidikan pendapatan orangtua dan asupan zat gizi. Variabel status gizi diketahui melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh/Umur (IMT/U) yang dikonversikan ke dalam skala Z-Score.
Hasil penelitian menunjukkan 61,2% siswa SD memiliki kadar timbal dalam darah tinggi ( 10 μg/dl). Hasil analisis statisik dengan chi square menunjukkan bahwa asupan protein (p = 0,03; OR = 4,184 95% CI : 1,062-16,49) dan asupan zat besi (p = 0,008; OR = 5,398 95% CI : 1,406-20,718) memiliki hubungan yang signifikan dengan kadar Hb pada siswa SD Cinangka. Untuk variabel dependen eritrosit berbintik basofilik, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar timbal dalam darah yang tinggi (p = 0,001; OR = 180 95% CI : 38,093-850,551) dan pendidikan ibu yang rendah (P = 0,005; OR = 3,92 95% CI : 1,459-10,532) merupakan faktor risiko terjadinya eritrosit berbintik basofilik pada siswa SD.

Lead is one of the heavy metals that pollute the air and lead exposure continues to be the most serious public health problem. Increased lead absorption causes a decrease in hemoglobin contentratiton, a decrease in the amount and shortening the life span of erythrocytes, increased number of reticulocytes and increased number of basophilic stippling.
The purpose of this study to analyze the effects of blood lead levels (BLL) on the hemoglobin concentration and basophilic stippling on elementary students in the Cinangka Village. This study used a cross-sectional design. Venous blood samples were taken from 103 elementary school students to measure BLLs, hemoglobin concentration and basophilic stippling . A questionnaire was used to determine the data on the level of parent?s education, parent?s income and nutrient intake. A nutritional status was known by calculating the Body Mass Index/Age (IMT/U) was converted into Z-Score scale.
The results showed 61.2% of elementary school students have high blood lead level ( 10μg/dl). Statistical analysis with chi square showed that the protein intake (p = 0.03; OR = 4.184 95% CI : 1.062 to 16.49) and iron intake (p = 0.008; OR = 5.398 95% CI : 1.406 to 20.718) has a significant relation with hemoglobin in elementary students. For basophilic stippling as a dependent variable, the statistical analysis showed that the high BLLs (p = 0.001; OR = 180 95% CI: 38.093 to 850.551) and low maternal education (p = 0.005; or = 3.92 95 % CI: 1.459 to 10.532) is a risk factor of basophilic stippling on elementary students.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nura Suciati Fauzia
"ABSTRAK
Konsep literasi gizi telah diuraikan dalam literasi kesehatan. Literasi gizi berarti menjadi suatu fungsi untuk mendapatkan, memproses, memahami informasi gizi dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat gizi yang tepat. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara literasi gizi dengan status gizi siswa kesehatan Yayasan Annisa Jaya Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling dengan jumlah 120 mahasiswa. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran antropometri untuk mengetahui status gizi berdasarkan IMT dan pengisian kuesioner yang diadopsi dari Nutritional Literacy Scale (NLS). Pengolahan dan analisis data menggunakan model chi square dan regresi logistik faktor risiko. Hasil penelitian menyebutkan rendahnya tingkat literasi gizi pada mahasiswa kesehatan Yayasan Annisa Jaya Bogor sebesar 59%. Sedangkan untuk status gizi mahasiswa, status gizi kurus sebanyak 44,5%, gemuk 25,7%, dan normal 29,8%. Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara literasi gizi dengan status gizi mahasiswa (p = 0,019), sementara tidak terdapat hubungan antara umur, jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat semester, dan program studi dengan status gizi (p = ≥0,05). Mengubah pola makan menjadi gizi seimbang dan meningkatkan literasi gizi sangat penting sebagai upaya untuk mempertahankan status gizi yang baik.

ABSTRACT
The concept of nutritional literacy has been described in health literacy. Nutrition literacy means being a function to acquire, process, understand the nutritional information and skills necessary to make proper nutrition. The purpose of this research was to know the correlation between nutritional literacy and nutritional status of health students of Annisa Jaya Foundation Bogor. This research is done by quantitative method with cross sectional design. Sampling technique with total sampling with total 120 students. The data collection was done by measuring anthropometry to determine the nutritional status based on IMT and filling the questionnaire adopted from Nutritional Literacy Scale (NLS). Processing and data analysis using chi square model and logistic regression of risk factor. The result of this research mention the low level of nutrition literacy in health student of Annisa Jaya Foundation Bogor 59%. As for the nutritional status of students, nutritional status of 44.5%, 25.7%, and 29.8% normal. The result of chi square test showed that there was a significant correlation between nutritional literacy and student's nutritional status (p = 0,019), while there was no correlation between age, sex, residence, semester level, and study program with nutritional status (p = ≥0, 05). Changing diets into balanced nutrition and increasing nutritional literacy is very important as an effort to maintain good nutritional status."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Berliana
"Status gizi lebih menjadi masalah kesehatan global dan membawa dampak buruk bagi kesehatan maupun psikososial bagi remaja. Prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun di Jakarta Utara tahun 2018 sebesar 29.03%, yang mana angka ini melampaui prevalensi nasional dan provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai faktor yang berkaitan dengan kejadian status gizi lebih berdasarkan pengukuran persen lemak tubuh pada siswi kelas 6 sekolah dasar di Jakarta Utara pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian tentang kegemukan dan obesitas pada anak sekolah dasar dengan indikator indeks massa tubuh menurut umur. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25.43% siswi di Jakarta Utara mengalami status gizi lebih. Terdapat perbedaan proporsi yang signifikan antara asupan lemak (p-value 0.015) dan status menarche (p-value 0.006) terhadap kejadian status gizi lebih, dengan status menarche sebagai faktor dominan. Tidak terdapat perbedaan yang signfikan antara asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayuran, konsumsi minuman manis dalam kemasan, aktivitas fisik, durasi menonton TV, dan menggunakan gawai dengan kejadian status gizi lebih. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu dilakukan edukasi terkait pola makan seimbang dan aktivitas fisik bagi remaja putri untuk menjaga status gizi normal.

Over nutritional status has been the global health problem and will become a negative impact on health and psychosocial for adolescents. Based on Riskesdas 2018, prevalence of overweight and obesity in children aged 5-12 years in North Jakarta is 29.03%, which is higher prevalence than the national and province DKI Jakarta. This research objectively investigated factors that related with over nutritional status in grade 6 elementary school students in North Jakarta in 2018 that used body fat percentage assessment. This study used secondary data from rencetly research about obesity in student grade 6 elementary school in North Jakarta. This study used a cross sectional method.
The results showed that 25.43% of female students in North Jakarta changed obesity. There was a significant difference between fat intake (p-value 0.015) and menstrual status (p-value 0.006) to the incidence of over nutritional status, with menstrual status as a dominant factor. There is no significant proportional differences between energy intake, protein intake, carbohydrate intake, breakfast, fruit and vegetable consumption, consumption of sugar sweetened beverages, physical activity, TV viewing and gadget time, with over nutritional status. The results of this study prove that education related to balanced diet and physical activity isimportant for adolescent girl according their needs to normal nutritional status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chyntia Aryanti Mayadewi
"Perkembangan kognitif anak pra-sekolah merupakan faktor penting yang dapat menentukan kemampuan kognitifnya di kemudian hari. Namun berbagai penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat anak yang mengalami keterlambatan perkembangan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perkembangan kognitif serta hubungannya terhadap status gizi (TB/U & IMT/U), riwayat berat badan lahir dan stimulasi psikososial pada anak pra-sekolah (usia 5-6) tahun di Kecamatan Duren Sawit & Kramat Jati, Jakarta Timur. Pada penelitian ini digunakan analisis kuantitatif dengan desain potong lintang dan metode analisis korelasi. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan kognitif anak dinilai baik (n = 71). Terdapat  korelasi yang bermakna antara hubungan perkembangan kognitif dan TB/U & berat badan lahir (p = 0,001; 0,02). Tingkat pendapatan ditemukan bermakna pada kelompok responden berpendapatan menengah-tinggi dalam hubungan antara perkembangan kognitif dan status gizi TB/U & berat badan lahir. Hasil analisis lebih lanjut dengan regresi linear multivariat menunjukkan bahwa status gizi TB/U merupakan faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingkat perkembangan kognitif sebesar 68% (R2 = 0,68; sig = 0,001).

Cognitive development in pre-school children is known to be important factor that contributes to later cognitive function in school-age. Previous studies found that there were numbers of children not fulfilling their cognitive development. This research focus on the cognitive development and its correlation to nutritional status (HAZ & BAZ), birth weight and psychosocial stimulation on 71 pre-school children (5-6 y.o) in Duren Sawit & Kramat Jati districts, Jakarta Timur. We implemented quantitative analysis with crosssectional design study and correlation analysis method. Univariate analysis showed that the cognitive development is mostly good (n = 71). We investigated that there was significant correlation between cognitive development and on BAZ & birth weight (p = 0,001; 0,02). Level of income is shown to be significant among averagehigh income group in the correlation of cognitive development and BAZ & birth weight. Further analysis used multivariate linear regression showed that BAZ was the dominant factors that contributes cognitive development level for 68% (R2 = 0,68; sig = 0,001)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idah Rifdah
"Kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi berbasis lingkungan, meskipen tidak menjadi masalah kesehatan masymkat ditinjau dari tingkat penyebab kematian di halonesio, namun ditinjau dati tingginya prevalensi merupakan masalah besar.Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain iklim tropis, sarana air bemih dlU1 jamhan keluarga yang belum memadai, perllaku masyarakat yang bebun menempkan norma perilaku hidup bersih dan sehat serta kondisi sosial ekonomi yang belum mapan(Depkes, 2006).
Penelitian menggunakan disain Cross sectional yang betinjuan untuk memperoleh infonnasi tentang kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor dengan jumlah responden 297 murid kelas satu sampai dengan kelas lima di enam sekolah dasar negeri. Variabel independen dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan kepada responden dengan menggunakan kuisioner dan pemeriksaan tinja untuk menegakkan diagnosis ada tidaknya satu atau lebih telur cacing. Selanjutnya hasil yang didapat dianalisa dengan uji Chi Square dan regresi logistik ganda.
Dari 15 variabel independen ada 9 variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri yaitu: Jenis SPAL (P=0,024; OR=1,738; 95%CI=1,04-2,90), Kebiasaan BAB (P=0,024; OR=6,88; 95%CI=0,892-5,318), Kebiasaan mencuci tangan (P=0,003l OR=3,378; 95%CI=1,375-8,300); Kebiasaan Bermain kontak tanah (P=0,022; OR=2,857; 95%CI=1,141-7,152), Kebiasaan menggunakan sandal (p=001; OR=2,857; 95%CI=1,700-4,945, Kebiasaan menghisap/menggigit jari (P=0,042; OR l,768; (P=0,03l; OR I,647; 95%Cl$l,006-2,694), Pengetahuan orangtua (P=O,Ol8; OR &I4; 95%CI=l,l74-3,413).
Faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar negeri di Kecamatan Cibinong Kahupaten Bogor adalah kebiasaan mencuci tangan (P=O,OOO; OR=3,3; 95%CI=I,858-S,817). Tidak ditemukan adanya interaksi antara variabel.
Program Pengendalian kecacingan harus dilaksanakan secara berkesinambungan melalui pemberdayaan masyarakat dan peran serta swasta sehingga masyarakst mampu dan mandiri dalam meleksanukan pcnanggulangan kecacingan, berperilaku bidup bersih dan serta meningkalkan kesehatan perorangan, dan lingkungan. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Arihandayani
"Proporsi perilaku sedentari semakin meningkat pada semua kelompok umur baik pada orang dewasa dan anak-anak dari tahun ke tahun. Pada anak-anak dan remaja berbagai dampak kesehatan merugikan dapat terjadi akibat perilaku sedentari yang dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya perilaku sedentari pada anak-anak dan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa SMP di kecamatan Cibinong, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 312 siswa SMP kelas 7 dan kelas 8. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang sudah di uji validitas dan reliabilitasnya serta dianalisis menggunakan regresi logistik ganda. Regresi logistik ganda menunjukkan 50,6 responden melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam.
Hasil analisis membuktikan faktor umur OR: 1,5, pola asuhorang tua OR: 3,0, dukungan teman sebaya OR: 1,5, fasilitas sekolah OR:0,4, dan peraturan sekolah OR: 5,0 berhubungan dengan perilaku sedentari. Pola asuh orang tua dan peraturan sekolah yang mendukung merupakan faktor paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari. Responden yang mendapat pola asuh tidak baik berpeluang untuk melakukan perilaku sedentari 3,0 kali dibanding yang mendapat pola asuh baik. Responden yang bersekolah di sekolah dengan peraturan yang tidak mencukupi berpeluang untuk melakukan perilaku sedentari 5,0 kali dibanding yang bersekolah di sekolah dengan peraturan yang sudah cukup.
Untuk itu dalam upaya pencegahan perilaku sedentari pada siswa perlu melibatkan peran orang tua siswa disamping juga perlu didukung oleh peraturan dan fasilitas sekolah yang mencukupi. Adanya dukungan teman sebaya diantara siswa juga diperlukan untuk mendukung pencegahan perilaku sedentari pada siswa.

The proportion of sedentary behavior is increasing in all age groups in both adults and children year to year. In children and adolescents a variety of adverse health effects can occur as a result of continual perpetual behavior. Several factors are associated with the occurrence of sedentary behavior in children and adolescents.
This study aims to determine the factors associate dwith sedentari behavior in junior high school students in sub district Cibinong, Bogor regency, West Java. The research used cross sectional design with 312 students of 7th and 8th grade. Data were collected using questionnaires that have been tested for validity and reliability and analyzed using multiple logistic regression. The results showed 50.6 of respondents performing behavior sedentari more than 6 hours.
The results of the analysis prove the agefactor OR 1.5, parenting patterns OR 3.0, peer support OR 1.5, school facilities OR 0.4, and school rules OR 5.0 is associated with sedentary behavior. Parenting parenting and supporting school rules are the most dominant factors associated with sedentary behavior. Respondents who received poor upbringing had the opportunity to conduct behavior as much as 3.0 times compared to those who received good parenting. Respondents who attend school with insufficient regulations have the opportunity to conduct behavior 5 times less than those who attend school with sufficient regulation.
Therefore, in the effort of prevention of student's sedentari behavior, it is necessary to involve the parent's role as well as to be supported by adequate school rules and facilities. The presence of peer support among students is also needed to support the prevention of sedentary behavior in students.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruby Chahya
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui hubungan cheilitis angularis dan status gizi yang terjadi pada anak sekolah dasar di kecamatan Pacet kabupaten Cianjur. mengingat hingga kini belum ada laporan mengenai hal tersebut. Penelitian dilakukan pada anak sekolah dasar yang berumur 5-15 tahun. yang berasal dari 3 sekolah dasar yang dipilih secara acak sederhana dari 10 sekolah dasar yang ada di kecamatan tersebut. Selanjutnya dari 3 sekolah dasar terpilih 315 anak yang merupakan sampel yang diperoleh secara acak sistematis. Pemeriksaan klinis cheilitis angularis dilakukan dibawah penerangan sinar matahari langsung, dan penentuan status gizi dilakukan secara antropometrik. Hasilnya ditemukan 85 anak yang menderita cheilitis angularis. Persentase cheilitis angularis tertinggi didapatkan pada kelompok umur 6-7 tahun dan menurun sejalan dengan peningkatan umur. Cheilitis angularis ditemukan lebih banyak pada pria {65%) daripada wanita (35%). Dari 85 anak yang menderita cheilitis angularis. 47 anak didapatkan dengan status gizi kurang dan 38 anak dengan status gizi baik dengan X2 hitung pada α 0.05. dk1=6.29. Sedangkan hubungan keparahan dan status gizi didapatkan X2 hitung pada α 0.05. dk3=0.05. Dapat disimpulkan penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan terjadinya cheilitis angularis dan status gizi. tetapi tidak ditemukan adanya hubungan keparahan cheilitis angularis dan status gizi."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>